• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Self Disclosure pada remaja etnis India Tamil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Self Disclosure pada remaja etnis India Tamil"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak

dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir

pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia & Olds,

2001). Masa remaja menurut Hurlock terbagi atas remaja awal dan remaja akhir.

Masa remaja awal dimulai dari usia tiga belas tahun sampai enam belas tahun dan

masa remaja akhir dimulai dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai usia

delapan belas tahun (Hurlock, 2008).

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang paling sulit adalah

berhubungan dengan penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola

sosialisasi dewasa, remaja juga harus membuat banyak penyesuaian baru yaitu

penyesuaian diri dengan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku

sosial, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam

dukungan dan penolakan sosial serta nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.

Selain itu remaja juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar

lingkungan keluarga, sekolah dan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya

belum pernah ada (Hurlock, 1999). Menjalin hubungan dengan individu lain

merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari. Untuk itu,

(2)

karena itu setiap individu membutuhkan keterampilan sosial untuk membangun

sebuah hubungan yang harmonis dengan individu yang lain (Gainau, 2008).

Agar individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, maka

individu membutuhkan keterampilan sosial. Keterampilan sosial menunjang

keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian sosial yang baik

dalam kehidupan individu (Gainau, 2008). Salah satu aspek yang penting dalam

keterampilan sosial adalah self disclosure (Buhrmester, 1998). Morton (dalam Sears, 1989) juga berpendapat, salah satu bentuk keterampilan sosial adalah self disclosure, self disclosure merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Menurut Lumsden (1996) self disclosure dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan

kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu, self disclosure dapat melepaskan perasaan bersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella, 1990).

Self disclosure yang dimiliki oleh remaja, akan membantu remaja dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila remaja tersebut

tidak memiliki kemampuan self disclosure, maka dia akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Tanpa self disclosure, individu cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada

perkembangan kepribadiannya.

Menurut DeVito (2001) self disclosure merupakan salah satu bagian

penting dari komunikasi interpersonal dimana seseorang memberikan informasi

tentang dirinya kepada orang lain, yang melibatkan tentang nilai diri,

(3)

karakteristik diri. Papu (2002) juga menyatakan self disclosure diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang

diberikan dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan,

emosi, pendapat, cita-cita dan sebagainya. Menurut Pearson (1983), self disclosure merupakan metode yang paling dapat dikontrol dalam menjelaskan diri sendiri kepada orang lain. Individu dapat mempresentasikan dirinya sebagai orang

bijak atau orang bodoh tergantung dari caranya mengungkapkan perasaan, tingkah

laku, dan kebiasaannya.

Self Disclosure merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial (Gainau, 2008). Menurut Taylor & Belrgrave

(dalam Gainau, 2008). Remaja yang terampil melakukan self disclosure mempunyai ciri-ciri lebih memiliki rasa tertarik pada orang lain daripada mereka

yang kurang terbuka, percaya diri sendiri, dan percaya kepada orang lain. Sebagai

salah satu aspek penting dalam hubungan sosial, self disclosure juga perlu bagi remaja, karena masa remaja merupakan periode individu belajar menggunakan

kemampuannya untuk memberi dan menerima dalam berhubungan dengan orang

lain. Sesuai dengan perkembangannya, remaja dituntut lebih belajar

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk.

Keterampilan self disclosure yang dimiliki oleh remaja, akan membantu remaja dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila

remaja tersebut tidak memiliki kemampuan self disclosure, maka dia akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya dalam

(4)

antara siswa dengan guru, dan siswa dengan teman-temannya. Salah satu

penyebab adalah kurangnya self disclosure. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala

seperti tidak bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu mengemukakan ide atau

gagasan yang ada pada dirinya, merasa was-was atau takut jika hendak

mengemukakan sesuatu (Johnson, 1990).

Penelitian lainnya yang dilakukan Johnson (1990) menunjukkan bahwa

individu yang mampu dalam self disclosure akan dapat mengungkapkan diri secara tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri sendiri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya

terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang

mampu dalam self disclosure terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup.

Johnson mengatakan bahwa ciri-ciri self disclosure tersebut, mempengaruhi kesehatan mental seseorang.

Self disclosure dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang bertingkah laku. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan komunikasi seseorang adalah

faktor lingkungan meliputi: pola asuh, budaya, stereotipe, sosial ekonomi, jenis

kelamin, dan pendidikan seseorang (Alberti dan Emmons, 2002). Lingkungan

mempengaruhi terbentuknya kebudayaan, salah satunya tingkah laku sosial

sehingga terdapat hubungan antara kebudayaan dengan tingkah laku sosial

(Triandis, 1994). Dengan demikian kebudayaan berarti semua cara hidup (ways of

(5)

dimanifestasikan, seperti dalam agama, hukum, bahasa, seni, dan

kebiasaan-kebiasaan, sehingga budaya berpengaruh terhadap self disclosure masing-masing individu.

