• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Volume Limpasan Studi Kasus: DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat (Evaluation Of Landuse Change Impact On Run-off Volume Case Study : Ciliwung Hulu Watershed, West Java)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Volume Limpasan Studi Kasus: DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat (Evaluation Of Landuse Change Impact On Run-off Volume Case Study : Ciliwung Hulu Watershed, West Java)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP VOLUME LIMPASAN STUDI KASUS: DAS CILIWUNG HULU, JAWA BARAT

(Evaluation of Landuse Change Impact on Run-off Volume Case Study : Ciliwung Hulu Watershed, West Java)

B.D. Dasanto dan Risyanto

Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB ABSTRAK

Ciliwung Hulu merupakan salah satu daerah aliran sungai kritis di Pulau Jawa yang disebabkan oleh tingginya laju perubahan penggunaan. Faktor yang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan ada dua yaitu faktor fisik lahan dan sosial-ekonomi masyarakat yang memanfaatkan lahan tersebut. Kajian ini bertujuan untuk mengembangkan model perubahan penggunaan lahan, memprediksi luas perubahan lahan, dan mengevaluasi volume limpasannya berdasarkan data penggunaan lahan prediksi. Keabsahan model regresi logistik yang diperoleh ini rata-rata adalah 51,7% dan persentase kalibrasi antara peta penggunaan lahan prediksi dan real adalah 65,5%. Hasil analisis perubahan penggunaan lahan untuk periode 2005-2010 dan 2015-2020 menunjukkan adanya pola perubahan yang khas. Pada periode pertama, luas lahan hutan menyusut sebesar 85% sedangkan lahan permukiman bertambah 144% sehingga nilai Bilangan Kurvanya meningkat dari 80 menjadi 81. Peningkatan nilai Bilangan Kurva ini mengindikasikan adanya penurunan kemampuan DAS Ciliwung Hulu untuk menyimpan hujan yang jatuh di atasnya. Dampak dari hal tersebut adalah meningkatnya volume limpasan dari 660.000 m3 menjadi 905.000 m3. Pada periode kedua, luas lahan hutan dan permukiman bertambah sebesar 612% dan 28% sehingga nilai Bilangan Kurvanya turun dari 80 menjadi 78. Hal ini mengakibatkan volume limpasannya turun dari 805.000 m3 menjadi 803.000 m3.

Kata Kunci : Perubahan penggunaan lahan, volume limpasan, DAS Ciliwung Hulu, Bilangan kurva.

ABSTRACT

The upper Ciliwung watershed is one of the critical catchments areas in Java Island. A major element of this area is the modification of natural land-cover due to human activities. Land use change is driven by the interaction between physical and socio-economic factors. The objective of this paper is to develop a land use change model and to evaluate runoff volume based on land use prediction. The pseudo-R2 or 2 in this model is 51.7% and the calibration between predicted land use and the real is 65.5%. The analysis result of land use change for period 2005-2010 and 2015-2020 show a special change pattern. In the first period, the forest land will decrease by 85%, while resettlements land increase by 144%, so the Curve Number value will increase from 80 to 81. These indicate decreasing capability of the upper Ciliwung to retain rainfall. The impact of this condition will increase runoff volume from 660.000 m3 to be 905.000 m3. In the second period, the forest and resettlements land will increase by 612% and 28%, so the Curve Number will decrease from 80 to be 78. This will decrease runoff volume from 805.000 m3 to be 803.000 m3.

(2)

PENDAHULUAN

Berdasarkan tingkat kekritisannya, Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia dibagi menjadi 3 skala prioritas (Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 284, 1999) yaitu DAS prioritas I berjumlah 62 sedangkan prioritas II dan III berturut-turut berjumlah 232 dan 178 DAS. DAS prioritas I mengindikasikan bahwa DAS tersebut telah mengalami kekritisan lahan yang berat dan harus segera direhabilitasi sedangkan prioritas II dan III menunjukkan tingkat kekritisan lahan yang semakin ringan.

Faktor yang mendorong naiknya tingkat kekritisan lahan DAS adalah terjadinya perubahan penggunaan lahan alami menjadi buatan (man made) yang cenderung menurunkan daya dukung DAS. Faktor pendorong tersebut ada 2 yaitu fisik dan non-fisik. Faktor fisik terdiri atas beberapa peubah misalnya jarak dari tepi hutan ke jalan raya, sungai utama dan/atau lokasi permukiman. Faktor pendorong kedua yaitu faktor non-fisik yang meliputi peubah sosio-ekonomi misalnya tingkat kepadatan penduduk, pertumbuhan ekonomi regional, pendapatan per kapita, dan jenjang pendidikan. Kedua faktor pendorong tersebut masing-masing memiliki peluang sebagai pemicu dalam menentukan tingginya laju perubahan penggunaan lahan.

