• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak cipta buku elektronik (E-Book) ditijau dari undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hak cipta buku elektronik (E-Book) ditijau dari undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta Chapter III V"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

A. Perlindungan terhadap Hak dan Kewajiban Bagi Pencipta Buku Elektronik Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebutsama artinya dengan perjanjian.

Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan.63 Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.64 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.65 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.

63

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 97 64Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36 65

(2)

Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasamya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak.

Di Indonesia seiring dengan perkembangan yang maju terhadap suatu kreatifitas atau bahkan kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk dapat menghasilkan suatu karya cipta yang bernilai tinggi. Kreatifitas manusia untuk menghasilkan suatu karya tidak datang begitu saja melainkan didukung dengan adanya kecerdasan intelktual dalam penguasaan teknologi bahkan juga ilmu pengetahuan yang ada.66 Semakin tinggi tingkat kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tentu saja akan memajukan perkembangan dari HKI. Suatu karya yang dihasilkan oleh setiap manusia merupakan suatu karya intelektual yang harus mendapatkan perlindungan. Perlindungan ini dilakukan dengan membuat pengaturan di dalam HKI agar dapat memberikan kepastian hukum terhadap suatu karya yang dihasilkan. Sebagaimana yang diketahui (HKI) Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak67dan hasil kerja ratio.68Selain itu dengan adanya perlindungan HKI untuk melindungi suatu kreasi atau kreatifitas yang dimiliki seseorang dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan kreasi atau

66H.OK.Saidin,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Jakarta:

PT.Raja Grafindo, 2003, hal. 56

67

Otak yang di maksudkan dalam hal. ini adalah yang berperan sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis yang terbagi menjadi dua belahan yaitu kanan dan kiri.

(3)

kreatifitas yang dimiliki oleh seseorang tanpa adanya ijin terlebih dahulu. Berdasarkan konsep hak cipta yaitu untuk melindungi hasil kecerdasaan, pikiran, dan ungkapan atau renungan manusia yang dituangkan dalam bentuk buku ataupun film. Salah satu bentuk dari suatu karya intelektual adalah buku yang mana merupakan hasil ciptaan69seseorang dalam bentuk karya sastra dengan cara menuangkan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pengetahuan berdasarkan kemampuan dan kreatifitas yang dimiliki dan kemudian dibukukan. buku merupakan salah satu karya yang dilindungi yang terdapat di dalam pasal 12 ayat (1) UUHC. Dalam hal ini buku yang merupakan salah satu karya yang dilindungi dengan UUHC karena berkaitan dengan hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta. Hak cipta terdiri dari atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak ekonomi yang diatur di dalam Pasal 2 UUHC. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun walaupun hak cipta tersebut telah dialihkan.70 Hak moral dalam hal ini sebagai hak pencipta untuk melarang atau memberi izin kepada pihak lain untuk menambah atau mengurangi isi ciptaan, menghilangkan nama pencipta aslinya, mengubah judul ciptaan, dan lain-lain.71 hak moral yang diatur di dalam Pasal 24 UUHC. Seorang pencipta sebagai seorang pemegang hak cipta berhak untuk

69yang di maksud dengan ciptaan adalah hasil karya pencipta yang menunjukan keasliannya

dalam lapangan ilmu pengetahuan,seni atau sastra( lihat dapat Pasal 1 ayat ( 3) UUHC)

70

Adrian Sutedi,Op.Cit, h..115

71Arif Lutviansori, 2010,Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, PT.Graha Ilmu,

(4)
(5)

moral dari pencipta tersebut. Sehingga pencipta tidak dirugikan dan memperoleh atas apa yang menjadi haknya.

Menurut Philipus M Hadjon perlidungan hukum dibagi menjadi dua yaitu perlindungan preventif dan perlindungan represif.72 Perlindungan preventif merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan untuk mengajukan keberatan atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah diberikan.73 Sedangkan perlindungan represif diberikan setelah adanya aturan-aturan hukum yang dilanggar atau apabila seseorang merasa haknya telah dilanggar.74Dengan adanya perlindungan hukum ini tidak lain untuk dapat melindungi atas suatu karya cipta yang dimiliki oleh pencipta.

1. Perlindungan Preventif

Perlindungan preventif diberikan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran terhadap suatu karya cipta khusunya dalam hal ini yaitu berupa buku. Dalam hal ini perlindungan diberikan dengan cara: perlindungan sesuai dengan UUHC dan juga perlindungan sesuai dengan perjanjian. Terkait dengan perlindungan sesuai dengan UUHC ini sebagaimana yang diketahui bahwa UUHC merupakan salah satu peraturan yang digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap suatu karya cipta. Buku merupakan suatu karya cipta yang dihasilkan oleh pencipta, sehingga dalam hal ini pencipta mempunyai hak cipta atas buku tersebut. Merujuk

72

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 2005, hal. 2

(6)
(7)

pencipta mempunyai hak atas karya ciptanya untuk diumumkan ataupun tidak hal ini berkaitan dengan hak moral dan hak ekonomi yang melekat pada karya ciptanya.75 2. Perlindungan Represif

Perlindungan represif ini diberikan setelah adanya suatu pelanggaran yang dilakukan atas suatu karya cipta milik pencipta ini. Selain itu juga perlindungan ini diberikan untuk mencari suatu bentuk penyelesaian untuk dapat mempertahankan hak-hak yang dimiliki pencipta. Dalam hal ini perlindungan diberikan yaitu perlindungan yang sesuai dengan UUHC. Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan yang dapat merugikan pencipta tentu saja hal in perlu untuk dihentikan dan memberikan sanksi maupun denda atas apa yang dilakukan terhadap karya cipta pencipta tersebut. Sesuai dengan pengaturan yang ada di dalam UUHC merujuk pada Pasal 56 ayat (1) dan 72 ayat (1),(2) dan (6) dan juga Pasal 73 ayat (1) yang menjelaskan terkait dengan sanksi maupun denda yang akan diberikan apabila adanya pelanggaran atas hak cipta milik pencipta atas suatu karya yang dimilikinya. Seperti contoh kasus yang terjadi terkait dengan pelanggaran atas hak eksklusif pencipta. Hal ini dapat dilihat seperti kasus pelanggaran yang dilakukan oleh oknum yang ada di toko buku Wilis, Malang. Dimana pelanggaran ini terkait dengan karya cipta dalam hal ini adalah buku. Buku yang dijual di toko buku Wilis merupakan hasil perbanyakan yang dilakukan oleh oknum tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu dari pencipta.Hasil perbanyakan tersebut dilakukan dengan cara pembajakan atau

75http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/perlindungan-hukum-terhadap-pemegang.html

(8)

penjiplakan atas karya cipta itu. Tentu saja pencipta merasa sudah dirugikan baik dari segi hak moral dan juga dari segi hak ekonomi. Hak ekonomi dari hasil penjualan tidak diperoleh pencipta baik dari hasil perbanyakan, sehingga hal ini sudah melanggar dari hak cipta milik pencipta atas karya tersebut. Terkait dengan hal ini pihak UB Press hanya memberikan teguran saja tanpa adanya tindakan lebih lanjut untuk diajukan ke pengadilan. Menurut pihak UB Press mengatakan sulitnya untuk mengungkap oknum yang melakukan pelanggaran atas karya cipta itu sehingga sangat tidak mudah untuk diajukan gugatan. Selain itu juga peran penegakan hukum yang kurang sangat berpengaruh untuk melindungi terhadap hak cipta pencipta ini. Tentu saja hal ini belum memberikan perlindungan secara represif terhadap pencipta. Perlindungan hukum represif yang diberikan melalui UUHC belum dapat dijalankan secara maksimal hal ini juga dapat dipengaruhi ketidaktahuan pencipta terkait dengan sanksi pidana yang diberikan apabila haknya telah dilanggar. Tentu saja hal ini sangat merugikan pencipta ketika haknya sudah dilanggar dan dipublikasikan kepada umum. Sehingga perlindungan represif ini perlu untuk diberikan agar tidak terjadinya bentuk pelanggaran atas hak eksklusif pencipta.76

B. Pelaksana Perjanjian Lisensi antara PenciptaE-Bookdengan Pihak Kedua Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu sebagaimana diatur dalam

76 http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/perlindungan-hukum-terhadap-pemegang.html

(9)

Pasal 1 Ayat 20 Undang-Undang Hak Cipta. Ketentuan yang mengatur mengenai lisensi yang terdapat pada Pasal 80 sampai dengan Pasal 83 Undang-Undang Hak Cipta.Perjanjian lisensi adalah perjanjian tertulis antara dua pihak atau lebih, yang mana satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan lisensi, sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi.

