• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPERCAYAAN, MORAL DAN KEKUASAAN PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PAJAK DAN PENGGELAPAN PAJAK PADA KPP PRATAMA KEBON JERUK DUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEPERCAYAAN, MORAL DAN KEKUASAAN PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PAJAK DAN PENGGELAPAN PAJAK PADA KPP PRATAMA KEBON JERUK DUA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPERCAYAAN, MORAL DAN KEKUASAAN PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PAJAK DAN PENGGELAPAN PAJAK

PADA KPP PRATAMA KEBON JERUK DUA

Oleh : Wisnu Saputra

Andi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Abstract

The purpose of this study is to develop and test the effect of Trust, Tax Morale and Power of Authorities towards the level of Tax Compliance and Tax Evasion. This study uses a slippery slope framework assumptions in determining the tax compliance which consists of two dimensions : Trust and Power of Authorities. However, to further develop the framework slippery slope this study adds one independent variable is tax morale. The respondents in this study is an individual taxpayers certain employers who are registered as taxpayers in KPP Kebon Jeruk Dua. Methods of data collection in this study used a questionnaire using convenience sampling technique that is distributed to respondents. Data analysis techniques in this study using a statistical test SPSS version 20.The results of this study revealed that the variable of Trust, Tax Morale and Power of Authorities has a positive and significant effect on the level of tax compliance. The variable of Trust, Tax Morale and Power of Authorities has a negative influence and significant to Tax Evasion.

Keywords: The Power of Authorities, Trust, Tax Compliance, Tax Morale, Tax Evasion.

1. Pendahuluan

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak di KPP Kebon Jeruk Dua masih dikategorikan rendah. Dari data yang didapat dari seksi pengolahan data dan informasi KPP Kebon Jeruk Dua tingkat kepatuhan di KPP tersebut pada tahun 2014 hanya sekitar 36% atau jumlah Wajib Pajak yang melaporkan SPT nya sekitar 19.700 dari jumlah Wajib Pajak yang terdaftar yaitu 53.516 Wajib Pajak. Rincian penerimaan Pajak Penghasilan Pasal

21 dan Pasal 25/29 Orang Pribadi yang diperoleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebon Jeruk Dua selama periode pajak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014.

Realisasi penerimaan pajak baik untuk PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 Orang Pribadi terbesar berasal dari pos penerimaan masa/angsuran dan tahunan. Tetapi hal yang perlu diamati lebih jauh ialah realisasi

penerimaan pajak Pasal 25/29 untuk Orang Pribadi. Penerimaan pajak yang berasal dari pengungkapan ketidakbenaran pada Pajak Penghasilan Pasal 25/29 ini mengalami fluktuatif kenaikan angkanya dan yang tertinggi ialah pada tahun 2013. Hal ini mencerminkan bahwa pelaporan serta pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak selamanya objektif.

Wajib Pajak akan merasa membayar pajak adalah suatu kewajibannya ketika tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah tinggi. Kepercayaan Wajib Pajak meningkat ketika Wajib Pajak merasa bahwa hasil pajak yang mereka bayar dapat dikelola dengan baik oleh pemangku kebijakan serta mempunyai manfaat yang dirasakan secara tidak langsung oleh mereka, baik melalui subsidi bantuan sosial, infrastruktur yang memadai, atau bentuk kebijakan lainnya yang secara adil untuk kepentingan

(2)

masyarakat secara umum. Kekuasaan pemerintah diasumsikan dengan peran pemerintah dalam mengatur prilaku Wajib Pajak sehingga dapat memaksimalkan hasil penerimaan pajak Negara. Probabilitas audit dan denda merupakan hal yang penting untuk mengatur perilaku masyarakat, begitu juga keadilan distribusi dari beban pajak yang dibayar, kesetaraan prosedur, dan norma sosial.

Berdasarkan pada uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi penulis adalah: 1) Apakah kepercayaan wajib pajak mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pajak; 2) Apakah kepercayaan wajib pajak mempunyai pengaruh terhadap penggelapan pajak: 3) Apakah moral (tax morale) mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pajak: 4) Apakah kekuasaan pemerintah mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pajak:

5) Apakah kekuasaan pemerintah mempunyai pengaruh terhadap penggelapan pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepercayaan, moral dan kekuasaan pemerintah terhadap tingkat kepatuhan pajak dan penggelapan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebon Jeruk Dua.

