• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa di Pegajahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa di Pegajahan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1Kondisi Fisik, Sosial dan Keagamaan Desa Pegajahan

Daerah tempat penelitian saya ini terletak di Dusun 2 Desa Pegajahan. Jarak tempuh dari kota Perbaungan ke tempat penelitian saya ini memakan waktu 30 menit dengan mengendarai Sepeda Motor. Keadaan jalan yang dilalui terdapat

beberapa tipe, sebagian jalan beraspal, ada juga yang di cor beton dan sebahagian lagi masih ada jalan tanah. Jalan yang dilalui dapat dikatakan rusak karena banyak

lubang-lubang yang terdapat di sepanjang jalan.

Banyaknya jalan yang rusak disepanjang yang dilalui kalau mau ke Desa Pegajahan awalnya disebabkan oleh truck-truck colt diesel pengangkut sawit yang

melewati jalan itu. Rusaknya jalan itu semakin diperparah dengan adanya pembangunan jalan tol Medan-Tebing yang melintasi tanah perkebunan di Desa

Pegajahan, banyak truck-truck pengangkut material pembangunan jalan tol yang melewatin jalan itu. Rusaknya jalan ditambah banyaknya debu-debu membuat perjalanan yang dilalui semakin tidak bagus untuk kesehatan.

Jalanan rusak akan dirasakan sepanjang jalan masuk dari kota sampai ke Desa Pegajahan. Desa Pegajahan sendiri terletak di sekeliling kebun PTPN II

yakni Kebun Melati. Selain sarana jalan, di Desa Pegajahan terdapat 6 jembatan besar dan terdapat satu jembatan yang keadaannya rusak berat. Jembatan yang rusak berat ini terletak di Dusun Karangsari, tetapi pada saat sekarang ini

(2)

Desa Pegajahan tidak memiliki transportasi umum seperti Bus, Mikrolet, maupun jenis angkutan umum sejenisnya. Masyarakat yang bertempat tinggal di

Desa ini biasanya dalam kehidupan sehari-hari menggunakan transportasi sepeda motor, maupun sepeda. Kendaraan umum yang bisa digunakan untuk menuju ke

Desa Pegajahan yaitu Becak. Banyak becak yang tersedia di Kota Perbaungan yang bisa digunakan. Di sekeliling Desa Pegajahan terdapat berbagai macem usaha pertanian, baik yang dimiliki pemerintah (BUMN) maupun yang dimiliki

oleh masyarakat. Usaha pertanian yang terdapat di Desa Pegajahan diantaranya usaha pertanian perkebunan, tanaman kelapa sawit, tanaman karet, tanaman

kakao, tanaman kelapa, dan tanaman Holtikultural lainnya seperti palawija dan singkong.

Keadaan rumah di Desa Pegajahan sebagian besar sudah termasuk bangunan

permanen. Namun ada beberapa rumah yang masih non permanen, rumah yang non permanen ini terbuat dari kayu dengan dinding-dinding rumahnya terbuat dari

anyaman bambu (tepas). Untuk listrik Desa Pegajahan sudah tersedia jaringan listrik PLN, sehingga hampir semua Rumah Tangga sudah menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga

lainnya. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan air, masyarakat di Desa Pegajahan masih mengandalkan sumur airr di setiap rumah. Kualitas air yang

keluar dari sumur air di Desa Pegajahan ini sebagian besar dapat dikatakan bagus karena untuk mandi pun segar dan tidak berbau. Listrik yang sudah ada digunakan untuk pompa listrik yang kemudian mengambil air dari dalam sumur tadi dan hal

(3)

Selama saya tinggal di sana terasa sekali keramahtamahan dan keakraban yang terjalin diantara keluarga maupun dengan para tetangga. Hal tersebut terlihat

dari intensitas mereka saling berkumpul dan bercengrama bersama. Biasanya orang yang suka berkumpul sore-sore dibelakang rumah adalah kaum perempuan,

namun di Dusun II laki-laki pun saling berkumpul dan berbincang mengenai banyak hal.

Keakraban yang terjalin diantara mereka tentu bukan terjadi begitu saja.

Mereka terbiasa hidup saling menyapa satu dengan yang lainnya, bertegur sapa dan sesekali bercanda bahkan ketika mereka saling berpapasan. hal yang sangat

menyenangkan karena hal tersebut membuat mereka saling berinteraksi secara terus menerus.

Kehidupan mereka yang sering berkumpul bersama juga membuat mereka

saling mengenal bahkan sampai ke lain Dusun. Salah satu tema pembicaraan ketika mereka saling berkumpul adalah kegiatan-kegiatan yang ada di Dusun

tersebut maupun di luar Dusun. Hal yang paling sering mereka bicarakan adalah mengenai akan dilaksanakannya pesta oleh tetangga atau kenalan mereka. Dalam cerita mereka pasti terbersit saling menanyakan kabar orang yang mereka

bicarakan secara langsung maupun tidak langsung. Kepedulian terhadap satu dengan yang lainnya tentu akan memberikan kesan keharmonisan hubungan

masyarakat di sana.

Keadaan rumah masyarakat di sana saling berdekatan, posisi rumah di pedesaan yang cenderung tidak beraturan tidak seperti rumah di kompleks yang

(4)

membuat para tetangga saling berteriak saja untuk memanggil tetangga mereka apabila ada keperluan. Kehidupan bertetangga memang tidak selalu baik adanya,

terkadang ada masalah yang terjadi dengan sebab-sebab yang berbeda. Begitu pula dengan masyarakat di Pegajahan, sering terjadi perselisihan antara tetangga.

Namun berdasarkan perbincangan saya dengan Buk Lasmiem tidak ada perselisihan yang membuat satu yang lainnya saling menyakiti atau merugi secara ekonomi. Hal yang lumrah terjadi adalah para tetangga tidak saling berbicara

dalam waktu yang sangat lama.

Hubungan masyarakat di Pegajahan khususnya di Dusun II kebanyakan

diantara mereka bersaudara. Hubungan saudara yang terjalin diantara mereka bukan karena tanah yang mereka tinggali merupakan milik nenek moyang mereka, tetapi karena ada perkawinan yang terjadi diantara keluarga dengan tetangga.

