BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Konsep Supply Chain
Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke
tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk
supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola.
Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke
retailer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi
yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang
ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering
dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering
dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima (I
3.2. Manajemen Logistik
Manajemen logistik merupakan proses pengelolaan yang strategis terhadap
perpindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para
supplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan, dan kepada para langganan.
Tujuan dari logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam
material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan
yang dapat dipakai, ke lokasi dimana dia dibutuhkan, dan dengan total biaya
terendah (Donald J. Bowersox,1996).
Logistik dapat juga diartikan sebagai proses perencanaan, implementasi,
pengendalian secara efisien, aliran biaya yang efektif, penyimpanan barang
mentah, inventori barang dalam proses, barang jadi dan informasi terkait dari titik
asal ke titik konsumsi untuk tujuan memenuhi kebutuhan konsumen. Ada lima
komponen yang membentuk sistem logistik, yaitu: struktur lokasi fasilitas,
transportasi, persediaan (inventory), komunikasi, penanganan (handling) dan
penyimpanan (storage). Dalam suatu jaringan, transportasi merupakan suatu
rantai penghubung. Manajemen transport dan lalu lintas telah mendapat banyak
perhatian dalam tahun-tahun ini. Pada umumnya, suatu perusahaan mempunyai 3
alternatif untuk menetapkan kemampuan transportasinya. Pertama armada
peralatan swasta yang dapat dibeli atau disewa atau disebut dengan private. Yang kedua kontrak khusus yang dapat diatur dengan spesialis transport untuk
mendapatkan kontrak jasa-jasa pengangkutan. Dan yang ketiga adalah suatu
perusahaan dapat memperoleh jasa-jasa dari perusahaan transport berijin yang
tertentu atau disebut dengan angkutan umum. Dilihat dari sudut pandang logistik,
terdapat tiga faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan
kemampuan pelayanan transport, yaitu: biaya, kecepatan, dan konsistensi.
3.3. Konsep Logistik Terpadu
Dekade sekarang ini manajemen logistik dalam perkembangannya menuju
pada manajemen logistik terpadu. Dalam periode prioritas ini pihak manajemen
mulai merumuskan rencana terhadap penyimpanan atau pergudangan,
pengangkutan, pengolahan, dan bukan hanya merencanakan operasi untuk
bereaksi terhadap permintaan pasar. Konsep logistik terpadu terdiri dari 2 usaha
yang berkaitan yaitu :
1. Operasi logistik
Aspek operasional logistik ini adalah mengenai manajemen pemindahan
dan penyimpanan material dan produk jadi perusahaan. Jadi operasi logistik itu
dapat dipandang berawal dari pengangkutan pertama material atau
komponen-komponen dari sumber perolehannya dan berakhir pada penyerahan produk yang
dibuat atau diolah pada langganan atau konsumen. Operasi logistik dapat dibagi
dalam 3 kategori yaitu :
a. Manajemen distribusi fisik
Proses manajemen distribusi fisis adalah menyangkut pengangkutan
produk kepada pelangan. Dalam distribusi fisis, langganan dipandang sebagai
pemberhentian terakhir dalam saluran pemasaran. Jika produk yang tepat tidak
mungkin banyak usaha pemasaran yang berada dalam bahaya. Melalui proses
distribusi fisik inilah waktu dan ruang dalam pelayanan nasabah menjadi bagian
yang internal dari pemasaran. Jadi distribusi fisik menghubungkan suatu
perusahaan dengan nasabahnya.
b. Manajemen material
Manajemen material adalah menyangkut perolehan dan pengangkutan
material, suku cadang, dan persediaan barang jadi dari tempat pembelian ketempat
pembuatan atau perakitan, gudang, atau toko pengecer. Seperti halnya distribusi
fisik, manajemen material berkenaan dengan penyediaan jenis material yang
dikehendaki di tempat dan pada waktu yang dibutuhkan. Kalau distribusi fisik
adalah mengenai pengiriman keluar yaitu nasabah, maka manajemen material
adalah mengenai pergerakan ke dalam yaitu pembuatan, penyortiran atau
perakitan.
c. Internal Inventory Transfer
Proses pemindahan persediaan barang di dalam perusahaan adalah
mengenai pengawasan terhadap komponen-komponen setengah jadi pada waktu
mengalir diantara tahap-tahap manufacturing, dan pengangkutan dari produk jadi
ke gudang atau saluran pengecer. Yang terpenting dari manajemen terpadu adalah
koordinasi dari ketiga jenis pergerakan tersebut. Ketiga pergerakan tersebut
tergabung untuk memberikan manajemen operasional bagi material, komponen
setengah jadi, dan produk-produk yang bergerak diantara berbagai lokasi, sumber
ini, maka logistik adalah mengenai manajemen strategi dari keseluruhan
pergerakan dan dan penyimpanan.
2. Koordinasi logistik
Koordinasi logistik adalah mengenai identifikasi kebutuhan pergerakan
dan penetapan rencana untuk memadukan seluruh kegiatan operasi logistik.
Koordinasi logistik adalah menyangkut perencanaan dan pengawasan terhadap
masalah-masalah operasional. Fungsi koordinasi logistik adalah untuk
memastikan bahwa seluruh pergerakan dan penyimpanan diselesaikan se-efektif
dan se-efisien mungkin. Prestasi logistik diukur dengan 3 variabel, yaitu :
1. Penyediaan (availability) adalah menyangkut kemampuan perusahaan untuk
secara konsisten memenuhi kebutuhan material/bahan produksi. Jadi hal ini
menyangkut level persediaan atau variabel persediaan.
2. Kemampuan (capability) adalah menyangkut jarak waktu antara penerimaan
suatu pesanan dengan pengantaran barang yang dipesan.
3. Mutu (quality) adalah menyangkut seberapa jauh sebaiknya tugas logistik
secara keseluruhan dilaksanakan, besarnya kerusakan, item-item yang betul,
pemecahan masalah yang timbul.
3.4. Vehicle Routing and Scheduling
Vehicle Routing Problem terkait dengan permasalahan bagaimana mendatangi pelanggan dengan menggunaka peralatan yang ada. Istilah lain untuk
masalah ini adalah Vehicle Sceduling Problem, Vehicle Dispathing Problem,
optimisation problem. Permasalahan ini erat kaitannya dengan permasalahan
Travelling Salesman Problem. Vehicle Routing Problem menjadi Travelling Salesman Problem pada saat hanya terdapat satu alat angkut yang kapasitasnya tak hingga (Donald J. Bowersox. 1999).
Dalam permasalahan vehicle routing, jika setiap alat angkut dapat
menempuh trip/rute majemuk selama horizon perencanaan maka ini disebut
sebagai Multi Trip Vehicle routing Problem. Contoh solusi dari Vehicle Routing
Problem dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 3.1. Solusi Vehicle Routing Problem
3.5. Metode Pemilihan Rute
Pengembangan rute kendaraan yang baik dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan delapan prinsip dasar berikut:
1. Mengisi truk sebanyak volume pemberhentian yang akan didatangi dimana
titik-titik pemberhentian tersebut letaknya berdekatan satu sama lain. Setelah
itu titik-titik pemberhentian yang berdekatan perlu dibuat kelompok rute
satu rute menjadi minimum dengan demikian total waktu perjalanan dalam
rute tersebut juga diminimumkan.
