• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Keputusan Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) terhadap Mutu Pelayanan dan Kepuasan di Ruang Rawat Inap Vip Rsud Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Persepsi Keputusan Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) terhadap Mutu Pelayanan dan Kepuasan di Ruang Rawat Inap Vip Rsud Tahun 2014"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI KEPUTUSAN PASIEN PULANG ATAS ERMINTAAN SENDIRI (PAPS) TERHADAP MUTU PELAYANAN DAN KEPUASAN

DI RUANG RAWAT INAP VIP RSUD DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Oleh DEDY ARMAND

127032181/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS PERSEPSI KEPUTUSAN PASIEN PULANG ATAS ERMINTAAN SENDIRI (PAPS) TERHADAP MUTU PELAYANAN DAN KEPUASAN

DI RUANG RAWAT INAP VIP RSUD DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEDY ARMAND 127032181/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PERSEPSI KEPUTUSAN PASIEN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI (PAPS) TERHADAP MUTU PELAYANAN DAN KEPUASAN DI RUANG RAWAT INAP VIP RUSD DELI SERDANG TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Dedy Armand Nomor Induk Mahasiswa : 127032181

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si) (dr. Heldy BZ, M.P.H

Ketua Anggota

)

Dekan

(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 23 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Sulistya Rini, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS PERSEPSI KEPUTUSAN PASIEN PULANG ATAS ERMINTAAN SENDIRI (PAPS) TERHADAP MUTU PELAYANAN DAN KEPUASAN

DI RUANG RAWAT INAP VIP RSUD DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

(6)

ABSTRAK

Keberhasilan suatu perawatan dan pengobatan di rumah sakit adalah kesembuhan pasien sehingga pasien boleh pulang atas ijin dokter, pada kenyataannya terdapat beberapa pasien rawat inap yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) di RSUD Deli Serdang. Angka kejadian pasien PAPS di RSUD Deli Serdang meningkat setiap tahunnya dan belum terlihat adanya kecenderungan penurunan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali informasi mengenai persepsi pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) terhadap Mutu pelayanan yang meliputi pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, pelayanan makanan dan gizi, pelayanan penunjang medik dan kondisi lingkungan perawatan di ruang rawat inap VIP RSUD Deli Serdang. Jenis penelitian adalah survey deskriptif dengan metode penelitian kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 8

informan pasien PAPS dan hasil penelitian dianalisa berdasarkan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan penyebab PAPS pada pasien VIP adalah karena

faktor individu/keluarga dan faktor pelayanan. Faktor pelayanan yang dikeluhkan adalah kekurang tanggapan dan kurangnya komunikasi dari pemberi pelayanan, sedangkan Faktor individu/keluarga adalah kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan karena sudah terlalu lama pasien dirawat dan belum ada perubahan sehingga keluarga merasa perlu pasien dirawat di rumah sakit lain.

Disarankan kepada manajemen RSUD Deli Serdang untuk menyusun suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) yang menyangkut kinerja dokter, perawat dan petugas non medis lainnya serta mensosialisasikan kepada petugas yang terkait, melakukan supervisi ke lapangan untuk monitoring dan evaluasi kinerja dokter dan perawat.Selain itu perlu pelatihan pelayanan prima (service excelence) bagi seluruh karyawan baik dokter, perawat, maupun tenaga non medis lainnya secara bergilir untuk meningkatkan kemampuan para petugas dalam bidang pelayanan.

(7)

ABSTRACT

The success in the treatment and medication in a hospital is the recovery of patients so that they can go home by doctors’ permission. In reality, there are some inpatients that do PAPS (going home by their own request) at RSUD Deli Serdang. The rate of incidence of PAPS patients at RSUD Deli Serdang increases each year; there is no tendency of its decrease.

The objective of the research was to dig out the information about patients’ perception of PAPS on service quality which included administrative service, doctors’ service, nurses’ service, the service of food and nutrition, the service of medical support, and nursing environmental condition in the VIP Inpatient Rooms of RSUD Deli Serdang. The research was a descriptive survey with a qualitative method through in-depth interviews with eight PAPS patients, and the data were analyzed by using content analysis.

The result of the research showed that the cause of PAPS in VIP patients was the factors of individual/family and services. The factor of services which was complained by the patients was the lack of response and communication of the service providers.The factors of individual/family complained by the patients were the lack of knowledge of the illness and being treated too long in the hospital so that their families moved them to the other hospitals.

It is recommended that the management of the hospital organize an SPO (Operational Standard Procedure) which is related to the performance of doctors, nurses, and other non-medical personnel and socialize it to them. They should also provide supervision to the field to monitor and evaluate the performance of doctors and nurses. Besides that, training about service excellence for all personnel (doctors, nurses, and other non-medical personnel) should routinely be performed in order to improve their capacity in services.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmad dan

hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun tesis dengan judul

“Analisis Persepsi Keputusan Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) terhadap Mutu Pelayanan dan Kepuasan di Ruang Rawat Inap Vip Rsud Tahun 2014” merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi

Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan

kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan dr.

(9)

meluangkan waktu dan kesempatan dalam membimbing dan memberikan arahan,

masukan demi kesempurnaan tesis ini.

5. Drs. Amru Nasution, M.Kes dan dr. M. Arifin Siregar, M.Sc, selaku penguji satu

dan dua yang telah memberi banyak saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis

ini.

6. dr. Reskhi Jonian, Direktur RSUD Deli Serdang yang telah berkenan memberi

kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Sumatera Utara dan sekaligus memberi izin untuk melakukan penelitian di RSUD

Deli Serdang.

7. dr Isnaini Dahkry, Kepala Bidang Tata Usaha RSUD Deli Serdang yang telah

memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

8. dr Evy Hutagalung, Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Deli Serdang yang

telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Universitas Sumatera Utara Medan yang

telah membantu hingga terselesainya tesis ini.

10.Bagian Diklat dan seluruh karyawan / perawat RSUD Deli Serdang yang telah

membantu mendapatkan data selama penelitian.

11.Ibunda Nurkamisni Lubis dan Ayahanda Amiruddin Syah AKA yang selalu

(10)

dan Arkaan Farabhy yang selalu memberikan dorongan semangat selama

penyusunan tesis ini.

12.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Minat Studi Administrasi Rumah

Sakit dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu .

Pada akhirnya Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran, masukan dan kritik demi perbaikan

dikemudian hari. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang

kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, September 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Dedy Armand, lahir di Aek Kanopan pada tanggal 27 September 1974 dari

pasangan Ayahanda Amiruddin Syah Aka dan Ibunda Nurkamisni Boru Lubis.

Penulis anak sebelas (11) dari dua belas (12) orang bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar Tahun

1982-1988 SDN 112298 Aek Kanopan, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di

SMPN 1 Aek Kanopan selesai tahun 1991, Sekolah Pendidikan Kesehatan Medan

selesai tahun 1994, melanjutkan ke Politeknik Kesehatan Medan Jurusan

Keperawatan selesai tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Fakultas kesehatan

Masyarakat selesai tahun 2010, pendidikan S2 Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara sampai saat ini.