Perjanjian lisensi penerbitan buku adalah suatu perikatan antara pencipta di satu pihak dan penerbit di pihak lain, di mana di dalam perjanjian tersebut pihak pencipta memberikan haknya untuk memperbanyak dan menyebarluaskan naskah karangannya kepada penerbit. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian lisensi penerbitan buku adalah perjanjian yang memuat ijin pencipta oleh penerbit yang menggunakan hak penerbitan pencipta dengan persyaratan tertentu, yang diwujudkan dalam klausul-klausul dalam isi perjanjian. Isi perjanjian sangat beragam, kontrak yang disusun suatu penerbit mungkin bebrbeda dengan yang disusun penerbit lainnya, akan tetapi, pada dasarnya ada klausul-klausul yang selalu tercantum dalam kontrak seperti subyek dan objek dalam perjanjian. Menurut Rahmi Jened hak kekayaan intelektual termasuk bidang hak cipta memiliki tiga jenis lisensi, yaitu sebagai berikut:

(10)

b. Lisensi tidak sukarela (nonvoluntary license) adalah lisensi yang dibebankan melalui putusan pengadilan lazimnya terkait dengan kasus di mana pemilik atau pemegang termasuk pencipta atau pemegang hak cipta bertindak antikompetisi dengan cara mengeksploitasi haknya di luar eksploitasi normal.

c. Lisensi wajib (compulsory license) adalah lisensi yang diwajibkan dan diatur secara eksplisit dalam undang-undang termasuk tata cara dan persyaratan pelaksanaannya77

Seluruh biaya mencetak, menerbitkan, memperbanyak serta mengedarkan buku tersebut disediakan dan ditanggung sepenuhnya oleh Penerbit. Seluruh biaya persiapan naskah meliputi penyuntingan (editing), penataletakan naskah (desain interior), dan desain kover sepenuhnya ditanggung oleh Penerbit. Pemegang lisensi akan menerima dari Penerbit Royalti sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual eceran pada cetakan pertama, yaitu harga yang ditetapkan penerbit kepada konsumen langsung. Pemegang lisensi akan menerima uang muka pembayaran royalti sebesar Rp…. (…) yang kemudian akan diperhitungkan dengan penerimaan royalti tahap pertama (apabila ada klausul uang muka royalty). Pemegang lisensi akan menerima tambahan royalti sebesar 1% (dua persen) dari harga jual eceran untuk cetakan kedua hingga menjadi 11% (dua belas persen) dan berlaku untuk cetakan ketiga serta selanjutnya. (royalti progresif dapat ditawarkan untuk naskah potensial cetak ulang). Royalti tidak akan dibayar untuk buku dalam keadaan berikut:

1.

Diberikan secara cuma-cuma untuk tujuan publisitas dan promosi.

(11)

2. Buku contoh kepada pemegang lisensi.

3. Diberikan secara cuma-cuma untuk tujuan resensi, kajian akademis, ataupun iklan.

4. Retur oleh pihak ketiga yaitu toko buku/agen/distributor yang ditunjuk oleh penerbit.

5. Rusak semasa proses percetakan, pemindahan, dan pengiriman.

6. Dengan ketentuan bahwa point a, b,dan c tidak melebihi dari 150 eksemplar.

Buku karyanya tersebut dari hasil cetakan pertama dengan cuma-cuma, sebagai bukti penerbitan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dan 5 (lima) eksemplar setiap kali cetak ulang. Apabila Pemegang Lisensi berminat membeli bukunya sendiri, Pemegang Lisensi berhak mendapatkan rabat maksimum sebesar 35% dari harga eceran. Peraturan rabat tersebut hanya berlaku untuk pembelian langsung melalui Penerbit secara konsinyasi selama masa penjualan tiga bulan. Royalti tersebut akan diberikan oleh Penerbit dan diterima oleh Pemegang Lisensi setelah buku tersebut terjual dan waktu pembayaran dilakukan dua kali pada setiap tahunnya, yaitu pada bulan Juli dan Januari. Sebagai wajib pungut, Penerbit akan memungut Pajak Penghasilan atas royalti (Pph. Ps. 23) sebesar 15% (lima belas persen) dari royalti Pemegang Lisensi yang dibayarkan, untuk kemudian disetor ke Kas Negara, dan Pihak Kedua (Pemegang Lisensi) akan menerima tembusan/copy setoran pajak tersebut.78

78

(12)

Dalam membuat konsep perjanjian lisensi haruslah memperhatikan dan berpegang kepada prinsip hukum perjanjian yang berlaku yaitu asas kebebasan berkontrak (Pasal 1320 KUHPerdata) yang berpangkal pada adanya kedudukan yang sama kuatnya pada kedua belah pihak, walau ada prakteknya kita jumpai kedudukan yang memberikan lisensi lebih kuat dari yang menerima lisensi. Asas kebebasan berkontrak ini melarang campur tangan negara terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sehingga seringkali pemerintah tidak mengetahui apakah memang benar-benar telah terjadi suatu perjanjian lisensi.

Sebelum sampai pada kesepakatan hukum untuk melaksanakan perjanjian lisensi buku elektronik, biasanya pemerintah sebagai pemberi lisensi melakukan langkah pemilikan proses buku elektronik terhadap lisensi dari negara penerima lisensi. Hal ini untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan proses produksi tersebut telah dikenal lama di negara penerima lisensi. Suatu hal yang esential dalam “kontrak sementara” ini adalah adanya pembayaran yang disebut dan dapat dibayarkan sekaligus atau dalam angsuran bulanan sampai kontrak sementara habis.

(13)

demikian pula halnya dengan perjanjian lisensi yang tersedia pula beberapa model kontrak.

Perjanjian yang dibuat pada umumnya menitik beratkan pada penyelesaian buku elektronik tepat pada waktunya dengan memperhatikan pada kemampuan untuk memenuhi garansi performance, serta perbaikan kerusakan apabila pabrik mengalami kegagalan dalam memenuhi garansi.

Terdapat dua cara yang dilakukan dalam perjanjian antara lisensi buku elektronik antara pemerintah dengan Badan Hukum Pendidikan yaitu:

1. Perjanjian lisensi dimana pemerintah merangkap sebagai kontraktor.

2. Perjanjian lisensi, dimana pemerintah tidak merangkap sebagai kontraktor yaitu hanya menyediakan paket basic desain saja, tanpa ikut melaksanakan pekerjaan buku elektronik.79

Kedua bentuk perjanjian lisensi tersebut tentu mempunyai ruang lingkup yang berbeda pekerjaan serta kewajibannya, yang kedua biasanya pemerintah akan menyampaikan draft perjanjian berdasarkan atas ketentuan dan syarat yang pernah diberikan pada badan hukum lain.

Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam perjanjian lisensi antara pemerintah dengan badan hukum :

1. Mutu

Dalam hal mutu ini perlu diperhatikan spesifikasi produk yang dibuat dengan teknologi (patented technology)

2. Feed-back, cross-licensing

79Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan,

(14)

Biasanya ketentuan mengenai feed-backdan cross Licensing dimasukkan ke dalam kontrak/perjanjian lisensi.

3. Pemakaian Hak Cipta

Pemakaian suatu ciptaan harus didaftarkan supaya terjadi hak atas hak cipta dan adanya ketentuan-ketentuan pelaksanaan.