2. Dalam pembuatan rute dimulai dari titik pemberhentian terjauh dari depot
agar mendapatkan rute yg efisien. Rute yang efisien dapat dikembangkan
dengan dimulai dari titik pemberhentian paling jauh dari depot ke titik yg
paling dekat.
3. Saat titik pemberhentian terjauh dari depot teridentifikasi, kapasitas yang
tersisa dari kendaraan yang ditugaskan sebaiknya diisi dengan memilih
sekelompok yang berdekatan dengan titik pemberhentian tersebut. Setelah
kendaraan ditugaskan untuk volume titik-titik pemberhentian tersebut,
mulailah membuat rute dengan kendaraan lain dan identifikasi titik-titik
pemberhentian terjauh dari sisa titik-titik pemberhentian yg belum ditugaskan
pada kendaraan. Terus lakukan prosedur ini sampai seluruh titik
pemberhentian telah ditugaskan pada kendaraan.
4. Urutan pemberhentian pada sebuah rute sebaiknya membentuk pola air mata
(tear drop pattern). Hal ini ditujukan agar tidak ada jalur yang bersilangan.
5. Rute yang paling efisien dibangun dengan menggunakan kendaraan dengan
kapasitas terbesar. Idealnya, penggunaan truk berkapasitas besar untuk
melayani banyak titik pemberhentian dalam satu rute akan meminimalkan
jarak tempuh kendaraan. Sehingga, truk dengan kapastitas terbesar harus
dialokasikan terlebih dahulu.
6. Pengambilan barang (pick up) sebaiknya digabungkan dengan rute
setelah semua pengiriman dilakukan. Hal ini guna meminimalkan jalur yg
bersilangan yang dapat terjadi bila pengambilan dilakukan setelah seluruh
pengiriman dilakukan.
7. Titik pemberhentian yang terpisah dari pengelompokan rute adalah kandidat
terbaik untuk penggunaan alat transportasi lain. Titik pemberhentian yang
terpisah dari pengelompokan, terutama titik pemberhentian dengan volume
yang kecil, dilayani dengan waktu dan biaya yang relatif besar. Menggunakan
kendaraan berkapasitas kecil untuk melayani titik pemberhentian tersebut
dapat lebih ekonomis.
8. Batasan time windows titik pemberhentian yang berdekatan harus dihindari.
Batasan time windows yang sangat dekat di antara pemberhentian dapat
memaksa pembentukan urutan pemberhentian jauh dari pola ideal. Oleh
karena time windows tidak bersifat mutlak maka sebaiknya dilakukan
negosiasi terhadap titik pemberhentian yang dipaksa untuk dilayani sesuai
pola routing yg diinginkan
3.5.1. Metode Saving Matrix
Metode saving matriks pada hakikatnya adalah metode untuk
meminimumkan jarak atau waktu dan ongkos dengan mempertimbangkan
kendala-kendala yang ada (I Nyoman Pujawan,2005). Berikut ini langkah-langkah
pembentukan sub-rute distribusi dengan menggunakan metode saving matriks,
1. Identifikasi Matriks Jarak
Pada langkah ini, diperlukan jarak antara gudang dan ke masing-masing toko
dan jarak antar toko. Untuk menyederhanakan permasalahan, lintasan
terpendek digunakan sebagai jarak antar lokasi. Jadi, dengan mengetahui
koordinat masing-masing lokasi maka jarak antar dua lokasi bisa dihitung
dengan menggunakan rumus jarak standar. Apabila jarak riil antar lokasi
diketahui, maka jarak tersebut lebih baik digunakan dibanding dengan jarak
teoritis dengan menggunakan rumus. Jarak dari gudang ke masing-masing
toko dan jarak antar toko akan digunakan untuk menentukan matriks
penghematan (saving matriks) yang akan dikerjakan pada langkah berikutnya. 2. Mengidentifikasi matriks penghematan ( saving matriks)
Pada langkah ini, diasumsikan bahwa setiap toko akan dikunjungi oleh satu
armada secara eksklusif. Saving matriks merepresentasikan penghematan
yang bisa direalisasikan dengan menggabungkan dua pelanggan ke dalam
satu rute. Untuk perhitungan penghematan jarak dapat mengunakan
persamaan:
S(x,y) = J (G, x) + J(G,y) – J(x,y)
Dimana:
S(x,y) = Penghematan Jarak
J (KPM,x) = Jarak gudang ke toko x
J (KPM,y) = Jarak gudang ke toko y
3. Mengalokasikan Toko ke kendaraan atau rute
Dengan menggunakan tabel penghematan jarak, dapat dilakukan
pengalokasian toko ke kendaraan atau rute. Pada tahap awal, tiap toko
alokasikan ke rute yang berbeda, namun toko-toko tersebut bisa digabungkan
sampai pada batas kapasitas truk yang ada. Penggabungan akan dimulai dari
nilai penghematan terbesar karena diupayakan memaksimumkan
penghematan.
4. Mengurutkan toko (tujuan) dalam rute yang sudah terdefinisi
Setelah alokasi toko ke rute dilakukan, langkah berikutnya adalah
menentukan urutan kunjungan. Ada banyak metode yang bisa digunakan
untuk menentukan urutan kunjungan ini
3.5.2. Algoritma Nearest Neighbour
Metode nearest neighbour merupakan metode yang pertama digunakan
untuk mendapatkan solusi vehicle routing problem. Metode ini sangat mudah dan
cepat untuk diimplementasikan. Prinsip dari metode ini adalah selalu
menambahkan satu titik tujuan yang paling dekat jaraknya dengan lokasi yang
terakhir dikunjungi. Caranya adalah dipilih satu titik konsumen sebagai titik awal
lalu bergerak ke kota selanjutnya yang terdekat.
Algoritma nearest neighbour adalah sebuah metode untuk melakukan
klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling
dekat dengan objek tersebut. Algoritma nearest neighbour adalah pendekatan
kasus lama. Tujuan dari algoritma ini untuk mengklasifikasikan objek baru
berdasarkan atribut dan training sample.
Langkah-langkah algoritma nearest neighbor adalah sebagai berikut :
1. Tentukan kota pertama sebagai kota awal keberangkatan (simpul awal)
2. Ambil kota lain sebagai tujuan perjalanan dengan syarat biaya/jarak dari kota
asal yang paling minimal.
3. Ambil kota lain sebagai tujuan perjalanan selanjutnya dengan syarat
biaya/jarak paling minimal dari kota kedua dengan syarat belum pernah
dikunjungi.