Mulai bekerja tahun 1995-2002 di Rumah Sakit Umum Permata Bunda

Medan, tahun 1998- sampai sekarang di RSUD Deli Serdang sebagai Kepala di

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUANPUSTAKA ... 13

2.1. Rumah Sakit ... 13

2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit ... 13

2.1.2. Indikator Pelayanan Rumah Sakit ... 14

2.1.3. Instalasi Rawat Inap ... 16

2.1.4. Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap ... 17

2.1.5. Pasien ... 18

2.2. Persepsi ... 20

2.3. Pelayanan Rumah Sakit ... 22

2.3.1 Pelayanan Rawat Inap ... 23

2.4. Kepuasan ... 28

2.4.1 Pengertian Kepuasan ... 28

2.4.2 Dimensi Kepuasan ... 28

2.4.3 Standar dan Pengukuran Kepuasan ... 29

2.5. Pengertian Mutu dan Jaminan Mutu ... 30

2.5.1 Dimensi Mutu ... 30

2.5.2 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan ... 32

2.5.3 Prinsip Program Jaminan Mutu ... 34

2.5.4 Mutu Masukan atau Struktur ... 34

2.5.5 Mutu Proses Pelayanan Kesehatan ... 35

2.5.6 Mutu Keluaran (Output Quality) atau Hasil (Outcome) Pelayanan Kesehatan ... 35

2.5.7 Sistem Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan ... 35

(13)

2.7. Ruang VIP ... 38

2.8. Landasan Teori ... 39

2.9. Kerangka Pemikiran ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Jenis Penelitian ... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3. Informan Penelitian ... 43

3.4. Fokus Penelitian ... 44

3.5. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5.1 Data Primer ... 44

3.5.2 Data Sekunder ... 45

3.6. Instrumen Penelitian ... 45

3.7. Definisi Operasional ... 45

3.8. Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 49

4.1. Gambaran Umum RSUD Deli Serdang ... 49

4.2. Gambaran Kinerja Ruang Rawat Inap RSUD Deli Serdang ... 55

4.3. Identitas Informan Pasien PAPS ... 58

4.4. Persepsi Pasien PAPS terhadap Mutu Pelayanan ... 59

4.4.1. Persespsi Pasien PAPS tentang Pelayanan Penerimaan ... 59

4.4.2. Persespsi Pasien PAPS tentang Pelayanan Perawat ... 63

4.4.3. Persespsi Pasien PAPS tentang Pelayanan Dokter ... 68

4.4.4. Persespsi Pasien PAPS tentang Pelayanan Makanan dan Gizi 73 4.4.5. Persespsi Pasien PAPS tentang Pelayanan Penunjang Medik. 77

4.4.6 Persespsi Pasien PAPS tentang Lingkungan Fisik ... 81

4.5. Alasan Pasien PAPS di Ruang Rawat Inap VIP ... 83

BAB 5. PEMBAHASAN ... 85

5.1. Kinerja Pelayanan Ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang ... 85

5.2. Pasien Rawat Inap Ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang ... 86

5.3. Persepsi Pasien PAPS terhadap Mutu Pelayanan ... 87

5.4. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pasien PAPS ... 99

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 99

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

6.1 Kesimpulan ... 101

6.2 Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Pencapaian Kinerja Pelayanan RSUD Deli Serdang Periode Tahun 2010-2013 ... 7

1.2. Jumlah Pasien PAPS di Ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang Tahun 2010-2013 ... 9

2.1. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Menurut Departeman Kesehatan ... 18

4.1. Jumlah Ketenagaan di RSUD Deli Serdang Tahun 2012 ... 55

4.2. Jumlah Tempat Tidur Ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang ... 55

4.3. Gambaran Kinerja Ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang Bulan Januari – April Tahun 2014 ... 56

4.4. Gambaran Pasien di Ruang Rawat Inap VIP Bulan Januari-April Tahun

2013 ... 57

4.5. Rekapitulasi Alasan Pasien PAPS di Ruang Rawat VIP Bulan

Januari-April Tahun 2014 ... 58

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Alur Pasien Masuk Rawat Inap ... 17

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1

2

Pedoman Wawancara ... ... 106

Form RM 2 Pembebasan Tanggung Jawab RSUD Deli Serdang terhadap

Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) ... ... 110

3

4

Surat Izin Penelitian ... 111

(17)

ABSTRAK

Keberhasilan suatu perawatan dan pengobatan di rumah sakit adalah kesembuhan pasien sehingga pasien boleh pulang atas ijin dokter, pada kenyataannya terdapat beberapa pasien rawat inap yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) di RSUD Deli Serdang. Angka kejadian pasien PAPS di RSUD Deli Serdang meningkat setiap tahunnya dan belum terlihat adanya kecenderungan penurunan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali informasi mengenai persepsi pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) terhadap Mutu pelayanan yang meliputi pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, pelayanan makanan dan gizi, pelayanan penunjang medik dan kondisi lingkungan perawatan di ruang rawat inap VIP RSUD Deli Serdang. Jenis penelitian adalah survey deskriptif dengan metode penelitian kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 8

informan pasien PAPS dan hasil penelitian dianalisa berdasarkan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan penyebab PAPS pada pasien VIP adalah karena

faktor individu/keluarga dan faktor pelayanan. Faktor pelayanan yang dikeluhkan adalah kekurang tanggapan dan kurangnya komunikasi dari pemberi pelayanan, sedangkan Faktor individu/keluarga adalah kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan karena sudah terlalu lama pasien dirawat dan belum ada perubahan sehingga keluarga merasa perlu pasien dirawat di rumah sakit lain.

Disarankan kepada manajemen RSUD Deli Serdang untuk menyusun suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) yang menyangkut kinerja dokter, perawat dan petugas non medis lainnya serta mensosialisasikan kepada petugas yang terkait, melakukan supervisi ke lapangan untuk monitoring dan evaluasi kinerja dokter dan perawat.Selain itu perlu pelatihan pelayanan prima (service excelence) bagi seluruh karyawan baik dokter, perawat, maupun tenaga non medis lainnya secara bergilir untuk meningkatkan kemampuan para petugas dalam bidang pelayanan.

(18)

ABSTRACT

The success in the treatment and medication in a hospital is the recovery of patients so that they can go home by doctors’ permission. In reality, there are some inpatients that do PAPS (going home by their own request) at RSUD Deli Serdang. The rate of incidence of PAPS patients at RSUD Deli Serdang increases each year; there is no tendency of its decrease.

The objective of the research was to dig out the information about patients’ perception of PAPS on service quality which included administrative service, doctors’ service, nurses’ service, the service of food and nutrition, the service of medical support, and nursing environmental condition in the VIP Inpatient Rooms of RSUD Deli Serdang. The research was a descriptive survey with a qualitative method through in-depth interviews with eight PAPS patients, and the data were analyzed by using content analysis.

The result of the research showed that the cause of PAPS in VIP patients was the factors of individual/family and services. The factor of services which was complained by the patients was the lack of response and communication of the service providers.The factors of individual/family complained by the patients were the lack of knowledge of the illness and being treated too long in the hospital so that their families moved them to the other hospitals.

It is recommended that the management of the hospital organize an SPO (Operational Standard Procedure) which is related to the performance of doctors, nurses, and other non-medical personnel and socialize it to them. They should also provide supervision to the field to monitor and evaluate the performance of doctors and nurses. Besides that, training about service excellence for all personnel (doctors, nurses, and other non-medical personnel) should routinely be performed in order to improve their capacity in services.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi dan modernisasi dunia saat ini, kemajuan di segala

bidang, termasuk kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit juga berubah

dalam menjalankan pelayanan kesehatan kepada pasien, di mana saat ini tidak lagi

memfokuskan karya amal saja, tetapi juga meningkatkan pelayanan kesehatan yang

baik. Perkembangan zaman dan teknologi menimbulkan berbagai macam masalah

kesehatan pada manusia.

Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan

dan dengan perilaku hidup sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan dan fasilitas kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh

wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2010).

Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa ketika seseorang memiliki penyakit

dan merasakan sakit pada dirinya, maka akan timbul perilaku dan usaha mencari

pelayanan medis.

Dari data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, pasien yang rawat inap

(20)

rawat jalan berdasarkan 10 penyakit besar berjumlah 1.871.157 orang (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Profesionalisme, manajemen, dan efisiensi adalah hal-hal yang tidak asing

lagi dalam kalangan medis termasuk juga rumah sakit. Jika rumah sakit yang ada

sekarang tidak mengikuti perkembangan era perdagangan bebas dengan

meningkatkan profesionalisme, manajemen dan efisiensi yang baik, tentunya akan

kalah bersaing dengan para pembeli pelayanan di bidang kesehatan di luar negeri

yang akan masuk ke Indonesia, baik dari segi sarana dan prasarananya. Dampak

lanjutnya rumah sakit yang ada di Indonesia akan ditinggalkan oleh konsumen atau

pengguna jasa kesehatan (Persatuan Rumah Sakit Indonesia, 2009).

