1.1. Latar Belakang
Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah sakit dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang optimal. Hal tersebut sebagai
akuntabilitas rumah sakit supaya mampu bersaing dengan rumah sakit lainnya.
Rumah sakit adalah bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif, mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan perorangan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan rumah sakit di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Peningkatan mutu rumah sakit harus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, disertai peningkatan efisiensi dan produktivitas di bidang manajemen, sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit, standart profesi, dan standar operasional prosedur (DEPKES RI , 2010).
akan mencari produk berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan terbaik kepadanya (Assauri, 2003).
Mutu pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan salah satu indikator kinerja bagi penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, maka dengan itu pelayanan rumah sakit harus berorientasi untuk mempertahankan pelanggan atau pasiennya. Dengan demikan rumah sakit dituntut untuk selalu menjaga kepercayaan Dan kepuasan pelanggan/pasien dengan memperhatikan secara cermat kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan (Azwar, 2000).
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari berbagai aspek pelayanan seperti peningkatan mutu fasilitas kesehatan, peningkatan mutu profesionalisme sumber daya manusia dan peningkatan mutu manajemen rumah sakit. Pelayanan yang bermutu harus dijaga dengan melakukan pengukuran secara terus menerus, agar diketahui kelemahan dan kekurangan dari jasa pelayanan yang diberikan dan dibuat tindak lanjut sesuai dengan prioritas masalahnya. Menurut Parasuraman (1998) yang telah dikutip oleh Tjiptono (2005) mengemukakan ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur mutu atau kualitas pelayanan kesehatan yaitu bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (asurance) dan perhatian (empathy).
penilaian yang menyeluruh atas keunggulan suatu jasa atau pelayanan (Tjiptono, 2004).
Gagliano dalam Wiratno (1998) mengatakan bahwa kualitas pelayanan
(Service Quality) adalah pandangan konsumen terhadap hasil perbandingan antara
harapan konsumen dengan kenyataan yang diperoleh dari pelayanan, sedangkan kepuasan adalah persepsi pelanggan terhadap suatu pengalaman layanan yang diterima. Konsumen akan puas apabila kinerja yang dirasakan sesuai dengan ekspektasinya, sebaliknya konsumen akan kecewa apabila kinerja yang dirasakan di bawah ekspektasinya. Selanjutnya konsumen akan sangat puas apabila kinerja yang dikerjakan melampaui ekspektasinya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, untuk mendapatkan pelanggan yang mempunyai kesetiaan pada suatu perusahaan, maka kepuasan pelanggan menjadi suatu hal yang penting untuk dikelola secara lebih maksimal oleh rumah sakit.
Mutu pelayanan rumah sakit dinilai baik apabila pelayanan kesehatan yang diberikan dapat memberikan kepuasan pada diri setiap pasien yang sesuai dengan tingkat rata-rata penduduk yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan tersebut (Azwar,2000). Mutu pelayanan kesehatan didukung oleh banyak faktor yang ada di rumah sakit sebagai suatu sistem. Faktor–faktor tersebut adalah manajemen rumah sakit, tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan (Wasisto,1994).
Menurut Soedarmono S, dkk (2000), Rumah sakit adalah bagian yang amat penting dari suatu sistem kesehatan kesehatan. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang bersifat padat karya, padat modal, padat teknologi, dan padat keterampilan. Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan bersaing dalam memberikan pelayanan kesehatan, rumah sakit yang mampu bertahan dalam persaingan adalah rumah sakit yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (Besterfield DH, dkk, 1995).
mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Jika kepuasan konsumen atas suatu produk lebih tinggi dari harapan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih tnggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.
Kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien walaupun merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat 2 elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis, dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan, dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Foster. Timothy R,V, 2002).
Menurut hasil penelitian Jony Oktavian Haryanto (2010), pelayanan rumah sakit dan tenaga medis merupakan faktor penting yang mempengaruhi intensi masyarakat Indonesia untuk berobat ke Singapura.
memutuskan untuk mengakhiri pengobatan terhadap dirinya dan pasien pulang sebelum selesai masa pengobatannya, ini dikenal sebagai pulang atas permintaan sendiri (PAPS) atau pulang paksa.
Pasien yang pulang atas permintaan sendiri walaupun secara medis belum cukup stabil untuk dirawat di rumah dapat diartikan sebagai ungkapan kekecewaan, ketidakpuasan dan hilangnya kepercayaan (mistrust) terhadap rumah sakit. Ketidakpuasan ini akan menimbulkan perasaan konflik dalam diri pasien maupun keluarganya dan sering terjadi pengaduan tentang ketidakpuasan pasien pada media massa sehingga rumah sakit akan mendapat klaim jika tindakan pulang atas permintaan sendiri menimbulkan adverse event. Dampak dari menurunnya kepercayaan masyarakat juga dapat berpengaruh terhadap angka pemanfaatan rumah sakit dan pengobatan/perawatan yang tidak tuntas dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas atau berpotensi menimbulkan masalah baru terhadap kesehatan masyarakat.
Pasien selalu mengharapkan agar pelayanan rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta dapat memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna yang memanfaatkannya. Pasien menginginkan fasilitas yang baik dari rumah sakit, keramahan pihak rumah sakit, ketanggapan, kemampuan, dan kesungguhan para petugas rumah sakit, dengan demikian pihak rumah sakit dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan pelayanan kepada pasien.
saja pelayanan medik dan keperawatan tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan yang harmonis antara staf rumah sakit dengan pasien, maka dengan itu rumah sakit penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatannya.