4. Ulangi langkah kedua dan ketiga sampai semua kota (simpul) sudah dilalui.
5. Hitung semua rute yang telah didapatkan
3.5.3. Metode Clarke & Wright Savings
Algoritma ini tergolong dalam construction method, yaitu metode yang secara berangsur-angsur (bertahap) memasukkan setiap pelanggannya ke dalam suatu rute. Metode ini, sesuai namanya, dipublikasikan oleh Clarke dan wright dengan berdasarkan pada prinsip penghematan (savings). Penghematan yang dimaksud adalah penghematan yang diperoleh apabila menggabungkan dua rute menjadi satu. Dua rute yang memiliki penghematan terbesarlah yang pertam kali mendapat kesempatan untuk dimasukkan ke dalam rute.
1. Langkah 1
Inisiasi data pelanggan, matriks jarak dan kapasitas mobil lanjutkan ke langkah 2.
2. Langkah 2
Hitung penghematan (savings) dengan menggunakan persamaan Sij = Co,i + Co,j - Ci,j
Co,i = jarak dari depot ke node i
Co,j = jarak dari depot ke node j
Ci,j = jarak dari node i ke node j
Si,j = nilai penghematan jarak dari node i ke node j
Nilai penghematan (Si,j) adalah jarak yang dapat dihemat jika rute o-i-o
digabungkan dengan rute o-j-o menjadi rute tunggal o-i-j-o yang dilayani oleh satu kendaraan yang sama. Lanjutkan ke langkah 3.
3. Langkah 3
Urutkan mulai yang terbesar ke terkecil nilai savings pasangan pelanggan yang didapat pada tabel saving matriks, lanjutkan ke langkah 4.
4. Langkah 4
Pilih pasangan pelanggan dengan nilai savings terbesar untuk dimasukkan kedalam rute, pasangan pelanggan yang masuk kedalam tur perjalanan dihapus dari tabel saving matriks untuk tidak dimasukkan pada iterasi berikutnya, lanjutkan ke langkah 5.
5. Langkah 5
Hitung jumlah permintaan dari pasangan pelanggan yang terpilih kemudian lanjutkan ke langkah 6.
6. Langkah 6
Lakukan pengecekan untuk jumlah permintaan. Jika jumlah permintaan ≤ kapasitas alat angkut, maka lanjutkan ke langkah 8 dan jika jumlah permintaan > kapasitas alat angkut maka buat tur baru dengan total waktu dan jumlah permintaan menjadi 0, kembali ke langkah 4
7. Langkah 8
Masukkan pasangan pelanggan terpilih pada iterasi berikutnya yang memiliki nilai savings terbesar sama seperti langkah 4, lanjutkan ke langkah 8.
8. Langkah 12
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT.PP LONDON SUMATRA INDONESIA,Tbk
yang berada di Tanjung Morawa, Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan
pada tanggal 27 Februari 2017 sampai dengan selesai.
4.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini tergolong action research yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan solusi yang dapat diaplikasikan pada
perusahaan dalam keperluan pengambilan keputusan operasional. (Sinulingga;
2011).
4.3. Objek Penelitian
Objek penelitian yang diamati adalah rute pengangkutan bahan baku
(TBS) dari kebun sawit ke pabrik.
4.4. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Variabel dependen.
Variabel dependen dalam hal ini adalah rute pengangkutan TBS optimal
hasil analisis terhadap alternatif jalur yang ada.
2. Variabel independen
a. Jam kerja supir
Variabel ini menunjukkan waktu yang tersedia setiap hari kerja bagi supir.
b. Jarak antar TPH (Titik Penumpukan Hasil) dan pabrik
Variabel ini menunjukkan jarak antara pabrik dengan setiap titik
pengangkutan dan juga jarak antar setiap TPH.
c. Kapasitas alat angkut
Variabel ini menunjukkan jumlah barang yang dapat diangkut oleh alat
transportasi sekali angkut.
d. Jumlah TBS yang diangkut
Variabel ini menunjukkan jumlah buah yang harus diangkut sesuai dengan
jumlah produksi.
d. Waktu loading/unloading
Variabel ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan helper untuk memuat
TBS ke dalam truk dan membongkar TBS dari truk pengangkut
4.5. Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual adalah jaringan asosiasi yang disusun, dijelaskan dan
dielaborasi secara logis antar variabel yang dianggap relevan pada situasi masalah
dan diidentifikasi melalui proses seperti wawancara, pengamatan, dan survei
literatur. Diagram skematis untuk kerangka teoritis penelitian ini dapat dilihat
Jarak Antar Titik
4.6. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah tahapan-tahapan dalam melaksanakan suatu
penelitian. Blok diagram prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
MULAI 2. Referensi Jurnal Penelitian
Identifikasi Masalah Awal
Rute pengangkutan TBS tidak baku
Pengolahan data
1. Langkah-langkah clarke & wright saving : -Inisiasi data jarak dan membuat matriks jarak -Menghitung saving matriks (matriks penghematan) -Mengurutkan nilai saving terbesar ke terkecil -Memilih pasangan dengan nilai matriks terbesar -Menghitung sisa kapasitas truk pengangkut -Memilih pasangan berikutnya sesuai iterasi nilai saving terbesar berikutnya
-Melakukan iterasi hingga semua TPH telah terpilih dan masuk dalam rute
2. Melakukan identifikasi dengan metode nearest neighbour
-Menambahkan TPH terdekat ke rute
-Menambahkan TPH terdekat ke tempat yang terakhir dikunjungi
-Ulangi langkah hingga semua TPH dikunjungi
Kesimpulan dan Saran
Gambaran umum hasil penelitian dan masukan untuk
kebijakan perbaikan
1. Data waktu loading/unloading
2. Jumlah TBS hasil panen kebun 3. Jarak antar titik pengangkutan (TPH) dan jarak TPH ke pabrik
4.7. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam pengumpulan data pada penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu loading/unloading
2. Alat tulis, digunakan untuk mencatat data waktu dan data yang diperlukan 3. Worksheet, digunakan sebagai catatan hasil pengamatan.
4. Catatan jarak Truk digunakan sebagai acuan menetapkan jarak yang dilakukan truk alat angkut dari pabrik ke kebun.
4.8. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi matriks jarak antar Titik Penumpukan Hasil (TPH) dan
pabrik
2. Melakukan identifikasi matriks penghematan dengan metode saving matrix.
3. Mengalokasikan pengangkutan TBS ke rute transport
4. Melakukan identifikasi dengan metode Clarke & Wright Savings.
5. Melakukan identifikasi dengan metode nearest neighbour
6. Melakukan pengurutan rute
4.9. Analisis Pemecahan Masalah
Dari hasil pengolahan data ditentukan usulan rute pengangkutan TBS
dari kebun ke pabrik. Kemudian analisis dilakukan dengan membandingkan hasil
yang diperoleh dari kedua metode serta pemilihan rute terbaik.