Kekuatan dari kedua faktor tersebut dalam memacu perubahan penggunaan lahan dapat diduga dengan menggunakan model. Lambin (1997, dalam Schneider and Pontius, 2001) mengemukakan bahwa model perubahan penggunaan lahan menjawab 3 pertanyaan, yaitu: (1) Peubah biofisik dan sosial-ekonomi apa yang dapat menjelaskan terjadinya perubahan? (2) Dimanakah lokasi perubahan tersebut terjadi? (3) Berapakah laju perubahan paling besar?. Dalam analisis lebih lanjut, model yang terbentuk dapat digunakan untuk memprediksi proses perubahan penggunaan lahan untuk beberapa tahun ke depan (Pontius, 1994; Hall et al., 1995; Veldkamp and Fresco, 1996; Lambin, 1997 dalam Schneider and Pontius, 2001). Model perubahan penggunaan lahan adalah beragam antara lain model regresi linier, MCE, dan model regresi logistik.

Tujuan dari penelitian adalah mengembangkan model perubahan penggunaan lahan dan memprediksi lokasi dan luas perubahannya dan mengevaluasi perubahan volume limpasan berdasarkan data penggunaan lahan prediksi

BAHAN DAN METODE Data

Data yang diperlukan adalah data spasial dan atribut yang diperoleh dari beberapa sumber, seperti:

1. Proyeksi jumlah penduduk tahun 2000-2010 dari BPS Propinsi Jawa Barat

2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 1990, 1995, 2000 dan 2001 dari BPS Propinsi Jawa Barat

3. Jumlah penduduk menurut pendidikan tertinggi 1990, 1995 dan 2000 dari BPS Propinsi Jawa Barat

4. Peta penggunaan lahan digital 1990, 2001 dan 2004 (Limnologi-LIPI dalam Risyanto 2007 ) 5. Peta jaringan jalan tahun 1989 (Bakosurtanal)

6. Peta jaringan sungai (Risyanto, 2007)

7. Presipitasi harian sesaat (per 30 menit) tahun 2004 dari Stasiun Gadog dan Gunung Mas. 8. Presipitasi kumulatif harian tahun 2004 dari Stasiun Cilember dan Citeko.

(3)

9. Presipitasi harian tahun 1985-2002 dari Stasiun Katulampa, Citeko dan Gunung Mas. 10. Tinggi muka air harian sesaat (per jam) tahun 2004 dari SPAS Katulampa.

11. Peta DEM dan tanah semi detil DAS Ciliwung bagian hulu (dalam Risyanto, 2007)

Dalam kajian ini data proyeksi jumlah penduduk ditransformasi menjadi peta kepadatan penduduk rata-rata digital. Data PDRB per kabupaten yang berupa data atribut diubah menjadi data peta pendapatan kotor per penduduk. Data jumlah penduduk berpendidikan tinggi (Diploma-Sarjana) dirasiokan terhadap jumlah penduduk yang hanya berpendidikan dasar (SD). Rasio pendidikan tinggi terhadap pendidikan dasar di dalam kajian ini diubah menjadi peta pendidikan digital. Peta-peta digital tersebut yang pada awalnya masih dalam format vektor dikonversi menjadi format raster dengan resolusi spasial 30 meter. Dalam kajian ini, proses rasterisasi dilakukan dengan menggunakan algoritma yang terdapat pada perangkat lunak GIS/RS.

2.1. Metodologi

Model perubahan penggunaan dianalisis menggunakan model regresi logistik, kemudian model yang diperoleh digunakan untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu sampai tahun 2020. Berdasarkan data hasil prediksi tersebut dilakukan evaluasi perubahan limpasan DAS Ciliwung Hulu untuk rentang waktu yang sama. Metode yang digunakan untuk estimasi limpasan ini adalah SCS-CN dan perangkat lunaknya adalah HEC-HMS.

2.2. 1. Regresi Logistik

Perubahan penggunaan lahan dapat diprediksi dengan model regresi logistik. Peubah terikat (prediktan) dalam regresi logistik bersifat biner (ada atau tidak ada kejadian), dimana ”1” berarti ada perubahan jenis penggunaan lahan dan ”0” berarti tidak ada perubahan jenis penggunaan lahan untuk rentang waktu tertentu. Fungsi logistik yang memberikan nilai peluang adanya perubahan penggunaan lahan tertentu jadi penggunaan lahan lain dapat dirumuskan sebagai berikut:

) ... exp( 1 ) ... exp( ) ( 2 2 1 1 2 2 1 1 n n n n X X X X X X Y E p

           ... (1)

di mana p adalah peluang perubahan penggunaan lahan dalam sel atau grid tertentu, E(Y) adalah nilai biner dari prediktan yang diharapkan,  adalah suatu konstanta estimasi, dan n adalah

koefisien untuk tiap prediktor Xn. Fungsi logistik dapat ditransformasi hingga memiliki respon linier

dan bentuk transformasinya adalah:

        p p p e 1 log ' ... (2)

sehingga diperoleh persamaan baru:

p’ = + 1 X1+ 2 X2+...+ n Xn ... (3)

Transformasi Persamaan 1 menjadi Persamaan 3 disebut logit atau transformasi logistik (logistic transformation) dan umumnya ditulis sebagai berikut:

(4)

Logit (p)= + 1 X1+ 2 X2+...+ n Xn ... (4)

Berdasarkan Persamaan 4, perubahan penggunaan lahan dari satu tipe ke tipe lain dapat diketahui dan proyeksinyapun dapat dihitung. Nilai P dari Persamaan 4 berupa nilai peluang yaitu dari 0 hingga 1. Dalam kajian ini nilai peluang perubahan penggunaan lahan yang mungkin terjadi ditetapkan >= 0,3. Maksudnya, apabila nilai P >= 0,3 maka di wilayah tersebut ada perubahan penggunaan lahan (dan wilayah tersebut diberi notasi 1). Namun, apabila nilai P < 0,3 maka di wilayah tersebut tidak ada perubahan penggunaan lahan sehingga diberi notasi 0.

Untuk DAS Ciliwung Hulu, peubah bebas yang digunakan adalah kepadatan penduduk per grid (X1), pendapatan kotor per penduduk (X2), rasio jumlah penduduk berpendidikan tinggi

terhadap jumlah penduduk berpendidikan dasar per kecamatan (X3), jarak ke penggunaan lahan

tertentu yang diprediksi perubahannya (X4), jarak ke jalan raya/utama (X5), dan jarak ke tepi sungai

besar (X6). Alasan dipilihnya 6 prediktor tersebut terkait dengan peluang berubahnya suatu

penggunaan lahan. Misalnya, kepadatan penduduk yang tinggi diperkirakan sebagai salah-satu pendorong adanya perubahan penggunaan lahan tertentu jadi penggunaan lahan lain. Prediktor lain yang juga mendorong hal tersebut adalah jarak ke jalan raya atau sungai besar, maksudnya semakin dekat dengan jalan raya dan sungai besar maka peluang perubahan penggunaan lahan juga semakin besar. Namun, rasio jumlah penduduk berpendidikan tinggi terhadap jumlah penduduk berpendidikan dasar yang semakin meningkat dari tahun ke tahun diharapkan sebagai faktor peredam dalam mengurangi tingginya laju perubahan penggunaan lahan yang mengakibatkan turunnya daya dukung lingkungan pada suatu lahan atau DAS.

2.2.2. Estimasi Limpasan

Volume limpasan diestimasi dengan metode SCS-CN dan perangkat lunak HEC-HMS. Metode SCS-CN menggunakan pendekatan hubungan presipitasi-limpasan. Transformasi presipitasi menjadi limpasan sangat bergantung pada media yang dilaluinya, yaitu jenis penggunaan lahan, teknik konservasi dan sifat fisik tanahnya. Dalam metode SCS-CN, media transformasi tersebut dinyatakan dalam nilai Bilangan Kurva.

2.2.3. Hubungan Presipitasi-Limpasan (Rainfall-Runoff Relation)

Metode SCS-CN mengasumsikan bahwa volume limpasan sangat bergantung pada volume presipitasi dan volume cadangan air awal yang tersimpan di dalam tanah. Bentuk persamaan dari hubungan presipitasi dan limpasan tersebut adalah:

a

I

P

Q

S

F

... (5)

dimana: F: infiltrasi aktual (mm), S : retensi maksimum potensial atau beda potensial maksimum antara tebal curah hujan dan limpasan permukaan (mm), pada saat awal hujan, Q: limpasan (mm), P: presipitasi (mm), dan Ia : abstraksi awal (mm)

Ketika S mengalami maksimum maka infiltrasi aktual dapat diformulasi ulang menjadi:

Q

I

P

F

(

a

)

... (6)

(5)

)

(

)

(

a a

I

P

Q

S

Q

I

P

... (7) Berdasarkan Persamaan 7 maka volume limpasan dapat diduga dengan persamaan berikut:

S

I

P

I

P

Q

a a

)

(

)

(

2 ... (8)

McCuen (1982) menyatakan bahwa abstraksi awal adalah fungsi penggunaan lahan, perlakuan, dan kondisi; intersepsi; infiltrasi; cadangan depresi; dan lengas tanah awal. Hasil analisis empiris yang telah dilakukan oleh SCS untuk mengembangkan hubungan presipitasi-limpasan mengestimasikan bahwa nilai Ia adalah:

S

I

a

0

,

2

.