2. Kerangka Pemikiran

Paradigma penelitian mengenai kepatuhan pajak pada saat ini cenderung memfokuskan pada peran variabel psikologi- sosial (van Dijke dan Verboon, 2010). Hal ini karena kesadaran bahwa analisis penelitian dengan menggunakan variabel-variabel deterrence saja (seperti pemeriksaan pajak, tarif pajak, dan denda pajak) tidak cukup dapat menjelaskan tingkat kepatuhan pajak. Meskipun pendekatan berbasis deterrence telah mendominasi analisis kepatuhan pajak dari perspektif ekonomika Allingham dan Sandmo (1972) dan Andreoni et al (1998) dalam Dwi Ratmono et al (2014), namun hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa hanya sedikit kemampuan variabel- variabel tersebut dalam menjelaskan tingkat

kepatuhan pajak. Perkembangan teori dalam bidang kepatuhan pajak pada saat ini memandang variabel-variabel psikologi- sosial sama pentingnya dengan variable- variabel deterrence (Kirchler et al, 2008). Salah satu teori terkini tentang kepatuhan pajak adalah

slippery slope model dari Kirchler et al

(2008). Teori ini menyatakan bahwa variabel-variabel psikologi sosial dan detterence berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak. Variabel psikologi-sosial cenderung mempengaruhi kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance) sedangkan variabel detterence cenderung mempengaruhi kepatuhan pajak berdasar ketakutan akan konsekuensi negatif (kepatuhan pajak yang dipaksakan/enforced tax

compliance). Teori slippery slope

mempunyai 3 dimensi yaitu kepercayaan kepada pemerintah, kekuasaan pemerintah, dan kepatuhan (Dwi Ratmono et al, 2014).

Kepercayaan adalah sesuatu yang diharapkan dari kejujuran dan perilaku kooperatif yang berdasarkan saling berbagi norma-norma dan nilai yang sama Doney et al (1998) dalam Handayani (2012). Kepercayaan masyarakat menurut Kirchler et al (2008) adalah pendapat umum yang dipegang oleh individu dan kelompok sosial bahwa otoritas pajak bersifat baik dan bekerja untuk kebaikan masyarakat banyak. Definisi kepercayaan yang dibangun oleh Kirchler berdasarkan konsep kepercayaan sosial menurut Tyler pada tahun 2003. Kepercayaan sosial itu sangat merefleksikan penerimaan individu terhadap suatu otoritas. Kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dan hukum yang berlaku turut mendorong kemauan wajib pajak untuk membayar pajaknya ketika wajib pajak memiliki kepercayaan yang tinggi kepada sistem pemerintahan dan hukum yang tegas dalam melaksanakan semua aturan- aturan yang berlaku. Dalam teori perilaku terencana, kepercayaan kepada otoritas pemerintah akan timbul jika ada niat dari wajib pajak itu sendiri. Wajib pajak dapat saja memiliki berbagai macam kepercayaan terhadap suatu perilaku, namun ketika mereka dihadapkan pada suatu kejadian

(3)

tertentu, hanya sedikit dari kepercayaan tersebut yang timbul untuk mempengaruhi perilaku tersebut. Sedikit kepercayaan inilah yang menonjol dalam mempengaruhi prilaku individu Ajzen (1991) dalam Hidayat (2010).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Kirchler (2007) dalam Basri (2013), yaitu:

1. Keadilan, 2. Kepuasan, dan 3. Tanggung jawab

Otoritas (kekuasaan) menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya. Sedangkan dalam bukunya Taufiq Rahman (2011) disebutkan bahwa otoritas adalah kuasa yang telah sah, terdiri dari suatu lembaga yang memiliki legalitas yang jelas didalam suatu tatanan masyarakat atau sistem sosial. Max Weber mendefinisikan kekuasan-legal sebagai kekuasaan yang jelas legalitasnya. Max Weber juga memberikan pandangannya bahwa kekuasaan legal yang paling murni adalah birokrasi. Terdapat wadah atau sarana dalam “pemerintahan” dalam sebuah masyarakat yang sah dan memiliki legalitas. Birokrasi ini sebagai wadah dalam suatu struktur masyarakat yang cakupannya luas. Seperti dalam suatu masyarakat terdapat kepala desa, sekretaris desa, atau pun ketua RT (Rukun Tetangga) dan lain sebagainya. Selain itu cakupan makronya seperti Presiden, menteri- menteri, dan para Wakil Rakyat yang keseluruhannya mempunyai legal-rasional (Collins, 1992).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Kirchler (2007) dalam Basri (2013), yaitu:

1. Probabilitas pemeriksaan pajak,dan 2. Keefektifan hukuman

Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan aturan

yang telah ditetapkan. Perilaku patuh seseorang merupakan interaksi antara perilaku individu kelompok dan organisasi Gibson et al dalam Suranto (2001). Motivasi yang dimiliki seseorang sangat terpengaruh oleh faktor lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Kepatuhan merupakan perilaku untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan aktivitas tertentu sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku (Suranto, 2001).

Kepatuhan wajib pajak merupakan tingkatan sejauh mana wajib pajak mengikuti undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam melaporkan pajak terutang (Nihayah, 2004). Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Devano (2006), menyatakan bahwa: “Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Kogler et al (2013) dalam Yesi (2013) adalah:

1. Kesadaran wajib pajak sebagai warga Negara.

2. Konsekuensi biaya yang diakibatkan dari sikap ketidak-patuhan sangat tinggi.

Frey (1997) memperkenalkan adanya moral pajak atau disebut juga motivasi

intrinsic individu untuk bertindak, yang

didasari oleh nilai-nilai yang dipengaruhi oleh norma-norma budaya. Menurut pendapat ini moral pajak (tax morale) dapat dipahami sebagai penjelasan prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang diyakini seseorang mengapa membayar pajak. Beberapa faktor yang mempengaruhi moralitas pajak seperti persepsi adanya kejujuran, sikap membantu atau melayani dari aparat, kepercayaan terhadap instansi pemerintah, penghargaan atau rasa hormat dari aparat pajak, dan sejumlah sifat-sifat individu lainnya.

(4)

Menurut Torgler dan Schneider (2004) yang dikutip oleh Nurcahyonowati, (2011) sebagai berikut:

“Moral pajak (tax morale) dapat didefinisikan sebagai motivasi intrinsik untuk mematuhi dan membayar pajak sehingga berkontribusi secara sukarela pada penyediaan barang-barang publik”.

Ditinjau dari faktor yang mempengaruhinya, moralitas pajak secara sederhana dapat diklasifikasikan menjadi dua sumber, yaitu: timbal balik antar Wajib Pajak (horizontal reciprocity) dan hubungan timbal balik antara Wajib Pajak dengan otoritas pajak/pemerintah (Bawonokristiaji et al, 2013). Torgler (2005) dalam Nurcahyonowati (2011) mengajukan model teoritis mengenai faktor faktor yang mempengaruhi tingkat moral wajib pajak ditinjau dari 3 pendekatan, yaitu:

1.

Faktor Sosial kemasyarakatan : kepercayaan terhadap system hukum, kepercayaan terhadap system perpajakan, kebanggaan nasional, penghindaran pajak persepsian, religiusitas, partisipasi politik,dan desentralisasi.

2.

Faktor Demografi: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, persepsi terhadap kondisi ekonomi.

3.

Detterence Factors: denda pajak dan

pemeriksaam pajak.

Penggelapan pajak (tax evasion) adalah tindak pidana karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum

(unlawfully), dan penggelapan pajak boleh

dikatakan merupakan virus yang melekat

(inherent) pada setiap sistem pajak yang

berlaku di hampir setiap yurisdiksi (Duadji Susno, 2010).

mengaburkan asal-usul "hasil kejahatan"

(proceeds of crime) dengan melakukan tindak

kejahatan lanjutannya yaitu praktik pencucian uang, agar dapat memaksimalkan utilitas atau ekspektasi pendapatan dari penggelapan pajak tersebut.

Menurut Suandy (2003) beberapa faktor yang memotivasi wajib pajak untuk melakukan penghematan pajak secara illegal, adalah:

a) Tax required to pay, besarnya jumlah

pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, semakin besar pajak yang harus semakin besar pula kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

b) Cost of bribe, biaya untuk meyuap fiskus.

Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus semakin besar pula kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

c) Probability of detection, semakin kecil

kemungkinan suatu pelanggaran terdeteksi, semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

d) Size of penalty, semakin ringan sanksi

yang dikenakan terhadap pelanggaran, semakin kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

Menurut Siahaan (2005) penggelapan pajak membawa akibat pada perekonomian secara makro. Akibat dari pengelakan pajak sangat beragam dan meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain sebagai berikut :

a. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Keuangan

Penggelapan/pengelakan pajak (sebagaimana juga halnya dengan penghindaran diri dari pajak) berarti pos kerugian yang penting bagi Negara, yaitu dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan penaikan tarif pajak, inflasi, dan sebagainya. Untuk menjamin pemungutan pajak secara tepat, sering dikemukakan falsafah

(5)

sebagai berikut, “Wajib Pajak yang mengelakan pajak mungkin mengira bahwa Negara mengambil sejumlah penghasilan yang telah ada dikantungnya. Pada hakikatnya dialah yang mengambil uang dari warga-warga yang oleh Negara harus diminta pengorbanan lain (untuk mengimbangi kekurangan yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak yang tidak menunaikan kewajibannya itu)”.

b. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dibidang Ekonomi

Menurut Siahaan (2005), adapun akibat dari penggelapan pajak dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut:

1. Pengelakan/penggelapan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha, sebab suatu perusahaan yang menggelapkan pajaknya dengan menekan menekan biaya secara tidak legal, mereka mempunyai posisi yang lebih menguntungkan daripada saingan-saingan yang tidak berbuat demikian. 2. Pengelakan/penggelapan pajak

tersebut merupakan penyebab stagnasi perputaran roda ekonomi yang apabila perusahaan bersangkutan berusaha untuk mencapai tambahan dari keuntungannya dengan penggelapan pajak, dan tidak mengusahakan dengan jalan perluasan aktivitas atau peningkatan usaha. Untuk menutup- nutupinya agar jangan sampai terlihat oleh fiskus.

3. Pengelakan/penggelapan pajak termaksud juga menyebabkan langkanya modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan keuntungannya terpaksa berusaha keras untuk menutupinya agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus.

Oleh karena itu

pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh para WP pada hakikatnya menimbulkan dampak yang secara tidak langsung menghambat

pertumbuhan dan perluasan usahanya, dengan mencoba sedemikian rupa untuk meminimalkan jumlah beban pajak yang dilaporkan di SPT. Hal ini juga mengakibatkan ruang lingkup perputaran modal suatu usaha menjadi tidak leluasa dikarenakan WP berusaha menyembunyikan laba/keuntungannya sedemikian rupa agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus (Basri, 2013).

c. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Psikologi

Akibat dari penggelapan pajak itu juga dirasakan dalam bidang psikologi, sebab penggelapan pajak membiasakan Wajib Pajak untuk melanggar undang- undang. Apabila Wajib Pajak sampai hati melakukan penipuan dalam bidang fiskal, lambat laun Wajib Pajak tidak akan segan-segan berbuat sama dalam hal ini. Akibat dari komplikasi- komplikasi ini pasti menimbulkan dampak yang mengancam sehubungan dengan tindak penggelapan pajak, seperti: kemungkinan terungkapnya praktek penipuan tersebut dengan konsekuensi pembayaran pajak yang berlipat ganda karena meliputi utang pajak dalam waktu tertentu, ditambah dengan denda dan kenaikan pajak yang harus dibayarnya. Hal demikian kadang- kadang terjadi pada saat yang kurang tepat seperti dalam keadaan kekurangan uang, sakit ataupun mengalami kebangkrutan. Akhirnya tindakan penggelapan pajak mempunyai pengaruh yang berbahaya terhadap Wajib Pajak, dengan tidak menyadari akan konsekuensinya, dan mengira bahwa perbuatan curang semacam itu akan menguntungkannya secara jangka panjang (Siahaan, 2005).

2.1 Hipotesis

H1: Kepercayaan kepada pemerintah mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.

