• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN STRATEGI RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) DI KELAS X IIS 3 SMA NEGERI 6 SURAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN STRATEGI RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) DI KELAS X IIS 3 SMA NEGERI 6 SURAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017 91 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT

DIVISION (STAD) DENGAN STRATEGI RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT)

DI KELAS X IIS 3 SMA NEGERI 6 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015

Esthi Putri Hapsari 1), Ira Kurniawati 2), Rubono Setiawan 3) 1)

Mahasiswa Pendidikan Matematika, FKIP, UNS

2),3)

Dosen Pendidikan Matematika, FKIP, UNS

Alamat Korespondensi: 1)

[email protected] 2)

[email protected]

3)

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT yang dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015 setelah mengikuti pembelajaran tersebut. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data keterlaksanaan pembelajaran dan hasil tes kemampuan koneksi matematis tiap siklus. Data keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan untuk data kemampuan koneksi matematis siswa diperoleh dari hasil tes akhir siklus. Hasil pra siklus menunjukkan bahwa persentase keterlaksanaan pembelajaran termasuk dalam kategori sedang dengan persentase 45%. Selanjutnya, persentase keterlaksanaan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT meningkat menjadi 77,5% pada siklus I dan menjadi 100% pada siklus II atau tergolong dalam kategori tinggi. Dari hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa, persentase kemampuan koneksi matematis siswa dengan kategori minimal baik mengalami peningkatan dari 12,5% siswa pada pra siklus menjadi 37,5% siswa pada siklus I dan menjadi 65, 625% siswa pada siklus II. Apabila dibandingkan, hasil kemampuan koneksi matematis siswa pada kategori minimal baik antara pra siklus dan siklus I dapat meningkat sebesar 25% serta dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar 28,125%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Student Teams

Achievement Division (STAD) dengan strategi Relating, Experiencing, Applying,

Cooperating, Transferring (REACT) dapat meningkatkan kemampuan koneksi

matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.

(2)

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diberikan dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu. Matematika mempunyai peranan penting dalam mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk dipelajari dan dikuasai.

Pada kenyataannya mata pelajaran matematika masih sulit untuk dikuasai oleh siswa, seperti yang terjadi di SMA Negeri 6 Surakarta. Rendahnya hasil belajar matematika terlihat pada hasil Ujian Tengah Semester (UTS) siswa SMA Negeri 6 Surakarta kelas X IIS 3 pada tahun ajaran 2014/2015, dimana nilai rata-rata mata pelajaran matematika hanya 59.40. Pencapaian nilai UTS pada mata pelajaran Matematika siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015,yaitu terlihat seperti tabel berikut:

Tabel 1.1 Pencapaian Nilai UTS Matematika Siswa Kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015

No Rentan g Nilai

Jumlah Siswa

Presentase (%) 1 96-100 - -2 91-95 - -3 85-90 - -4 80-84 - -5 75-79 1 3.03 6 70-74 - -7 65-69 4 12.12 8 60-64 8 24.24 9 55-59 13 39.39 10 1-54 7 21.21

(3)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017 93 belajar matematika yaitu kemampuan

koneksi matematis siswa yang masih rendah” [1]. Oleh karena itu, kemampuan koneksi matematis yang baik sangat berperan dalam mendukung tercapainya hasil belajar yang bermakna.

Kemampuan koneksi matematis menjadi salah satu kemampuan yang penting dimiliki dan dikuasai oleh siswa. Hal tersebut sesuai dengan ketetapan

National Council of Teachers of

Mathematics (2000) tentang standar

proses yang perlu dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) pemecahan masalah

(problem solving); (2) Penalaran dan

pembuktian (reasoning and proof); (3) Komunikasi (communication); (4) Koneksi (connection) dan (5) Representasi (representation) [2]. Koneksi berasal dari kata connection

dalam bahasa Inggris yang artinya hubungan. Koneksi matematis dapat diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain, baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Pada hakekatnya konsep dan prinsip dalam matematika saling berkaitan antara satu dengan yang lain sehingga diperlukan kemampuan koneksi matematis untuk memperoleh pemahaman yang bermakna. Kemampuan koneksi matematis akan memperluas pengetahuan siswa terhadap matematika karena siswa dapat mengaitkan kejadian dalam kehidupan sehari-hari dengan materi

yang dipelajari. Selain itu, siswa akan lebih mudah dalam memahami suatu konsep. Jika siswa tidak mampu melakukan koneksi antara beberapa ide matematik maka siswa akan kesulitan dalam memahami materi matematika. Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa akan mengganggu kelancaran kegiatan pembelajaran. Terutama kemampuan siswa dalam mengingat dan mengaitkan materi prasyarat dengan materi baru. Siswa cenderung sudah melupakan materi prasyarat yang dibutuhkan dan guru harus kembali menjelaskan serta mengulang materi sebelumnya.