Rumah sakit di Indonesia harus berani bersaing dengan rumah sakit di luar

negeri, jika tidak rumah sakit di Indonesia akan jauh ketinggalan. Terutama harus

dibenahi terlebih dahulu pada sistem pelayanan, profesionalisme, manajemen dan

efisiensi. Sistem pelayanan harus ditopang oleh Sumber Daya Manusia (SDM), baik

dari segi keramah-tamahan terhadap pasien maupun sesama pekerja. Dari segi

profesionalisme, dokter (tenaga medis) harus mampu menguasai ilmu kedokterannya,

begitu juga dengan perawat (paramedik keperawatan) harus mampu menguasai ilmu

penunjang medis di masing-masing bidangnya. Dari segi manajemen, terutama pada

pimpinan-pimpinan baik dari pimpinan kalangan atas hingga ke pimpinan kalangan

bawah harus dapat menguasai ilmu manajemennya, baik dari segi administrasi,

ketenagaan, pelayanan, kenyamanan, pendistribusian, perlindungan dan kesejahteraan

(21)

Berdasarkan data International Medical Travel Journal (2008), Malaysia dan

Singapura adalah negara yang paling sering dikunjungi orang Indonesia untuk

berobat. Jumlah penduduk Indonesia yang berobat ke Singapura Tahun 2007

sebanyak 226.200 orang, sedangkan yang berobat ke Malaysia berjumlah 70.414

(Tahun 2006), 221.538 (Tahun 2007), dan 288.000 (Tahun 2008). Jika melihat data

ini, maka ada sekitar 500.000 orang Indonesia yang berobat ke luar negeri.

Begitu juga dengan pasien Medan dan sekitarnya, banyak yang berobat keluar

negeri terutama ke negara tetangga Malaysia dan Singapura.

Pasien yang berasal dari Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri pada

tahun 2011 adalah 5.000 orang tiap bulannya, Jika dilihat dari jumlah penduduk di

Sumatera Utara yang memiliki masalah kesehatan pada tahun 2010 yaitu berjumlah

615.590, maka persentase warga Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri adalah

0,97 persen per tahunnya dari total penduduk yang memiliki masalah kesehatan di

Sumatera Utara. Selanjutnya, dari 100 pasien di Sumatera Utara yang berobat ke luar

negeri, 70 persen pasien diantaranya hanya melakukan check up dan sisanya

penanganan pengobatan khusus atau spesialistik jiwa (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2011)

Sjaaf (2009) menyatakan diketahui ada lima faktor yang memengaruhi

seseorang berobat ke luar negeri, yaitu : (1) Pelayanan kesehatan di Indonesia kurang

baik, (2) Tarif atau biaya pelayanan yang dikeluarkan memang lebih tinggi dibanding

(22)

pasien kurang, khususnya dalam hal komunikasi), (4) waktu tunggu lama, (5) dokter

di Indonesia kurang memberi waktu yang cukup untuk konsultasi atau dokter di

Indonesia selalu terburu-buru dalam menghadapi pasien.

Sutoto (2009) menyatakan tidak semua pelayanan kesehatan rumah sakit di

Indonesia buruk. Dari segi keterampilan, dokter Indonesia lebih baik dibanding

dokter luar negeri. Hal ini dapat dilihat banyaknya kasus medis baik operasi bedah,

maupun penyakit dalam dapat diobati dan pasiennya sembuh. Di samping itu adanya

dokter Indonesia yang menjadi konsultan di rumah sakit luar negeri dan menjadi

pengajar di universitas tersebut, dan banyaknya mahasiswa luar negeri yang belajar di

Indonesia. Adapun untuk peralatan medis atau teknologi alat kesehatan, Indonesia

juga tidak kalah dengan negara lainnya. Ada beberapa rumah sakit di Indonesia yang

sudah memiliki peralatan medis yang canggih seperti yang dimiliki oleh rumah sakit

yang ada di luar negeri . (Persatuan Rumah Sakit Indonesia, 2009).

Husain (2009) menyatakan masalah besar di bidang pelayanan kesehatan di

Indonesia adalah masalah sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, dokter dan

perawat di Indonesia kurang ramah, ketus, ataupun cenderung diam saat menghadapi

pasien. Hal ini menunjukkan komunikasi yang buruk antara dokter dan pasien.Di

samping itu, jumlah dokter yang terbatas membuat dokter tidak bisa mengalokasikan

waktu yang cukup untuk konsultasi, Ia menyebutkan, jumlah dokter yang aktif

berpraktik di Indonesia kurang lebih 100.000 orang, sementara jumlah penduduk

(23)

Disisi lain, rasio jumlah dokter di Indonesia dan jumlah penduduk pada tahun

2007 adalah 1:6.000. Hal ini jauh lebih besar dari Singapura (1:700) dan Amerika

Serikat (1:500) (Pribakti, 2008). Jika di Sumatera Utara, jumlah dokter yang tersebar

diseluruh kawasan Sumatera Utara pada tahun 2011 yaitu berjumlah 4006 orang,

dengan rincian: dokter spesialis berjumlah 855 orang, dokter umum berjumlah 2.405

orang, dan dokter gigi berjumlah 746 orang (Alamudi, 2012). Sedangkan jumlah

penduduk yang memiliki masalah kesehatan di Sumatera Utara pada tahun 2010

adalah 615.590 orang (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Maka bisa

diperkirakan rasio dari jumlah dokter dan jumlah penduduk di Sumatera Utara yang

memiliki masalah kesehatan adalah (1:154). Hal ini berarti bahwa setiap 1 orang

dokter menangani 154 orang pasien. Besarnya jumlah pasien yang ditangani oleh 1

dokter di Indonesia berdampak kepada kinerja dokter yang tidak optimal dalam

memberikan pelayanan kepada pasien. Dimana kondisi ini dapat menyebabkan dokter

mengalami burnout. Burnout merupakan perasaan lelah akibat tuntutan yang terlalu

membebankan tenaga dan kemampuan seseorang dimana beban kerja yang berlebihan

menyebabkan dokter merasakan adanya ketegangan emosional saat melayani pasien

(Sutjipto, 2001).

Menurut Imbalo (2007) kepuasan pasien diukur dengan indikator akses

pelayanan kesehatan, kepuasan mutu layanan kesehatan, proses layanan kesehatan

dan sistem layanan kesehatan. Pengukuran tingkat kepuasan psien mutlak di perlukan

(24)

memenuhi harapan pasien. Namun adakalanya layanan yang diterima tidak sesuai

dengan harapan pasien, hal ini menyebabkan pasien merasa tidak puas akhirnya

memutuskan untuk menghakiri pengobatan terhadap dirinya dan pasien pulang

sebelum selesai masa pengobatannya, ini dikenal sebagai pulang atas permintaan

sendiri (PAPS) atau pulang paksa.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang merupakan rumah sakit

rujukan semua pasien, baik pasien umum, pasien Askes, pasien Askeskin, dan pasien

Jamsostek yang memerlukan pelayanan kesehatan lanjutan khususnya di Kabupaten

Deli serdang. Oleh karena itu RSUD Deli Serdang diharapkan mampu memberikan

pelayanan kesehatan yang optimal.

Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, RSUD Deli Serdang

memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan

pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan

penunjang medik dan pelayanan keperawatan.