Dalam hubungan kekerabatan etnis Jawa apabila ada perkawinan maka keseluruhan keluarga akan menyatu, baik itu bibik atau uwak, keponakan dan juga

sepupu mereka juga ikut mendapat keluarga baru seperti mereka yang menikah. Kasus tersebut juga terjadi dalam masyarakat Dusun II, dimana mereka bersaudara karena keponakan mereka saling menikah. Bahkan ada yang mereka

merasa bersaudara jauh karena pengikat saudara mereka juga jauh. Mereka menyebut persaudaraan yang seperti itu sebagai masih “bau-bau saudara”.

Komposisi keagamaan masyarakat Desa Pegajahan terdiri dari agama Islam, Kristen Protestan serta Hindu. Berdasarkan data kependudukan diketahui bahwa dari 4.274 penduduk ada 4086 jiwa yang menganut agama Islam, 156 jiwa yang

(5)

Agama Islam merupakan agama yang paling banyak dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Pegajahan. Tidak begitu halnya dengan agama Kristen dan Hindu.

Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menganut agama Kristen dan Hindu di sana. Persebaran agama Kristen berpusat pada Dusun IV dan Dusun V

Pegajahan. Tempat ibadah Kristen sendiri hanya ada satu di Pegajahan, yang terletak di Dusun IV.

Gambar 2.1

Keberadaan agama Hindu di Pegajahan menjadi keunikan tersendiri yang dimiliki Desa Pegajahan. Agama Hindu yang umumnya dianut oleh orang India

dan Bali. Penganut Hindu yang bermukim di Pegajahan merupakan orang yang berasal dari Bali. Orang Bali yang bermukim di Pegajahan membawa kebudayaan mereka kesini. Mereka membangun tempat ibadah mereka sendiri, rumah-rumah

mereka seperti perumahan yang ada di Bali. Hal tersebut membuat wilayah tempat mereka bermukim disebut dengan Kampung Bali.

Saat merayakan hari besar keagamaan mereka juga tetap melakukan ritual-ritual keagamaan selayaknya masyarakat yang ada di Bali. Masyarakat yang lain

Jumlah Penduduk Berdasarkan

Agama

Islam

Protestan

(6)

pun mengerti dan menghargai prosesi keagaman yang sedang mereka lakukan. Masyarakat yang lain juga tidak mengganggu ketika mereka sedang melakukan

hari raya Nyepi. Toleransi keagaman di Pegajahan terpelihara dengan baik.

Penganut agama Kristen juga mendapat perlakuan yang sama, mereka tidak

diganggu ketika merayakan natal atau ritual keagamaan yang lain. Gereja yang ada di Dusun IV berada di wilayah para penganut agama Kristen, mereka sering melakukan gotong royong juga untuk memperbaiki ataupun membersihkan gereja

yang hanya satu-satunya di Desa Pegajahan tersebut.

Kehidupan bertetangga para penganut agama yang satu dengan agama yang

lain pun tetap harmonis dan menjaga ketentraman dengan tidak memunculkan sentimentil keagaman dimasyarakat. Kehidupan beragama penganut agama Kristen terlihat dari selalu ramainya gereja pada hari minggu. Mereka juga

memiliki perkumpulan agama untuk melakukan doa bersama secara bergantian dirumah-rumah tetangga mereka. Perilaku yang sama juga terjadi pada

(7)

2.2Pengolahan Ubi Kayu di Pegajahan

2.2.1 Pengolah Ubi Kayu Di Pegajahan

Sejauh ini Kecamatan Pegajahan sudah memiliki banyak pemilik usaha pengolahan ubi kayu. Tidak ada jumlah pasti yang diberikan oleh pihak terkait

mengenai keberadaan pengolah ubi kayu ini, pihak kelurahan Pegajahan menyebut kegiatan pengolahan ubi kayu sebagai usaha kecil rumah tangga. Berdasarkan informasi yang didapat dari informan para pemilik usaha olahan ubi

kayu ini sudah melakukan kegiatan ini rata-rata lebih dari 5 tahun, banyak juga diantara mereka yang telah mencapai lebih dari sepuluh tahun.

Keberadaan pengolah ubi di Pegajahan tersebar di beberapa Desa. Ada tiga Desa yang penduduknya banyak melakukan pengolahan yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat, dan Desa Sukasari. Kecamatan Pegajahan merupakan salah satu

Kecamatan dari Kabupaten Serdang Bedagai. Kota terdekat dari Kecamatan Pegajahan adalah Kota Perbaungan. Untuk bisa mencapai Kecamatan Pegajahan

tepatnya tiga Desa di atas memerlukan waktu kurang lebih 30 menit dari Kota Perbaungan, dengan keadaan jalan yang sudah di aspal namun banyak yang berlubang.

Di Desa Pegajahan ada banyak petani yang menanam ubi kayu dikebun mereka. Petani di Desa Pegajahan lebih banyak menanam ubi kayu daripada

menanam padi. Penjelasan mengenai topik ini akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. Banyaknya petani yang menanam ubi kayu dapat menjamin ketersediaan ubi kayu untuk pemenuhan kebutuhan pemilik usaha. Dengan kata

(8)

yang mereka peroleh adalah jaminan ketersediaan ubi dalam jangka waktu yang lama. Lokasi pertanian yang dekat setidaknya membuat mereka memperoleh

harga ubi yang relatif murah. Selain itu apabila pemilik usaha merasa ada yang perlu mereka komplen dari barang yang mereka peroleh mereka bisa langsung

menemui sumbernya.

Pengolahan ubi kayu yang dilakukan oleh masyarakat di Pegajahan masih tergolong industri rumah tangga yang masih dilakukan oleh kurang lebih lima

sampai 6 orang dalam satu rumah produksi. Hasil olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan beranekaragam, seperti mie yeye, opak piring, manggleng, alen-alen,

rengginang, dll. Penjelasan mengenai jenis-jenis hasil olahan ubi kayu akan dibahas dalam pembahasan selanjutnya.