4.10. Kesimpulan dan Saran
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi
butir penting dalam penelitian ini. Kesimpulan merupakan perumusan rangkuman
dari hasil penelitian. Sedangkan saran yang diberikan akan diarahkan pada
beberapa rancangan atau usulan perbaikan yang bermanfaat bagi perusahaan dan
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
5.1.1. Mekanisme Pengangkutan TBS dari Kebun
PT.PP. LONDON SUMATRA INDONESIA, Tbk melakukan produksi
Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel dengan bahan baku yang berasal dari kebun milik sendiri. Untuk setiap divisi kebun akan dibagi ke dalam 2 jadwal panen
yaitu area panen I dan area panen II, dengan kegiatan panen dilakukan setiap
sekali dua minggu. Proses pemanenan dilakukan oleh tim panen di area pasar
panen dan hasil akan ditumpuk di Tempat Penumpukan Hasil (TPH). Bagian
transportasi akan bekerjasama dengan pihak divisi kebun dalam pengangkutan
TBS di tiap area panen. Truk yang dikirim akan melapor ke pihak divisi untuk
selanjutnya melakukan pengangkutan yang dibantu 2 orang helper. Truk
pengangkut akan berkeliling mengunjungi tiap TPH di area panen sampai muatan
truk mencapai 10 ton dan kembali ke pabrik.
5.1.2. Data Jarak TPH dan Pabrik
Sumber: PT.PP. LONDON SUMATRA INDONESIA, Tbk
Gambar 5.1 Peta Kebun Divisi VI
Kebun dibagi dalam 25 area dengan luas dalam satuan hektar (ha) dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut :
Tabel 5.1 Perkiraan Data Luas dan Produksi Divisi VI
Tabel 5.1 Perkiraan Data Luas dan Produksi Divisi VI (lanjutan)
Sumber: PT.PP. LONDON SUMATRA INDONESIA, Tbk
Dari data pada tabel 5.1 diketahui bahwa terdapat 50 titik penumpukan
hasil (TPH) di divisi VI kebun milik pabrik tersebut. Namun untuk penjadwalan
panen divisi VI dibagi pada dua jadwal panen, yang dilakukan sekali dua minggu.
Area yang ditempati TPH01 sampai dengan TPH26 merupakan satu area yang
jadwal panen bersamaan, sedangkan TPH27 sampai dengan TPH50 akan dipanen
dua minggu berikutnya.
Data jarak antara Titik Pengumpulan Hasil (TPH) yang satu dengan TPH
5.2. Pengolahan Data
5.2.1. Penentuan Rute Pengangkutan TBS pada Area Panen I dengan Metode Clarke & Wright Savings
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan rute pengngkutan TBS di Divisi VI area panen I dengan pendekatan metode Clarke & Wright Savings adalah sebagai berikut:
a. Langkah 1:
Tahap awal penentuan rute pengangkutan TBS adalah menentukan jumlah TPH, matriks jarak dan kapasitas Dum Truck (DT). Data ini dapat dilihat pada pengumpulan data
b. Langkah 2:
Menghitung penghematan (savings) jarak antar titik penumpukan hasil (TPH). Rumus yang digunakan untuk menghitung besar penghematan antar TPH sebagai berikut:
S(i,j) = J(0,i) + J(0,j) – J(i,j)
Dimana:
S(i,j) = matriks penghematan
J(0,i) = jarak pabrik ke TPH i
J(0,j) = jarak pabrik ke TPH y
J(i,j) = jarak TPH i dan TPH j
Sebagai contoh dilakukan perhitungan penghematan pada SPP1,PP2 adalah sebagai
S(PP1,PP2) = J(PP0,PP1) + J(PP0,PP2) – J(PP1,PP2)
S(PP1,PP2) = 5,8 + 6,1 – 0,51
= 11,39 km
c. Langkah 3:
Setelah didapatkan nilai savings dari masing-masing TPH, maka selanjutnya dilakukan iterasi untuk mengurutkan TPH berdasarkan nilai penghematan (savings) dari yang terbesar hingga terkecil. Dan proses iterasi akan tetap dilakukan sampai semua nilai penghematan telah terpilih . Berikut ini adalah proses iterasi semua TPH :
Iterasi 1
Pada Tabel 5.11 diketahui bahwa nilai savings terbesar terdapat pada pasangan TPH PP25 dan PP26 sebesar 14,88 km. maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk adalah PP0-PP25-PP26-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP25 dan PP26 dihapus.
Iterasi 2
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP22 dan PP23 sebesar 12,88 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22- PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP22 dan PP23 dihapus.
Iterasi 3:
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP21 dan PP24 dihapus.
Iterasi 4:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP1 dan PP2 sebesar 11,39 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1 PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP1 dan PP2 dihapus.
Iterasi 5:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP19 dan PP20 sebesar 11,18 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19-PP20- PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP19 dan PP20 dihapus.
Iterasi 6:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP5 dan PP6 sebesar 10,73 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19-PP20-PP6-PP5- PP0.
Iterasi 7:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP15 dan PP18 sebesar 10,60 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19-PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP15 dan PP18 dihapus.
Iterasi 8:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP8 dan PP9 sebesar 10,53 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19-PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP8 dan PP9 dihapus.
Iterasi 9:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP10 dan PP14 sebesar 10,15 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19-PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP0.
Iterasi 10:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP16 dan PP17 sebesar 10,02 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19-PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP16 dan PP17 dihapus.
Iterasi 11:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP4 dan PP7 sebesar 9,67 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19-PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP7-PP4-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP4 dan PP7 dihapus.
Iterasi 12:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP11 dan PP13 sebesar 8,55 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP7-PP4-PP13-PP11-PP0.
Iterasi 13:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP3 dan PP12 sebesar 8,38 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP25 – PP26 – PP23 – PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP7-PP4-PP13-PP11-PP12-PP3-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP3 dan PP12 dihapus dan semua TPH telah dimasukkan ke dalam rute pengangkutan, maka proses iterasi dihentikan. Seluruh saving matriks hasil iterasi dapat dilihat pada lampiran.
d. Langkah 4
Tabel 5.4. Rekapitulasi Perhitungan dan Pembentukan Rute dengan Metode Clarke & Wright Savings
Tabel 5.4. Rekapitulasi Perhitungan dan Pembentukan Rute (Lanjutan)
5.2.2. Penentuan Rute Pengangkutan TBS pada Area Panen I dengan Metode Nearest Neighbour
Penentuan rute pengangkutan TBS pada Divisi VI area pembagian 1 menggunakan metode nearest neighbor, dimana metode ini menggunakan prinsip sederhana yaitu Titik Pengumpulan Hasil (TPH) yang akan dituju adalah TPH yang memiliki jarak paling dekat dengan TPH yang dikunjungi terakhir.
a. Iterasi 1:
Titik awal keberangkatan truk pengangkut dari pabrik dan perjalanan berikutnya memiliki 26 kemungkinan untuk kunjungan pertama, yaitu :
Tabel 5.5. Tabel jarak antara pabrik(PP0) dengan 26 TPH
Tabel 5.5. Tabel jarak antara pabrik(PP0) dengan 26 TPH (lanjutan)
Dari 26 kemungkinan yang menjadi kunjungan pertama dari pabrik adalah PP12 karena memiliki jarak terpendek sebesar 4,2 Km.
b. Perjalanan dari penumpukan hasil PP12 memiliki 25 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu
Tabel 5.6. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 25 TPH lainnya
Tabel 5.6. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 25 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 25 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP12 adalah PP8 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,25 Km.
c. Perjalanan dari penumpukan hasil PP8 memiliki 24 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.7. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 24 TPH lainnya
Tabel 5.7. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 24 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 24 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP8 adalah PP13 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,25 Km.