... (9)

Nilai konstanta pada Persamaan 9 bergantung pada lokasi kajian dan umumnya berkisar antara 0-0,3. Jika Persamaan 9 disubstitusikan ke dalam Persamaan 8 maka diperoleh persamaan baru yaitu:

S

P

S

P

Q

.

8

,

0

)

.

2

,

0

(

2

; untuk P > Ia ... (10)

0

Q

; untuk P  Ia ... (11) Beda potensial maksimum antara tebal curah hujan dan limpasan permukaan (S) adalah terkait dengan parameter Bilangan Kurva (Curve Number, CN) yang tidak berdimensi dan kisaran nilainya antara 0-100 atau CN[0, 100], sehingga S adalah:

      25,4. 1000 10 CN S ... (12)

2.2.4. Bilangan Kurva (Curve Number)

Estimasi limpasan menggunakan metode SCS-CN atau Bilangan Kurva adalah berdasarkan suatu kejadian hujan dan bukannya hujan rata-rata bulanan ataupun tahunan. Oleh karena itu besarnya limpasan yang disebabkan oleh suatu kejadian hujan sangat dipengaruhi oleh besarnya hujan 5 hari sebelumnya. Hal ini terkait dengan kondisi lengas tanah awal (Antecedent Moisture Condition) yang sangat berpengaruh terhadap besarnya suatu limpasan.

Nilai parameter Bilangan Kurva yang akan digunakan untuk menghitung limpasan harus dalam bentuk rata-rata yang dibobot. Dalam perhitungan limpasan pada suatu DAS, faktor pembobot dalam menentukan nilai parameter Bilangan Kurva (CN) adalah luas masing-masing penggunaan lahan terhadap luas total DAS (Okoński, 2007) dan bentuk persamaan umumnya adalah:

(6)

n i i i s

CN

A

A

CN

1

.

1

... (13)

n i i

A

A

1 ... (14) dimana: CNs: nilai rata-rata dari parameter CN dalam suatu DAS, CNi : nilai parameter CN untuk

jenis penggunaan lahan ke-i, Ai : luas untuk jenis penggunaan lahan ke-i, A: luas DAS penggunaan lahan ke-i hingga n)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah aliran sungai Ciliwung membentang dari Zona Tengah hingga Zona Utara dan terletak di bagian barat dari Pulau Jawa. Karakteristik Zona Tengah bagian barat Pulau Jawa adalah berupa daerah depresi yang ditumbuhi oleh jalur gunungapi, sedangkan Zona Utara berupa dataran aluvial (Pannekoek, 1949). Elevasi DAS Ciliwung Hulu adalah antara 350 – 2900 m dpal., dan posisi koordinatnya 106,8o -107,0o BT dan 6,6o– 6,8o LS. Secara administrasi, DAS Ciliwung Hulu terletak di 4 wilayah administrasi kabupaten dan terdiri dari 8 kecamatan antara lain Pacet, Cisarua, Ciawi dan Bogor Selatan ( Gambar 1).

Gambar 1. Distribusi Wilayah Administrasi di DAS Ciliwung Hulu

(7)

Bentuk daerah aliran Sungai Ciliwung adalah unik yaitu melebar di bagian hulu dan memanjang di bagian tengah hingga hilir. Pola aliran Sungai Ciliwung bagian hulu adalah dendritic yaitu menyerupai percabangan pohon. Pola ini berkembang pada daerah yang lapisan batuannya relatif horisontal, dan tekstur tanahnya halus sehingga permeabilitasnya rendah.

Curah hujan tahunan di wilayah ini adalah 3600 mm, lama bulan basah adalah 8 bulan (Oktober-Mei) dan tanpa bulan kering (Risyanto, 2007). Berdasarkan karakteristik hujan tersebut bagian hulu Sungai Ciliwung merupakan daerah beriklim basah. Oleh karena permeabilitas tanah di DAS ini rendah maka presipitasi tinggi yang jatuh di atasnya sebagian besar akan jadi limpasan langsung dan hanya sebagian kecil yang jadi air infiltrasi guna menambah cadangan airbumi. 3.1. Laju Perubahan Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu

Luas DAS Ciliwung Hulu adalah lebih dari 14700 ha dan terdiri dari 5 jenis penggunaan lahan (Tabel 1). Selama kurun waktu 11 tahun (1990-2001), laju penyusutan penggunaan lahan hutan adalah 178 ha/tahun. Laju penyusutan berikutnya adalah tegalan, pada tahun 1990 luas tegalan adalah 3623 ha tetapi pada tahun 2001 menyusut 1% lebih atau tersisa sekitar 3572 ha. Selain laju penyusutan maka laju penambahan luas penggunaan lahan terbesar di DAS Ciliwung Hulu adalah pada pengunaan lahan permukiman. Pada tahun 1990, luas permukiman adalah sekitar 217 ha tapi pada tahun 2001 luasnya bertambah jadi 894 ha atau meningkat di atas 300%. Tingginya penambahan penggunaan lahan permukiman yang diikuti oleh sawah dan kebun memaksa jenis penggunaan lahan lain (hutan dan tegalan) untuk mengalami penyusutan.