Olahan yang tidak hanya satu jenis itu telah menggunakan beberapa

teknologi mesin untuk bisa mempermudah pengolahan yang dilakukan oleh mereka. Meskipun ada beragam jenis hasil olahan ubi kayu di sana, namun secara

umum proses pengolahannya cenderung sama. Satu hal yang belum bisa mereka gantikan sampai saat ini adalah tenaga sinar matahari. Mereka bergantung kepada sinar matahari untuk bisa mengeringkan olahan mereka.

Para pemilik usaha olahan ubi kayu ini merupakan masyarakat Pegajahan yang memiliki keadaan ekonomi menengah. Ekonomi menengah yang saya

maksud adalah kehidupan mereka tidak kaya atau pas-pasan. Sebagian dari mereka mengandalkan sepenuhnya kebutuhan rumah tangga dari hasil olahan ubi kayu. Sementara itu sebagian lainnya masih melakukan pekerjaan yang lain untuk

(9)

Kehidupan perekonomian sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pegajahan adalah pertanian, buruh harian, perdagangan dan hanya sebagian kecil

saja dari mereka yang termasuk ke dalam pegawai negeri. Dengan begitu saya menyimpulkan bahwa sebagian masyarakat di sana bekerja dengan mengandalkan

tenaga yang mereka miliki, serta sebagian lainnya menggunakan pikiran dan kreativitas mereka untuk bekerja dan mencari nafkah.

Hal tersebut senada dengan yang dikatakan oleh informan saya yang

bernama Junaidi :

“Mereka yang bekerja dengan menggunakan tenaga saja adalah

mereka yang tidak memakan bangku sekolahan, sementara mereka

yang bisa bekerja dengan menggunakan kemampuannya dalam

berkreasi sedikit banyaknya mereka sekolah dan belajar. Kalau

masyarakat sini masih jarang yang sekolahnya tinggi, apalagi

yang udah tua-tua macem saya” .

Keseluruhan pemilik usaha pengolahan ubi beragama Islam, tidak ada satupun dari mereka yang beragama Kristen atau Hindu. Kenyataan tersebut seakan seirama dengan kenyataan bahwa mayoritas agama yang dianut oleh

masyarakat di Pegajahan adalah agama Islam. Selain itu sebagian besar pemilik usaha bersuku Jawa, ada sebagian kecil yang bersuku Banjar. Namun suku Jawa

menjadi suku yang paling banyak dimiliki oleh pemilik usaha.

Sebelum menjadi pengolah ubi kayu, pekerjaan yang mereka kerjakan beranekaragam, ada yang bekerja diladang, ada pula yang menjadi buruh harian.

(10)

pengolah ubi, ada sebagian dari mereka yang masih menjadi buruh harian, ada pula yang masih mengolah ladang yang mereka miliki. Meskipun mereka

membayar orang lain untuk mengolah lahan mereka. Namun tetap saja mereka tidak hanya memiliki satu sumber matapencaharian.

Para Pemilik usaha kebanyakan adalah satu keluarga yaitu suami dan istri. Namun tak jarang pula ada beberapa kasus dimana suami bekerja diluar dan istrilah yang memanajemen usaha mereka. Namun hal tersebut tidak menjadi

persoalan yang merumitkan karena banyak orang yang bisa ikut bekerja dengan mereka. Selain itu suami yang telah bekerja diluar, setelah mereka pulang

kerumah maka mereka pun ikut membantu pekerjaan yang belum terselesaikan.

2.2.2 Zona-Zona Hasil Olahan Ubi Kayu

Telah dikatakan sedikit bahwa pemilik usaha olahan ubi yang ada di

Kecamatan Pegajahan ini tersebar di 3 Desa yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat, dan Desa Sukasari. Ketiga Desa tersebut memiliki hasil olahan yang berbeda pula.

Walaupun ada yang sama namun hal tersebut tidak menjadi dominasi, hanya sebagian kecil saja yang memiliki kesamaan hasil olahannya dengan Desa yang lain.

a. Desa Pegajahan

Di Desa Pegajahan pemilik usaha olahan tersebar lagi di beberapa Dusun,

Desa Pegajahan memiliki lima Dusun. Pemilik usaha ubi ada di dua Dusun yaitu Dusun II atau Dusun Harapan I dan Dusun IV atau Dusun Karang Sari. Di Dusun II hasil olahan ubi yang diproduksi adalah mie rajang. Di sana ada 13 kepala

(11)

memproduksi opak sayur dari 123 kepala keluarga. Bila dipersentasekan maka ada 12% penduduk yang mengolah ubi kayu di Desa Pegajahan Dusun II.

Dari ketiga Desa yang ada pengolahan ubi kayu yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat dan Desa Sukasari, hanya Desa Pegajahan Dusun II saja yang mengolah

mie rajang. Karena banyaknya pemilik usaha yang memproduksi mie rajang maka Dusun II Desa Pegajahan ini dikenal juga sebagai Dusun mie rajang. Mereka menyebut nama lain dari Dusun II tersebut karena kekhasan yang dimiliki oleh

Dusun II ini.

Selanjutnya adalah Dusun IV Desa Pegajahan, di sana ada juga penduduk

yang mengolah ubi kayu menjadi berbagai penganan setengah jadi. Dari Informasi yang diperoleh ada 369 jumlah kepala keluarga di Dusun IV Desa Pegajahan ada 28 kepala keluarga yang mengolah ubi kayu10. Bila di persentasekan maka ada 7%

penduduk Desa Pegajahan Dusun IV yang memiliki pengolahan ubi kayu. Ke-28 kepala keluarga tersebut mengolah ubi kayu menjadi olahan yang berbeda jenis.

Pemilik usaha yang ada di Dusun IV mengolah ubi kayu menjadi manggleng (belungkuok), opak petak, dan ada satu industri rumah tangga yang memproduksi rengginang ubi. Dari ketiga jenis olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan dusun IV

tersebut, olahan ubi yang paling banyak adalah olahan manggleng atau belungkuok.

b. Desa Bingkat

Desa Bingkat memiliki 10 Dusun, Dusun yang mengolah ubi kayu adalah Dusun 10 B dan Dusun 9A. Ada beberapa industri rumah tangga yang

10

(12)

memproduksi olahan ubi kayu. Informasi yang diperoleh dari informan diketahui bahwa ada kurang lebih 50 kepala keluarga atau 9% yang mempunyai usaha

olahan ubi dari 508 KK yang ada di dua Dusun tersebut.