(6)

H2: Kepercayaan kepada pemerintah mempunyai pengaruh negatif terhadap penggelapan pajak. H3: Moral (tax morale) mempunyai

pengaruh yang positif terhadap kepatuhan pajak.

H4: Kekuasaan pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. H5: Kekuasaan pemerintah mempunyai

pengaruh yang negatif terhadap penggelapan pajak.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode eksplanasi. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang terdaftar sebagai Wajib Pajak di Kantor Pajak Pratama (KPP) Kebon Jeruk Dua Jakarta Barat. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar 9.923 Wajib Pajak. Teknik sampling yang akan digunakan oleh peneliti, dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode

convenience sampling.Dari hasil perhitungan

tersebut maka besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 100 sampel. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data primer melalui media kuesioner dengan menambahkan data sekunder sebagai pelengkap data serta untuk mempermudah penulis dalam menganalisa penelitian yang sudah diolah oleh pihak eksternal. Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1) Kepercayaan; 2) Moral Pajak; 3) Kekuasaan Pemerintah. Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kualitas Audit yaitu 1) Kepatuhan Pajak dan

2) Penggelapan Pajak.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian in adalah dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Pengolahan data menggunakan alat bantu SPSS (Statitical

Product and Service Solution). Pada

penerapannya uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat

lunak SPSS dengan menggunakan korelasi pearson antara tiap variabel pertanyaan terhadap rata-rata dari tiap konstruk pertanyaan tersebut. Untuk menguji content validity, digunakan alat uji K bantuan SPSS 20 for

Windows yang mengindikasikan bahwa

item-item yang digunakan untuk mengukur konstruk atau variabel terlihat benar-benar mengukur konstruk atau variabel tersebut. Uji reliabilitas menunjukkan suatu alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.

Dalam penelitian ini untuk menganalisis hubungan antar variabel penelitian menggunakan analasis regresi berganda. Oleh karena analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, maka perlu dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi yang diisyaratkan dalam analisis regresi berganda untuk memenuhi kriteria BLUE (Best Linier Unbias Estimate). Uji asumsi klasik dalam penelitian ini mencangkup uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Setelah data terkumpul di uji asumsi klasik, selanjutnya dilakukan analisis regresi adalah analisis regresi berganda. Uji kebaikan model adalah 1) Uji Koefisien Determinasi ); 2) Uji Statistik F;

3) Uji Statistik t).

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada wajib pajak yang sedang lapor SPT Tahunan atau Masa di KPP Kebon Jeruk Dua. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat uji statistik

Statistical Package for Social Science (SPSS)

20. Kemudian data yang diolah merupakan jawaban responden tentang pengaruh kepercayaan, moral, dan kekuasaan pemerintah terhadap kepatuhan pajak dan penggelapan pajak. Perolehan data dilakukan pada tanggal 9 Februari 2016 sampai 18 Maret 2016. Jumlah kuesioner yang dibagikan kepada responden sebanyak 143 kuesioner. Kuesioner yang dikembalikan

(7)

sebanyak 143 kuesioner. Kuesioner tidak lengkap sebanyak 43 kuesioner. Jadi jumlah sampel pengamatan sebanyak 100 Karakteristik dari responden dalam penelitian ini diukur dengan skala interval yang menunjukkan gambaran dari besarnya persentase jenis kelamin, usia, pendidikan terkahir, dan frekuensi lamanya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sebagai berikut:

Berdasarkan jumlah kuesioner yang dapat diolah dalam penelitian ini, sebagian besar responden berjenis kelamin pria, yaitu sebanyak 59 orang (59%) dan sisanya 41 orang (41%) berjenis kelamin wanita. Responden yang berusia 20-40 tahun, yaitu sebanyak 67 orang (67%), yang berusia 41- 60 tahun sebanyak orang (31%), dan sisanya sebanyak 2 orang (2%) berusia diatas 60 tahun.Responden yang mempunyai tingkat pendidikan SD-SMA , yaitu sebanyak 36 orang (36%), yang mempunyai pendidikan Diploma-S1 sebanyak 56 orang (56%), dan

sisanya sebanyak 8 orang (8%) yang mempunyai pendidikan Magister (S2). Responden yang telah mempunyai NPWP kurang dari 5 tahun , yaitu sebanyak 76 orang (76%), yang telah mempunyai NPWP sekitar 6-10 tahun sebanyak 20 orang

(20%), dan sisanya sebanyak 4 orang (4%) yang mempunyai NPWP lebih dari 10 tahun.