Berikut gambaran kinerja pelayanan RSUD Deli Serdang dalam kurun waktu

(25)

Tabel 1.1. Pencapaian Kinerja Pelayanan RSUD Deli Serdang Periode Tahun 2010-2013

Tahun Jumlah pasien Dirawat Jumlah Tempat Tidur BOR ( % ) ALOS (Hari) BTO (Hari) TOI (Hari)

NDR GDR

2010 9.082 161 73,28 4 56,4 1,72 19,4 47,56

2011 9.154 185 65,65 5 49,48 2,53 23,49 57,35

2012 10.365 200 60,97 4 51,82 2,74 29,23 55,66

2013 9.980 212 60,83 5 47,07 3,04 24,05 56,21

Standar Depkes

60-85 6-9 40-50 1-3 <25 ≤45

Sumber : Profil RSUD Deli Serdang Tahun 2013

Dari data di atas di ketahui bahwa dalam kurun waktu 4 (Empat) tahun

terakhir kinerja RSUD Deli Serdang secara umum mengalami peningkatan, diperoleh

data Tahun 2013 untuk tingkat Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 60,83% yang

merupakan indikator yang umum digunakan mengukur kinerja rumah sakit dengan

standar yang ditetapkan Depkes RI sebesar 60-85 %. Indikator lain yang

menunjukkan kinerja rumah sakit adalah frekuensi Bed Turn Over (BTO) sebesar 47

kali, dari standar yang ditetapkan 40-50 kali. Average Length of Stay (Av LOS) 5

hari, dari standar yang ditetapkan 6-9 hari, dan Turn Over Interval (TOI) 3 hari,

sebaiknya 1-3 hari.

RSUD Deli Serdang memiliki ruangan rawat VIP seperti umumnya rumah

sakit biasa. Ruang rawat inap VIP di RSUD Deli Serdang ada dua, yaitu Teratai dan

Anggrek. Pada Tahun 2013, pasien rawat inap di RSUD Deli Serdang berjumlah

(26)

dengan proporsi pasien rawat inap 4,13%, dan di ruang Anggrek ada 829 pasien

dengan proporsi pasien rawat inap 8,30%.

Berdasarkan laporan tahunan dari Bagian Rawat VIP, diperoleh data tahun

2013 untuk tingkat BOR sebesar 56,7%, BTO sebesar 37,2 kali, Av LOS 10 hari, dan

TOI 6 hari.

Dari Hasil Laporan Tahunan pada Bagian Rawat Inap VIP di atas, baik

indicator BOR, BTO, Av LOS, dan TOI adalah rendah jika dibandingkan dengan

standar yang ditetapkan oleh Depkes RI. Dengan rendahnya indikator tersebut di atas,

Mahmoed dalam Ambarita (2004) menjelaskan bahwa keberhasilan pelayanan dapat

dilihat dari persepsi atau sikap pasien terhadap pelayanan yang diterima, apakah

memuaskan atau mengecewakan, termasuk lamanya pelayanan.

Indikator penilaian kinerja pelayanan rawat inap berdasarkan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit yang ditetapkan dengan surat keputusan

Menti Kesehatan Republik Indonesia nomor: 129 tahun 2008 bahwa angka kejadian

PAPS tidak lebih dari 5%. Data yang diperoleh dari bagian data dan informasi RSUD

Deli Serdang diketahui kejadian pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) di

Ruang VIP masih cukup tinggi dimana pada tahun 2010 sebesar 5,25% meningkat

menjadi 5,38% pada tahun 2011 meningkat lagi sebesar 5,41% pada tahun 2012 dan

pada tahun 2013 sebesar 5,63%. Perkembangan jumlah pasien PAPS di Ruang VIP

(27)

Tabel 1.2. Jumlah Pasien PAPS di Ruang VIP RSUD Deli Serdang Tahun 2010-2013

Tahun Jumlah Pasien Rawat Inap Jumlah Pasien PAPS Persentase Pasien PAPS 2010 2011 2012 2013 1161 1226 1238 1242 61 66 67 70 5,25 5,38 5,41 5,63

Sumber : Bagian Data dan Informasi RSUD Deli Serdang

Pada Tahun 2013, dari 413 pasien rawat inap di ruang rawat inap Teratai di

RSUD Deli Serdang, ada 6,03% (25 pasien) yang pulang atas permintaan sendiri

(PAPS). Sedangkan di ruang rawat inap Anggrek, dari 829 pasien rawat inap, ada

5,42% (45 pasien) yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS). Jadi, pada Tahun

2013 ada 1242 pasien di ruang rawat inap VIP yang PAPS (proporsi 5,63%).

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, terlihat tingginya angka pasien yang

PAPS di RSUD Deli Serdang di ruang rawat inap VIP, dapat diketahui bahwa

pelayanan rumah sakit ini kurang baik sehingga banyak pasien yang memilih PAPS.

Berdasarkan informasi dari beberapa pasien yang pernah dirawat di rumah sakit ini

menyatakan keluhan-keluhan kurang puas terhadap pelayanan yang diterimanya, baik

yang dikemukakan secara langsung maupun yang dikemukakan melalui media massa.

Menurut penelitian Nurna Fauziah (2013) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan, hasil penelitian menunjukkan penyebab PAPS pada pasien VIP

dan kelas I adalah karena faktor individu/keluarga, sedangkan pasien kelas II karena

faktor pelayanan dan pasien kelas III karena faktor biaya. Faktor pelayanan yang

(28)

pelayanan, sedangkan faktor biaya yang dikeluhkan adalah karena banyaknya

pemeriksaan penunjang medis yang dilakukan pada pasien. Penelitian Menap (2007)

tentang analisis alasan pasien pulang paksa di RSUD Praya Kabupaten Lombok

Tengah tahun 2006, diperoleh angka kejadian pulang paksa 5,37% (469 kasus dari

8.733 pasien keluar rumah sakit). Alasan yang ditemukan terdiri atas: alasan biaya,

kecewa dengan pelayanan yang diberikan dan konflik dengan sikap dan perlakuan

petugas.

Berdasarkan survei awal di RSUD Deli Serdang Bulan Januari Tahun 2014

Wawancara yang dilakukan dengan kepala Ruangan VIP untuk mengetahui alasan

pasien PAPS, diperoleh informasi sebagian pasien menyatakan tidak puas terhadap

pelayanan rumah sakit, sedangkan wawancara yang dilakukan langsung kepada

pasien yang akan PAPS adalah karena ketidak puasan pasien terhadap pelayanan

dokter tentang penjelasan penyakit yang dideritanya dan tidak memperoleh kepastian

tentang kondisi serta prognosis penyakitnya dan Kunjungan dokter untuk memeriksa

tidak sesuai dengan jadwal/waktu. Perawat dalam berkomunikasi dan memberikan

perawatan kepada pasien tidak bersikap baik. Informasi tambahan yang diperoleh

dari Instalasi Pengaduan Masyarakat dan Kepuasan Pelanggan RSUD Deli Serdang

tentang berbagai keluhan, umumnya keluarga pasien mengeluhkan penanganan

pasien yang lambat baik dari dokter maupun paramedis.

Menurut Sabarguna (2004), salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan

adalah kepuasan pasien. Koetler (2002), menyatakan kepuasan merupakan tingkat di

(29)

diterima dengan yang diharapkan. Soejadi (1996), menyatakan kepuasan pasien akan

tercapai bila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan

yang memperhatikan kemampuan pasien/keluarga. Adanya perhatian terhadap

keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap terhadap kebutuhan pasien.

Dalam pelayanan rawat inap, kepuasan pasien diperoleh melalui pemberian

pelayanan jasa mulai dari pelayanan penerimaan pasien, pelayanan dokter, pelayanan

perawat, pelayanan makanan dan gizi, pelayanan penunjang medik serta lingkungan

pasien dirawat merupakan komitmen dan tanggung jawab dari manajemen dan

seluruh staf rumah sakit (Mindasari, 2005).