Hasil olahan ubi kayu yang dihasilkan oleh pemilik usaha di Desa Bingkat

tepatnya Dusun 10B dan 9A adalah opak lidah dan opak sayur. Opak lidah merupakan opak yang berbentuk memanjang dengan ujung yang berbentuk seperti lidah. Opak lidah hanya diproduksi di Desa Bingkat dan berpusat di Pasar 10B.

Tidak ada Desa lain yang memproduksi opak jenis opak lidah seperti yang dibuat oleh pemilik usaha yang ada di Bingkat.

Tidak semua pemilik usaha di Desa bingkat memproduksi opak lidah, ada pula yang memproduksi opak sayur yang sama seperti yang di produksi di Desa Pegajahan Dusun II. Kesamaan jenis yang diproduksi oleh mereka salah satu

sebabnya adalah mereka merupakan orang pindahan dari salah satu Desa tersebut. Selain itu ada pula mereka yang merupakan anak dari pemilik usaha opak sayur

juga. Sehingga ilmu dan kemampuan yang mereka miliki sama, jadi ketika mereka memutuskan untuk membuka usaha, maka mereka menggunakan kemampuan yang telah mereka miliki di tempat mereka tinggal.

c. Desa Sukasari

Di Desa Sukasari pemilik usaha olahan ubi tersebar di beberapa Dusun,

yaitu Dusun III dan Dusun IV. Desa Sukasari ini terdiri dari lima Dusun, dan masing-masing Dusun terbagi lagi kedalam beberapa lorong, ada A, B dan C. Olahan ubi kayu yang dihasilkan oleh pemilik usaha yang ada di Desa Sukasari

(13)

yeye, dan keripik ubi. Banyaknya hasil olahan ubi kayu di sana ada yang memiliki zona ada pula yang bercampur. Olahan yang memiliki zona adalah opak piring.

Opak piring diproduksi di Dusun IV B, Orang yang memproduksi opak piring ini adalah para ibu-ibu, proses pengerjaan opak piring ini dimulai pada pukul 4 pagi

dan selesai pada pukul 7 pagi, setelah itu tinggal proses penjemuran dan penyusunan. Karena prosesnya yang pagi sekali, biasanya mereka dibantu oleh suaminya untuk memproduksi opak piring ini. Selain itu hasil produksi yang

lainnya bercampur dan tidak memiliki zonasi, mereka menyebar di beberapa Dusun termasuk di Dusun II.

Opak ubi yang dibuat di Sukasari ada yang berbentuk bulat sebesar piring yang disebut opak piring, ada yang berbentuk bulat kecil disebut opak koin, ada yang diberi campuran sayur sehingga diberinama opak sayur. Kesemua jenis opak

ini diproduksi di Sukasari. Mereka memberikan variasi kepada opak yang mereka buat dikarenakan permintaan pasar.

Mie yeye merupakan makanan cemilan yang dibuat seperti jaring laba-laba. Mie yeye menjadi unik karena bentuknya yang seperti jaring laba-laba. Selain mie yeye adapula rengginang ubi, Rengginang ubi ini sendiri paling banyak

diproduksi di Sukasari, tidak seperti rengginang yang diproduksi di Pegajahan yang hanya diproduksi oleh satu orang saja. Kalau secara umum rengginang itu

(14)

2.2.3 Sejarah Mie Rajang di Dusun II Desa Pegajahan

Olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan seperti yang telah dijelaskan di atas

tidak hanya terdiri dari satu macam, dalam sub bab ini saya membahas beberapa sejarah olahan ubi kayu secara umum. Berdasarkan informasi yang saya peroleh

ada pusat pengolahan ubi kayu di daerah lain pada tahun 1980-an. Tempat tersebut berada di Delitua, di sana pada tahun 1980-an banyak sekali olahan ubi yang dikelola. Seperti opak, alen-alen, dan mie yeye. Pemberian nama olahan ubi

kayu beberapa berasal dari sana. Seperti pemberian nama opak yang berdasarkan cerita informan pemberian nama opak dikarenakan proses pembuatannya yang

menggunakan punggung piring sebagai wadah untuk membentuk opak menjadi bulat atau seperti huruf “o”. Ketika mencetak, opak tersebut di pukul-pukul

sehingga menimbulkan bunyi “pak pak”. Karena itu olahan ubi yang berbentuk bulat tipis disebut dengan “opak”. Selain itu pemberian nama mie yeye juga

berasal dari sana. Bentuk mie yeye yang seperti jaring laba-laba, dengan

rangka-rangkanya yang seperti mie (memanjang dan keriting) maka olahan tersebut diberi nama mie, namun sebutan mie saja tidak dapat menjelaskan bagaimana fisik dari olahan tersebut. Karena pada waktu itu musim celana yeye. Maka tercetuslah

nama mie yeye dari seorang penjual mie yeye tersebut ketika ditanya oleh temannya apa nama produk yang dijualnya (berdasarkan informasi dari informan:

Agustrisno MSP).

Selanjutnya, karena penelitian saya lebih saya fokuskan ke olahan mie rajang, jadi saya menceritakan bagaimana sejarah mie rajang secara khusus di sub

(15)

mie rajang di Dusun II. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan informasi yang saya peroleh pengolahan ubi yang pertama dilakukan adalah olahan mie rajang, saya

memperoleh informasi itu dari seorang mantan pemilik usaha mie rajang dan beliau adalah orang yang pertama sekali membuat olahan mie rajang di

Pegajahan.

Orang yang mengerti bagaimana kisah mengenai sejarah mie rajang di Pegajahan adalah Pak Saharudin. Kisah mengenai olahan ubi yang satu ini

berawal ketika tahun 1990-an ia bekerja nggalas di Desa Keramat Gajah. Ketika sedang bekerja di sana Ia bertemu seorang lelaki yang mempunyai usaha seperti

itu. Ia bertanya bagaimana cara membuat mie seperti itu.