Tabel 1. Laju Perubahan Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Antara Tahun 1990 dan 2001

No. Penggunaan Lahan KODE Luas (Ha) Perubahan

1990 2001 % Ha/th 1 Hutan Htn 5166 3207 -38 -178 2 Kebun Kbn 3377 3687 +9 +28 3 Permukiman Pmk 217 894 +312 +62 4 Sawah Swh 2384 3407 +43 +93 5 Tegalan Tgl 3623 3572 -1 -5 14768 14768

Sumber: Limnologi-LIPI dengan modifikasi, dalam Risyanto (2007)

Hasil analisis silang antara penggunaan lahan 1990 dan 2001 menunjukkan bahwa lahan hutan telah berubah menjadi lahan non hutan (antara lain: tegalan, kebun dan sawah) seluas 1959 ha. Perubahan lahan hutan menjadi tegalan memiliki peluang paling tinggi jika dibandingkan hutan menjadi kebun ataupun sawah. Perubahan lahan tegalan menjadi non tegalan (sawah, kebun dan permukiman) mencapai seluas 51 ha, dan peluang paling tinggi adalah tegalan menjadi sawah. Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan terakhir adalah menjadi permukiman.

3.2. Model dan Kalibrasi Peta Prediksi

Hasil tabulasi silang antara peta penggunaan lahan digital tahun 1990 dan 2001 menunjukkan adanya 25 kemungkinan perubahan penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan lain, sehingga diperkirakan akan terbentuk 25 persamaan regresi logistik. Namun, hasil uji F dan T yang

(8)

ada dalam modul Logitreg Idrisi menunjukkan hanya 17 persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan. Nilai pseudo-R2 dari 17 persamaan tersebut berkisar antara 21,7% hingga 81,6% atau rata-rata 51,7% (Lampiran 1.).

Berdasarkan persamaan regresi logistik yang telah diperoleh maka dapat disusun peta prediksi penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu 2005-2020. Hasil uji ketelitian antara peta prediksi (1990) yang diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi logistik dan peta penggunaan lahan real (1990) adalah 65,5%; artinya luas dan tipe penggunaan lahan dari hasil prediksi memiliki kesamaan sebesar 65,5% terhadap luas dan tipe penggunaan lahan real atau yang sesungguhnya (Gambar 2).

Gambar 2. Distribusi Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2001 Real dan Prediksi (Sumber: Gambar A dari Limnologi LIPI dengan modifikasi dalam Risyanto

3.3. Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citarum Hulu

Penggunaan/penutup lahan hutan di DAS Ciliwung Hulu cenderung mengalami penyusutan secara bertahap antara 1990-2020 (Gambar 2B dan Gambar 3). Berdasarkan persamaan regresi logistik untuk tegalan menjadi hutan (Lampiran 1). Salah-satu koefisien yang berpengaruh adalah koefisien peubah X3. Peubah ini menyatakan setiap kenaikan 1 unit (jumlah orang terdidik)

akan meningkatkan peluang perubahan tegalan jadi hutan sebesar 38,8164993. Faktor penyebab korelasi positif ini adalah semakin meningkatnya rasio antara jumlah penduduk yang berpendidikan sarjana (Diploma dan S1) terhadap yang berpendidikan sekolah dasar. Analisa trend menunjukkan untuk kurun waktu 1990-2010 rasio penduduk berpendidikan Sarjana terhadap SD berkisar antara 0,1-0,3 tapi pada tahun 2015-2020 terjadi peningkatan rasio hingga mencapai 1,2. Hal ini sejalan dengan perubahan penggunaan lahan hutan, yaitu antara 1990-2010 luas lahan hutannya menyusut tapi 2015-2020 luas lahan hutannya bertambah kembali.

Perubahan penggunaan lahan permukiman penduduk bertambah dari tahun ke tahun, pada tahun 1990 luas permukiman sekitar 217 ha tapi pada tahun 2020 diperkirakan menjadi 5855 ha. Jika luas lahan permukiman bertambah artinya jenis penggunaan lahan lain akan menyusut. Hasil

Real Prediksi

(9)

analisis persamaan regresi logistik menunjukkan bahwa jenis pengunaan lahan yang memiliki peluang jadi permukiman adalah jenis penggunaan lahan tegalan, sawah dan kebun.