Dari 23 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP13 adalah PP15 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,28 Km.
e. Perjalanan dari penumpukan hasil PP15 memiliki 22 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.9. Tabel jarak antara TPH PP15 dengan 22 TPH lainnya
Tabel 5.9. Tabel jarak antara TPH PP15 dengan 22 TPH lainnya (lanjutan)
TPH JARAK KE PP15
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP25 1,43 4
PP26 1,55 4,2
Dari 22 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP15 adalah PP16 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,27 Km.
f. Perjalanan dari penumpukan hasil PP16 memiliki 21 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.10. Tabel jarak antara TPH PP16 dengan 21 TPH lainnya
Tabel 5.10. Tabel jarak antara TPH PP16 dengan 21 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 21 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP16 adalah PP17 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,28 Km.
g. Perjalanan dari penumpukan hasil PP17 memiliki 20 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.11. Tabel jarak antara TPH PP17 dengan 20 TPH lainnya
Tabel 5.11. Tabel jarak antara TPH PP17 dengan 20 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 20 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP17 adalah PP14 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,86 Km.
h. Perjalanan dari penumpukan hasil PP14 memiliki 19 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.12. Tabel jarak antara TPH PP14 dengan 19 TPH lainnya
Tabel 5.12. Tabel jarak antara TPH PP14 dengan 19 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 19 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP19 adalah PP11 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,47 Km.
i. Perjalanan dari penumpukan hasil PP11 memiliki 18 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.13. Tabel jarak antara TPH PP11 dengan 18 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP11
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP1 1,56 6,6
Tabel 5.13. Tabel jarak antara TPH PP11 dengan 18 TPH lainnya (lanjutan)
TPH JARAK KE PP11
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP3 1,38 5,1
PP4 1,25 5,1
PP5 1,52 5,8
PP6 0,98 5,9
PP7 0,99 7,6
PP9 0,92 4,6
PP10 0,53 4,8
PP18 1,30 5,5
PP19 1,28 7,3
PP20 1,27 7,6
PP21 0,93 7,5
PP22 1,18 7,7
PP23 1,46 6
PP24 1,79 7,1
PP25 2,33 4
PP26 1,80 4,2
Dari 18 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP11 adalah PP10 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,53 Km.
Tabel 5.14. Tabel jarak antara TPH PP10 dengan 17 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP10
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP1 1,52 6,6
PP2 1,12 6,7
PP3 1,27 5,1
PP4 1,34 5,1
PP5 1,24 5,8
PP6 0,58 5,9
PP7 0,77 7,6
PP9 0,35 4,6
PP18 1,57 5,5
PP19 1,55 7,3
PP20 1,54 7,6
PP21 1,01 7,5
PP22 1,26 7,7
PP23 1,54 6
PP24 2,06 7,1
PP25 2,60 4
PP26 1,88 4,2
Dari 17 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP10 adalah PP09 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,35 Km.
Tabel 5.15. Tabel jarak antara TPH PP9 dengan 16 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP09
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP1 1,22 6,6
PP2 0,95 6,7
PP3 1,13 5,1
PP4 0,73 5,1
PP5 0,68 5,8
PP6 0,69 5,9
PP7 0,39 7,6
PP18 1,59 5,5
PP19 1,57 7,3
PP20 1,56 7,6
PP21 1,43 7,5
PP22 1,68 7,7
PP23 1,96 6
PP24 2,08 7,1
PP25 2,62 4
PP26 2,30 4,2
Dari 16 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP09 adalah PP07 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,39 Km.
Tabel 5.16. Tabel jarak antara TPH PP07 dengan 15 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP07
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP1 1,12 6,6
PP2 1,03 6,7
PP3 0,44 5,1
PP4 0,53 5,1
PP5 0,85 5,8
PP6 0,97 5,9
PP18 1,32 5,5
PP19 1,30 7,3
PP20 1,29 7,6
PP21 1,40 7,5
PP22 1,65 7,7
PP23 1,93 6
PP24 1,81 7,1
PP25 2,35 4
PP26 2,47 4,2
Dari 15 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP07 adalah PP04 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,53 Km.
Tabel 5.17. Tabel jarak antara TPH PP04 dengan 14 TPH lainnya
Dari 14 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP04 adalah PP05 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,42 Km.
n. Perjalanan dari penumpukan hasil PP05 memiliki 13 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.18. Tabel jarak antara TPH PP05 dengan 13 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP05
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP1 0,65 6,6
Tabel 5.18. Tabel jarak antara TPH PP05 dengan 13 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 13 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP05 adalah PP06 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,27 Km.
o. Perjalanan dari penumpukan hasil PP06 memiliki 12 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.19. Tabel jarak antara TPH PP06 dengan 12 TPH lainnya
Tabel 5.19. Tabel jarak antara TPH PP06 dengan 12 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 12 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP06 adalah PP02 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,87 Km.
p. Perjalanan dari penumpukan hasil PP02 memiliki 11 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.20. Tabel jarak antara TPH PP02 dengan 11 TPH lainnya
Tabel 5.20. Tabel jarak antara TPH PP02 dengan 11 TPH lainnya (lanjutan)
TPH JARAK KE PP02
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP25 3,19 4
PP26 3,09 4,2
Dari 11 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP02 adalah PP01 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,51 Km.
q. Perjalanan dari penumpukan hasil PP01 memiliki 10 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.21. Tabel jarak antara TPH PP01 dengan 10 TPH lainnya JARAK KE PP01
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP3 0,81 5,1
PP18 2,25 5,5
PP19 2,23 7,3
PP20 2,22 7,6
PP21 2,18 7,5
PP22 2,50 7,7
PP23 2,81 6
PP24 2,73 7,1
PP25 3,21 4
PP26 3,15 4,2
r. Perjalanan dari penumpukan hasil PP03 memiliki 9 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.22. Tabel jarak antara TPH PP03 dengan 9 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP03
Dari 9 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP03 adalah PP20 karena memiliki jarak terpendek sebesar 2,07 Km.
s. Perjalanan dari penumpukan hasil PP20 memiliki 8 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.23. Tabel jarak antara TPH PP20 dengan 8 TPH lainnya
Tabel 5.23. Tabel jarak antara TPH PP20 dengan 8 TPH lainnya (lanjutan)
TPH JARAK KE PP20
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP24 0,53 7,1
PP25 1,09 4
PP26 1,21 4,2
Dari 8 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP20 adalah PP21 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,27 Km.
t. Perjalanan dari penumpukan hasil PP21 memiliki 7 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.24. Tabel jarak antara TPH PP21 dengan 7 TPH lainnya
JARAK KE PP21
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP18 0,68 5,5
PP19 0,54 7,3
PP22 0,23 7,7
PP23 0,48 6
PP24 0,54 7,1
PP25 1,12 4
PP26 0,82 4,2
Dari 7 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP21 adalah PP22 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,23 Km.