Orang tersebut yang namanya tidak lagi diingat oleh Pak Saharudin menyarankan agar Pak Saharudin belajar untuk membuat mie tersebut. Ia

memerintahkan untuk datang kembali dan belajar selama dua hari. Akhirnya Pak Saharudin datang dan belajar membuat mie rajang. Ketika itu alat-alat yang

digunakan sangat sederhana, sehingga hasil produksinya sedikit karena terbatas oleh alat-alat yang tidak memungkinkan untuk memproduksi banyak dengan jumlah tenaga kerja hanya sekeluarga.

Setelah mengerti bagaimana proses pembuatannya, Pak Saharudin mempraktekannya dirumah bersama dengan istrinya. Awalnya ia hanya mencoba

saja dan akhirnya berhasil. Setelah berhasil ia benar-benar memproduksi mie untuk dijual. Proses awal ia menggunakan alat alat seperti yang diajarkan oleh gurunya. Ia menggunakan parutan kelapa yang menggunakan tangan kemudian

(16)

opak dengan menggunakan plastik 3 kiloan, dan memotong opak menggunakan pisau kemudian mencetak mie dengan menggunakan ampia kecil.

Seiring berjalannya waktu ia mendapat ilmu baru dari orang lain yang dia tidak ingat siapa untuk mengganti parutan kelapa yang menggunakan tangan

menjadi parutan kelapa yang menggunakan mesin sehingga kerjanya bisa lebih cepat. Kemudian ia mengubah tempat pengukusan dari dandang yang tidak terlalu besar kemudian menggunakan kuali yang besar. Kuali tersebut diatasnya dipasang

plastik besar dan transparan, plastik tersebut digantung kemudian dipinggir-pinggir plastik itu di buat kain untuk menutupi ruang kosong antara kuali dan

plastik. Kain dan plastik tersebut ditujukan agar uap tidak keluar sehingga proses pengukusan mampu menampung banyak opak dengan waktu yang relatif singkat. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut membuat produksi semakin

bertambah. Pak Saharudin mengaku produksi paling banyak yang pernah mereka kerjakan yaitu 500 kg ubi.

Selain adanya kemajuan dibidang alat-alat Pak Saharudin juga belajar dari pengalamannya sendiri selama membuat mie rajang. Ia sering kualahan dengan cuaca yang tidak menentu, proses pembuatan mie yang memerlukan panas

matahari untuk mengeringkan opak dan mie rajang membuat Ia selalu bergantung kepada panas matahari. Hal tersebut sering menyebabkan mereka harus merugi

(17)

Setelah ia perhatikan ternyata opak dan mie akan berjamur apabila sudah terkena matahari, namun apabila setelah dikukus tidak langsung dijemur maka itu

tidak akan bermasalah. opak yang telah dikukus akan tahan berhari-hari asalkan tidak terkena matahari. Penemuan itu sangat membantunya untuk menyiasati

cuaca yang tidak menentu.

Seiring berjalannya waktu para tetangga mulai melihat kelancaran usaha Pak Saharudin dan istri. Beberapa dari mereka mulai belajar kepada Pak

Saharudin tentang bagaimana membuat mie rajang. Pak Saharudin menyarankan supaya mereka membuat usaha yang sama seperti yang Ia buat.

Akhirnya para tetangga membuat usaha mie rajang. Dengan banyaknya usaha mie rajang sempat ada kelompok usaha yaitu kelompok Mentari. Kelompok tersebut dibuat karena ada dana bantuan dari Bank Sumut. Bank Sumut memberi

bantuan dana kepada kelompok Mentari tersebut. Mereka dibuat menjadi 4 kelompok yang jumlahnya berbeda-beda. Masing masing kelompok diberi

pinjaman uang dan diberi waktu untuk melunasi uang tersebut. Apabila uang tersebut dikembalikan tepat waktu maka tahun berikutnya bantuan tersebut akan ditambah. Suatu ketika bantuan dari bank sumut 10 juta untuk tiap kelompok dan

hanya 2 kelompok yang berhasil mengembalikan dana pinjaman tersebut. akhirnya bank sumut menghentikan program kelompok Mentari. Hingga kini

tidak ada lagi kelompok yang terbentuk atas dasar usaha mie rajang.

(18)

dibantu untuk modal usaha, setelah tidak ada lagi kelompok mentari maka tidak ada lagi yang memberi bantuan modal hingga akhirnya ia menutup usahanya.

Perajin mie rajang sekarang telah memiliki alat-alat yang canggih sehingga produksi tidak serepot dulu. Selain itu untuk menyiasati modal usaha ada agen

tengkulak yang mau memberi bahan dasar tanpa dibayar walaupun harganya dibawah dari perajin yang menggunakan agen ubi lepas. Namun hal tersebut membantu perajin yang tidak mempunyai modal usaha.

Proses pemasaran sekarang juga sudah menggunakan agen, sementara Pak Saharudin dahulu masih memasarkan sendiri hasil produksinya. Ia membawa mie

rajangnya ke Pajak Perbaungan untuk menjajahkan sendiri mie buatannya. Karena sudah banyak yang berminat untuk mengkonsumsi mie rajang akhirnya ada beberapa grosir yang mau menerima mie rajang. Pak Saharudin pun memasukkan

hasil produksinya ke grosir-grosir di pajak Perbaungan.

Kemudian setelah ada beberapa tetangga yang membuat mie rajang Ia

sempat menjadi agen yang menjual mie rajang dari beberapa tetangga. Hal tersebut dilakoninya dengan modal kepercayaan dari perajin yang lain. Modal kepercayaan tersebutlah yang bisa di andalkan karena ia tidak punya modal uang

untuk membayari mie yang ia ambil. Namun setelah mie tersebut laku Pak Saharudin langsung memberikan uang hasil penjualan kepada perajin yang lain.

Ia tidak pernah mengambil uang mereka, sehingga mereka tetap percaya kepadanya.

Kegiatan menjadi agen tidak lama dilakoninya karena pihak yang

(19)

sedangkan perajin perlu modal lagi untuk tetap melanjutkan usahanya. Akhirnya Pak Saharudin tidak lagi mau menjadi agen karena itu. Ia pun kembali membantu

istrinya membuat mie ubi bersama dengan kedua anak laki-lakinya. Saat ini Pak Saharudin tidak lagi membuat mie rajang tetapi ilmu yang diberikan kepada para

tetangganya membuat produksi mie rajang masih dilakukan hingga saat ini. Bahkan mereka yang membuat mie rajang menggantungkan perekonomian mereka terhadap usaha mie rajang tersebut.