4. Ketentuan-ketentuan pelaksanaan

Kontrak/agreement perlu mencantumkan kapan suatu kontrak mulai berlaku (effective date) dan dapat pula dicantumkan bahwa perubahan-perubahan, tambahan-tambahan dari pasal-pasal yang ada dalam kontrak dapat diadakan dan hanya berlaku jika disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berjanji.80

Dari penjelasan dan uraian diatas dapat dilihat bahwa bentuk dan struktur perjanjian lisensi buku elektronik biasanya sama saja, baik yang diperlakukan di negara maju, maupun dinegara berkembang. Walaupun demikian di negara berkembang perjanjian tersebut bukanlah hanya dokumen hukum yang mencantumkan kepentingan perdata dan resiko pribadi yang disetujui dalam kontrak, tetapi ada juga harus melindungi kepentingan umum.

Dengan demikian jelaskanlah bahwa mengenai lisensi terhadap hak cipta buku elektronik terdapat beberapa unsur hak meliputi :

1. Adanya izin yang di berikan oleh Pemegang hak cipta

Keharusan adanya pemberian izin oleh pemberi lisensi hak cipta kepada penerima lisensi hak cipta merupakan suatu hal yang mutlak. Jika penerima lisensi hak cipta tidak mau digugat dengan alasan telah melanggar Hak atas hak cipta.

2. Izin yang diberikan harus dituangkan dalam bentuk perjanjian

80Ita Gambiro, 1991, Pemindahan Teknologi dan Pengaturannya Dalam Peraturan

(15)

Keharusan bahwa izin yang diberikan harus dituangkan dalam bentuk perjanjian ini menimbulkan akibat hukum bahwa lisensi harus dibuat secara tertulis antara pihak pemberi lisensi (pemegang hak atas ciptaan yang sah) dengan pihak penerima lisensi. Hal ini berarti bahwa perjanjian pemberian lisensi merupakian perjanjian formalm yang harus memenuhi bentuk yang tertulis. Kewajiban agar perjanjian lisensi ini dibuat secara tertulis juga diperkuat dengan kewajiban pendaftaran lisensi. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jendral dengan dikenai biaya pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.81

Perjanjian lisensi yang telah didaftarkan ini berlaku diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali jika diperjanjikan lain. Berdasarkan pengertian tersebut, wilayah Negara Republik Indonesia dianggap sebagai batas teritorial yang paling memungkinkan untuk pelaksanaan hak cipta yang terdaftar.

Hal ini berarti bahwa meskipun dimungkinkan terjadinya penyempitan wilayah teritorial penggunaan hak cipta ataupun diperluasnya pemberian lisensi hingga meliputi luar wilayah teritorial Negara Republik Indonesia, ketentuan ini sama sekali tidak ditujukan untuk mengatur pemberian lisensi yang semata-mata pelaksanaannya berada di luar wilayah Indonesia, meskipun ingin tunduk pada ketentuan hukum indonesia dan dicatatkan di Indonesia. Mengenal syarat objektif suatu perjanjian Lisensi.

(16)

3. Pemberian hak untuk menggunakan hak ciptaan yang bukan bersifat pengalihan hak.

Perjanjian lisensi buku elektronik merupakan pemberian hak untuk menggunakan hak ciptaan yang bukan bersifat pengalihan hak. Kata “yang bukan bersifat pengalihan hak” mengandung makna bahwa pernjanjian lisensi ini berbeda dengan perjanjian pengalihan hak yang tidak memiliki jangka waktu tertentu. Perjanjian pengalihan hak berlaku untuk seterusnya (selama-lamanya).

Agar perjanjian Lisensi buku elektronik tersebut tersebut dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kedua belah pihak, baik pemberi lisensi maupun penerima lisensi maka ada beberapa hal yang secara umum harus diatur di dalam suatu perjanjian lisensi. Juga termasuk didalamnya hal-hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang ada pada pemberi lisensi maupun pada penerima lisensi.82

Adapun hal-hal yang secara umum diatur dalam suatu perjanjian lisensi yaitu:83

1. Identifikasi atas Hak atas Kekayaan Intelektul yang dilisensikan, baik pemberi lisensi maupun penerima lisensi, harus mengetahui dengan pasti jenis Hak atas Kekayaan Intelektual yang akan dilisensikan. Setiap Hak atas Kekayaan Intelektual memiliki ciri khasnya masing-masing yang saling berbeda antara satu dengan lainnya. Lisensi Rahasia Dagang, demikian juga dengan Lisensi Hak Cipta.

82 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi atau Waralaba suatu panduan Praktis,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 40

(17)

2. Luasnya ruang lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan. Apakah didalamnya juga termasuk perkembangan lebih lanjut dari Hak atas Kekayaan Intelektual asal (basic Intellectual Property right) yang semula dilisensikan. Hal tersebut pening menjadi perhatian karena pemberian perlindungan Ha katas Kekayaan Intelektual senantiasa dikaitkan dengan batasan waktu. Apabila jangka waktu tersebut berakhir dan tidak dimungkinkan untuk diperpanjang atau diperbaharui, maka perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual itu akan dihapus demi hukum demi hukum. Ini berarti semua informasi, data maupun keterangan yang telah disediakan untuk umum dalam daftar pengumuman yang ada di kantor Hak atas Kekayaan Intelektual dapat dimanfaatkan serta digunakan oleh siapa saja untuk kepentingannya tanpa adanya kewajiban membayar royalti. Selain itu pemberi lisensi juga harus memperhatikan adanya kemungkinan pembatalan atau penolakan atas perlindungan Ha katas Kekayaa Intelektual yang diajukan. Dan juga sampai seberapa jauh penerima lisensi diberikan Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut bagaimana statusnya.

3. Tujuan pemberi lisensi Ha katas Kekayaan Intelektual

Pemberi lisensi secara ekonomis oleh pemberi lisensi bertujuan untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Atas pemberian lisensi tersebut, pemberi lisensi memperoleh royati dari penerima lisenns yang jumlahnya tergantung pada negoisasi para pihak.

(18)

Pemberian lisensi merupakan suatu hak khusus yang hanya dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Suatu lisensi dikatakan bersifat ekslusif jika lisensi tersebut diberikan dengan kewenangan penuh untuk melaksanakan,, memanfaaatkan atau mempergunakan suatu Hak atas Kekayaan Intelektual yang diberikan perlindungan oleh negara. Ekslusifitas itu sendiri tidaklah bersifat mutlak, tetapi dibatasi oleh jangka waktu tertentu, wilayah tertentu atau produk tertentu dengan proses tertentu,. Ekslusifitas lisensi tidak berkaitan denga hak untuk melisensikan ulang(sub-license).

5. Spesifikasi khusus yang berhubungan dengan wilayah pemberian lisensi, baik dalam bentuk kewenangan untuk melakukan produksi atau melaksanakan penjualan dan barang atau jasa yang mengandung Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan.

6. Hak pemberi lisensi atas laporan-laporan berkala dan untuk melaksanakan inpeksi-inpeksi atas pelaksanannya jalannya pemberian lissensi dan kewajiban penerima lisensi untuk memenuhinya.

7. Ada tidaknya kewajiban bagi penerima lisensi untuk membeli barang modal tertentu ataupun barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan lisensi dan pemberi lisensi.

8. Pengawasan oleh pemberi lisensi.

(19)

lisensi, karena lisensi yang diberikan tersebut menyangkut pengolahan atau pemanfaatan yang memerlukan keahliann khusus dan pelaksaannya harus dikerjakan sendiri oleh penerima lisensi. Sedangkan pemberi lisensi sangat berkepentingan atas kebakuan dari produk atau barang yang dihasilkan oleh penerima lisensi tersebut.

9. Kerahasiaan atas Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan.

Penerima lisensi harus menjaga kerahasiaan atas seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperolehnya dari pemberi lisensi. Oleh karena lisensi biasanya tidak hanya melibatkan satu ancaman Hak atas Kekayaan Intelektual semata-mata, melainkan merupakan suatu rangkaian yang saling independen dan sulit dipisahkan antara satu sama lain.

10. Ketentuan non-kompetensi.

Penerima lisensi tidak diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan yang sama, serupa ataupun secara langsung maupun tidak langsung akan kompetisi dengan kegiatan usaha pemberi lisensi.