Ada budaya yang cenderung menutup diri, ada juga yang terbuka.

Misalkan di Indonesia khususnya pada budaya Jawa. Suseno dan Reksosusilo

(dalam Gainau, 2008), beranggapan orang yang diam atau tertutup itu dinilai baik

dan orang yang terbuka dianggap masih tabu, karena self disclosure dipandang sebagai sikap menyombongkan diri, angkuh, tinggi hati dan lain-lain. Nilai

budaya ini akan terus dibawa oleh individu, karena dimulai dari awal

kehidupannya sudah diberikan pelajaran untuk dapat menerima dan tidak

menerima dalam menyatakan diri pada orang lain. Serta individu sudah

seharusnya menyesuaikan diri agar dapat diterima oleh orang lain. Dengan

demikian lama kelamaan benteng pertahanan diri sangat kuat sehingga untuk

terbuka kepada orang lain sangat sedikit.

Self disclosure antar budaya sering dibahas dalam literatur berkaitan dengan apakah budaya itu individualistik atau kolektivistik. Budaya

individualistis cenderung kebalikan dari budaya kolektif dalam hal karakteristik

yang mempromosikan self disclosure. Markus dan Kitayama (1991) menemukan

bahwa budaya individualistik memiliki pandangan independen dan budaya

kolektivis memiliki pandangan saling tergantung (Kito, 2005). Adams, Anderson

dan Adonu (2004) menemukan budaya individualistis melihat pengungkapan diri

sebagai faktor penting yang digunakan untuk membangun hubungan yang akrab

(6)

individualistis menempatkan penekanan yang kuat pada gaya komunikasi verbal,

eksplisit, langsung, dan ekspresif yang memungkinkan untuk lebih terbuka dalam

self disclosure (seperti yang dikutip di Marshall, 2008). Budaya individualistis memegang pandangan yang independen, mereka menekankan kemampuan untuk

mengekspresikan diri (Kito, 2005). Budaya kolektivis percaya self disclosure bukan merupakan faktor penting ketika membangun hubungan yang akrab.

Budaya kolektif menggunakan gaya komunikasi tidak langsung, nonverbal,

ambigu, kontekstual, dan kurang ekspresif yang membuat lebih sulit untuk

mengungkapkan diri secara bebas dibandingkan dengan budaya individualistik

(Marshall, 2008).

Di Indonesia terdapat berbagai macam suku, budaya, dan etnis. Selain

penduduk asli Indonesia terdapat juga penduduk pendatang yang jumlahnya

minoritas di antaranya adalah China, India, dan Arab. Salah satu provinsi di

Indonesia yang memiliki keanekaragaman etnis budaya adalah Sumatera Utara

khususnya Medan. Medan merupakan kota yang diwarnai dengan budaya

berbagai etnis yang menempatinya, tidak hanya etnis asli Indonesia, tetapi juga

berbagai etnis pendatang seperti India, Tionghoa, dan Arab yang telah bermukim

di Indonesia (Coast, 2010).

Salah satu etnis yang eksistensinya tidak dapat dikesampingkan begitu saja

adalah etnis India Tamil, karena mereka juga turut menyumbang terhadap

multikulturalisme dan multietnis di daerah ini. Jumlah etnis India di Indonesia,

menurut sensus penduduk tahun 2000 yang direkam oleh A. Mani (2008) sekitar

(7)

atau 11% saja. Wilayah lain di mana terdapat jumlah etnis India yang cukup besar

adalah Sumatera Selatan (1.245 atau 4%), Jawa Timur (1.164 atau 3%),

Kalimantan Barat (1.150 atau 3%), dan Jawa Barat (1.033 atau 3%).

Walau pada awalnya jumlah mereka relatif kecil sehingga tidak ditemukan

pada laporan Biro Pusat Statistik, tetapi eksistensinya tidak dapat begitu saja

dihiraukan. Di Medan sendiri terdapat kampung yang bernama Kampung Madras

atau Kampung Keling. Di Kampung Keling ini puluhan bangunan tua khas zaman

kolonial Belanda masih bisa ditemukan di sini. Bangunan-bangunan ini adalah

bangunan bersejarah peninggalan masa keemasan tembakau deli. Di kawasan

inilah dahulu masyarakat India tinggal dan bermukim. Sekarang tak banyak

memang lagi warga keturunan India yang tinggal di sana. Karena tekanan

ekonomi kelompok masyarakat inipun banyak yang tergusur ke pinggiran.

Sekarang populasi terbesar mereka berada di Kampung Angrung dan Kampung

Kubur, di sekitar kawasan Jalan Monginsidi, Medan (Rehulin, 2010).

Etnis India Tamil merupakan jumlah terbanyak yang ada di kota Medan.

