• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI - Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa Etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI - Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa Etnis Batak dan Siswa Etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self Regulated Learning

1. Definisi Self Regulated Learning

Teori sosial kognitif oleh Bandura menyatakan bahwa faktor lingkungan, personal, dan faktor perilaku, memegang peranan penting dalam proses pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Self regulated learning merupakan suatu proses pengaturan diri dan strategi yang melibatkan metakognisi, motivasional, dan behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran (Zimmerman, 1990). Secara metakognisi, siswa membuat perencanaan, mengatur, mengorganisir, mengontrol, dan mengevaluasi tujuan. Siswa bertanggung jawab dalam keberhasilan dan kegagalan, memiliki ketertarikan intrinsik dalam menghadapi tugas yang mengacu kepada motivasional. Serta secara behavioral, siswa mencari bantuan dan masukan, menciptakan lingkungan belajar yang optimal, dan memberikan instruksi serta penguatan terhadap dirinya (Aronson, 2002).

(2)

mempertahankan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut, serta mengaktifkan, mengubah, dan mempertahankan cara belajarnya dalam lingkungan.

Strategi self regulated learning mengacu kepada tindakan dan proses yang terarah dalam memperoleh informasi dan keterampilan yang melibatkan persepsi siswa terhadap tujuan, dan bantuan yang digunakan. Siswa yang meregulasi diri dalam belajar akan memilih dan menggunakan strategi self regulated learning untuk mencapai hasil akademik yang diharapkan yang berdasarkan pada timbal balik dari keefektifan dan keterampilan belajar (Zimmerman, 1990).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self regulated learningmerupakan suatu proses yang melibatkan kognisi, perilaku, dan perasaan individu dalam mencapai tujuan belajar.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning

Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura (Zimmerman, 1989) bahwa self regulated learningditentukan oleh 3 faktor yakni faktor personal, perilaku dan lingkungan :

1) Faktor personal

(3)

self-efficacy siswa tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang yaitu pengetahuan siswa, proses metakognitif, tujuan dan afeksi. Pengetahuan self regualated learning harus memiliki kualitas pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat. Pengatahuan prosedural mengacu kepada pengetahuan bagaimana menggunakan strategi, sedangkan pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Pengetahuan self regulated learning tidak hanya bergantung kepada pengetahuan siswa tetapi juga proses metakognitif pada pengambilan keputusan dan perfoma yang dihasilkan dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar.

Pengambilan keputusan metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang siswa dalam belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy dan afeksi. Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir dalam mencapai tujuan.

(4)

yang baik. Motivasi ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar (ekstrinsik).

Faktor personal melibatkan penggunaan strategi mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan yang ingin dicapai (goal setting and planning), mencatat hal-hal penting (keeping record and monitoring), serta mengulang dan mengingat materi pelajaran (rehearsing and memorizing).

2) Faktor perilaku

Mengacu kepada kemampuan siswa dalam menggunakan strategi self-evaluationsehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Perilaku siswa dalam berperilaku yang berhubungan dengan self regulated learning yaitu observasi diri (self observation), penilaian diri (self-judgment), dan reaksi diri (self-reaction). Komponen tersebut terdiri dari perilaku yang dapat diamati, dilatih dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut dikategorikan sebagai faktor perilaku yang mempengaruhi self regulated learning. Faktor perilaku ini melibatkan penggunaan strategi evaluasi terhadap diri (self-evaluation)dan konsekuensi terhadap diri (self-consequences).

3) Faktor lingkungan

(5)

relevan. Matsumoto (2008), menambahkan bahwa faktor budaya turut mempengaruhi penerapan self regulated learning. Nilai-nilai budaya yang dianut siswa akan berperan dalam menerapkan self regulated learning agar tercapainya tujuan belajar. Individu yang menerapkan self regulated learning biasanya menggunakan strategi mencari informasi (seeking information), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan sosial (seeking social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas, atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record).

Pemaparan di atas, menunjukkan bahwa selama proses self regulated learning berlangsung, ada tiga faktor yang dapat berpengaruh. Faktor-faktor tersebut adalah faktor personal, perilaku, dan lingkungan.