Berdasarkan keterangan dari Ibu Rohmi Malikah, S.Pd selaku guru matematika kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta, peneliti memperoleh informasi bahwa siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan persoalan yang membutuhkan penguasaan pada materi yang telah dipelajari. Bahkan terdapat siswa yang masih menanyakan materi-materi yang seharusnya dikuasai pada jenjang SD dan SMP. Selain itu, siswa cenderung kesulitan apabila berhadapan dengan soal cerita, terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

(4)

Selanjutnya guru memberikan contoh soal dan latihan soal kepada siswa. Siswa terlihat kesulitan dalam mengerjakan latihan soal yang sedikit berbeda dengan contoh, sehingga siswa hanya menunggu pembahasan yang diberikan guru kemudian mencatatnya. Saat beberapa siswa mengerjakan kembali soal UTS di depan kelas, ternyata terlihat bahwa siswa kesulitan menyelesaikan soal tentang menentukan batas nilai m dari

persamaan kuadrat

“(m-5)x2-4mx+m-2=0” yang

mempunyai akar real berbeda. Siswa mampu menggunakan syarat diskriminan lebih dari nol sehingga diperoleh pertidaksamaan kuadrat baru dengan variabel m. Akan tetapi siswa berhenti pada langkah menentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan tersebut. Akibatnya guru harus berulang kali mengingatkan siswa untuk membuka buku catatan atau menjelaskan kembali karena materi tersebut telah disampaikan pada semester sebelumnya. Kemampuan siswa yang masih rendah dalam mengaitkan beberapa ide matematik disebabkan karena siswa hanya memandang matematika sebagai sekumpulan topik yang terpisah-pisah. Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa terutama saat menuliskan permasalahan dalam bentuk model matematika, menuliskan konsep yang mendasari jawaban dan menggunakan keterkaitan konsep dengan prosedur atau operasi hitung lainnya dalam menyelesaikan masalah diperkuat dengan hasil observasi awal di kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015. Terdapat

fakta bahwa hanya 12,5 % siswa memiliki kemampuan koneksi matematis baik, 46,875% dengan kategori cukup, 34,375% kategori kurang dan 6,25% kategori sangat kurang.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti dan guru memilih untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

Division). STAD merupakan salah

satu model pembelajaran yang paling sederhana, dan model paling baik untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Model pembelajaran STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu 1) presentasi kelas; 2) tim, 3) kuis, 4) skor kemajuan dan 5) rekognisi tim [3]. Presentasi kelas yang dipimpin langsung oleh guru akan mempermudah siswa dalam mempelajari materi. Dalam kegiatan belajar mengajar dengan model STAD, siswa tidak hanya menerima materi dari guru melainkan siswa juga berlatih untuk berdiskusi. Siswa menghubungkan keterkaitan antar konsep dan prinsip matematika dengan bekerja sama dalam kelompoknya. Selain itu, siswa dapat mengukur kemampuan koneksi matematis yang telah dimiliki melalui kuis yang dikerjakan secara individu. Adanya rekognisi tim akan memotivasi siswa untuk memperdalam konsep dan prinsip yang dimiliki. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.

Selanjutnya, model pembelajaran STAD (Student Teams

(5)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017 95 dimodifikasi dengan strategi REACT

(Relating, Experiencing, Applying,

Cooperating, Transferring)

merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkembangkan kemampuan koneksi matematis siswa. Menurut Crawford (2001) strategi pembelajaran REACT, terdiri dari lima komponen yaitu Relating (R) atau mengaitkan, Experiencing (E) atau mengalami, Applying (A) atau menerapkan, Cooperating (C) atau bekerjasama dan Transferring (T) atau mentransfer [4]. Strategi ini dapat membantu siswa mengaitkan materi yang dipelajari melalui kegiatan eksplorasi dan penemuan bersama dalam kelompoknya. Konsep dan prinsip yang telah dipelajari dapat diperkuat dengan latihan-latihan soal yang bervariatif. Selain itu, kegiatan transferring akan mendorong siswa menggunakan pengetahuan yang dimiliki ke dalam situasi baru yang belum dipelajari. Oleh karena itu, penggunaan strategi REACT akan meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa karena dapat mendorong siswa dalam membuat keterkaitan antar konsep matematika itu sendiri ataupun keterkaitan antar konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Penerapan model pembelajaran tipe STAD dengan strategi REACT diharapkan dapat lebih efektif meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas tentang upaya meningkatkan kemampuan

koneksi matematis siswa menggunakan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 32 siswa.