11. Kewajiban memberikan perlindungan atas Ha katas kekayaan Intelektual uang dilisensikan.

12. Kewajiban pendaftaran lisensi.

(20)

15. Pengakhiran pemberian lisensi.84

Suatu perjanjian lisensi akan melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak, baik pemberi lisensi maupun penerima lisensi. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada pokoknya dalam perjanjian Lisensi meliputi:

Pemberi Lisensi berkewajiban :

1. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan hak cipta yang dilisensikan, yang diperlukan oleh penerima lisensi untuk melaksanakan lisensi ang diberikan tersebut.

2. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha penerima lisensi yang mempergunakan hak cipta yang dilisensikan tersebut. 3. Melaksanakan inpeksi pada daerah kerja penerima lisensi guna memastikan

bahwa hak cipta yang telah dilisensikan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya.

4. Mewajibkan penerima lisensi untuk menjaga kerahasiaan hal-hal yang berhubungan dengan hak cipta yang dilisensikan tersebut.

5. Mewajibkan agar penerima lisensi tidak melakukan kegiatan sejenis, serupa ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dengan kegiatan usaha yang mempergunakan hak cipta yang dilisensikan.

6. Meminta dilakukannya pendaftaran atas lisensi yang diberikan kepada penerima lisensi.

(21)

7. Atas pengkahiran lisensi, meminta kepada penerima lisensi untuk memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperoleh penerima lisensi selama masa pelaksanaan lisensi.

8. Atas pengakhiiran lisensi, melarang penerima lisensi untuk tetap melakukan kegiatan yang sejenis, serupa ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan mempergunakan hak cipta yang dilisensikan.

9. Pemberian lisensi tidak menghapuskan hak pemberi lisensi untuk tetap memanfaatkan, manggunakan atau melaksanakan sendiri hak cipta yang dilisensikan tersebut.85

Kewajiban penerima lisensi :

1. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi lisensi kepadanya guna melaksanakan hak cipta yang dilisensikan.

2. Memberikan keleluasaan bagi pemberi lisensi untuk melakukan pengawasan maupun inspeksi berkala ataupun secara tiba-tiba guna memastikan bahwa penerima lisensi telah melaksanakan hak cipta yang dilisensikan dengan baik. 3. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan

khusus dari pemberi lisensi.

4. Memberi barang modal tertentu ataupun barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan lisensi dari pemberi lisensi.

(22)

5. Menjaga kerahasiaan atas hal-hal yang berhubungan dengan hak cipta yang dilisensikan, baik selama maupun setelah berakhirnya masa pemberian lisensi. 6. Melaporkan segala pelanggaran atas hak cipta yang dilisensikan selain dengan

tujuan untuk melaksananakan lisensi yang diberikan.

7. Tidak memanfaatkan hak cipta yang dilisensikan selain dengan tujuan untuk melaksanakan lisensi yang diberikan.

8. Melakukan pendaftaran lisensi bagi kepentingan pemberi lisensi dan pemberian lisensi tersebut.

9. Tidak melakukan kegiatan sejenis, serupa aataupun yang secara lanngsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang mempergunakan hak cipta yang dilisensikan.

10. Atas pengakhiran lisensi, mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperolehnya.86

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Penerbit diartikan sebagai orang atau perusahaan dan sebagainya yang menerbitkan. Kata kerja terbit antara lain mengandung arti keluar untuk diedarkan. Kata penerbit sebagai bentukan kata terbit mengandung arti orang atau perusahaan yang menerbitkan perusahaan buku majalah,87 surat kabar dan Iain-lain. Jadi kata penerbit itu berkaitan dengan bahan tertulis antara lain buku dan majalah. Menurut Dadi Pakar, penerbit adalah orang atau badan yang dalam lingkungan perusahaan pekerjaannya memperbanyak naskah

86Ibid hal.93

(23)

seseorang pencipta atau penulis dalam bentuk buku.88 Sedangkan menurut Sentosa Sembiring, penerbit adalah orang yang mengkoordinasikan penyebarluasan hasil karya seseorang di dalam bidang kesusasteraan dan ilmu pengetahuan.

Pencipta adalah orang yang menulis tentang gagasan atau ide-idenya baik dibidang sastra, seni dan ilmu pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk naskah atau buku, gambar atau peta ataupun merupakan daftar.89Untuk memudahkan penggolongan, secara sederhana dibedakan menjadi pencipta profesional dan pencipta non profesional. Pencipta professional adalah orang yang menganggap pekerjaan menulis sebagai sumber penghasilan utama atau cukup berarti. Sedangkanpencipta non profesional adalah mereka yang bekerja secara freelance dan bukan ditujukan sebagai mata pencarian atau hanya sekedar hobi.90Menurut ketentuan Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Hak cipta tidak melindungi ide, akan tetapi melindungi ekpresi dari hasil karya cipta tersebut.91

88Dadi Pakar,Menjadi Penerbit, Jakarta: IKAPI cabang DKI Jakarta, 2000, hal. 6 89

Ibid,hal. 18

90

Hasan Pambudi, Pedoman Dasar Penerbitan Buku, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal. 2

(24)

A. Pengaturan Hak Cipta Dalam Aturan Internasional

Pengaturan mengenai Hak Cipta yang tertuang dalam konvensi internasional diantaranya yaituThe Bern Convention, Universal Copyright Convention, The Rome Convention, Geneva Phonogram Convention serta satu traktat mengenai Hak Cipta dan hak terkait dengan Hak Cipta atau lazim disebutneighbouring rightyaitu WIPO

Performances and Phonograms Treaty.92

Di tingkat Internasional, Indonesia telah ikut serta menjadi anggota dalam

Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual) yang disebut TRIPS, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Bern tentang Pelindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) yang selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997, serta World Intellectual Property Organization Performances and Phonograms Treaty

(25)

(Perjanjian Karya-Karya Pertunjukan dan Karya-Karya Fonogram WIPO) yang selanjutnya disebut WPPT, melalui Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau kultural.

Indonesia saat ini baru meratifikasi The Bern Convention dan WIPO

Performances and Phonograms Treaty. Sesungguhnya tidak ada kewajiban suatu negara untuk meratifikasi konvensi-konvensi internasional asalkan pengaturan mengenai HKI di negara yang bersangkutan memenuhi standar minimum yang dikehendaki oleh TRIPs. Akan tetapi adalah penting meratifikasi berbagai konvensi internasional untuk meningkatkan kerja sama timbal balik perlinduingan HKI dengan negara lain dan untuk menunjukkan adanya kemauan yang kuat untuk melindungi HKI, baik yang dimiliki negara sendiri maupun negara lain. Berikut akan diuraikan secara singkat pengaturan dalam konvensi internasional di atas.93

Menurut pandangan Mahadi, ia mengatakan bahwa: “Hak Cipta memberikan hak untuk menyita benda yang diumumkan bertentangan dengan Hak Cipta serta perbanyakan yang tidak diperbolehkan, dengan cara dan dengan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan untuk penyitaan benda bergerak baik untuk menuntut penyerahan benda tersebut menjadi miliknya ataupun untuk menuntut suatu benda itu untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Hak Cipta tersebut

(26)

juga memberikan hak yang sama untuk penyitaan dan penuntutan terhadap jumlah uang tanda masuk yang dipungut untuk menghadiri ceramah, pertunjukan atau pameran yang melanggar Hak Cipta”94

Pandangan ini jelas menunjukkan bahwa Hak Cipta itu termasuk dalam ruang lingkup hak kebendaan. Sebab disamping mempunyai sifat mutlak juga hadirnya sifat

droit de suite. Sifat droit de suiteitupun tidak hilang dalam hal Hak Cipta itu dibajak di luar negeri, dimana negara si pencipta atau si pemegang hak tidak turut dalam Konvensi Internasional. Hal ini disebabkan karena sifat droit de suite itu tidak hilang disebabkan adanya ketentuan tentang perjanjian Internasional, oleh karena perjanjian internasional itu gunanya untuk melindungi, jadi kalau tidak menjadi anggota Konvensi Internasional, negara lain tidak wajib melindungi. Ini telah menjadi kebiasaan Internasional. Tidak dilindunginya Hak Cipta di luar negeri bukanlah berarti hilangnya sifat droit desuite, tetapi pencipta atau si pemegang hak, undang-undang tidak memberikan jaminan terhadap pelaggaran haknya yang mungkin akan terjadi di negara-negara yang tidak menjadi anggota konvensi. Justru kesulitan yang dihadapi pencipta adalah dalam hak penuntutan haknya.95

1. Konvensi Bern (Berne Convention)

Dalam tahun 1886 terciptalah Konvensi Bern untuk perlindungan karya sastra dan seni, suatu pengaturan yang modern di bidang hak cipta. Kehendak untuk ikut serta dalam Konvensi Bern, merupakan dorongan bagi Belanda terciptanya

Undang-94OK. Saidin,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Edisi

Revisi,Op. Cit.