Berdasarkan uraian secara teoritis dan permasalahan yang ditemui di RSUD

Deli Serdang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persepsi

keputusan pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) terhadap mutu pelayanan

dan kepuasan di ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan

masalah dalam hal ini adalah bagaimana persepsi keputusan pasien pulang atas

permintaan sendiri (PAPS) terhadap mutu pelayanan dan kepuasan di ruang VIP

RSUD Deli Serdang Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

(30)

permintaan sendiri (PAPS) terhadap mutu pelayanan dan kepuasan sehingga dapat

mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pasien pulang atas permintaan

sendiri (PAPS) di ruang VIP RSUD Deli Serdang tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak manajemen pengelola

RSUD Deli Serdang, dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

kegiatan pengelolaan SDM, khususnya yang menyangkut dampak mutu

pelayanan rumah sakit.

b. Bahan masukan bagi RSUD Deli Serdang untuk lebih meningkatkan kinerjanya,

sehingga pasien rumah sakit mendapat pelayanan yang memuaskan.

c. Melatih, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis di dalam

penulisan karya ilmiah dengan menggunakan teori-teori yang ada serta sebagai

informasi bagi peneliti lain jika ingin melakukan penelitian yang berhubungan

dengan mutu pelayanan rumah sakit agar dapat memberikan kontribusi pada

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian

integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan

pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.

Rumah sakit adalah institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan

kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah

kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun

dan dilengkapi, serta dipelihara dengan baik untuk menjamin pelayanan kesehatan,

keselamatan pasiennya, harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak

berdesak-desakan, dan terjamin sanitasinya untuk kesembuhan pasien (Aditama, 2003).

Menurut Azwar (1996), rumah sakit adalah suatu organisasi yang memiliki

tenaga medis professional yang terorganisasi suatu sarana kedokteran yang permanen,

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita pasien.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tanggal 28

Oktober 2009 tentang Rumah Sakit, menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah

(32)

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat serta memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan

jenis penyakit. Rumah sakit ini mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Tugasnya adalah melaksanakan upaya kesehatan secara

berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan

pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan

dan pencegahan penyakit serta penyuluhan kesehatan bagi masyarakat sekitarnya.

2.1.2. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan

suatu proses tertentu. Indikator pelayanan rumah sakit yang dapat dipakai untuk

mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit antara

lain (Depkes RI, 2005):

1. Bed Occupancy Rate (BOR) adalah persentase pemakaian tempat tidur pada

satuan waktu tertentu yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan

tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya

pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang

tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang

tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.

Nilai parameter yang ideal antara 60-85%.

2. Average Length Of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.

(33)

dapat menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit, apabila diterapkan pada

diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut. Nilai

AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.

3. Bed Turn Over (BTO): adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu

periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.

Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali..

4. Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak

ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Semakin besar TOI maka

efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Idealnya tempat tidur kosong

tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

5. Net Death Rate (NDR): angka kematian netto yaitu angka kematian 48 jam

setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk

mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah sakit. Semakin rendah NDR suatu

rumah sakit berarti bahwa mutu pelayanan rumah sakit tersebut semakin baik.

Nilai NDR yang masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 pasien

keluar.

6. Gross Death Rate (GDR): angka kematian brutto yaitu angka kematian umum

untuk setiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu

pelayanan/perawatan rumah sakit. Semakin rendah GDR berarti mutu pelayanan

rumah sakit semakin baik. Nilai GDR seyogyanya tidak lebih dari 45 per 1000

(34)

2.1.3. Instalasi Rawat Inap

Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang

menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan

perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan dan

rehabilitasi medik. Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana

penderita tinggal mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksanaan

pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksanaan pelayanan kesehatan lain (Patria

Jati, 2009). Rawat inap menurut Crosby dalam Nasution (2005) adalah kegiatan

penderita yang berkelanjutan ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan

yang berlangsung lebih dari 24 jam. Secara khusus pelayanan rawat inap ditujukan

untuk penderita atau pasien yang memerlukan asuhan keperawatan secara terus

menerus (Continous Nursing Care) hingga terjadi penyembuhan.

Pasien mulai masuk ruangan perawatan hingga pasien dinyatakan boleh

pulang maka pasien mendapat pelayanan sebagai berikut, pelayanan tenaga medis,

tenaga perawat, pelayanan penunjang medik, lingkungan langsung pasien serta

pelayanan administrasi/keuangan. Loho dalam Ayunda (2009) mengidentifikasikan

kegiatan rawat inap meliputi pelayanan dokter, pelayanan keperawatan, pelayanan

makanan, fasilitas perawatan dan lingkungan perawatan. Pelayanan rawat inap harus

menerapkan prosedur yang jelas, mudah dan terorganisir. Arus masuk pasien rawat

(35)

Masuk

[image:35.612.113.530.111.258.2]

Keluar

Gambar 2.1. Alur Pasien Masuk Rawat Inap 2.1.4. Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap

Standar adalah nilai ketentuan yang telah ditetapkan berkaitan dengan sesuatu

yang harus dicapai sedangkan pelayanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

dijelaskan sebagi usaha melayani kebutuhan orang lain. Berdasarkan Keputusan

menteri kesehatan nomor 129 Tahun 2008 Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah

ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib

daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM juga merupakan

spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan

Layanan Umum. SPM untuk jenis layanan rawat inap berdasarkan ketentuan Depkes

adalah sebagai berikut: Pasien

Ruang Perawatan :

 Pelayanan Dokter

 Pelayanan Perawat

 Pelayanan Makanan

 Fasilitas Perawatan

 Lingkungan Perawatan

(36)
[image:36.612.112.528.141.425.2]

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan

Pelayanan Indikator Standar

Rawat Inap 1. Pemberian pelayanan di Rawat Inap

2. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) rawat inap

3. Ketersediaan pelayanan rawat inap

4. Jam visite Dokter Spesialis

5. Kejadian infeksi pasca operasi 6. Kejadian infeksi nosokomial

7. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan / kematian

8. Kematian pasien > 48 jam 9. Kejadian pulang paksa 10. Kepuasan pelanggan

1. a. Dr Spesialis b. Perawat minimal pendidikan D3 2. 100%

3. Anak, Penyakit

Dalam, Kebidanan, Bedah

4. 08.00 s/d 14.00 wib setiap hari kerja

5. ≤ 1,5 %

6. ≤ 1,5 %

7. 100 %

8. ≤ 0.24 %

9. ≤ 5 %

10. ≥ 90 %

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang SPM RS

2.1.5. Pasien

Menurut Iskandar (1998), pasien adalah orang sakit (yang dirawat dokter atau

perawat), sesorang yang mengalami penderitaan (sakit). Pasien dalam praktek

sehari-hari sering dikelompokkan menjadi: (a) Pasien jalan/luar, yaitu pasien yang hanya

memperoleh pelayanan kesehatan yang biasa juga disebut dengan pasien rawat jalan,

(b) Pasien opname, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan dengan cara

menginap dan dirawat dirumah sakit atau disebut juga pasien rawat inap.

Pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan memiliki dua hak yaitu: (1)

(37)

atas dasar kemampuan dan kecakapannya menerapkan ilmu dan teknologi kesehatan.

(2) Hak mandiri sebagai manusia atau hak untuk menentukan nasib sendiri (the right

to self-determination). Hak atas pelayanan kesehatan merupakan aspek sosial,

sedangkan hak menentukan nasib sendiri merupakan aspek pribadi.