Tabel 5.25. Tabel jarak antara TPH PP22 dengan 6 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP22
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP18 0,68 5,5
PP19 0,96 7,3
PP23 0,22 6
PP24 0,57 7,1
PP25 0,57 4
PP26 0,56 4,2
Dari 6 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP22 adalah PP23 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,22 Km.
v. Perjalanan dari penumpukan hasil PP23 memiliki 5 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.26. Tabel jarak antara TPH PP23 dengan 5 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP23
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP18 1,07 5,5
PP19 0,90 7,3
PP24 0,83 7,1
PP25 0,44 4
PP26 0,34 4,2
w. Perjalanan dari penumpukan hasil PP26 memiliki 4 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.27. Tabel jarak antara TPH PP26 dengan 4 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP26
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP18 1,47 5,5
PP19 1,35 7,3
PP24 0,59 7,1
PP25 0,12 4
Dari 4 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP26 adalah PP25 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,12 Km.
x. Perjalanan dari penumpukan hasil PP25 memiliki 3 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.28. Tabel jarak antara TPH PP25 dengan 3 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP25
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP18 1,35 5,5
PP19 1,23 7,3
PP24 0,47 7,1
Dari 3 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP25 adalah PP24 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,47 Km.
Tabel 5.29. Tabel jarak antara TPH PP24 dengan 2 TPH lainnya
JARAK KE PP24
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP18 0,72 5,5
PP19 0,75 7,3
Dari 2 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP24 adalah PP18 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,72 Km.
z. Perjalanan dari penumpukan hasil PP18 memiliki 1 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.30. Tabel jarak antara TPH PP18 dengan 1 TPH lainnya
JARAK KE PP18
(Km) JUMLAH TBS (TON)
PP19 0,45 7,3
PP19 menjadi kunjungan terakhir dari PP18 dengan jarak 0,45 Km.
Tabel 5.31. Rekapitulasi perhitungan dan pembentukan rute dengan metode
5.2.3. Penentuan Rute Pengangkutan TBS pada Area Panen II dengan Metode Clarke & Wright Savings
e. Langkah 1:
Tahap awal penentuan rute pengangkutan TBS adalah menentukan jumlah TPH, matriks jarak dan kapasitas Dum Truck (DT). Data ini dapat dilihat pada pengumpulan data.
f. Langkah 2:
Menghitung penghematan (savings) jarak antar titik penumpukan hasil (TPH). Rumus yang digunakan untuk menghitung besar penghematan antar TPH sebagai berikut:
S(i,j) = J(0,i) + J(0,j) – J(i,j) Dimana:
S(i,j) = matriks penghematan J(0,i) = jarak pabrik ke TPH i J(0,j) = jarak pabrik ke TPH y J(i,j) = jarak TPH i dan TPH j
Sebagai contoh dilakukan perhitungan penghematan pada SPP1,PP2 adalah sebagai
berikut:
S(PP1,PP2) = J(PP0,PP1) + J(PP0,PP2) – J(PP1,PP2) S(PP1,PP2) = 5,8 + 6,1 – 0,51
= 11,39 km
g. Langkah 3:
Setelah didapatkan nilai savings dari masing-masing TPH, maka selanjutnya dilakukan iterasi untuk mengurutkan TPH berdasarkan nilai penghematan (savings) dari yang terbesar hingga terkecil. Dan proses iterasi akan tetap dilakukan sampai semua nilai penghematan telah terpilih . Berikut ini adalah proses iterasi semua TPH :
Iterasi 1
Pada Tabel 5.29 diketahui bahwa nilai savings terbesar terdapat pada pasangan TPH PP41 dan PP43 sebesar 19,74 km. maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk adalah PP0-PP41-PP43-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP41 dan PP43 dihapus.
Iterasi 2
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP49 dan PP50 sebesar 19,54 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49- PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP49 dan PP50 dihapus.
Iterasi 3:
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP40 dan PP42 dihapus.
Iterasi 4:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP45 dan PP46 sebesar 18,03 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46- PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP45 dan PP46 dihapus.
Iterasi 5:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP27 dan PP39 sebesar 17,59 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46- PP39-PP27-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP27 dan PP39 dihapus.
Iterasi 6:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP38 dan PP44 sebesar 17,02 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46- PP39-PP27-PP38-PP44-PP0.
Iterasi 7:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP28 dan PP29 sebesar 16,24 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46- PP39-PP27-PP38-PP44-PP28-PP29-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP28 dan PP29 dihapus.
Iterasi 8:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP30 dan PP37 sebesar 15,92 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46- PP39-PP27-PP38-PP44-PP28-PP29-PP30-PP37-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP30 dan PP37 dihapus.
Iterasi 9:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP47 dan PP48 sebesar 15,83 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46-PP39-PP27-PP38-PP44-PP28-PP29-PP30-PP37-PP47-PP48-PP0.
Iterasi 10:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP35 dan PP36 sebesar 14,33 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46-PP39-PP27-PP38-PP44-PP28-PP29-PP30-PP37-PP47-PP48-PP36-PP35-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP35 dan PP36 dihapus.
Iterasi 11:
Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP31 dan PP32 sebesar 13,36 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 – PP41 – PP43 – PP50 – PP49-PP40-PP42-PP45-PP46- PP39-PP27-PP38-PP44-PP28-PP29-PP30-PP37-PP47-PP48-PP36-PP35-PP32-PP31-PP0.
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP31 dan PP32 dihapus.
Iterasi 12:
Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP33 dan PP34 dihapus dan semua TPH telah dimasukkan ke dalam rute pengangkutan, maka proses iterasi dihentikan. Seluruh saving matriks hasil iterasi dapat dilihat pada lampiran.
h. Langkah 4
Selanjutnya dihitung jumlah dari pasangan TPH sesuai dengan rute yang terbentuk. Apabila jumlah tumpukan melebihi kapasitas truk pengangkut maka TPH tersebut dimasukkan ke rute berikutnya. Hasil rute yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5.33.