Dr. Phil Ichwan Azhari MS, seorang sejarawan Universitas Negeri Medan,

menyatakan bahwa dengan jumlah yang cukup banyak, sangat disayangkan

tema-tema tentang etnis India hampir tidak pernah dibahas secara ilmiah melalui

seminar terutama di jenjang Perguruan Tinggi. Masyarakat Tamil masih

berpegang teguh terhadap budaya dan adat istiadat mereka. Mereka memiliki

berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih

dijalankan oleh Masyarakat Tamil di kota Medan maupun di kota–kota besar

(8)

keturunan India bersifat tertutup. India merupakan salah satu negara yang

menganut budaya kolektif. Marshall (2008) menyatakan bahwa budaya kolektif

menggunakan gaya komunikasi tidak langsung dan kurang ekspresif yang

membuat lebih sulit untuk mengungkapkan diri.

Seperti kutipan wawancara di bawah ini :

“Cerita-cerita sama orang-orang kek aku lah kak. Jadi, ya ngomong sama orang itu sekedarnya aja sih kak” (komunikasi personal, 13 Juni 2012).

“Kawan aku di sekolah banyak juga kak orang indonesia tapi aku kalo pigi-pigi kumpul-kumpul sama kawan-kawan aku yang kayak aku juga kak, lebih enak aja rasaku kak” (komunikasi personal, 18 juni 2012)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti remaja India

tersebut kurang terbuka dan enggan untuk bergabung dengan penduduk lokal.

Salah satu remaja India menyatakan bahwa memang dirinya kurang terbuka

dengan orang lain di luar etnisnya. Namun sebenarnya ia tidak keberatan untuk

bergaul dengan yang lain, hanya saya dirinya kurang nyaman akan pandangan

orang lain yang kurang menyenangkan. Untuk itu ia membatasi dirinya hanya

bergaul sebatas di sekolah sedangkan di luar sekolah tidak.

Seperti kutipan wawancara di bawah ini :

“Pulang sekolah langsung pulang kak. Enggak pernah main-main. Ya bekawan–kawannya di sekolah aja kak. Itupun aku enggak pernah curhat-curhatan gitu kak mau sama kawan sama-sama india kek aku juga aku gak pernah curhat kak.” (komunikasi interpersonal, 04 oktober 2012).

(9)

Dari kutipan wawancara tersebut remaja india tersebut terlihat jarang

membagikan cerita dengan teman-temannya yang seetnis maupun tidak seetnis

dengannya. Mereka juga terlihat jarang berkumpul dengan teman-temannya

setelah pulang sekolah tidak seperti remaja kebanyakan. Orangtua dari remaja

etnis India Tamil tersebut tidak membiarkan anak-anaknya bermain di luar jam

sekolah.

Etnis India Tamil juga merupakan kelompok minoritas yang ada di kota

Medan. Minoritas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah jumlah orang

paling sedikit yang memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu patokan

dibandingkan dengan jumlah yang lain yang tidak memperlihatkan ciri tersebut.

Menurut Mendatu (2010) suatu kelompok dikatakan sebagai minoritas apabila

jumlah anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada

kelompok lain di dalam komunitas. Minoritas merupakan suatu jumlah persentase

kelompok yang besarnya kurang dari 50% (UTC, 2006). Dalam analisis klasik,

kelompok minoritas menurut Louis Wirth (dalam Liliweri, 2005), diartikan

sebagai kelompok yang memiliki karakteristik fisik dan budaya yang sama,

kemudian ditunjukkan kepada orang lain dimana mereka hidup dan berada.

Akibatnya, kelompok itu diperlakukan secara tidak adil sehingga mereka merasa

bahwa kelompoknya dijadikan objek sasaran diskriminasi.

Keberadaan minoritas dalam suatu komunitas menunjukkan hubungan

mereka dengan eksistensi kelompok mayoritas yang lebih kaya, lebih sehat, lebih

berpendidikan. Perilaku dan karakteristik dari kelompok minoritas selalu

(10)

Kelompok-kelompok dengan identitas khusus secara tipikal memiliki pendapatan yang lebih

rendah dan mereka kurang memiliki kekuasaan, hak-hak istimewa dan

pendidikan. Jadi minoritas adalah jumlah orang paling sedikit yang

memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu patokan dibawah 50% dimana jumlah

anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok

lain di dalam komunitas. Walaupun mereka sudah berbaur di Medan sendiri

namun, warga minoritas ini merasa belum diperlakukan sama sehingga mereka

merasa didiskriminasi karena ada nya streotype negatif tentang mereka (Etnis,

2011).

Seperti kutipan wawancara di bawah ini :

“ Temen-temen aku sih kebanyakan orang kek aku jugalah kak, cemanalah soalnya kalo gabung sama orang-orang itu payah kayaknya orang itu mandang kami beda trus lebih nyambung” (komunikasi personal, 13 juni 2012).