Hak pasien berasal dari hak atas dirinya sendiri, dengan kata lain pasien

menentukan sendiri apa yang terbaik bagi kepentingan dirinya walaupun seorang

pasien dalam keadaan kurang sehat, namun hal ini dikecualikan bila keadaan mental

pasien tidak memungkinkan untuk mengambil keputusan sendiri. Hal pokok yang

merupakan hak pasien menurut Iskandar (1998), yaitu: 1) Hak memperoleh pelayanan

kesehatan yang manusiawi sesuai standar profesi. 2) Hak memperoleh penjelasan

tentang diagnosa dan terapi dari dokter yang bertanggung jawab terhadap

perawatannya. 3) Menolak keikutsertaan dalam penelitian kedokteran. 4) Kerahasiaan

dan catatan mediknya. 5) Hak dirujuk atau diperlukan. 6) Hak memperoleh perawatan

lanjutan dengan informasi tentang nama/alamat dokter selanjutnya. 7) Hak

berhubungan dengan keluarga, rohaniawan dan sebagainya. 8) Hak penjelasan

tentang perincian biaya rawatan. 9) Hak memperoleh penjelasan tentang

peraturan-peraturan rumah sakit. 10) Hak menarik diri dari kontrak terapeutik, termasuk

mengakhiri pengobatan rawat inap dan tanggung jawab sendiri atau PAPS.

Selain itu pasien juga mempunyai kewajiban seperti yang disebutkan Iskandar

(1998), bahwa kewajiban pasien yang mendasar adalah berupa kewajiban moral dari

(38)

mempunyai bahan yang cukup untuk mengambil keputusan. Hal ini sangat penting

agar tenaga kesehatan tidak melakukan kesalahan. 2) Melaksanakan nasehat-nasehat

yang diberikan tenaga kesehatan dalam rangka perawatan. 3) Menghormati

kerahasiaan diri dan kewajiban tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia

kedokteran serta privacy-nya. 4) Memberikan imbalan terhadap jasa-jasa profesional

yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan.

2.2. Persepsi

Menurut Robbins (2003), persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh

individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar

memberi makna kepada lingkungan mereka. Apa yang dipersepsikan seseorang dapat

berbeda dari kenyataan yang objektif. Persepsi menjadi penting karena perilaku

orang-orang di dalam organisasi didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa

realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri.

Menurut Winardi yang dikutip oleh Suhadi (2004) mengemukakan persepsi

merupakan proses internal yang bermanfaat sebagai filter dan metode untuk

mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan menghadapi lingkungan kita.

Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimuli yang diseleksi dan

dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja

dengan cara yang sama pada masing-masing individu, sehingga secara tipikal

(39)

Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses

pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau baca, sehingga persepsi sering

memengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang. Persepsi yang

positif akan memenuhi rasa puas seseorang dalam bentuk sikap dan perilakunya

terhadap pelayanan kesehatan, begitu juga sebaliknya persepsi negatif akan

ditunjukkan melalui kinerjanya (Tjiptono, 2000).

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Setiap orang

memiliki persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama, dengan demikian persepsi

juga adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan oleh indera penglihatan,

pendengaran, penciuman dan sebagainya (Rakhmat, 1992).

Menurut Thoha (1995) mengemukakan bahwa proses pembentukan persepsi

antar satu individu dan yang lain berbeda-beda. Pembentukan persepsi tergantung

berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal seperti pengalaman,

keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan dan faktor eksternal

yang meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya,

lingkungan fisik dan hayati dimana seseorang itu bertempat tinggal.

Menurut Young yang dikutip oleh Wilopo (1993), perbedaan persepsi

terhadap sesuatu hal tergantung atau yang dipengaruhi oleh proses pembentukannya.

Faktor pengetahuan dan pengalaman merupakan faktor yang dapat memengaruhi

(40)

Berdasarkan pengertian persepsi yang telah diuraikan di atas serta dikaitkan

dengan konteks penelitian ini dapat dijelaskan bahwa persepsi merupakan proses

dalam diri atau penafsiran melalaui proses pemikiran pasien rawat inap terhadap

seluruh aspek dan aktivitas pelayanan rumah sakit di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Deli Serdang.

2.3. Pelayanan Rumah Sakit

Departemen Kesehatan RI (2006) telah menyusun kriteria-kriteria penting

mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan

proses pelayanan rumah sakit. Kriteria tersebut terutama dalam bentuk standar

pelayanan rumah sakit, sebagai salah satu nilai atau modul yang dijadikan sebagai

dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam

melaksanakan pelayanan yang didasari ilmu pengetahuan dan keterampilan

manajemen rumah sakit yang memadai dengan dijiwai oleh etika profesi.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit digolongkan dalam 3 bentuk

pelayanan, yaitu pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan darurat.

Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada waktu dan

jam tertentu, sedangkan pelayanan rawat inap yaitu pelayanan kesehatan yang

diberikan dalam waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Adapun pelayanan darurat yaitu

(41)

2.3.1. Pelayanan Rawat Inap

Menurut SK Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tanggal 28

Oktober 2009 tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa rawat inap terdiri dari :

1. Unit Ruangan Perawatan Umum

2. Unit Ruangan Perawatan Penyakit Dalam

3. Unit Ruangan Perawatan Bedah

4. Unit Ruangan Perawatan Obstetri Ginekologi

5. Unit Ruangan Perawatan Bayi

6. Unit Ruangan Perawatan Pediatri

Azwar (1996) menyatakan sejak pasien dirawat di rumah sakit hingga

diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapat pelayanan sebagai

berikut :

1. Pelayanan penerimaan/administrasi

2. Pelayanan dokter

3. Pelayanan perawat

4. Pelayanan makanan/gizi

5. Pelayanan penunjang medik dan non medik

6. Kebersihan lingkungan

2.3.1.1. Pelayanan Penerimaan Pasien

Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari

(42)

pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan pelayanan

penerimaan pasien adalah menciptakan suasana transisi yang lancar dan

menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama terhadap penerimaan pasien terbentuk

sewaktu pasien berbicara pertama sekali dengan bagian penerimaan pasien. Kesan ini

sering menetap dalam diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap lembaga,

staf, dan perawatan atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003).

2.3.1.2. Pelayanan Dokter

Dokter adalah unsur paling berpengaruh dalam menentukan kualitas

pelayanan rumah sakit kepada pasien. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari

sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada

pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik

berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat

dipertanggungjawabkan (Aditama, 2003).

2.3.1.3. Pelayanan Keperawatan

Profesi perawat merupakan salah satu profesi luhur bidang kesehatan.

Pengertian pelayanan perawat sesuai WHO Expert Committee on Nursing (1982)

adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani/merawat (care), suatu

gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik,

komunikasi, dan ilmu sosial. Pelayanan perawat adalah suatu bentuk pelayanan

professional yang merupakan bagian integral dan pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup biopsikososial dan

(43)

masyarakat baik sakit maupun sehat yang meliputi peningkatan derajat

kesehatan/pencegahan penyakit, pengobatan, penyembuhan penyakit, dan pemulihan

kesehatan (Depkes R.I, 1994).

James Willan dalam buku Hospital Management (1990) yang dikutip oleh

Aditama (2003) menyebutkan bahwa Nursing Departement di rumah sakit

mempunyai beberapa tugas seperti :

1. Memberikan pelayanan keperawatan pada pasien, baik untuk kesembuhan,

maupun pemulihan status fisik dan mentalnya.

2. Memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan dan keamanan pasien, seperti

penataan tempat tidur, dan lain-lain.

3. Melakukan tugas-tugas administrasi.

4. Meyelenggarakan pendidikan keperawatan berkelanjutan.

5. Melakukan berbagai penelitian/riset untuk senantiasa meningkatkan mutu

pelayanan rumah sakit

6. Berpartisipasi aktif dalam program pendidikan bagi para calon perawat.

2.3.1.4. Pelayanan Makanan dan Gizi

Makanan adalah bagian selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau

unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila

dimasukkan ke dalam tubuh (Almatsier, 2002).