3. Strategi Self Regulated Learning

Zimmerman dan Martinez-Pons (Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000), mengembangkan sebuah struktur wawancara yang dilakukan pada siswa. dari wawancara tersebut dihasilkan 14 strategi belajar yang umumnya digunakan oleh seorang self regulated learner, sebagai berikut:

a. Evaluasi terhadap diri (Self evaluation)

(6)

b. Mengatur materi pelajaran(Organizing and transforming)

Siswa mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran dan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt. c. Mengatur dan merancang tujuan (Goal setting and planning)

Siswa mengatur tujuan-tujuan dari pembelajaran dan perencanaan terhadap pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan tugas berkaitan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu siswa untuk menemukan konflik dan meminimalisir tugas-tugas yang mendesak serta fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangkan panjang.

d. Mencari informasi (Seeking information)

Siswa memiliki inisiatif untuk mencari informasi diluar dirinya (nonsosial) ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut.

e. Mencatat hal-hal penting (Keeping records and monitoring)

Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, menyimpan hasil tes, tugas, maupun catatan yang telah dikerjakan.

f. Mengatur lingkungan belajar (Environmental structuring)

(7)

g. Konsekuensi terhadap diri (Self consequences)

Siswa mengatur dan menerapkan reward dan punishment dalam mengontrol hasil yang didapat dalam pengerjaan tugas maupun ujian.

h. Mengulang dan mengingat materi (Rehearsing and memorizing)

Siswa berusaha mempelajari materi pelajaran dan mengingat kembali bahan bacaan dengan perilaku overtdan covert.

i. Mencari bantuan teman sebaya(Seeking help from peers)

Siswa meminta bantuan kepada teman sebaya ketika menghadapi masalah berhubungan dengan tugas yang dikerjakan.

j. Mencari bantuan guru(Seeking help from teachers)

Siswa bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar untuk dapat membantu menyelesaikan tugas pembelajaran.

k. Mencari bantuan orang dewasa(Seeking help from adults)

Siswa meminta bantuan orang dewasa (seperti orangtua) yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan pelajaran.

l. Mengulang tugas atau tes sebelumnya (Review test)

Siswa mengulang pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber informasi untuk belajar.

m. Mengulang catatan (Review notes)

(8)

n. Meninjau buku pelajaran (Review textbook)

Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung catatan sebagai sarana belajar.

B. Etnis

1. Pengertian Etnis

Burkey mengungkapkan bahwa etnis merupakan kelompok manusia yang memiliki identitas budaya yang sama meliputi bahasa, tradisi, dan pola tingkah laku (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003). Etnis juga dapat ditentukan berdasarkan persamaan asal-usul yang merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan suatu ikatan. Wilbinson (dalam Koentjaraningrat, 2007) mengatakan bahwa pengertian etnis mencakup warna kulit, asal usul acuan kepercayaan, status kelompok minoritas, kelas stratafikasi, keanggotaan politik, dan program belajar.

Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etnis merupakan suatu kelompok manusia yang terikat berdasarkan persamaan identitas budaya berupa bahasa, tradisi, dan pola tingkah laku serta persamaam asal-usul berupa warna kulit, kepercayaan, dan status kelompok. Tabel 1 menunjukkan persentase sebaran etnis yang ada di Sumatera Utara (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003).

Tabel 1 Komposisi Etnis di Sumatera Utara Tahun 2000

(9)

Lanjutan Tabel 1

No Etnis Persentase

9 Sunda 0,27

10 Betawi 0,04

11 Bugis 0,03

12 Madura 0,02

Total 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa etnis yang terbanyak di Kota Medan adalah etnis Batak. Sedangkan, etnis lainnya termasuk etnis pendatang seperti India, Cina, dan Arab.

2. Etnis Batak

Kebudayaan Batak merupakan salah satu bagian dari sejarah kebudayaan bangsa Indonesia yang tertua di Sumatera khususnya dan di Indonesia pada umumnya (Junus, 1971). Tanah Batak adalah daerah pedalaman di Sumatera Utara dengan Danau Toba sebagai pusatnya. Etnis Batak khususnya terdiri dari sub etnis yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, dan Batak Angkola Mandailing (Tambunan, 1982). Keunikan karakteristik dari etnis Batak tersebut tercermin dari kebudayaan yang dimiliki baik dari segi agama, mata pencarian, kesenian, dan lain sebagainya. Berdasarkan cerita-cerita suci orang Batak, semua sub-sub suku bangsa memiliki nenek moyang yang satu yaitu Siraja Batak yang tinggal di kaki gunung bukit, yang letaknya disebelah barat Danau Toba. Hal ini berarti orang Batak memiliki konsep bahwa alam beserta isinya diciptakan debata (Ompung) (Koenjtaraningrat, 2007).