Variabel Kepercayaan dari hasil 100 jawaban responden terhadap item pernyataan diperoleh skor tertinggi 24 dan skor terendah 11 dengan rata-rata skor sebesar 19,74 dan standar deviasi 2,600. Variabel Moral dari hasil 100 jawaban responden terhadap item pernyataan diperoleh skor tertinggi 25 dan skor terendah 11 dengan rata-rata skor sebesar 19,21 dan standar deviasi 2,812. Variabel Kekuasaan dari hasil 100 jawaban responden terhadap item pernyataan diperoleh skor tertinggi 15 dan skor terendah 5 dengan rata-rata skor sebesar 12,23 dan standar deviasi 2,283.Variabel Kepatuhan dari hasil

100 jawaban responden terhadap item pernyataan diperoleh skor tertinggi 49 dan skor terendah 23 dengan rata-rata skor sebesar 38,05 dan standar deviasi

5,283.Variabel Penggelapan Pajak dari hasil 100 jawaban responden terhadap item pernyataan diperoleh skor tertinggi 25 dan skor terendah 10 dengan rata-rata skor sebesar 19,37 dan standar deviasi 3,037.

Rata-rata tertinggi variabel kepercayaan berada pada jawaban 4 dengan nilai rata-rata sebesar 59,2. Rata-rata tertinggi variabel moral berada pada jawaban 4 dengan nilai rata-rata sebesar 54,6. Rata-rata tertinggi variabel kekuasaan pemerintah berada pada jawaban 4 dengan nilai rata-rata sebesar 44,6. Rata-rata tertinggi variabel kepatuhan pajak berada pada jawaban 4 dengan nilai rata-rata sebesar 48,7. Rata-rata tertinggi variabel penggelapan pajak berada pada jawaban 4 dengan nilai rata-rata sebesar 52,2.

Hasil uji validitas kuesioner sangat tergantung pada kesungguhan responden dalam menjawab semua item pertanyaan penelitian. Hasil uji reliabilitas kuesioner sangat tergantung pada kesungguhan responden dalam menjawab semua item pertanyaan penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan pada tabel diatas nilai cronbach

alpha sebesar 0,778. Disimpulkan bahwa

variabel Kepercayaan ( ) dinyatakan reliable (andal). Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada tabel diatas nilai cronbach alpha sebesar 0,787. Disimpulkan bahwa variabel Moral

) dinyatakan reliable (andal). Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada tabel diatas nilai cronbach alpha sebesar 0,763. Disimpulkan bahwa variabel Kekuasaan Pemerintah ) dinyatakan reliable (andal). Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada tabel diatas nilai cronbach alpha sebesar 0,849. Disimpulkan bahwa variabel Kepatuhan Pajak

) dinyatakan reliable (andal). Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada tabel diatas nilai cronbach alpha sebesar 0,789. Disimpulkan bahwa variabel Penggelapan Pajak

) dinyatakan reliable (andal).Berdasarkan grafik memberikan pola distribusi output grafik yang tidak miring ke kiri atau miring ke kanan maka data diatas dapat dikatakan normal. Grafik normal plot gambar 4.2, terlihat titik-titik data menyebar

(8)

disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Besarnya nilai

Kolmogorov-Smirnov pada model 1 adalah 1,076 dan

signifikan pada 0,197, hal ini membuktikan bahwa data residual terdistribusi secara normal karena signifikannya berada di atas 0,05 atau 5%. Grafik memberikan pola distribusi output grafik yang tidak miring ke kiri atau miring ke kanan (sisi kanan dan sisi kiri sama lebarnya) maka data diatas dapat dikatakan normal. Titik-titik data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Besarnya nilai

Kolmogorov-Smirnov pada model 2 adalah

1,219 dan signifikan pada 0,103, hal ini membuktikan bahwa data residual terdistribusi secara normal karena signifikannya berada di atas 0,05 atau 5%. Hasil perhitungan tolerance pada tabel 4.22 untuk model 1 yaitu variabel kepercayaan ( , variabel moral ( , dan variabel kekuasaan pemerintah ( terhadap variabel kepatuhan pajak menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 (10%) atau hasil menunjukan nilai tolerance lebih dari 0,1.