Persepsi pasien tentang kepuasan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan adalah sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pasien juga menganggap bahwa dimensi efektivitas, akses, hubungan interpersonal antar manusia, kesinambungan dan kenyamanan sebagai dimensi mutu pelayanan kesehatan yang sangat penting (Pohan,2003).
Dalam KepMenKes Nomor: 129/ MenKes/ SK/ II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit dijelaskan bahwa pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter yang merawat.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi ketidakpuasan pasien sehingga pasien pulang atas permintaan sendiri sebagaimana yang disebutkan Kuncahyo (1998) adalah product, price, place, promotion, people dan process yang kurang sesuai dengan harapan pasien. Produk rumah sakit dalam hal ini adalah jasa pelayanan pengobatan dan perawatan yang kurang memenuhi harapan pasien, price atau biaya pelayanan yang terlalu tinggi, place atau tempat yang kurang nyaman,
tenaga medis/paramedis yang kurang profesional serta process seperti prosedur administrasi ataupun birokrasi yang terlalu rumit merupakan beberapa contoh kejadian/kondisi yang menimbulkan ketidakpuasan sehingga pasien minta pulang sebelum dokter menyatakan sembuh. Keadaan seperti ini sering ditemui di rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Dari hasil penelitian Syariyansyah (2009), akses pelayanan kesehatan di RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun kurang memuaskan membuat pasien memilih PAPS (Pulang atas Permintaan Sendiri), terutama bila dalam waktu 8 sampai 9 hari tidak memperoleh kepastian kondisi serta prognosis penyakitnya.
Penelitian Menap (2007) tentang analisis alasan pasien pulang paksa di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah tahun 2006, diperoleh angka kejadian pulang paksa 5,37% (469 kasus dari 8.733 pasien keluar rumah sakit). Alasan yang ditemukan terdiri atas: alasan biaya, kecewa dengan pelayanan yang diberikan dan konflik dengan sikap dan perlakuan petugas. Hasil penelitian Thenie (2002) tentang persepsi pasien pulang paksa terhadap pelayanan rumah sakit di RSUD Karawang menunjukkan bahwa kasus pasien PAPS di RSUD Karawang berhubungan dengan faktor biaya dan faktor pelayanan rumah sakit. Faktor biaya yang dikeluhkan adalah tingginya biaya obat yang dikeluarkan sedangkan faktor pelayanan yang dikeluhkan adalah ketidakramahan dan kekurangtanggapan dari pemberi pelayanan dan masalah kebersihan di ruang perawatan.
berada di Jalan Gatot Subroto Km. 4 Medan. Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, Rumah Sakit Advent Kota Medan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui instalasi gawat darurat, instalasi rawat jalan dan instalasi rawat inap. Rumah Sakit Advent Kota Medan memiliki fasilitas pelayanan yang salah satunya adalah instalasi rawat inap 1 dan instalasi rawat inap 2, yang terdiri dari pelayanan medis, pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang medis. Salah satu jenis pelayanan yang sangat kompleks dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi rumah sakit advent kota medan adalah pelayanan instalasi rawat inap.
Indikator penilaian kinerja pelayanan rawat inap berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit yang ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 129 tahun 2008 bahwa angka kejadian PAPS tidak lebih dari 5%.
pasien kurang empati kepada pasien karena perawat terkesan “cuek” atau tidak peduli dengan pasien termasuk penyakit dan keluhan-keluhan pasien.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan tersebut, dapat disimpulkan bahwa alasan-alasan pasien PAPS adalah ketidakpuasan pasien akan jasa baik pelayanan medik maupun non medik yang diberikan rumah sakit.
Gambaran jumlah kunjungan pasien rawat inap di rumah sakit advent kota medan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir sebagai berikut :
Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Advent Tahun 2011-2013
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Advent Kota Medan Tahun 2014
(362), tahun 2013 (374), dapat dilihat bahwa data tentang PAPS masih tinggi di rumah sakit Advent Medan, sumber didapat dari data rekam medik rumah sakit advent kota medan tahun 2014.
Berdasarkan latar belakang diatas dan permasalahan yang ditemui di Rumah Sakit Advent Kota Medan maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh persepsi tentang mutu pelayanan kesehatan terhadap pasien pulang atas permintaan sendiri di rumah sakit advent kota medan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam hal ini adalah bagaimana pengaruh persepsi tentang mutu pelayanan kesehatan terhadap pasien pulang atas permintaan sendiri dirumah Sakit Advent Kota Medan Tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh persepsi tentang mutu pelayanan kesehatan yang terdiri dari : bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (asurance), perhatian (empathy) terhadap pasien pulang atas permintaan sendiri di Rumah Sakit Advent Kota Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan dapat menjadi tambahan untuk bahan kajian tentang penerapan teori manejemen mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2. Bagi institusi rumah sakit diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi pengambilan keputusan pihak manejemen rumah sakit khususnya dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien rawat inap sekaligus sebagai bahan untuk mengevaluasi mutu pelayanan di Rumah Sakit Advent Kota Medan.