(10)

Setiap anggota masyarakat mengikuti marga turun-temurun. Marga adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Semua individu dari satu marga memakai nama identitas yang dibubuhkan sesudah nama kecilnya, dan nama marga itu merupakan suatu pertanda bahwa orang-orang yang menggunakannya masih mempunyai kakek yang sama, dan ada satu keyakinan bahwa orang-orang yang menggunakan nama marga sama terjalin oleh hubungan darah. Suku batak dalam kebudayaannya selalu memelihara kepribadian sendiri, rasa kekeluargaan tetap terjalin dengan baik, bukan saja terhadap keluarga dekat tetapi juga terhadap keluarga jauh yang semarga (Tambunan, 1982).

(11)

etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987).

(12)

hubungan suami istri. Kalau ketiga dasar fondasi hubungan dalam keluarga inti dan keluarga besar baik dan harmonis, maka hubungan sosial dalam masyarakat sekelilingnya akan lebih baik dan juga harmonis (Koenjataningrat, 2007).

3. Etnis India Tamil

a. Sejarah etnis India Tamil di Kota Medan

Etnis India Tamil di Indonesia merupakan kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Pada tahun 1863, perkebunan tembakau pertama dibuka di Tanah Deli. Pada saat itu, etnis Melayu yang merupakan penduduk asli di Tanah Deli tidak tertarik pada pekerjaan perkebunan sehingga buruh-buruh dari berbagai daerah dan bangsa seperti Cina, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar oleh pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja (Bangkaru, 2001).

Kedatangan Etnis India Tamil dibawa oleh Belanda di awal pembangunan industri perkebunan. Etnis ini dijadikan sebagai buruh kasar dan harus bekerja dalam kondisi yang keras di tanah Deli. Ketika kontrak kerja mereka telah selesai dengan Belanda, sebagian orang Tamil dibawa kembali ke India. Namun, kebanyakan dari mereka tetap tinggal di Medan dan lainnya menyebar ke daerah-daerah lain yang ada di Sumatera Utara (Bangkaru, 2001).

(13)

memiliki falsafah hidup yakni “Yathum Ure, Yawerum Kellir” yang berarti bahwa etnis India Tamil harus saling menjaga budaya dan tingkah laku mereka dengan membina hubungan baik dan saling tolong menolong dengan masyarakat dimanapun mereka tinggal sehingga tidak menimbulkan perselisihan yang dapat mengurangi perasaan aman.

Kebanyakan etnis India Tamil bekerja di bidang perdagangan dan beberapa dari mereka juga bekerja menjadi kontraktor dan pegawai pemerintah walaupun dengan jumlah yang masih sedikit (Lubis, 2005). Beberapa isu diskriminasi muncul terhadap etnis India Tamil dimana mereka terkesan “dianaktirikan” oleh pemerintah daerah kota Medan yaitu sulitnya mencari akses lapangan kerja, pembuatan KTP, hingga masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.

b. Kebudayaan etnis India Tamil

(14)

Budaya India Tamil mengenal adanya 4 masa penting kehidupan yakni brachmacharya yang dimulai sejak individu lahir sampai usia 25 tahun, grhastha dari usia 26 tahun sampai dengan 50 tahun, sannaya yang dimulai dari usia 51 tahun sampai dengan 75 tahun, dan fase terakhir yakni vanaprastha yang dimulai dari usia 75 tahun keatas. Menurut fase ini, orang yang berada di bawah usia 25 tahun harus mencari pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan mampu mencapai atman yakni pengaturan diri yang baik (Loon & Laal, 2005).

Dalam kehidupannya sehari-hari, etnis India Tamil telah mengikuti kebiasaan lokal Indonesia pada umumnya, makan-makanan Melayu, Batak, Jawa, dan juga Tamil, serta menggunakan pakaian Indonesia sehingga mereka jarang memiliki konflik dengan etnis non India Tamil lainnya. Walaupun demikian, etnis India Tamil masih mempertahankan budaya dan adat istiadat mereka (Mani, 1993).