2.2.4 Pentingnya Ubi Kayu Pada Masyarakat Pegajahan

Pertanian merupakan salah satu aktivitas perekonomian yang banyak

dilakukan oleh masyarakat di Pegajahan. Pertanian yang terdapat di Pegajahan bukan hanya sawah dan sayur mayur, justru masyarakat banyak menanam ubi kayu di ladangnya. Beberapa tahun silam masih banyak areal persawahan yang

terdapat di Pegajahan, namun saat ini banyak sawah yang telah diubah menjadi ladang ubi kayu. Masyarakat yang mengubah sawah mereka menjadi ladang ubi

dikarenakan proses menanam padi hingga memanen yang cukup merepotkan dan juga memerlukan banyak modal.

Menanam ubi memang memerlukan waktu yang lama untuk bisa dipanen,

namun petani tidak merasa kerepotan untuk mengurus tanaman ubi kayu ini. Petani hanya menggemburkan tanah yang akan ditanam ubi, kemudian mencari

bibit ubi yang akan ditanam, dan langsung menanam. Petani hanya perlu memberi pupuk sebanyak 2 atau 3 kali saja hingga ubi kayu dipanen. Bibit ubi kayu pun tidak sulit dicari, karena setiap hari ada saja petani lain yang memanen ubi kayu

(20)

panen maka ubi yang dihasilkan semakin berat karena sari pati ubi telah jadi (sudah matang).

Kemudahan tersebut tidak ada ketika mereka menanam padi, menanam padi bagi mereka seperti memiliki bayi. Padi harus selalu dikontrol perkembangannya,

mereka harus memberi pupuk, selain itu juga padi yang sangat rentan dengan hama harus di semprot agar hama tidak datang ke tanaman mereka. Resiko saat menanam padi juga tinggi, mereka bergantung kepada cuaca dan hama. Kalau

cuacanya tidak baik maka kemungkinan gagal panen akan tinggi, saat musim hujan bisa jadi sawah akan kebanjiran, begitu juga saat musim panas

kemungkinan sawah kekeringan sering mengkhawatirkan mereka.

Lain padi lain pula dengan ubi kayu, kekhawatiran gagal panen ubi kayu tidak pernah dirasakan oleh petani ubi kayu. Seperti lirik disebuah lagu berjudul kolam susu, “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Lagu tersebut seperti menceritakan ubi kayu, batang ubi kayu yang

dilempar saja bisa tumbuh, apalagi ditanam dengan baik, maka sudah pasti akan tumbuh dengan baik pula.

Ubi kayu bagi masyarakat di Desa Pegajahan bisa memberikan rejeki bagi

banyak orang. Hal tersebut dikarenakan banyak orang yang terlibat dalam proses menanam dan pada masa panen. Ketika menanam dengan ladang yang luas, petani

(21)

Ketika proses pemanenan petani lebih membutuhkan banyak orang, karena ubi sulit dicabut, hingga memerlukan tenaga yang cukup kuat untuk bisa

mengangkatnya dari tanah.Para petani akan mencari buruh pencabut di Desa Pegajahan, banyaknya orang yang mau menjadi buruh cabut tidak menyulitkan

petani untuk mencari lagi, justru buruh akan bertanya kepadanya sebelum ubi dicabut, buruh akan datang dan bertanya kapan ubi akan dicabut supaya ia bisa ikut membantu proses pencabutan. Namun apabila petani mencabut ubi dengan

buruh yang disediakan olehnya sendiri maka Ia perlu mencari agen ubi kembali untuk mengambil ubinya. Hal tersebut cukup ribet. saat ini agen ubi sudah

menyediakan buruh yang bekerja untuk mencabuut ubi, sehingga apabila petani memanggil satu agen ubi, Ia juga mendapatkan burh yang akan mencabut ubinya.

Untuk itu petani akan bekerja sama dengan agen ubi. Agen ubi lah yang

akan menyediakan buruh cabut ubi untuk menyelesaikan tugasnya. Selain buruh cabut, para peternak kambing juga akan terbantu dengan adanya pemanenan ubi

kayu ini, peternak kambing yang akan mengambil daun ubi untuk makanan ternak mereka harus mengikuti aturan main yang telah ditentukan oleh pemilik dan agen ubi. Peternak kambing harus mencabut ubi kayu dahulu sebelum mengambil

daunnya, seberapa banyak ubi kayu yang mampu mereka cabut segitu pulalah daun ubi yang bisa mereka bawa.

Setelah ubi kayu selesai di panen, pihak lain yang turut merasakan keuntungan dengan adanya ubi kayu adalah pemilik usaha pengolahan ubi kayu. Mereka menggunakan ubi kayu sebagai bahan pokok produksinya. Untuk itu

(22)

maka selanjutnya agen ubi yang telah mencabut ubi bersama para buruh akan mengantar ubi kayu yang telah mereka panen kepada pemesan ubi kayu. Pemesan

ubi kayu adalah para pengolah ubi kayu.

Pengolah ubi kayu ini masih berada di Desa Pegajahan, mereka

memanfaatkan ubi untuk bisa menambah pendapatan mereka. Lebih lanjut kebermanfaatan ubi kayu bagi masyarakat Desa Pegajahan terdapat pada proses pengolahan ubi kayu ini sendiri. Dalam proses pengolahan ubi kayu ternyata

memerlukan bantuan para pekerja untuk melancarkan proses pengolahannya. Pihak-pihak yang mendapatkan manfaat selanjutnya adalah para pengupas

ubi, pencetak, bahkan penjemur opak dan mie rajang. Saya menyebut mereka dengan kata “para” dikarenakan jumlah pengupas ubi yang ada diPegajahan cukup

banyak. Dalam tiap produksi saja pasti ada pengupas ubi minimal dua orang. Para

pencetak juga pasti ada ditiap produksi, mereka termasuk yang sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan. Selanjutnya adalah penjemur opak dan mie rajang,

penjemur opak dann mie ubbi memang tidak melulu ada dalam setiap produksi, namun keberadaan mereka tetap ada. Dengan begitu para penjemur juga mendapatkan manfaat dari keberadaan ubi kayu ini.