Menurut Wolfer (2001) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di rumah sakit

(44)

1. Pelayanan gizi bagi pasien yang dirawat inap.

2. Pelayanan (pengarahan) tentang gizi bagi pasien yang berobat jalan.

3. Pelayanan gizi bagi karyawan.

Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari instalasi gizi harus

diperiksa akan kebersihannya sehingga tidak membahayakan kesehatan. Tempat

penyimpanan bahan makanan harus terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya,

serangga, dan harus selalu dalam keadaan bersih. Petugas pengolahan makanan harus

sehat dan bersih dan secara berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan (Almatsier,

2002).

2.3.1.5. Pelayanan Penunjang Medik

Untuk dapat melaksanakan tugasnya sesuai SK Menkes R.I No.

983/Menkes/SK/XI/1992, tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, maka rumah

sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi

menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan nonmedik (Aditama, 2003).

Griffith dalam bukunya The Well Managed Community Hospital (1987) yang

dikutip oleh Indra (2003), jenis pelayanan penunjang medik di rumah sakit meliputi

pelyanan diagnostik, dan terapeutik. Pelayanan penunjang medik diagnostik dan

terapeutik berhubungan dengan penanganan pasien secara langsung oleh dokternya.

Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi :

1. Laboratotium

2. Radiologi

(45)

4. Ultrasonography (USG)

5. Lain-lain : Encephalography, Electromyography, dan Audiology.

Pelayanan penunjang medik terapeutik meliputi :

1. Farmasi

2. Unit Gawat Darurat

3. Rehabilitasi medik : terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi okupasi.

4. Pelayanan sosial

5. Radioterapi

6. Psikologi klinik

2.3.1.6. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik merupakan tempat di mana pasien berada selama menjalani

perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai dengan

persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan yang nyaman,

bersih, dan sehat, sehingga tidak memberikan dampak negatif pada proses

penyembuhan pasien, pada pengunjung, dan juga pada tenaga kerja rumah sakit.

Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, sanitasi bangunan, dan penggunaan

ruangan. Lantai harus kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan (Aditama, 2003).

Menurut Wolfer (2001), faktor lain yang harus diperhatikan dalam ruangan

pasien adalah faktor kebisingan. Kebisingan di ruang keperawatan tidak boleh

melebihi 45 dBA.

(46)

penyediannya tetap aman. Penurunan kualitas air akan menggangu dan

membahayakan kesehatan.

2.4. Kepuasan

2.4.1. Pengertian Kepuasan

Menurut Irawan (2003), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa

yang jelas memenuhi harapannya. Pelanggan tidak akan merasa puas apabila

pelanggan memiliki persepsi harapannya belum terpenuhi. Apabila persepsinya sama

atau lebih dari yang diharapkan maka ia akan puas.

Kepuasan pada dasarnya sukar didefinisikan karena pelayanan kesehatan

terdiri atau suatu kesatuan interaksi yang sangat kompleks, mengandung banyak

unsur dan berkaitan dengan banyak organisasi institusi serta faktor sosial yang

memengaruhi sehingga faktor kepuasan memengaruhi penilaian terhadap mutu

pelayanan atau citra terhadap rumah sakit. Kepuasan bersifat subjective, berorientasi

pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk yang menjadi

sasaran utama pelayanan kesehatan (Sugiharto, 2002).

2.4.2. Dimensi Kepuasan

Menurut Azwar (1996), secara umum dimensi kepuasan dapat dibedakan

menjadi 2 macam :

1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik, serta standar pelayanan

(47)

pilihan, pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas pelayanan dan keamanan

tindakan.

2. Kepusan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan :

ketersediaan pelayanan kesehatan, kewajaran pelayanan kesehatan,

kesinambungan pelayanan kesehatan, penerimaan pelayanan kesehatan,

ketercapaian pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan kesehatan, efisiensi

pelayanan kesehatan, dan mutu pelayanan kesehatan.

Kepuasan konsumen menurut reaksi perilaku sesudah pembelian terhadap apa

yang sudah terlanjur terbeli. Kepuasan konsumen juga memengaruhi pengambilan

keputusan pembelian ulang/pembelian yang sifatnya terus menerus terhadap

pembelian jasa yang sama dan akan memengaruhi ucapan konsumen kepada pihak

lain terhadap produksi yang dihasilkan. Aspek kepuasan pasien yang merupakan

salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk penelitian mutu pelayanan

(Azwar, 1996).

2.4.3. Standar dan Pengukuran Kepuasan

Dalam menentukan standar kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan

hanya bisa memprediksi dan meramal sesuai pengalaman konsumen di masa lalu dari

hasil atau penelitian. Upaya peningkatan kinerja pelayanan kesehatan yang

berorientasi kepada kepuasan pasien tidak dapat dipisahkan dengan standar, karena

penetapan masalah, penyebab masalah, dan penyelesaian serta menilai hasil kerja

(48)

melibatkan karyawan pada lini terdepan, dan standar harus dapat diukur dan

dilaksanakan (Kusumapradja, 2000).

2.5. Pengertian Mutu dan Jaminan Mutu

Mutu dapat diartikan sebagai derajat kesempurnaan atau tingkat

kesempurnaan penampilan dalam hal ini adalah tingkat kesempurnaan penampilan

pelayanan kesehatan, untuk mengukur derajat kesempurnaan harus dibandingkan

dengan standar, sedangkan jaminan mutu adalah proses pengukuran derajat

kesempurnaan penampilan kerja dibandingkan dengan standard dan dilakukan

tindakan perbaikan yang sistematik dan berkesinambungan, untuk mencapai mutu

penampilan kerja yang optimum, sesuai dengan standard dan sumber daya yang ada

(Depkes R.I, 2000).

2.5.1. Dimensi Mutu

Menurut Hardjosoedarmo (1996) mutu merupakan kepuasan pelanggan yang

bersifat multi dimensional. Konsep dimensi kualitas pelayanan terbagi lima yaitu :

1. Tangible

2. Reliability

3. Responsiveness

4. Assurance

(49)

Kelebihan dari konsep ini adalah karena didasarkan riset yang sangat

komprehensif, mudah dipahami dan mempunyai instrument yang jelas untuk

melakukan pengukuran.

1. Dimensi Mutu Tangible

Dimensi untuk menilai suatu kualitas pelayanan tangible yang baik akan

mempengaruhi persepsi pelanggan dan harapan pelanggan, karena tangible yang

baik maka harapan responden menjadi lebih tinggi.

2. Dimensi Mutu Reliability

Dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan

pelayanan kepada pelanggannya. Ada dua aspek dari dimensi ini, yaitu:

a. Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang

dijanjikan.

b. Seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat.

3. Dimensi Mutu Responsiveness

Dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis, harapan pelanggan terhadap

kecepatan pelanggan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan

kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap responsiveness ini

adalah berdasarkan persepsi bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek

psikologis lain, maka faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan

yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam memengaruhi

(50)

4. Dimensi Mutu Assurance

Dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku

dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya.

Berdasarkan banyak riset ada empat aspek dari dimensi ini, yaitu ; keramahan,

kompetensi, kredibilitas dan keamanan.

5. Dimensi Mutu Emphathy

Dimensi yang memberikan peluang besar untuk memberikan pelayanan yang

bersifat surprise, sesuatu yang tidak diharapkan pelanggan, ternyata diberikan

oleh penyedia jasa.

2.5.2. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa yang melibatkan tingkat interaksi

yang tinggi antara penyelenggaraan dan pemakai jasa, mutu pelayanan kesehatan

ditentukan oleh beberapa dimensi pokok.

Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan (2000), ada enam faktor atau dimensi

mutu yang memengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan

prosedur pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Kompetensi teknis, yaitu pelayanan yang sesuai dengan standar teknik pelayanan

yang telah disepakati oleh para ahli sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

2. Kemanan pelayanan, yaitu pelayanan yang diberikan tidak meyebabkan

(51)

3. Kenyamanan pelayanan, yaitu pelayanan yang diberikan dalam lingkungan yang

nyaman, missal ruang tunggu dan ruang periksa mempunyai ventilasi yang baik,

cahaya cukup terang, tempat duduk yang memadai, bersih dan rapi, serta

menunggu giliran diperiksa tidak terlalu lama.