(27)

Undang Hak Cipta Tahun 1912 (Auteurswet 1912). Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 merupakan ketentuan hukum internasional yang pertama mengatur masalahcopyrightantara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada si pembuat karya cipta, dan pengarang atau pembuat tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright

terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatif atau turunannya (karya-karya lain yang dibuat berdasarkan (karya-karya pertama), hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut sudah habis.96Telah berulang kali mengalami revisi serta penyempurnaan-penyempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya berturut-turut direvisi di Roma pada tanggal 2 juli 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948 di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967 dan terakhir sekali di Paris pada tanggal 24 Juli 1971.97

Salah satu hal yang paling penting dalam Konvensi Berne adalah mengenai perlindungan yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Pasal 5

96

Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk- beluknya), http://www.hakiindonesia.co.id, diunduh pada Sabtu 23 september 2016 pukul 21.00 WIB.

(28)

(setelah direvisi di Paris tahun 1971) adalah merupakan pasal yang terpenting. Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini.98Dengan kata lain para pencipta yang merupakan warga negara dari salah satu negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh perlindungan di negara-negara yang tergabung dalam union.

Pasal 5 Konvensi Bern berbunyi: Author shall enjoy in respect of work to which they are protected under this convention, in countries of the union other that the country of origin, the right which their respective laws do now or may here after grant to their national as well as the right specially granted by this convention.

Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam Konvensi Bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan bekerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undangnya terhadap warga negaranya sendiri.

(29)

Perubahan yang penting sehubungan dengan kepentingan negara berkembang adalah perubahan tahun 1967 di Stockholm berkenaan dengan:99

a. Hak melakukan penerjemahan (right of translation). b. Hak melakukan reproduksi (right of reproduction).

Kedua jenis hak diatas diberikan sebagai kemudahan kepada suatu negara berkembang dan merupakan pengecualian-pengecualian terhadap ketentuan umum yang berlaku seperti diatur dalam Konvensi Bern.

Keikut sertaan suatu negara sebagai anggota konvensi Bern menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern (Berne Convention) dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang Hak Cipta yaitu:100

a. PrinsipNational Treatment.

Yaitu ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (ciptaan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.

b. PrinsipAutomatic Protection.

Yaitu pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun.

99Ibid., hal. 39

(30)

c. PrinsipIndependence of Protection

Yaitu suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan negara asal pencipta.101

Indonesia juga turut serta dalam konvensi ini, berikut Alasan Indonesia ikut

Berne Convention:

a. Sebagai bagian dari family of nations, secara setaraf dan sederajat, maka selayaknya dan tidak lebih dari pantas untuk Indonesia ikut serta Berne Convention.

b. Alasan bahwa Indonesia dalam masa pembangunan tidak cukup menyakinkan. Karena justru di dalam iklim pembangunan, Indonesia harus menekankan adanya hasrat dan tujuan untuk berjalan seirama dengan perkembangan zaman dengan juga memberikan perlindungan terhadap hasil karya pencipta luar negeri.

c. Bahwa dengan demikian akan terjamin hak perlindungan bagi pencipta Indonesia di luar negeri.

d. Dalam Revisi Stockholm telah dibuka kemungkinan untuk dilakukannya

dwanglicentie(lisensi secara paksa) untuk melakukan terjemahan-terjemahan. e. Menurut hasil angket di antara anggota-anggota Organisasi Pengarang

Indonesia, mayoritas menyetujui ikut sertanya Indonesia dalam Berne Convention.

101

(31)

2. Universal Copyright Convention(UCC)

Universal Copyright Convention (UCC) ditandatangani pada tahun 1952 di Jenewa dan direvisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Kategori Hak Cipta dalam UCC meliputi karya sastra, ilmu pengetahuan, dan karya seni, termasuk karya tulis, karya drama, sinematografi, lukisan ukiran dan seni pahat. Karya cipta yang diumumkan oleh warga negara peserta dan karya yang diumumkan pertama kali dinegara itu mendapat perlindungan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada warga negara yang pertama kali diumumkan di wilayahnya juga perlindungan yang diberikan secara khusus. Dan karya yang tidak diumumkan juga mendapat perlindungan yang sama.

Sebagaimana dengan konvensi Bern, Konvensi ini juga mengalami revisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Konvensi ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengenai perlindungan karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terdapat orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta itu dapat tercapai, yaitu untuk mendorong aktivitas dan kreativitas para pencipta tidak terkecuali terhadap orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau pelarian. Dengan dilindungi hak ciptanya mereka mendapatkan kepastian hukum.102

102

(32)

Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada organisasi-organisasi internasional tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan keinginan PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis, dan inilah yang menjadi dasar diciptakan konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO. Oleh karenanya dalam protokol diatur pula secara khusus tentang perlindungan karya-karya badan organisasi internasional. Protokol III berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya negara dalam konvensi ini dengan cara bersyarat.103

Dalam Konvensi Bern ditentukan bahwa Hak Cipta tidak tunduk dengan formalitas apapun, tetapi di dalam UCC ditentukan bahwa suatu negara yang menetukan formalitas seperti penyimpanan, pendaftaran, pemberitahuan, akta notaris, pembayaran biaya, harus memperhatikan ketentuan Pasal III Konvensi. Ketentuan ini tidak menghalangi peserta untuk menetapkan formalitas atau persyaratan lain untuk mendapatkan dan menikmati Hak Cipta atas karya warga negaranya dimanapun ia diumumkan. Dan juga tidak menghalangi peserta yang memohon keringanan hukum harus menyimpan (deposit) pada kantor pengadilan atau kantor administrasi, copy dari karyanya untuk keperluan litigasi. Tetapi kelalaian memenuhi ketentuan itu tidak mempengaruhi validitas Hak Cipta. Formalitas demikian hanya merupakan persyaratan administratif, sebab pada dasarnya, pencipta suatu karya harus memberikan perlindungan tanpa formalitas terutama karya yang tidak diumumkan.104

Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang menganggap hak cipta sebagai hak alamiah daripada sipencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyrigh

(33)

Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dengan falsafah Amerika (walaupun akhirnya falsafah Amerika yang dikedepankan), yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memerhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention menganggap bahwa hak cipta itu ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.105

B. Perlindungan Buku Elektronik sebagai Karya Digital di Beberapa Negara 1. Copyright Law 1976 di Amerika Serikat

Dalam Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat 1976 berikut adalah pasal yang mengatur perlindungan Hak Cipta berkaitan dengan media digital sebelum munculnya DMCA di Amerika Serikat. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat 1976 perlindungan Hak Cipta karya seseorang memberikan batasan-batasan terutama yang menyangkut fair use. Doktrin fair use diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta yang dikenal dengan sebutan 17 U.S.C Section 107.106Pada awal Section 107 undang-undang menjelaskan bahwa fair use menyalin dengan tujuan seperti kritikan, komentar, laporan berita, kegiatan belajar mengajar (termasuk penggunaan salinan materi untuk keperluan kelas), beasiswa, atau penelitian bukanlah suatu pelanggaran terhadap Hak Cipta.107 Section ini memberikan batasan tindakan pengajar dan pelajar untuk menggunakan fair use sebagai pedoman dalam belajar

105

Ibid

10617 U.S.C. Section 107, http://www.law.cornell.edu/U.S.code/17/107.shtml, diakses tanggal

25 September 2016

(34)

mengajar. Pengajar dapat menyalin beberapa bab dari buku, artikel dari majalah yang terbit secara berkala maupun surat kabar, cerita pendek, esai pendek atau puisi pendek, apakah itu termasuk gambar dari atau tidak dalam karya kolektif, kemudian tabel, diagram, lukisan, kartun atau gambar dari buku atau surat kabar.108