Penelitian ini dimulai dari bulan Januari hingga Oktober 2015. Pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam 3 tahapan kegiatan. Tahap pertama yaitu persiapan penelitian yang berlangsung pada bulan Januari hingga bulan April 2015. Tahap kedua yaitu pelaksanaan tindakan yang berlangsung pada bulan Mei 2015. Tahap ketiga yaitu analisis data dan pelaporan yang dilaksanakan pada bulan Mei – Oktober 2015.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data keterlaksanaan pembelajaran dan data kemampuan koneksi matematis siswa tiap siklus. Data keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dari hasil observasi selama proses pembelajaran. Sedangkan data kemampuan koneksi matematis siswa diperoleh dari tes akhir siklus.

(6)

mendapatkan data tambahan serta informasi lainnya yang mendukung data penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan triangulasi penyidik yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dengan cara memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya [6] untuk menguji validitas data keterlaksanaan pembelajaran dari hasil observasi dan data yang diperoleh dari tes kemampuan koneksi matematis siswa. Data hasil observasi dari tiga orang observer dikatakan valid apabila menghasilkan informasi yang sama minimal diantara dua orang observer. Sedangkan untuk validitas data hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengkategorian kemampuan koneksi matematis dari tiga orang korektor.

Analisis hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran STAD dengan strategi REACT dimulai dengan menelaah lembar observasi kemudian memberikan skor 1 jika langkah pembelajaran terlaksana dan skor 0 apabila langkah-langkah pembelajaran yang diamati tidak terlaksana. Selanjutnya dianalisis dengan menghitung persentase hasil observasi tiap pertemuan dan kemudian dicari rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran dari tiap pertemuan dalam satu siklus utuk memperoleh persentase keterlaksanaan pembelajaran tiap siklus.

Sedangkan hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa dianalisis dengan mengoreksi hasil pekerjaan siswa yang dibandingkan dengan rubrik

penskoran tes kemampuan koneksi matematis siswa sehingga diperoleh skor kemampuan koneksi matematis siswa untuk tiap indikator. Selanjutnya dihitung rata-rata skor kemampuan koneksi matematis siswa dari ketiga indikator kemudian dikategorikan untuk menentukan tingkat kemampuan koneksi matematis siswa yang disajikan seperti Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3. Kategori Hasil Skor Tes Kemampuan Koneksi Matematis

Rentang Skor Tes Koneksi Matematis

Kategori

80≤ skor ≤ 100 Sangat Baik 66 ≤ skor < 80 Baik 56 ≤ skor < 66 Cukup 40 ≤ skor < 56 Kurang

0 ≤ skor < 40 Sangat Kurang

Persentase kemampuan koneksi matematis siswa yang mencapai kategori diatas ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Ta: Persentase siswa yang mencapai

kategori a, dengan a = sangat kurang, kurang, cukup, baik, dan sangat baik

na: Banyak siswa yang mencapai

kategori a

: Banyaknya siswa secara keseluruhan

(7)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017 97 siswa setelah tindakan dan sebelum

tindakan dilakukan.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Pada tahapan pra siklus dilakukan observasi keterlaksanaan pembelajaran sebelum tindakan dan tes kemampuan koneksi matematis siswa. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui keadaan awal, yaitu persentase keterlaksanaan pembelajaran dan kemampuan koneksi matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta. Persentase keterlaksanaan pembelajaran pada pra siklus sebelum tindakan yaitu sebesar 45% atau termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil tes kemampuan koneksi matematis pada pra siklus diperoleh sebanyak 12,5% siswa memiliki kemampuan koneksi matematis dengan kategori minimal baik. Jika skor kemampuan koneksi matematis siswa dikategorikan untuk masing-masing indikator maka diperoleh persentase kemampuan koneksi matematis siswa dengan kategori minimal baik, yaitu sebanyak 9,375% siswa pada indikator menuliskan permasalahan dalam bentuk model matematika, 46,875% siswa pada indikator menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban dan 21,875% siswa pada indikator menggunakan keterkaitan konsep dengan prosedur atau operasi hitung lainnya dalam menyelesaikan masalah.