Gambar 3. Proyeksi Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2010 dan 2020

Berdasarkan persamaan tegalan menjadi permukiman, salah satu koefisien yang berpengaruh adalah koefisien dari peubah X2 dan X3. Peubah ini menyatakan setiap kenaikan 1 unit

(pendapatan penduduk dan jumlah orang terdidik) akan meningkatkan peluang perubahan tegalan jadi permukiman sebesar 1,2 x 10-6 dan 11,2974583. Korelasi positif ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan penduduk dan jenjang pendidikan akan memacu orang untuk memiliki permukiman meskipun harus mengkonversi lahan tegalan. Kondisi ini sama ketika masyarakat terdidik dan berpenghasilan cukup akan mengkonversi lahan sawah menjadi permukiman. Detil perubahan penggunaan lahan lain dapat dilihat pada Tabel 2. dan Lampiran 1.

Tabel 2. Distribusi Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu 1990-2020 No Penggunaan Lahan 1990 2001 2005 2010 2015 2020 1 Hutan 5166 3207 294 44 198 1410 2 Kebun 3377 3687 1436 650 1962 591 3 Permukiman 217 894 2103 5137 4564 5855 4 Sawah 2384 3407 4105 3785 4284 4787 5 Tegalan 3623 3572 6830 5151 3760 2125 14768 14768 14768 14768 14768 14768

Hasil proyeksi penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2005-2020 menunjukkan adanya pola yang khas, yaitu permukiman semakin bertambah luas, hutan semakin menyusut (kecuali setelah 2015), dan tidak teraturnya pola perubahan pengunaan lahan sawah, kebun ataupun tegalan. Secara umum penyusutan lahan hutan dan penambahan luas lahan permukiman akan

(10)

menurunkan jumlah air infiltrasi tapi meningkatkan volume limpasan permukaan sehingga debit puncaknya tinggi.

3.4. Bilangan Kurva (Curve Number)

SCS (Soil Conservation Service) telah mengembangkan suatu indeks yang disebut Bilangan Kurva (run off curve number). Indeks ini dibangun sebagai hasil kombinasi antara unsur-unsur penggunaan lahan, tipe tanah, praktek konservasi, kondisi hidrologi tanah dan lengas tanah awal dalam kondisi standar. Jika lima unsur terakhir dianggap tetap maka setiap perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi nilai indeks Bilangan Kurvanya.

Hasil proyeksi perubahan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2005-2020 dengan menggunakan metode regresi logistik menunjukkan adanya penyusutan dan atau penambahan luas penggunaan lahan. Berdasarkan hal tersebut nilai Bilangan Kurva cenderung mengalami penurunan mulai tahun proyeksi 2005 hingga 2020 kecuali 2010 yang sedikit mengalami kenaikan ( Tabel 3.). Tabel 3. Nilai bilangan kurva dan imperviousness DAS Ciliwung Hulu untuk Tahun Proyeksi

2005-2020

Tahun CN-I CN-II CN-III Impervious. (%)

2005 62,68 79,73 93,84 8,56

2010 64,29 80,92 94,55 13,70

2015 62,56 79,63 93,78 12,73

2020 60,31 77,76 92,66 14,92

Menurut metode SCS-CN setiap perubahan nilai Bilangan Kurva akan mempengaruhi nilai retensi maksimum potensial dan volume limpasan. Dalam kajian ini volume limpasan telah dihitung dengan menggunakan model HEC-HMS.

3.5. Estimasi Volume Limpasan

Volume limpasan yang dimaksud dalam kajian ini adalah volume limpasan langsung (direct runoff) yang merupakan salah-satu luaran dari model HEC-HMS dan luaran lainnya adalah debit puncak dan total debit aliran. Data input atau masukkan dari model ini selain Bilangan Kurva adalah hujan harian maksimum.

Hasil analisa hujan titik dan analisis frekuensi menunjukkan bahwa hujan harian maksimumnya untuk periode ulang 5, 10 dan 20 tahun adalah sebesar 94, 108 dan 122 mm. Berdasarkan data hujan harian maksimum tersebut maka distribusi hujan jam-jaman untuk tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4. Dalam model HEC-HMS, hujan titik yang telah didistribusikan tersebut perlu ditransformasi jadi hujan wilayah dengan metode gageweight, dan yang berfungsi sebagai faktor pembobot adalah luasan poligon Thiessen.