Banyaknya pihak-pihak yang diuntungkan dengan keberadaan ubi kayu di Pegajahan membuat komoditas ini menjadi hal yang diperlukan bagi masyarakat

(23)

Gambar 2.2: Bagan jenis-jenis pekerjaan seputar ubi kayu

2.3 Suku Bangsa Jawa di Pegajahan

2.3.1 Identitas Ke-Jawa-an pada orang Jawa di Dusun II

Setiap suku bangsa pasti memiliki ke-khas-an tersendiri, ke-khas-an tersebut

yang selanjutnya menjadi identitas bagi suku bangsa. Identitas yang dimiliki oleh suku bangsa yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan. Perbedaan

tersebut menjadikan setiap suku bangsa memiliki keunikan. Ciri khas dari suku bangsa bisa dilihat dari bahasa yang digunakan, logat untuk menyempaikan bahasa, pola pikir, bagaimana mereka bertingkah laku, hubungan kekerabatan

yang mereka miliki, hingga bagaimana kepercayaan yang mereka anut.

Dengan begitu maka suku Jawa juga memiliki keunikan selayaknya suku

bangsa yang lain. Identitas mereka tergambar dan terlihat pada tingkah laku mereka sehari-hari. Dalam bagian ini saya menjelaskan bagaimana identitas ke-jawa-an pada orang Jawa di Dusun II Pegajahan, lebih khusus lagi orang Jawa

yang bekerja sebagai pengolah mie rajang.

PENGOLAH PENCABUT AGEN UBI

BURUH TANAM

UBI KAYU

PENGUPAS

PETANI PENCETAK

(24)

Dalam komposisi penduduk di Desa Pegajahan ada beberapa suku yang dimiliki oleh masyarakat, ada suku bangsa Jawa, Banjar, Batak, Karo,

Mandailing, Nias, Aceh, Melayu, Bali, Sunda dan Cina. Dari beberpa suku bangsa yang ada, 3 suku bangsa paling banyak yaitu Jawa, Batak dan Banjar. Dengan

Jumlah Suku Jawa yaitu 3306 jiwa, Batak 324 Jiwa, dan Banjar 164 Jiwa.

Gambar 2.3

Dari beberapa suku yang ada di sana, suku yang mayoritas adalah suku Jawa, sementara suku yang lainnya hanya ada beberapa orang saja. Identitas

ke-Jawa-an terlihat dari penggunaan adat dalam memperingati suatu hal yang dianggap penting, hal tersebut masih mereka gunakan meskipun hanya beberapa hal saja. Seperti dalam merayakan hari pernikahan, khitanan anak, maupun

pemberian nama anak mereka masih menggunakan ingkung11 dan jajan pasar12

dalam acara kenduri13.

11

ingkung adalah ayam jantan yang di ungkep dalam keadaan utuh dari kepala sampai kaki yang

Jumlah Penduduk Berdasarkan

Suku Bangsa

Melayu

Batak

Karo

Mandailing

Jawa

Nias

(25)

Dalam aktivitas pengolahan ubi kayu, mereka menggunakan bahasa Jawa yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang bercampur

tersebut sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Bahasa Jawa yang mereka gunakan sehari-hari merupakan bahasa Jawa yang umum bukan bahasa Jawa yang

halus14. Penggunaan bahasa Jawa mereka berlakukan kepada orang yang sudah mereka kenal dan akrab. Ketika mereka bertemu dengan orang yang belum mereka kenal maka mereka mempergunakan bahasa Indonesia. Meskipun bahasa

Jawa yang mereka gunakan tidak sama seperti orang Jawa yang ada di Jawa, namun hal tersebut masih menunjukkan bahwa mereka merupakan orang Jawa.

Dalam berbicara mereka juga masih menggunakan logat medok. Logat tersebut sudah menjadi ciri khas bagi orang Jawa. Bahkan orang yang tidak bersuku Jawa yang ingin menirukan bagaimana orang Jawa ke orang lain akan

menggunakan logat medok. Selain logat medok identitas ke-Jawa-an terlihat dari panggilan sapaan yang diberikan kepada orang lain. Untuk memanggil orang yang

lebih tua dipanggil dengan sebutan kakang/Yayuk. Untuk memanggil orang yang lebih tua dari orang tua kita disebut dengan Uwak, Pak Uwo/Mak Uwo atau Pak De/ Buk de, dan Mbah. Untuk memanggil orang yang lebih muda dari orang tua

kita yaitu dengan panggilan Lelek/Pak lek/Buk lek.

12

jajan pasar merupakan makanan yang melengkapi ingkung, jajan pasar harus dibuat ketika membuat ingkung karena jajan pasar dan ingkung merupakan pasangan. Jajan pasar berisi beberapa macam hasil pertanian yang dijual dipasar.

13

Kenduri merupakan kegiatan doa bersama umat muslim. Kenduri hampir sama dengan wirid, namun kenduri diadakan dalam rangka memperingati hal penting bagi mereka yang mengadakan.

14

(26)

2.3.2 Konsep Kerabat

Konsep kerabat bagi orang Jawa berbeda dengan konsep kerabat dengan

suku bangsa lain. Kekerabatan orang Jawa termasuk kedalam konsep bilateral, dimana kerabat merupakan penggabungan dari kedua orang tua, saudara ayah dan

saudara ibu merupakan kerabat dari anak. Bahkan semua saudara nenek juga merupakan saudara anak. Bila di buat konsepnya, ada dua konsep darimana kekerabatan orang Jawa muncul.

Pertama kekerabatan muncul dari hubungan darah, kerabat dari hubungan darah seperti ayah, ibu, kakak, dan adik, saudara sekandung ayah dan ibu, anak

dari saudara sekandung ayah dan ibu, saudara sekandung kakek dan nenek. Kerabat dari hubungan darah merupakan kerabat yang paling dekat tidak diperbolehkan menikah dengan kerabat yang sedarah. Hal tersebut merupakan

kepantangan dari orang Jawa.