Tabel 5.33. Rekapitulasi Perhitungan dan Pembentukan Rute dengan Metode Clarke & Wright Savings
Tabel 5.33. Rekapitulasi Perhitungan dan Pembentukan Rute (Lanjutan)
5.2.4. Penentuan Rute Pengangkutan TBS pada Area Panen II dengan Metode Nearest Neighbour
Penentuan rute pengangkutan TBS pada Divisi VI area pembagian II menggunakan metode nearest neighbor, dimana metode ini menggunakan prinsip sederhana yaitu Titik Pengumpulan Hasil (TPH) yang akan dituju adalah TPH yang memiliki jarak paling dekat dengan TPH yang dikunjungi terakhir.
a. Iterasi 1:
Titik awal keberangkatan truk pengangkut dari pabrik dan perjalanan berikutnya memiliki 24 kemungkinan untuk kunjungan pertama, yaitu :
Tabel 5.34. Tabel jarak antara pabrik(PP0) dengan 24 TPH
Tabel 5.34. Tabel jarak antara pabrik(PP0) dengan 24 TPH (lanjutan)
Dari 24 kemungkinan yang menjadi kunjungan pertama dari pabrik adalah PP33 karena memiliki jarak terpendek sebesar 5,8 Km.
b. Perjalanan dari penumpukan hasil PP33 memiliki 23 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu
Tabel 5.35. Tabel jarak antara TPH PP33 dengan 23 TPH lainnya
Tabel 5.35. Tabel jarak antara TPH PP33 dengan 23 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 23 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP33 adalah PP34 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,44 Km.
c. Perjalanan dari penumpukan hasil PP34 memiliki 22 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.36. Tabel jarak antara TPH PP34 dengan 22 TPH lainnya
Tabel 5.36. Tabel jarak antara TPH PP34 dengan 22 TPH lainnya (lanjutan)
TPH JARAK KE PP34 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP32 0,56 6,4
PP35 0,84 6,8
PP36 0,86 7,1
PP37 1,21 6,1
PP38 1,54 6,2
PP39 1,62 6,4
PP40 2,05 6,2
PP41 2,43 5
PP42 2,09 4,9
PP43 2,38 4
PP44 1,60 3,2
PP45 1,61 8,1
PP46 1,33 7,6
PP47 1,01 7,2
PP48 0,99 7,5
PP49 1,97 5
PP50 1,49 5,3
Dari 22 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP33 adalah PP32 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,56 Km.
Tabel 5.37. Tabel jarak antara TPH PP32 dengan 21 TPH lainnya
Dari 21 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP32 adalah PP35 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,36 Km.
Tabel 5.38. Tabel jarak antara TPH PP35 dengan 20 TPH lainnya
Dari 20 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP35 adalah PP36 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,47 Km.
Tabel 5.39. Tabel jarak antara TPH PP36 dengan 19 TPH lainnya
Dari 19 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP36 adalah PP30 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,38 Km.
Tabel 5.40. Tabel jarak antara TPH PP30 dengan 18 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP30 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 1,03 6,3
PP28 0,64 7,4
PP29 0,38 6
PP31 0,43 6,4
PP37 0,28 6,1
PP38 0,67 6,2
PP39 0,71 6,4
PP40 1,11 6,2
PP41 1,51 5
PP42 1,06 4,9
PP43 0,68 4
PP44 0,74 3,2
PP45 0,76 8,1
PP46 0,72 7,6
PP47 0,86 7,2
PP48 0,93 7,5
PP49 1,34 5
PP50 1,34 5,3
Dari 18 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP30 adalah PP37 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,28 Km.
Tabel 5.41. Tabel jarak antara TPH PP37 dengan 17 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP37 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 1,29 6,3
PP28 0,90 7,4
PP29 0,64 6
PP31 0,71 6,4
PP38 0,56 6,2
PP39 0,85 6,4
PP40 1,24 6,2
PP41 1,13 5
PP42 1,11 4,9
PP43 0,97 4
PP44 0,46 3,2
PP45 0,48 8,1
PP46 0,77 7,6
PP47 0,69 7,2
PP48 0,57 7,5
PP49 1,17 5
PP50 1,17 5,3
Dari 17 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP37 adalah PP44 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,46 Km.
Tabel 5.42. Tabel jarak antara TPH PP44 dengan 16 TPH lainnya
Dari 16 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP37 adalah PP38 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,48 Km.
j. Perjalanan dari penumpukan hasil PP38 memiliki 15 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.43. Tabel jarak antara TPH PP38 dengan 15 TPH lainnya TPH JARAK KE PP38 (Km) JUMLAH TBS (TON)
Tabel 5.43. Tabel jarak antara TPH PP38 dengan 15 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 15 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP38 adalah PP39 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,42 Km.
k. Perjalanan dari penumpukan hasil PP39 memiliki 14 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.44. Tabel jarak antara TPH PP39 dengan 14 TPH lainnya TPH JARAK KE PP39 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 0,51 6,3
PP28 0,52 7,4
Tabel 5.44. Tabel jarak antara TPH PP39 dengan 14 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 14 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP39 adalah PP40 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,45 Km.
l. Perjalanan dari penumpukan hasil PP40 memiliki 13 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.45. Tabel jarak antara TPH PP40 dengan 13 TPH lainnya
Tabel 5.45. Tabel jarak antara TPH PP40 dengan 13 TPH lainnya (lanjutan)
Dari 13 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP40 adalah PP41 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,33 Km.
m. Perjalanan dari penumpukan hasil PP41 memiliki 12 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.46. Tabel jarak antara TPH PP40 dengan 12 TPH lainnya
Tabel 5.46. Tabel jarak antara TPH PP40 dengan 12 TPH lainnya (lanjutan)
TPH JARAK KE PP41 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP49 1,53 5
PP50 1,52 5,3
Dari 12 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP41 adalah PP42 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,44 Km.
n. Perjalanan dari penumpukan hasil PP42 memiliki 11 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.47. Tabel jarak antara TPH PP42 dengan 11 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP42 (Km) JUMLAH TBS (TON)
Dari 11 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP42 adalah PP43 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,32 Km.
Tabel 5.48. Tabel jarak antara TPH PP43 dengan 10 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP43 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 1,43 6,3
PP28 1,38 7,4
PP29 1,64 6
PP31 1,68 6,4
PP45 0,77 8,1
PP46 1,05 7,6
PP47 1,06 7,2
PP48 1,52 7,5
PP49 1,06 5
PP50 1,07 5,3
Dari 10 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP43 adalah PP45 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,77 Km.
p. Perjalanan dari penumpukan hasil PP45 memiliki 9 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.49. Tabel jarak antara TPH PP45 dengan 9 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP45 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 1,43 6,3
PP28 1,38 7,4
PP29 1,12 6
PP31 1,19 6,4
Tabel 5.49. Tabel jarak antara TPH PP45 dengan 9 TPH lainnya (lanjutan)
TPH JARAK KE PP45 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP47 0,51 7,2
PP48 0,98 7,5
PP49 0,78 5
PP50 0,77 5,3
Dari 9 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP45 adalah PP46 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,37 Km.
q. Perjalanan dari penumpukan hasil PP46 memiliki 8 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.50. Tabel jarak antara TPH PP01 dengan 8 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP46 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 1,64 6,3
PP28 1,67 7,4
PP29 1,37 6
PP31 1,51 6,4
PP47 0,49 7,2
PP48 0,96 7,5
PP49 0,50 5
PP50 0,51 5,3
Dari 8 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP46 adalah PP47 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,49 Km.