Hasil model HEC-HMS untuk tahun prediksi 2005-2020 dan periode ulang 5, 10 dan 20 tahun menunjukkan pola limpasan yang khas. Pada tahun prediksi 2005-2010 dan periode ulang 5 tahun, volume limpasannya semakin meningkat yaitu 660.000 m3 menjadi 905.000 m3 atau debit puncaknya semakin tinggi (40 jadi 54 m3/detik). Namun, pada tahun prediksi 2015-2020 untuk periode ulang yang sama, volume limpasan mengalami penurunan dari 805.000 menjadi 803.000 m3 atau debit puncaknya semakin rendah (48,5 jadi 48,0 m3/detik) ( Gambar 4)

(11)

Tabel 4. Distribusi Hujan Harian Jam-jaman untuk Periode Ulang 5, 10 dan 20 tahun Jam

ke-

Curah Hujan (mm) Periode Ulang 5 tahun

Curah Hujan (mm) Periode Ulang 10 tahun

Curah Hujan (mm) Periode Ulang 20 tahun Katulampa Gnmas Citeko Katulampa Gnmas Citeko Katulampa Gnmas Citeko

1 4.82 33.09 - 5.54 38.02 - 6.26 42.94 -

2 2.12 13.96 - 2.43 16.04 - 2.75 18.12 -

3 1.52 4.65 - 1.75 5.35 - 1.98 6.04 -

Total 8.46 51.70 33.84 9.72 59.40 38.88 10.98 67.10 43.92

Hasil analisis perubahan penggunaan lahan untuk tahun prediksi 2005-2010, luas lahan hutan mengalami penyusutan yang signifikan yaitu dari 294 ha jadi 44 ha atau menyusut 85%. Sebaliknya luas lahan permukiman mengalami penambahan yaitu dari 2103 ha jadi 5137 ha atau bertambah 144%. Penyusutan luas lahan hutan dan penambahan luas lahan permukiman tersebut tercermin pada naiknya nilai Bilangan Kurva yaitu dari 80 menjadi 81. Peningkatan nilai Bilangan Kurva mengindikasikan adanya penurunan kemampuan lahan untuk menyimpan air presipitasi. Dampak dari hal tersebut adalah berkurangnya volume infiltrasi sehingga meningkatkan volume limpasan permukaan atau mempertinggi debit puncak (Gambar 4. bagian A).

0 10 20 30 40 50 60 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Waktu 30 menit

ke-D e bi t (m 3/de ti k ) 2005 2010 0 10 20 30 40 50 60 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Waktu 30 menit

ke-D e b it ( m 3/d e ti k ) 2015 2020

Gambar 4. Hidrograf Aliran DAS Ciliwung Hulu untuk Periode Perubahan Penggunaan Lahan 2005-2010 (A) dan 2015-2020 (B)

(A)

(12)

Pada tahun prediksi 2015-2020, lahan permukiman mengalami penambahan luas hanya sebesar 28%. Namun, pada periode kedua ini lahan hutan diprediksikan ada penambahan luas sebesar 198 ha pada tahun 2015 dan 1410 ha pada tahun 2020 atau bertambah 612%. Penambahan luas lahan permukiman yang diikuti dengan penambahan luas lahan hutan yang sangat signifikan tercermin pada turunnya nilai indeks Bilangan Kurva dari 80 menjadi 78. Penurunan nilai ini menandai pulihnya kemampuan lahan untuk menyerap air presipitasi dan meningkatkan volume air infiltrasi ataupun perkolasi. Dampak dari hal ini adalah turunnya volume limpasan ataupun debit puncak (Gambar 4. bagian B).

KESIMPULAN

Dalam rentang waktu 11 tahun (1990-2001), penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu telah mengalami penyusutan dan penambahan luas. Faktor yang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan ada dua yaitu fisik lahan dan sosial-ekonomi masyarakat yang memanfaatkan lahan tersebut.

Perubahan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu telah diprediksi dengan metode regresi logistik. Nilai pseudo-R2 dari persamaan regresi logistiknya berkisar antara 21,7% hingga 81,6% atau rata-rata 51,7%. Hasil uji ketelitian antara peta prediksi (1990) yang diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi logistik dan peta penggunaan lahan real (1990) adalah 65,5%. Hasil analisa persamaan regresi logistik menunjukkan bahwa faktor pendorong yang paling besar untuk terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah pendapatan penduduk, dan rasio antara jumlah penduduk yang berpendidikan sarjana (Diploma dan S1) terhadap yang berpendidikan sekolah dasar.

Hasil analisis perubahan penggunaan lahan untuk tahun prediksi 2005-2010, luas lahan hutan mengalami penyusutan yang signifikan yaitu sekitar 85%. Namun, pada tahun prediksi yang sama luas lahan permukimannya bertambah jadi 144%. Penyusutan luas lahan hutan dan penambahan luas lahan permukiman tersebut tercermin pada naiknya nilai Bilangan Kurva yaitu 80 menjadi 81. Peningkatan nilai Bilangan Kurva ini mengindikasikan adanya penurunan kemampuan DAS Ciliwung Hulu untuk menyimpan presipitasi yang jatuh di atasnya. Dampak dari hal tersebut adalah meningkatnya volume limpasan dari 660.000 m3 menjadi 905.000 m3 atau debit puncaknya meningkat dari 40 m3/detik menjadi 54 m3/detik. Namun, pada tahun prediksi 2015-2020 untuk periode ulang yang sama, volume limpasannya turun dari 805.000 m3 menjadi 803.000 m3. Nilai Bilangan Kurva untuk tahun prediksi ini turun dari 80 menjadi 78. Penurunan Bilangan Kurva ini disebabkan adanya penambahan luas lahan hutan dan permukiman sebesar 612% dan 28%.