Dari hasil kutipan wawancara di atas terlihat bahwa remaja etnis India

Tamil lebih memilih berteman dengan yang seetnis dengan mereka karena adanya

pandangan berbeda dari kelompok mayoritas.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa remaja

merupakan masa transisi dari kanak-kanak dan dewasa, dimana remaja memiliki

berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan remaja yang paling

sulit adalah melakukan penyesuain diri terhadap lingkungan sosial. Remaja harus

memiliki keterampilan sosial dalam melakukan penyesuaian diri yang salah

(11)

faktor budaya. Budaya individualistik melihat self disclosure sebagai salah satu faktor penting dalam membangun suatu hubungan sedangkan budaya kolektivis

percaya bahwa self disclosure bukan merupakan hal penting dalam membangun suatu hubungan.

Beberapa budaya individualistik termasuk Eropa dan Amerika sementara

budaya kolektif termasuk Cina, India dan Jepang. Etnis India Tamil sendiri juga

merupakan salah satu kelompok minoritas yang ada di kota Medan. Kelompok

minoritas tersebut harus melakukan penyesuaian diri terhadap etnis setempat.

Dalam melakukan penyesuaian diri tersebut mereka harus memiliki keterampilan

sosial yang salah satunya adalah self disclosure. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimana gambaran self disclosure pada Remaja India Tamil di Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka dalam penelitian

ini akan dilihat bagaimana gambaran self disclosure pada remaja etnis India Tamil

dan bagaimana self disclosure pada remaja etnis India Tamil ditinjau dari kelima dimensi self disclosure.

C. Tujuan Penelitian

(12)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Menambah referensi pengetahuan dalam ruang lingkup Psikologi,

khususnya psikologi perkembangan yang menyangkut perkembangan remaja

dan self disclosure pada remaja india.

b. Dapat di jadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yang

berminat meneliti tentang self disclosure.

2. Manfaat praktis

a. Bagi konselor dan orang tua : Dapat digunakan untuk konseling

sehubungan dengan masalah self disclosure pada remaja etnis india agar lebih dapat memahami bahwa seorang remaja memerlukan tempat yang

tepat untuk berbagi pikiran dan perasaan, sehingga guru dan orang tua

dapat menjadi orang tua sekaligus teman bagi merekadan dapat

membimbing dan membantu remaja dalam keterbukaan diri agar remaja

dapat bersosialisasi dengan baik dengan lingkungannya.

b. Bagi remaja : Dapat mengetahui tentang pentingnya melakukan self disclosure karena self disclosure sebagai salah satu keterampilan sosial akan mempermudah mereka untuk terjun di lingkungan sosial dan dapat

membina dan meningkatkan hubungan sosial yang baik dengan semua

(13)

E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah,

rumusan masalah, dan tujuan penelitian serta manfaat penelitian.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori

tentang Self Disclosure, teori tentang Remaja

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi

operasional dari self disclosure, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji validitas, uji daya beda dan

reliabilitas alat ukur, metode analisa data serta hasil uji coba alat ukur

penelitian.

BAB IV : Hasil Analisis Data

Bab ini berisi analisa data dan pembahasan. Pada bagian ini berisi

uraian yang akan membahas mengenai analisa data hasil penelitian,

interpretasi data dan pembahasan mengenai hasil berkenaan dengan

(14)

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini mengenai kesimpulan dan saran. Pada bagian ini berisi uraian

yang akan membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil

penelitian serta saran penelitian berupa saran metodologis dan saran

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, self disclosure pada remaja tuna daksa dari lahir penting untuk dilakukan dan dimasyarakatkan agar lebih terhindar dari tekan-tekanan batin sehingga tugas

Namun di luar itu semua, komunikasi antar pribadi melalui self-disclosure atau pengungkapan diri adalah salah satu proses komunikasi efektif yang dapat

Pengungkapan diri (self disclosure) merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh remaja untuk bisa melewati tahap-tahap perkembangan yang dilaluinya dengan baik, terutama

Dengan penjelasan di atas maka media sosial Snapchat dapat dijadikan sebuah media sosial sebagai media atau sarana untuk menunjukan citra diri sesuai dengan Self disclosure yang

Namun di luar itu semua, komunikasi antar pribadi melalui self-disclosure atau pengungkapan diri adalah salah satu proses komunikasi efektif yang dapat

Berdasarkan ketiga penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa terdapat pengaruh dan juga hubungan tipe kepribadian dengan self-disclosure di media sosial, namun belum banyak

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self regulated learning merupakan suatu proses yang melibatkan kognisi, perilaku, dan perasaan individu

Dengan kesimpulan di atas, maka terjawab rumusan masalah “Bagaimana self disclosure diungkapkan oleh pengguna media sosial Twitter?” adalah dengan mengunggah informasi yang bersifat