Kedua merupakan kekerabatan yang muncul dari hubungan pernikahan.

Kerabat yang berasal dari hubungan pernikahan misalnya adik ipar dan kakak ipar. Saudara sekandung dari ipar masih termasuk ke dalam kerabat. Namun kerabat dari hubungan pernikahan tidak terlalu dekat, tidak ada tutur tertentu

untuk berhubungan dengan mereka.

Hubungan kerabat akan menentukan panggilan sapaan yang akan diberikan,

namun secara umum sudah saya jelaskan dalam penjelasan sebelumnya. Dalam kekerabatan Jawa panggilan sapaan tidak ditentukan oleh umur, melainkan dari tutur kerabat. Misalnya anak dari kakak ayah dalam tutur Jawa di panggil dengan

(27)

2.3.3. Konsep SeDesa

Bagaimana orang Jawa memperlakukan tetangga sebagai orang yang sedesa

sekiranya merupakan sesuatu yang menarik. Hal tersebut dikarenakan orang Jawa memperlakukan tetangga mereka seperti keluarga atau kerabat. Bagi orang Jawa

di Dusun II Desa Pegajahan tetangga merupakan orang yang penting bagi mereka, karena ketika mereka sedang kesulitan maka tetangga lah yang pertama sekali tau. Untuk itu mereka memperlakukan tetangga sebagaimana mereka memperlakukan

keluarga mereka.

Dalam konteks proses produksi mie rajang tetangga juga menjadi pihak

yang diperhitungkan. Para pekerja yang digunakan oleh pemilik usaha merupakan para tetangga mereka yang masih satu Desa dengan mereka. Keseluruhan yang bekerja di semua rumah produksi milik pemilik usaha adalah orang yang tinggal

di Desa Pegajahan tepatnya di Dusun II atau Dusun Harapan I. Penetapan para pekerja yang merupakan orang seDesa tersebut tidaklah disengaja oleh mereka.

Pemilik usaha tidak memiliki kriteria tertentu untuk bisa bekerja dengan mereka, para pekerja yang bisa bekerja ditempat mereka hanya harus bisa bekerja sesuai dengan tugas yang harus mereka kerjakan. Seperti hanya pengupas ubi yang harus

bisa untuk mengupas ubi sampai bersih, sepertinya untuk mengupas ubi tidak memerlukan keahlian khusus, hampir semua orang yang sehat dan memiliki

tangan bisa untuk mengupas ubi.

Pekerja yang memerlukan sedikit keahlian adalah mencetak, pencetak atau sebutan lainnya adalah peletrek harus bisa membuat cetakan opak dengan

(28)

Untuk itu pencetak tidak semua orang bisa mencetak, namun untuk belajar mencetak juga tidak terlalu sulit. Seperti pepatah yang mengatakan “ala bisa

karena biasa, lancar ngaji karena diulang”. Belajarnya tidak sulit, pencetak sangat

memerlukan kesabaran yang tinggi karena pekerjaannya sangat banyak dan

melelahkan.

Penentuan siapa yang bisa menjadi pekerja tidak pernah menjadi masalah bagi pemilik usaha. Para pekerja yang berasal dari satu Desa terjadi secara tidak

sengaja, hal tersebut terjadi begitu saja. Sepertinya hal tersebut berawal dari banyaknya warga Pegajahan Dusun II yang memiliki usaha produksi mie rajang,

masyarakat setempat mau tidak mau terbiasa melihat dan membantu pekerjaan, dengan hal tersebut mereka mahir untuk bisa melakukan pekerjaan seputar produksi mie rajang.

Selain itu pemilik usaha mengaku tidak pernah kekurangan dengan pekerja yang ada disekitar mereka, mereka dapat menyelesaikan proses produksi dengan

pekerja yang tersedia di Desa. Mereka beranggapan bahwa apabila mereka bisa mempekerjakan orang yang ada di dekat mereka akan lebih baik daripada mempekerjakan orang yang jauh dari mereka. Kemudahan yang diperoleh dengan

pekerja yang berasal dari satu Desa yaitu tidak perlu susah mendatangi pekerja, kalau dekat bisa langsung berjalan kaki saja. Selain itu mereka mengatakan kalau

pekerja yang satu Desa mereka akan cepat datang dan kalau mereka ingin pulang untuk mengurus sesuatu tidak menjadi masalah karena tidak jauh.

(29)

“Untuk apa mengambil pekerja dari luar Desa, kalau orang yang

kerja dari sini sudah mencukupi, lagian mereka juga tidak tau

bagaimana cara kerjanya, malah merepotkan nantinya”

Konsep pemilihan pekerja yang seDesa yang diungkapkan oleh Buk

Lasmiem sepertinya juga berlaku bagi Buk Santi yang mengatakan bahwa akan merepotkan kalau mencari pekerja yang di luar Desa apabila ada pekerja yang ada di Desa. Buk Santi mengatakan bahwa orang yang bekerja dengannya sudah

bekerja dengan baik dan juga telah bekerja sama dengannya dalam waktu yang lama. Sampai saat ini Buk Santi tidak ingin mengganti pekerja yang telah bekerja

Gambar

Gambar 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan
Gambar 2.2: Bagan jenis-jenis pekerjaan seputar ubi kayu
Gambar 2.3

Referensi

Dokumen terkait

REKAPITULASI DATA KEPENDUDUKAN MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2016 SEMESTER I1.

Pembuatan program aplikasi Simulasi Perakitan Komputer ini menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic.NET yang merupakan salah satu dari bahasa pemrograman yang terdapat pada

Melalui media internet, diharapkan fungsi pendaftaran on-line seperti yang telah disebutkan, dapat digunakan dengan

REKAPITULASI DATA KEPENDUDUKAN MENURUT PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2016 SEMESTER I1.

Langkah selanjutnya yaitu setelah melihat keterkaitan antara visi dan misi serta strategi perusahaan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai visi dan misi perusahaan dimasa

Dari tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan senam hamil mengalami lama persalinan lebih dari 90 menit yaitu sebanyak 5 responden (42,9 %) dan

[r]

Dengan kata lain sumber data dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu sumber data berupa orang (person), sumber data berupa tempat atau