DAFTAR PUSTAKA

Bruijnzeel, L.A. 2004. Hydrological functions of tropical forests: not seeing the soil for the trees? Agriculture, Ecosystems and Environment. 104, p 185–228

Camorani, G., Castellarin A., Brath A., 2005. Effects of Land-use Changes on The Hydrologic Response of Reclamation Systems. Physics and Chemistry of the Earth. 30, p 561–574. Eastman, J.R., 1999. Idrisi 32 Tutorial. Clark Labs, Clark University, USA.

(13)

Kepmen Kehutanan dan Perkebunan, 1999. Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. Jakarta.

McCuen, R.H., 1982. A guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.

Okonski, B., 2007. Hydrological Response to Land Use Changes in Central European Lowland Forest Catchments. Journal of Environmental Engineering and Landscape Management. Vol XV, No 1, p 3–13.

Pannekoek, A.J., 1949. Garis Besar Geomorfologi Pulau Jawa (Out Line of The Geomorphology of Java diterjemahkan oleh Budio Basri).

Risyanto, 2007. Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Skripsi S1 Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB (tidak dipublikasikan). Bogor.

Schneider, L.C. and R. Gil Pontius Jr., 2001. Modeling land-use change in the Ipswich watershed, Massachusetts, USA. Agriculture, Ecosystem and Environment 85, p 83-94.

Schulz, E.F. , 1976. Problems in Applied Hydrology. Water Resources Publications, Fort Collins Colorado. USA.

Stolle, F., K.M. Chomitz, E.F. Lambin, and T.P. Tomich, 2003. Land use and vegetation fires in Jambi Province, Sumatera, Indonesia. Forest Ecology and Management 179, p 277-292. US Army Corps of Engineers-Hydrologic Engineering Center. 2005. Hydrologic Modeling System,

HEC-HMS (Quick Start Guide).

US Army Corps of Engineers-Hydrologic Engineering Center. 2005. Hydrologic Modeling System, HEC-HMS (User’s Manual).

Viessman, W. Jr., J.W. Knapp, G. L. Lewis, and T. E. Harbaugh, 1972. Introduction to Hydrology ( second edition). Harper & Row, Publisher, Inc. New York.

Gambar

Tabel 1. Laju Perubahan Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Antara Tahun 1990 dan 2001
Gambar 2. Distribusi  Penggunaan Lahan  DAS  Ciliwung Hulu  Tahun  2001   Real dan Prediksi  (Sumber: Gambar A dari Limnologi LIPI dengan modifikasi dalam Risyanto
Tabel 2. Distribusi Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu 1990-2020  No  Penggunaan  Lahan  1990  2001  2005  2010  2015  2020  1  Hutan  5166  3207  294  44  198  1410  2  Kebun  3377  3687  1436  650  1962  591  3  Permukiman  217  894  2103  5137  4564  58
Tabel 3. Nilai bilangan kurva dan imperviousness DAS Ciliwung Hulu untuk Tahun Proyeksi 2005- 2005-2020
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ke-1 adalah persiapan, dengan melakukan survey lokasi penelitian dan ijin kepada pelaksana pembangunan proyek untuk dapat melakukan pengamatan secara langsung

Pembangunan akhir-akhir ini, terlihat secara fakta hasil audit Badan Pemeriksaan Kekuasaan atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan ini sudah mengarah pada

Pada penyakit graves tubuh se&#34;ara patologis membentuk anti &amp;% reseptor yang akan berikatan dengan reseptor &amp;% di kelenjar tiroid, dan merangsang kerja kelenjar

pengertian register yang akan menjadi kajian penelitian ini. Kelima, semantik yang menjelaskan tentang pengertian semantik dan komponen makna. Keenam, sosiolinguistik

Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa

Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru.. mempengaruhi kegiatan belajar anak

Dalam membentuk harga pokok penjualan caranya adalah persediaan barang dagangan awal periode ditambah dengan harga pokok pembelian akan membentuk harga pokok barang

Pada alur awal film ini, interaksi komunikasi antaretnik yang berbeda dapat dilihat pada scene 00:20, dimana pada scen tersebut memperlihatkan Ratu Victoria, seorang