Dari hasil observasi dan tes kemampuan koneksi matematis pada pra siklus maka dilaksanakan

tindakan perbaikan pada siklus I menggunakan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Pada siklus I, diperoleh peningkatan persentase keterlaksanaan pembelajaran yang termasuk pada kategori tinggi dengan persentase 77,5%. Sedangkan persentase kemampuan koneksi matematis siswa untuk setiap indikator kemampuan koneksi matematis dengan kategori minimal baik, yaitu sebanyak 90,625% siswa pada indikator menuliskan permasalahan dalam bentuk model matematika, 18,75% siswa pada indikator menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban dan 21,875% siswa pada indikator indikator menggunakan keterkaitan konsep dengan prosedur atau operasi hitung lainnya dalam menyelesaikan masalah. Apabila siklus I dibandingkan dengan pra siklus terdapat peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa sebanyak 25%. Dengan kata lain, pada siklus I terdapat sebanyak 37,5% siswa memiliki kemampuan koneksi matematis dengan kategori minimal baik. Walaupun kemampuan koneksi matematis siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT pada siklus I tetapi peningkatan tersebut belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan oleh peneliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus II.

(8)

STAD dengan strategi REACT yang dilakukan di siklus II yaitu berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Pada siklus II diperoleh persentase keterlaksanaan pembelajaran sebesar 100%, ini artinya langkah-langkah pembelajaran dapat berjalan dengan kategori tinggi. Adanya persentase keterlaksanaan pembelajaran yang termasuk dalam kategori tingggi berarti proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga siswa lebih mudah dalam memahami ataupun membuat keterkaitan antar materi. Hal tersebut berperan dalam menigkatkan kemampuan koneksi matematis siswa pada siklus II. Ringkasan kemampuan koneksi matematis siswa dengan kategori minimal baik untuk tiap indikator pada siklus II adalah sebagai berikut: sebanyak 65,625% siswa pada indikator menuliskan permasalahan dalam bentuk model matematika, 46,875% siswa pada indikator menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban dan 71,875% siswa pada indikator indikator menggunakan keterkaitan konsep dengan prosedur atau operasi hitung lainnya dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan, persentase kemampuan koneksi matematis siswa dengan kategori minimal baik meningkat sebesar 28,125%, yaitu dari 37,5% siswa pada siklus I menjadi 65,625% siswa pada siklus II. Dalam hal ini hasil tindakan pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan penelitian yang ditentukan, yaitu lebih dari atau sama dengan 60% dari jumlah total siswa minimal mencapai kategori kemampuan koneksi matematis baik (skor kemampuan koneksi matematis lebih besar atau sama dengan 66).

Oleh karena itu, peneliti tidak melanjutkan tindakan untuk siklus berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa, sebelum dilakukan tindakan yaitu hanya terdapat sebanyak 12,5% siswa memiliki kemampuan koneksi matematis siswa dengan kategori minimal baik dan setelah tindakan meningkat menjadi 37,5% pada siklus I serta 65,625% pada siklus II.

(9)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017 99 hasil pembelajaran. (5) Peneliti

lanjutan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa pada beberapa indikator dengan lebih mengoptimalkan kegiatan tim. Kegiatan tim pada model pembelajaran STAD dengan strategi REACT dapat lebih dioptimalkan dengan memperbaharui Lembar Kegiatan (LK) yang merupakan media untuk memfasilitasi terlaksananya strategi REACT.

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Mandur, K., Sadra, I.W., & Suparta, I.N. (2013). Kontibusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan Representasi dan Disposisi Matematis terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Swasta di Kabupaten Manggarai. E-Jurnal

Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan

Ganesha, 2, 1-10. Diperoleh 7

Maret 2015, dari

http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/.

[2]

NCTM. (2000). Curriculum and Evaluation Standards for School

Matematics. Reston VA :

National Council of Teaching of Mathematics.

[3]

Slavin, R. E. (2008).

Cooperative Learning. Bandung:

Nusa Media.

[4]

Crawford. (2001). Teaching

Contextually. Texas: CCI

Publishing, Inc.

[5]

Budiyono. (2003). Metodologi

Penelitian Pendidikan.

Surakarta: Sebelas Maret University Press

[6]

Moleong, L. J. (1999).

Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Gambar

Tabel 3.3. Kategori Hasil Skor Tes

Referensi

Dokumen terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA MELALUI PEMBELAJARAN JURNALIS CILIK DENGAN STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, AND TRANSFERRING) PADA SISWA KELAS

PENERAPAN STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SIFAT-SIFAT CAHAYA DI SEKOLAH DASAR.. Universitas

PENERAPAN STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BEREKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN IPA (Penelitian

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DENGAN STRATEGI REACT ( RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN

PENERAPAN STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, AND TRANSFERING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS DI KELAS VII H SMPN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman konsep yang menggunakan strategi REACT ( Relating, Experiencing, Applying, Cooperating,

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa rata-rata skor kemampuan representasi matematis awal siswa pada kelas yang mengikuti pembelajaran strategi REACT lebih tinggi dari

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi model pembelajaran kontekstual REACT dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah serta hasil belajar