Faktor-faktor yang tercantum dalam Undang-Undang Hak Cipta ini yang digunakan sebagai pedoman adalah sebagai berikut:109

a. Tujuan dan karakter penggunaan

Pada tahun 1994, The US Supreme Court menyatakan bahwa tujuan dan karakter penggunaan adalah faktor utama untuk memutuskan apakah suatu perbuatan termasuk kualifikasi fair use atau tidak. Faktor ini memfokuskan pada pemeriksaan pengadilan pada tipe penggunaan bukan tipe pengguna. Sebagai tambahan, untuk mengevaluasi efek dari faktor pada fair use dengan teknologi, pengadilan harus mengevaluasi karakter komersial dan keaslian perubahan bentuknya.110 Saat ini yang marak terjadi pada dunia pendidikan adalah apakah materi yang digunakan mampu menciptakan sesuatu karya cipta yang baru, atau apakah materi tersebut mampu menghasilkan suatu salinan karya cipta baru. Hal paling penting lainnya adalah nilai dari karya cipta asli milik pencipta dan informasi yang ditambahkan. Hal ini berarti bahwa fair use terpenuhi jika orang yang menggunakan karya cipta pencipta

108

Ibid.

109Ibid.

11053William F Pantry and Shira Perlmutter, Fair Use Misconstrued: Profit, Presumption, and

(35)

menambahkan suatu informasi baru dan memiliki perbedaan dengan karya asli pencipta sebelumnya.

b. Keaslian karya cipta

Faktor ini menitik beratkan pada orisinalitas. Berdasarkan jarangnya faktor ini muncul pada kasus-kasus, badan legislatif dan pengadilan menyatakan bahwa faktor ini memiliki pengaruh paling sedikit dari faktor analisis fair use.111 Keaslian dari karya cipta dapat dikatakan menggunakan doktrin fair use bila si pengguna karya cipta memanfaatkan hasil karya yang telah dipublikasikan atau karya faktual daripada karya yang belum dipublikasikan atau karya fiksi. Hal ini disebabkan orisinalitas penulis memiliki hak untuk mengontrol penampilan publik pertama kalinya lewat ekspresi.

c. Jumlah dan Porsi Substansi Isi yang Digunakan

Alat yang digunakan untuk memutuskan berapa banyak jumlah dan substansiyang digunakan adalah “makin sedikit apa yang diambil, makin besar pula perbuatan tersebut berada pada kategori doktrin fair use”. Ini berarti makin sedikit materi yang diambil makin besar kemungkinan bahwa perbuatan tersebut termasuk doktrin fair use dan bukan pelanggaran Hak Cipta.112

d. Efek dari Penggunaan Karya Cipta Tersebut Terhadap Pasar

111

Universal City Studios, Inc v Sony Corp of Am, 659 F.2d 963, 972 (9th Cir 1981), rev’d, 464 U.S.417 (1984), (“The legislative history and the case law dealing with this factor rather sparse..”)

112 March Lindsey, “Chapter Five: The Mystic Doctrine of Fair Use” in Copyright Law on

(36)

Faktor ini berhubungan dengan potensi pemasaran atas barang yang diciptakan menggunakan tindakan fair use. Faktor ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi pasar atas karya cipta baru yang dihasilkan tersebut. Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat selalu mencoba untuk menggali fakta bahwa suatu kasus akan memiliki excuse jika dampak insentifnya pada pencipta adalah minimal.113

2. The Digital Millenium Copyright Act (DMCA) di Amerika Serikat

Digital Millennium Copyright Act (DMCA) adalah sebuah amandemen terhadap Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat. DMCA disahkan dalam menanggapi kurang mengakomodirnya Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat yang membahas sifat teknologi dan bagaimana hal itu mempengaruhi Undang-Undang Hak Cipta yang lebih dulu ada. Pemegang Hak Cipta di Amerika Serikat merasa bahwa banyak undang-undang tidak memberikan perlindungan yang cukup bagi karya-karya mereka. DMCA menjadi sebuah solusi hukum bagi perlindungan terhadap suatu keaslian konten Hak Cipta dan keaslian produk Hak Cipta yang berformat digital. Amerika Serikat menandatangani dua perjanjian yang menawarkan perlindungan lebih bagi para pemegang Hak Cipta internasional dan juga dibahas isu isu teknologi yang relevan untuk menjaga Hak Cipta yang aman. Perjanjian WIPO Copyright Treaty (WCT) dan WIPO Performances and Phonograms Treaty(WPPT) yang ditandatangani oleh Amerika Serikat pada bulan Desember 1996 dan diratifikasi

(37)

oleh Kongres. Perjanjian ini bertujuan memperluas akses untuk perlindungan pemegang Hak Cipta di negara masing-masing.

DMCA dibagi ke dalam 5 (lima) bab atau judul yaitu:

Title I: The WIPO Copyright and Performances and Phonograms Treaties

Implementation Act of 1998. Bab ini implementasi dari perjanjian WIPO yang mana Amerika Serikat adalah negara yang menandatangani perjanjian WIPO.

Title II: The Online Copyright Infringement Liability Limitation Act. Bab ini menjelaskan pembatasan-pembatasan akan kewajiban dari penyedia jasa layanan online dalam hal pelanggaran hak cipta ketika terlibat dalam beberapa jenis kegiatan online.

Title III: The Computer Maintenance Competition Assurance Act. Bab inimenjelaskan tentang pengecualian untuk membuat salinan program computer untuk tujuan pemeliharaan atau perbaikan.

Title IV: Miscellaneous Provisions. Bab ini berisi beberapa ketentuan lain yang berkaitan dengan fungsi Dewan Hak Cipta, pendidikan jarak jauh, ketentuan untuk membantu perpustakaan dengan menjaga phonorecords dari rekaman suara, ketentuan yang berkaitan dengan perundingan bersama dan pengalihan hak film.

Title V: The Vessel Hull Design Protection Act.114

114Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Digital_Millennium_Copyright_Act, diakses tanggal

(38)

DMCA membatasi kemampuan untuk membuat, menjual atau mendistribusikanperangkat yang melanggar perlindungan Hak Cipta. Dari

Title I DMCA Section 103 menambahkan Bab 12 baru sampai bagian ke 17 dari US Code. Section baru 1201 mengimplementasikan kewajiban untuk memberikan perlindungan yang memadai dan efektif terhadap tindakan pelanggaran yang mana teknologi digunakan oleh pemilik Hak Cipta untuk melindungi karya-karya mereka. Section 1201 membagi langkah-langkah pencegahan akses teknologi menjadi dua kategori:

a. Mencegah akses yang tidak sah ke karya yang berhak cipta b. Mencegahcopyingtidak sah dari karya berhak cipta

Membuat atau menjual perangkat atau layanan yang disalahgunakan dengan menggunakan teknologi dilarang. Ketentuan larangan untuk menghindari akses tidak sah ke hasil karya yang berhak cipta dimungkinkan tetapi sulit untuk melarang tindakan copying tidak sah terhadap karya yang berhak cipta. Section 1201 ini sesungguhnya tidak melarang penggunaan media teknologi dalam memanfaatkan karya yang berhak cipta tetapi pemanfaatan yang adil dan ditujukan untuk mencegahcopyingtidak sah.