Etnis India Tamil memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh etnis India Tamil di kota Medan maupun di kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti perayaan Adhi Tiruvilla (upacara tolak bala) dan Navaratri (penghormatan kepada tiga dewi yaitu Dewi Durga, Dewi Laksmi, dan Dewi Saraswathi) (Pina, 2010). Selain itu, etnis India Tamil juga dikenal dengan kesustertaan, yang dibagi ke dalam 3 kelas yakni aksara, musik, dan drama. Bahkan musik dan tarian menjadi suatu tradisi yang dilakukan dalam kegiatan ibadah (Pang & EK Sng, 1991).

(15)

sistemnya disebut Varna. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota yaitu melalui kelahiran atau keturunan. Kasta pada masyarakat India tersusun dari atas ke bawah, yaitu sebagai berikut :

a. Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu, yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk menguasai kitab suci sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal.

b. Ksatria , yaitu kasta para bangsawan dan tentara. Pendidikan bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan denga pengaturan pemerintahan.

c. Waisya, yaitu kasta para pedagang. Kasta ini dianggap sebagai kelompok lapisan menengah pada masyarakat.

d. Sudra , yaitu kasta yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau rakyat jelata. Pendidikan bertujuan agar individu memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat dan sebagainya.

(16)

lapisan sosial tertutup ini sering disebut sebagai sistem yang kaku atau ekstrim. Sebagai akibatnya, kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang dalam masyarakat (Waluya, 2007).

Etnis India Tamil mempercayai ajaran Karmaphala atau hukum karma untuk mempertebal keyakinan agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang. Ajaran ini mengajarkan tentang hubungan antara perbuatan atau tingkah laku manusia itu sendiri. Apabila berbuat jahat atau berfikiran jahat maka akibat buruk yang didapat dan sebaliknya apabila berbuat baik makan kebaikan yang akan didapat. Selain itu, Etnis India Tamil juga percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar, jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya (Nuriah, 1990).

Etnis India Tamil memiliki falsafah tersendiri dalam hal pendidikan yang berbunyi “kovil la lathe idettie kudi irukke vendham”, artinya jangan tinggal ditempat yang tidak ada madrasahnya. Kesadaran akan pendidikan menjadi ciri dan kecenderungan umum bagi etnis India Tamil. Pendidikan merupakan jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007).

(17)

tinggi intuisi, sikap subjektif, sifat samar, sikap lepas dan mengupayakan penindasan keinginan (Bahm, 2003).

C. Profil SMK SWASTA RAKSANA 2

Pertama kali Yayasan Pendidikan Raksana didirikan pada tahun 1984 oleh Bapak S. Marimutu dan mulai menerima siswa pada tahun 1986. Yayasan Pendidikan Raksana berarti “AGUNG” merupakan yayasan yang turut membantu pemerintah dalam bidang pendidikan yang bersifat nasional tanpa membedakan latar belakang suku, agama, dan ras. Yayasan pendidikan raksana mengelola SMP, SMA, SMK-TI (STM), dan SMK-BM (SMEA) yang siswanya saat ini lebih kurang 3000 orang yang berasal dari hampir semua Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara dan Provinsi lain seperti Nangro Aceh Darussalam dan Provinsi Riau. Saat ini siswa yayasan pendidikan raksana terdiri dari 75% beragama Islam, 20% beragama Kristen dan 5% beragama Hindu dan Budha.

(18)

bahasa inggris dan terampil dibidang keahliannya masing-masing yang berbasis kompetensi. 2) Mengembangkan sumberdaya yang lebih profesional sesuai kompetensi keahliannya masing-masing. 3) Mengubah tamatan dari beban menjadi asset (tamat melamat pekerjaan menjadi tamat di lamar pekerjaan).

SMK Swasta Raksana 2 memiliki keunggulan untuk menjadikan siswa berbudi pekerti luhur, kompeten di bidang keahliannya masing-masing, cakap dan terampil, berkperibadian, mampu berkomunikasi dengan baik, cerdas dan kompetitif, serta mampu bersaing.

SMK Swasta Raksana 2 sangat mengutamakan kedisiplinan dalam mendidik siswa dan juga pencapaian prestasi. Dalam bidang prestasi, SMK Swasta Raksana 2 sudah meraih cukup banyak penghargaan khususnya dalam bidang seni dan juga perlombaan Bahasa Inggris. Adapun kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ini adalah Palang Merah Remaja, pencinta alam, kesenian, olahraga, dan pramuka.