Tabel 5.51. Tabel jarak antara TPH PP47 dengan 7 TPH lainnya
Dari 7 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP47 adalah PP48 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,47 Km.
s. Perjalanan dari penumpukan hasil PP48 memiliki 6 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.52. Tabel jarak antara TPH PP48 dengan 6 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP48 (Km) JUMLAH TBS (TON)
Dari 6 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP48 adalah PP49 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,92 Km.
Tabel 5.53. Tabel jarak antara TPH PP49 dengan 5 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP49 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 2,14 6,3
PP28 1,87 7,4
PP29 1,36 6
PP31 1,50 6,4
PP50 0,76 5,3
Dari 5 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP49 adalah PP50 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,76 Km.
u. Perjalanan dari penumpukan hasil PP50 memiliki 4 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.54. Tabel jarak antara TPH PP50 dengan 4 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP50 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 2,14 6,3
PP28 1,87 7,4
PP29 1,36 6
PP31 1,50 6,4
Dari 4 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP50 adalah PP29 karena memiliki jarak terpendek sebesar 1,36 Km.
Tabel 5.55. Tabel jarak antara TPH PP29 dengan 3 TPH lainnya
TPH JARAK KE PP29 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 0,78 6,3
PP28 0,26 7,4
PP31 0,58 6,4
Dari 3 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP29 adalah PP28 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,26 Km.
w. Perjalanan dari penumpukan hasil PP28 memiliki 2 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.56. Tabel jarak antara TPH PP28 dengan 2 TPH lainnya TPH JARAK KE PP28 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP27 0,45 6,3
PP31 0,68 6,4
Dari 2 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP28 adalah PP27 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,45 Km.
x. Perjalanan dari penumpukan hasil PP27 memiliki 1 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :
Tabel 5.57. Tabel jarak antara TPH PP27 dengan 1 TPH lainnya TPH JARAK KE PP27 (Km) JUMLAH TBS (TON)
PP31 1,11 6,4
Hasil rute yang terbentuk dengan pendekatan Nearest Neighbour dapat dilihat pada Tabel 5.58.
5.2.5. Waktu Loading/ Unloading
Waktu loading merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengisi/memuat TBS ke dalam truk. Waktu unloading merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membongkar TBS dari truk. Untuk data waktu loading diambil sampel sebanyak 10 data waktu loading yang dapat dilihat pada Tabel 5.59.
Tabel 5.59. Hasil Pengukuran Waktu Loading
No. Hasil Pengukuran (Menit)
1 28,7
Hasil pengukuran waktu unloading dapat dilihat pada Tabel 5.60 Tabel 5.60. Hasil Pengukuran Waktu Unloading
No Hasil Pengukuran (Detik)
5.2.6. Waktu Kerja Supir Truk
Waktu yang ditetapkan bagi supir truksebagai jam kerja operasi pengangkutan TBS adalah sebanyak 1 shift kerja dengan 8 jam kerja mulai dari pukul 08.30 – 16.30 WIB. Namun untuk pengupahan dilakukan dengan sistem pemberian basic pengangkutan TBS perhari sebanyak 15 ton dan selebihnya akan ditambahkan sebagai premi.
5.2.7. Perhitungan Waktu Standar Loading dan Unloading 5.2.7.1. Uji Keseragaman Waktu Loading dan Waktu Unloading
Pengujian keseragaman data dilakukan untuk melihat seberapa besar penyimpangan data yang telah diukur, kemudian menseleksi data yang termasuk kedalam batasan sehingga dapat dilakukan pengujian ke tahap selanjutnya. Pengujian keseragaman data dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% (nilai k=1,96). Penentuan kondisi keragaman data dapat dilihat sebagai berikut:
Jika Xmin > BKB dan Xmaks < BKA, maka data seragam Jika Xmin < BKB dan Xmaks > BKA, maka data tidak seragam
Jika data tidak seragam maka perlu dilakukan pengujian ulang dengan membuang data yang tidak seragam.
1. Waktu loading
Penentukan waktu standar yang dibutuhkan loading TBS ke alat angkut dilakukan dengan langkah perhitungan sebagai berikut:
a. Hitung rata-rata dari waktu loading
=295,6 10
= 29,56
b. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian
σx =�∑(�� − �)
c. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) BKA = X + 1,96.σx = 29,54 + (1,96 x 1,15) = 31,79
BKB = X –1,96.σx = 29,54- (1,96 x 1,15) = 27,28
Dengan keterangan: k = 1,96 artinya nilai indeks pada dstribusi normal dengan tingkat kepercayaan 95%.
Keseluruhan data pengamatan digambarkan pada peta kendali untuk melihat keseragaman data dan peta kendali dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Berdasarkan Gambar 5.2. dapat dilihat bahwa semua data berada dalam BKA dan BKB yang berarti semua nilai yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan.
2. Waktu unloading
Penentukan waktu standar yang dibutuhkan unloading TBS dari alat angkut dilakukan dengan langkah perhitungan sebagai berikut:
1. Hitung rata-rata dari waktu unloading
x�=∑�� �
=904 10
= 90,4
2. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian
σx = �∑(�� − �) 2
n−1
=�(89−90,4)2+(87−90,4)2+⋯+(90−90,4)2
9
= 2,41
3. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) BKA = X + 1,96.σx = 90,4 + (1,96 x 2,41) = 95,12
Dengan keterangan: k = 1,96 artinya nilai indeks pada dstribusi normal dengan tingkat kepercayaan 95%.
Keseluruhan data pengamatan digambarkan pada peta kendali untuk melihat keseragaman data dan peta kendali dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Peta Kontrol Waktu Unloading
Berdasarkan Gambar 5.3. dapat dilihat bahwa semua data berada dalam BKA dan BKB yang berarti semua nilai yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan.
5.2.7.2. Uji Kecukupan data
Pengujian kecukupan data dilakukan untuk melihat apakah data yang telah dikumpulkan memenuhi kebutuhan data dalam pengamatan. Data dikatakan cukup apabila N’ (jumlah data perhitungan) lebih kecil dari N (jumlah data yang telah ada). Didalam penentuan jumlah pengukuran waktu kerja diketahui tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan. Dalam penelitian ini tingkat ketelitian yang digunakan 5% dan
N'= �
Pengujian kecukupan data waktu loading dapat dihitung sebagai berikut:
N'= �
N'< N (2,11 < 10), maka jumlah pengamatan telah mencukupi.
2. Waktu Unloading
Pengujian kecukupan data waktu unloading dapat dihitung sebagai berikut:
N'= �
N'< N (0,98 < 10), maka jumlah pengamatan telah mencukupi.
5.2.7.3. Perhitungan Waktu Siklus Rata-rata
Dalam perhitungan waktu siklus rata-rata dilakukan perhitungan waktu siklus rata-rata loading adan unloading.
1. Waktu Siklus Rata-rata Loading