Title II dari DMCA menambahkanSection512 yang baru untuk membuat pembatasan tanggung jawab atas pelanggaran Hak Cipta oleh penyedia layanan online (service provider). Pembatasan didasarkan pada empat kategori berikut oleh sebuahservice provider.115

1. Transitory Communications

(39)

2. System Caching

3. Storage of information on systems or networks at direction of users

4. Information Location Tools

Setiap pembatasan berkaitan dengan fungsi yang terpisah dan berbeda, apakah

service provider memenuhi syarat terhadap pelanggaran pembatasan yang tercantum dalam Title II (Section 512 (n)). Kegagalan service provider dalam terpenuhinya syarat pelanggaran suatu pembatasan dalam Section 512 tidak selalu membuatnya bertanggung jawab atas pelanggaran Hak Cipta. Pemilik Hak Cipta masih harus membuktikan bahwa service provider telah melakukan pelanggaran Hak Cipta, dan

service provider masih mungkin melakukan pembelaan, seperti adanya asas pemanfaatan karya cipta yang adil, yang dimungkinkan bagi tergugat pada umumnya (Section 512 (i)). Selain membatasi tanggung jawab service provider, Title II berisi prosedur dimana pemilik Hak Cipta dapat memperoleh panggilan dari pengadilan federal yang memerintahkan service provider untuk mengungkapkan identitas pelanggan yang diduga terlibat dalam kegiatan pelanggaran Hak Cipta (Section 512 (h)). Section 512 juga memuat ketentuan untuk memastikan bahwaservice provider

tidak ditempatkan pada posisi memilih antara pembatasan tanggung jawab dan menjaga privasi pelanggan mereka. Subsection (m) secara eksplisit menyatakan bahwa tidak ada dalam Section 512 bahwaservice provider memonitor layanan atau akses material yang melanggar hukum.

(40)

menggunakan doktrin fair use, terutama pada media internet asalkan memenuhi faktor yang menjadi pedoman suatu perbuatan dikatakanfair use. DMCA tidak menjelaskan mengenai faktor untuk menentukan apakah suatu perbuatan tergolong fair use atau tidak pada media internet karena pada dasarnya faktor yang digunakan adalah sama dengan faktor yang telah disebutkan pada US Copyright 1976 Section 107. DMCA lebih mengatur mengenai tindakan pelanggaran melalui media internet secara teknis, seperti tanggung jawab provider internet, kontrak dan lisensi para pihak di internet, atau bentuk tindakan transfer pada internet.

Hukum hak cipta dari Amerika Serikat mengatur hak-hak hukum ditegakkannya karya kreatif dan artistik berdasarkan hukum Amerika Serikat. Hukum hak cipta di Amerika Serikat adalah bagian dari hukum federal, dan diberi wewenang oleh Konstitusi. Kekuatan untuk memberlakukan hukum hak cipta yang diberikan dalam Pasal I Bab 8 Ayat 8 juga dikenal sebagai Klausul Hak Cipta, yang menyatakan bahwa kongres harus memiliki kekuasaan sebagai berikut:

“Untuk mendorong kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Seni yang bermanfaat, dengan cara menjamin untuk jangka Waktu terbatas bagi para Pengarang dan Penemu Hak eksklusif atas Tulisan dan Penemuan mereka masing-masing.”klausul ini membentuk dasar bagi hukum hak cipta AS (‘Science’, ‘Penulis’, ‘Tulisan-tulisan’) dan hukum paten (‘Seni yang berguna’, ‘Penemu’, ‘Penemuan’), dan termasuk jangka waktu tertentu diizinkannya untuk hak cipta dan paten (‘Waktu terbatas’), serta barang-barang yang dapat mereka lindungi (“Hak eksklusif atas Tulisan dan Penemuan mereka masing-masing”).116 Di Amerika Serikat, pendaftaran klaim hak cipta, pencatatan transfer hak cipta, dan aspek administrasi lainnya dari hak cipta adalah tanggung jawab Kantor Hak Cipta Amerika Serikat (United States Copyright Office), yaitu sebuah lengan dariLibrary of

116http://lautcyber.blogspot.co.id/2012/11/undang-undang-hak-cipta-di-amerika-1.html di akses

(41)

Congress. Undang-undang Kantor Hak Cipta dikodifikasi dalam Kitab Undang-Undang Federal (Code of Federal Regulations/CFR). Undang-undang ini juga dikenal sebagai Edaran 96.117

3. Copyright Act 1987 di Malaysia

Malaysia adalah negara yang meratifikasi perjanjianTRIPs. Karena kewajiban Malaysia untuk mematuhi perjanjian TRIPs maka Dewan Kekayaan Intelektual Malaysia banyak melakukan amandemen undang-undang sesuai dengan standar internasional.118 Undang-Undang Hak Cipta atau The Copyright Act 1987 mengatur tentang Hak Cipta di Malaysia. Tidak seperti US Copyright Law, Undang-Undang Hak Cipta Malaysia 1987 Pasal 25 menyediakan seperangkat hak moral atribusi dan integritas untuk semua jenis karya seperti yang dipersyaratkan oleh Konvensi Berne Pasal 6. Dalam undang-undang tersebut terdapat juga beberapa katagori Hak Cipta yang dilindungi dalam Pasal 7, yaitu119:

a. Literatur b. Karya Musik c. Karya Seni d. Film

e. Rekaman suara (sound recording); dan f. Broadcasting.

Dalam kategori tersebut tercakup beberapa hal yaitu literatur / karya sastra. Yang termasuk dalam karya sastra dalam Pasal 3 Undang-Undang Hak Cipta Malaysia 1987 ialah120

117 http://lautcyber.blogspot.co.id/2012/11/undang-undang-hak-cipta-di-amerika-1.html di

akses pada tanggal 20-10-2016 jam 10.33 wib

118 Zaid Hamzah, Intellectual Property Law & Strategy: A Legal and Business Toolkit to

Manage Intellectual Property and Innovation,Singapore: Sweet & Maxwell Asia, 2006, hal. 83

119WIPO Resources, “Copyright Act 1987”,

http://www.wipo.int/wipolex/en/text.jsp?file_id=195943, diakses tanggal 15 September 2016

(42)

a. novel, cerita. buku, risalah, manuskrip. karya syair dan penulisan lain;

b. lakonan, drama, arahan pentas. senario filem, skrip siaran, karya koreografi dan pantomim:

c. treatis, sejarah, biografi, karangan dan artikel d. ensiklopedia, kamus dan karya rujukan lain: e. surat, laporan dan memorandum:

f. syarahan, ucapan, khutbah dan karya-karya lain yang sama sifatnya:

g. jadwal atau penyusunan yang dinyatakan dalam perkataan-perkataan, angkaangka atau simbol-simbol (sama ada dalam bentuk yang boleh dilihat atau tidak); dan

h. program komputer atau penyusunan program komputer

Dari beberapa jenis karya sastra yang dilindungi oleh Hak Cipta, maka beberapa hal terkait dengan teknologi digital atau media internet diantaranya novel, cerita, karya syair yang banyak dijumpai dalam web maupun blog-blog pribadi maupun beberapa katagori seperti ensiklopedi dan kamus. Ensiklopendi elektronik seperti sumber wikipedia saat ini juga sudah sangat familiar bagi pengguna internet. Termasuk juga program komputer.

4. Copyright Act 1968 (Digital Agenda Act 2000) di Australia

Amandemen Undang-Undang Hak Cipta Australia (Digital Agenda Act2000) menerapkan reformasi utama Undang-Undang dalam rangka memperbaharui rezim Hak Cipta Australia untuk mempertimbangkan pesatnya perkembangan teknologi baru. Hukum Hak Cipta terus mempromosikan usaha kreatifnya dengan memungkinkan materi yang dapat diterima Hak Cipta melalui perkembangan teknologi komunikasi yang baru.121 Digital Agenda Act2000 merupakan komponen kunci dari komitmen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi informasi.

121 Australian Government - Attorney-General's Department

(43)

Menurut amandemen Digital Agenda Act 2000, hak dari pemilik Hak Cipta untuk mengontrol komunikasi dari sebuah karya di mana ia sekarang memiliki Hak Cipta yang berlaku untuk komunikasi aktif maupun pasif yang melampaui keterbatasan Undang-Undang tahun 1968 untuk disiarkan dengan cara nirkabel dan transmisi ke kabel pelanggan termasuk membuat materi yang tersedia untuk dilihat atau di download.122

Ada 5 elemen dasar dari reformasi utama dalamDigital Agenda Act:123

1. A new exclusive right of communication to the public;

2. Updating, and appropriately extending to the digital environment, the exceptions to the exclusive rights of copyright owners (including educational and other statutory licences);

3. The introduction of new enforcement measures

4. Limiting and clarifying the liability of carriers and carriage service providers (including ISPs) for third party copyright infringements; and

5. The introduction of a statutory licence scheme for the retransmission of freeto-air broadcasts. The Copyright Act permits dealings with copyright material without the permission of, or payment to, copyright owners, for the purposes of research and study, criticism and review, reporting the news, and professional legal advice. These are collectively known as the ‘fair dealing' exceptions. Digital Agenda Act 2000 provides that the existing fair dealing exceptions will apply to the new communication right, and provides guidance on determining how the exceptions will apply in the digital environment. For example, in relation to the research and study exception, Digital Agenda Act 2000 clarifies what will be a “reasonable portion” of works in electronic form.124

Digital Agenda Act 2000 menyatakan langkah-langkah penegakan hukum baru yang kuat untuk membantu pemilik Hak Cipta dalam menegakkan hak-hak

122Ladas & Parry LLP, “Australia - The New Digital Copyright Law”,

http://www.ladas.com/BULLETINS/2002/0202Bulletin/AustraliaDigitalCopyLaw.html, diakses tangal 15 September 2016.