D. PerbedaanSelf Regulated Learningpada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2.

(19)

bahwa budaya mempengaruhi keyakinan dan perilaku individu dalam kehidupan sosial, dan berdampak pada perkembangan regulasi diri individu.

Etnis Batak merupakan salah satu etnis asli Indonesia. Etnis Batak menempuh kebudayaan menurut kepribadiannya sendiri dan adanya perubahan zaman tidak mempengaruhi kepribadian tersebut karena etnis Batak di kota pun tetap berpegang teguh kepada filsafat leluhur (Kartika, 2004). Etnis Batak menganut nilai-nilai budaya akan pentingnya pendidikan. Falsafah hidup etnis Batak lebih dikenal dengan 3H yaitu Hamoraon (kekayaan), Hagabeon, (menikah dan keturunan) dan Hasangapon (kehormatan). Adapun jalan menuju tercapai kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan sehingga keluarga etnis Batak dengan yang lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya (Koentjaraningrat,2007). Orang tua etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup yang dianut kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, berani, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987). Menurut Nurmi (1991) bahwa adanya orientasi ke depan menunjukkan siswa etnis Batak mampu mengevaluasi diri, membuat pengaturan dan perencanaan tujuan dalam proses belajar, serta mengatur strategi dan waktu belajar. Hal ini menunjukkan bahwa individu mampu melakukan pengaturan diri dalam belajar.

(20)

mengutamakan pendidikan dimanapun berada. Etnis India Tamil meyakini bahwa pendidikan menjadi jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007). Walaupun pendidikan juga menjadi hal yang penting bagi etnis India Tamil, namun keinginan untuk sukses tidak sama dengan etnis Batak. Pada umumnya, etnis Tamil memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan hanya sedikit dari mereka yang memiliki pendidikan formal (Florence, 2008).

(21)

Pada etnis India Tamil, sistem kasta merupakan salah satu bagian dari budaya Hindu yang membentuk nilai-nilai dan keyakinan individu (Audretsch dan Meyer, 2009). Etnis India Tamil termasuk ke dalam kasta sudra, yaitu golongan kasta terendah. Penelitian Hoff dan Pandey (2008) mengenai prestasi siswa di India menunjukkan adanya perbedaan motivasi antara siswa yang berasal dari kasta tinggi dan kasta rendah, bahwa siswa dari kasta rendah memiliki motivasi yang lebih rendah dalam belajar. Individu kasta rendah cenderung merasa tidak mampu dan tidak berani dalam menghadapi sesuatu. Hal ini menyebabkan etnis India Tamil motivasi yang rendah sehingga kurang mampu melakukan pengaturan diri dengan baik. Cobb (2003) menambahkan bahwa individu yang menilai dirinya mampu melakukan suatu tugas, tujuan atau hambatan akan dapat meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning.

(22)

menghadapi kesulitan dalam pembelajaran dan membantu persiapan menghadapi ujian di sekolah. Hal ini dapat mempengaruhi anak untuk mencapai prestasi akademik yang baik di sekolah.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa terdapat perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2.

E. Hipotesa Penelitian

Gambar

Tabel di atas menunjukkan bahwa etnis yang terbanyak di Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pembelajaran IPA melalui pendekatan kontekstual menggunakan simulasi komputer dan model kerja, kemampuan berpikir kritis dan

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari campuran tapioka, kitosan, gliserin, dan ekstrak kulit manggis ( Garciniae mangostana ) untuk

Dari hasil analisis kuesioner kepada responden berdasarkan data yang telah terkumpul dalam bentuk tabel mengenai keputusan pembelian kemasan makanan jajanan kaki

Dari nilai pada Tabel 3 dan Gambar 8 dike- tahui bahwa penggunaan katalis dalam proses deko- lorisasi fotokatalitik, baik mikropartikel TiO 2 mau- pun ZnO secara individual pada

*Alat Peraga Pendidikan *Elektrikal Mekanikal *Komputer *Laboratorium *Percetakanb. DAFTAR HARGA ALAT PERAGA

4.6.2 Pengendalian Diri Berpengaruh Terhadap Tingkat Pemahaman Mahasiswa Jurusan Akuntansi Terhadap Mata Kuliah Akuntansi Biaya

Title Added value services based on Shopping layer Involved building blocks Discovery Service, Processing System, Shopping layer Involved applications GAMBAS mobile

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa guru kurang maksimal dalam menjelaskan kembali semua materi yang diberikan, siswa kurang memperhatikan dan menanggapi