4. Informasi pelayanan, yaitu adanya berbagai peran papaninformasi misalnya loket

pendaftaran, jam buka dan tutup, tanda petunjuk ke arah ruangan pemeriksaan dan

sebagainya. Dengan demikian dapat memberikan kemudahan pada pasien yang

berkunjung.

5. Hak Azasi Manusia (HAM) dalam pelayanan, yaitu pasien diterima dengan

senyum dan ramah tamah, petugas bersikap baik terhadap pasien maupun teman

sekerjanya, dengan raut muka yang berseri, bersikap membantu dan melayani

pasien sampai selesai.

6. Efisiensi pelayanan, yaitu tidak terjadi pemborosan dalam memberikan

pelayanan, misalnya tidak memberikan antibiotik bila tidak diperlukan, tidak

member suntikan bila tidak diperlukan, pemberi pelayanan kesehatan datang tepat

waktu, sehingga tidak membuang waktu pasien untuk menunggu.

Berdasarkan uraian di atas, untuk dapat menyelenggarakan pelayanan

kesehatan yang bermutu harus dapt diperhatikan keenam faktor tersebut dan juga

mengupayakan agar standar pelayanan profesi dapat diterapkan dengan baik yang

(52)

2.5.3. Prinsip Program Jaminan Mutu

Menurut Wijono (1997), ada empat prinsip program jaminan mutu yaitu :

a. Jaminan mutu berorientasi ke depan untuk mempertemukan kebutuhan dan

harapan pasien dan masyarakat.

b. Jaminan mutu memfokuskan pada sistem dan proses.

c. Jaminan mutu menggunakan data untuk menganalisa proses penyampaian

pelayanan.

d. Jaminan mutu mendorong suatu pendekatan tim dalam memecahkan masalah dan

peningkatan mutu.

2.5.4. Mutu Masukan atau Struktur

Menurut Azwar (1996) masukan (input) adalah semua hal yang dibutuhkan

untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan. Unsur masukan adalah tenaga

pelaksana (man), sarana (material) dan biaya (money).

Apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar

yang ditetapkan, serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka

sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Azwar, 1996).

Struktur mencakup jumlah, distribusi dan kualifikasi dari tenaga professional,

peralatan dan geografi dari rumah sakit dan fasiltas lain termasuk asuransi kesehatan.

Struktur memengaruhi secara langsung baik atau tidaknya pelayanan atau kinerjanya

(53)

2.5.5. Mutu Proses Pelayanan Kesehatan

Proses adalah semua tindakan yang dilakukan, proses dibedakan atas dua

macam, yakni tindakan medis dan non medis. Jenis dan jumlah tindakan medis yang

dapat dilakukan banyak jenisnya, mulai dari anamnesis sampai tindakan lanjut. Hal

ini ditemukan pula pada tindakan non medis yang jenis jumlahnya sangat ditentukan

pula oleh pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Apabila tindakan medis dan

non medis ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka sulit

diharapkan mutu pelayanan yang baik (Azwar, 1996).

2.5.6 Mutu Keluaran (Output Quality) atau Hasil (Outcome) Pelayanan Kesehatan

Menurut Donabedian yang dikutip oleh Wijono (1997), outcome secara tidak

langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan dan

dikemukakannya bahwa outcome adalah “A change in patient’s current and future

health status that can be attributed to atecendent health care”. Diawali dengan

tersedianya input atau struktur yang bermutu dalam pelayanan kesehatan dan adanya

proses pelayanan medis yang sesuai standar atau kepatuhan terhadap standar

pelayanan yang baik, diharapkan hasil pekerjaan pelayanan medis yang bermutu.

2.5.7. Sistem Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan

Sistem jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menelaah input, proses dan

outcome. Ada suatu logika yang berkaitan pada rantai kejadian ini yang berupa dua

(54)

jika input tidak cukup maka proses tidak dapat terjadi seperti yang direncanakan dan

outcome tidak akan dihasilkan (Depkes R.I, 2000).

Pelayanan pelanggan yang bermutu hanya bisa dipahami dari sudut pandang

pelanggan. Kita harus merumuskan pelayanan bermutu melalui mata pelanggan anda.

Hanya bila pelanggan menganggap bahwa anda telah memberikan pelayanan yang

bermutu, maka barulah anda bisa menanyakan hal yang serupa. Mutu adalah suatu

hal-hal yang tepat dalam organisasi pada langkah pertama, bukannya membuat dan

memperbaiki keselahan dengan memfokuskan hal-hal yang tepat pada kesempatan

pertama, organisasi menghindari biaya tinggi yang berkaitan dengan pengerjaan

ulang (Stoner, 1996).

Menurut Hardjosoedarmo (1996), Total Quality Management (TQM) adalah

penerapan metode kuantitatif pengetahuan kemanusiaan untuk memperbaiki material

dan jasa yang masukan organisasi, memperbaiki semua proses penting dalam

organisasi, dan memperbaiki upaya guna memenuhi kebutuhan para pemakai produk

dan jasa pada masa kini dan diwaktu yang akan datang.

Menurut Deming yang dikutip oleh Hardjosoedarmo (1996) mengatakan ada 6

syarat-syarat bagi mutu adalah sebagai berikut :

1. Pimpinan puncak tidak hanya berkewajiban untuk menentukan kebutuhan

customer sekarang saja, tetapi mengantisipasi kebutuhan customer tahun depan.

2. Mutu ditentukan oleh customer, menurut Deming customer dapat dibedakan

(55)

a. Customer external, yaitu pemakaian akhir dari produk jasa yang dihasilkan

organisasi.

b. Customer internal, yaitu mereka dalam organisasi yang menggunakan produk

jasa untuk diproses lebih lanjut.

3. Perlu dikembangkan ukuran-ukuran untuk menilai efektifitas upaya guna

memenuhi kebutuhan customer. Sebelum ukuran tersebut ditentukan, perlu

diidentifikasi.

4. Kebutuhan dan kemauan customer harus diperhitungkan dalam desain produk

atau jasa. Konsep ini dinamakan Quality Function Deployment (QFD) dan

menuntut bahwa informasi dari customer dipertimbangkan dalam tahap desain

produk atau j

Gambar

Tabel 1.1. Pencapaian Kinerja Pelayanan RSUD Deli Serdang Periode Tahun 2010-2013
Tabel 1.2. Jumlah Pasien PAPS di Ruang VIP RSUD Deli Serdang Tahun 2010-2013
Gambar 2.1. Alur Pasien Masuk Rawat Inap
Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pasien peserta JKA menilai pelayanan kesehatan di RSUD Kota Langsa baik yang meliputi: pelayanan administrasi (43,75%),

yang signifikan antara mutu pelayanan dari dimensi tangibles, responsiveness, reliability, assurance dan empathy dengan kepuasan pasien.. Dari kelima dimensi tersebut didapatkan

Catur Haryati : Analisis Persepsi Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RSUD..., 2004 USU Repository © 2008... Catur Haryati : Analisis Persepsi Mutu

Tingginya angka pulang atas permintaan sendiri di RSU Advent Medan karena ketidakpuasan pasien akan jasa baik pelayanan medik maupun non medik yang diberikan rumah sakit

Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran yang fungsi utamanya memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik

Pengaruh Persepsi Tentang Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Umum Rawat Inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan, Thesis.. Universitas

Hasil wawancara dengan pasien kelas II mereka memutuskan PAPS karena pasien merasa tidak nyaman karena suara bising yang berasal dari poliklinik yang terletak berdampingan

4.15 Pengaruh Persepsi tentang Mutu Pelayanan (Kehandalan, Daya Tanggap, Jaminan, Empati dan Bukti Fisik) terhadap Minat Kunjung Ulang Pasien Rawat Inap ....