(44)

mereka dalam lingkungan digital. Secara khusus, Digital Agenda Act 2000 menyatakan rezim penegakan hukum baru untuk125:

a. circumvention devices and services;

b. rights management information; and

c. broadcast decoding devices

5. Undang-Undang Hak Cipta 1987 Di Singapura

Parlemen Singapura mengesahkan Undang-Undang Hak Cipta Singapura pada tanggal 26 Januari 1987. Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1987 masih merupakan Undang-Undang yang berlaku hingga saat ini. Undang-Undang Hak Cipta Singapura secara umum diadopsi dari model Undang-Undang Hak Cipta Australia.126Perubahan pertama terhadap Undang-Undang Hak Cipta dilakukan pada Tahun 1994 untuk memberikan jaminan bahwa pemilik Hak Cipta tidak akan bisa melakukan praktek monopoli dalam rangka menghindari impor paralel.

UU Hak Cipta Tahun 1987 memuat sebuah ketentuan yang secara spesifik bertujuan untuk memberikan legitimasi terhadap impor paralel. Perubahan kedua Undang-Undang Hak Cipta dilakukan pada Tahun 1998 yang menghapus sebuah ketentuan yang mengeluarkan aspek komersial dari fair dealing defence dengan tujuan untuk riset atau pengkajian sendiri. Keberadaan ketentuan ini telah mendorong Pengadilan Banding untuk berusaha menganalisa bahwa rekayasa ulang perangkat

125

Ibid.

126Ng-Loy Wee Loon, “Infrastruktur Kekayaan Intelektual pada Pasar Asia; DariThird World

(45)

lunak (software) yang dilakukan untuk tujuan komersial dilarang oleh Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1987. Fair dealing defence merupakan pembatasan Hak Cipta bagi kegunaan penelitian atau pendidikan. Aturan ini merupakan aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Hak Cipta Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Namun aturan ini telah diamandemen pada Tahun 2005 oleh pemerintah Singapura. Saat ini aturan fair dealing defence di singapura lebih mendekati model Amerika yaitufair use.127

Pada Tahun 1999 dilakukan perubahan kembali terhadap UU Hak Cipta di Singapura untuk mengarahkan kebutuhan yang lebih mendesak pemilik Hak Cipta dan pengguna materi-materi Hak Cipta dalam lingkungan yang sudah terhubung. Rangkaian perubahan ini untuk memperkenalkan user caching defence yang memungkinkan pembuatan pengalihan atau penyalinan materi elektronik dalam komputer pengguna dari materi elektronik yang disediakan dalam jaringan tersebut, memperkenalkan pemulihan sipil guna melindungi hak manajemen informasi, dan memberikan kebebasan tertentu bagiservice provider.128

Konsep perlindungan Hak Cipta di Singapura tidak berbeda dengan di Indonesia yaitu tidak memberikan perlindungan terhadap ide, informasi, prinsip dan gagasan. Melainkan Hak Cipta hanya melindungi ciptaan yang berwujud. Hak Cipta melindungi keterampilan, tenaga kerja dan / atau penilaian yang digunakan dalam menciptakan ekspresi. Secara khusus Hak Cipta ada dalam sastra, dramatis, musik

(46)

dan karya-karya artistik seperti novel, drama, komposisi musik, lukisan dan patung, serta subjek materi lain selain seperti rekaman suara, film, siaran, kabel program dan menerbitkan edisi karya. Selain itu, perlindungan Hak Cipta berhubungan dengan pertunjukan live dan hak informasi manajeman.

Jika dilihat perlindungan Hak Cipta atas karya digital dalam peraturan internasional Konvensi Bern mencakup hal hak reproduksi, yang mana Konvensi Bern menyatakan hak reproduksi tentang “dalam cara atau bentuk”.129 Hak ini menjadi perhatian penting bagi pelaku aktifitas virtual, karena setiap transmisi dari suatu karya atau objek mengandaikan hak terkait dengan upload yang bekerja atau benda lainnya ke dalam memori komputer atau perangkat digital lainnya. Pengaturan mengenai “cara atau bentuk” mengatur ciptaan yang dihasilkan dalam bentuk media digital dan/ dengan cara menggunakan teknologi digital.

Aturan mengenai Hak Cipta atas karya digital dalam peraturan internasional juga tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) PersetujuanTRIPsyang mana mengharuskan pelaku diberikan hak untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya, melakukan perbuatan-perbuatan seperti membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/ atau gambar pertunjukannya; dan melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau mengkomunikasikan kepada masyarakat pertunjukan langsung mereka.130 Yang dimaksud dengan pelanggaran yang dilarang dalam hal ini adalah apabila perbuatan

129TerjemahanBerne Convention Article9(1). Lihat jugaRome Convention Article 10

130 TRIPSAgreement Article14 (providing to phonogram producers the right to authorize or

(47)
(48)

A. Kesimpulan

1. Buku elektronik atau e-book dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dimana bila terdapat pihak yang melakukan pelanggaran hak eksklusif maka pemegang hak cipta dapat menggugat pihak yang melanggar secara perdata ke pengadilan niaga dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Teknologi juga memberikan perlindungan dengan cara penegakan hukum oleh aparatur negara bila terjadi pelanggaran hukum.

(49)
(50)

B. Saran

1. Dampak kemajuan teknologi digital yang semakin tidak terkendali dan tidak sehat akan berakibat jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan keunggulan dan kemanfaatannya, terutama dalam aktifitas digitalisasi karya cipta. Teknologi digital saat ini adalah suatu alternatif bagi para penghasil/pencipta untuk mempublikasikan hasil karyanya maka dari itu setiap netter diharapkan sadar hukum dalam menghargai karya dan Hak Cipta seseorang. Mengingat pesatnya perkembangan teknologi, para pencipta sebaiknya melakukan usaha preventif dengan mendaftarkan hasil karya / ciptaannya secara legal dan berhati-hati dalam mempublikasi ciptaannya ke media internet untuk mencegah terjadinya pelanggaran Hak Cipta.

2. Upaya perlindungan hukum juga harus sejalan dengan pemberian sanksi yang tegas dan tepat kepada para pelanggar Hak Cipta oleh aparat penegak hukum sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan proposal skripsi

issue memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan kurs rupiah terhadap harga saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Ramya & Right issue Event study, t Right issue Bhuvaneshwari dan Harga

partisipasinya dalam kegiatan ritual. Muhammadiyah adalah sekelompok muslim saleh yang memeluk agama Islam dengan sungguh-sungguh, menjalankan perintah agama, dan

Ulama kita banyak, tidak satu dari mereka mengharamkan, hanya saja mungkin yang jadi permasalahan, kalau yang dimaksud cara metode yang ada di kebanyakan tempat-tempat

Untuk mengetahui kadar antioksidan pada buah kiwi, dilakukan serangkaian analisis... Analisis kuantitatif berupa penentuan aktivitas antioksidan, kadar flavonoid kadar fenolik

Matematika sebagai ilmu yang mempelajari konsep-konsep yang abstrak mengakibatkan adanya sikap yang negatif dari sebagian siswa terhadap pelajaran matematika.

Sebagai bentuk pertanggung jawaban atas pelaksanaan program kegiatan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Way Kanan

1. Ichsan Anshory AM, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah membantu proses penyelesaian segala urusan administrasi yang