Untuk model 2 yaitu variabel kepercayaan ( dan variabel kekuasaan pemerintah ( terhadap variabel penggelapan pajak menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 (10%) atau hasil menunjukan nilai tolerance lebih dari 0,1. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan bahwa tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 atau hasil menunjukan nilai VIF kurang dari 10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antara variabel dalam model regresi tersebut.

Hasil perhitungan tersebut menunjukan tidak ada gangguan heteroskedastisitas yang terjadi dalam proses estimasi parameter model penduga, dimana nilai signifikan lebih dari

). Jadi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas pada model regresi penelitian ini. Konstanta sebesar menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka variabel Kepatuhan ( ) sebesar Koefisien regresi variabel Kepercayaan ( ) diperoleh

dengan arah koefisien positif menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% persepsi kepercayaan akan meningkatkan kepatuhan sebesar . Koefisien regresi variabel moral ( ) diperoleh sebesar dengan arah koefisien positif menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% persepsi moral akan meningkatkan kepatuhan sebesar . Koefisien regresi variabel kekuasaan pemerintah ) diperoleh sebesar dengan arah koefisien positif menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% persepsi kekuasaan pemerintah akan meningkatkan kepatuhan sebesar Konstanta sebesar menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka variabel Penggelapan pajak ) sebesar

Koefisien regresi variabel Kepercayaan ( ) diperoleh dengan arah koefisien negatif menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% persepsi kepercayaan akan menurunkan penggelapan pajak sebesar

. Koefisien regresi variabel kekuasaan pemerintah ) diperoleh sebesar dengan arah koefisien negatif menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% persepsi kekuasaan pemerintah akan menurunkan penggelapan pajak sebesar Hasil uji model satu yang digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel kepercayaan , variabel moral ( , dan variabel kekuasaan pemerintah ( terhadap variabel kepatuhan pajak dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,426 yang menunjukkan bahwa kepatuhan pajak dipengaruhi oleh 3 variabel yaitu kepercayaan, moral, dan kekuasaan pemerintah sebesar 42,6 %, sisanya yaitu 57,4 % dipengaruhi variabel lain yang belum diteliti lagi dalam penelitian ini. Hasil uji model satu yang digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel kepercayaan ( , dan variabel kekuasaan pemerintah ( terhadap variabel penggelapan pajak

(9)

( dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,256 yang menunjukkan bahwa penggelapan pajak dipengaruhi oleh 2 variabel yaitu kepercayaan dan kekuasaan pemerintah sebesar 25,6%, sisanya yaitu 74,4 % dipengaruhi variabel lain yang belum diteliti lagi dalam penelitian ini.

Berdasarkan output dapat dilihat bahwa pengujian keberartian (signifikan) dengan menggunakan uji-t dari variabel kepercayaan pada tingkat signifikan 5%, nilai t tabel sebesar 1,6602, sedangkan nilai t hitung sebesar 5,878. Variabel kekuasaan pemerintah pada tingkat signifikan 5%, nilai t tabel sebesar 1,6602, sedangkan nilai t hitung sebesar -5,470. Variabel moral pada tingkat signifikan 5%, nilai t tabel sebesar 1,6602, sedangkan nilai t hitung sebesar 3,890. Variabel kekuasaan pemerintah pada tingkat signifikan 5%, nilai t tabel sebesar 1,6602, sedangkan nilai t hitung sebesar 3,726. Variabel kekuasaan pemerintah pada tingkat signifikan 5%, nilai t tabel sebesar 1,6602, sedangkan nilai t hitung sebesar - 2,013. Disimpulkan bahwa variabel kepercayaan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Variabel kepercayaan mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Variabel moral mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Variabel kekuasaan pemerintah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Variabel kekuasaan pemerintah mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak.

4.2 Pembahasan

Kerangka teori slippery slope, merupakan salah satu teori terkini dari perkembangan teori tentang kepatuhan pajak. Perkembangan teori mengenai perilaku kepatuhan pajak pada saat ini memandang bahwa variabel-variabel psikologi-sosial sama pentingnya dengan variabel deterrence (persepektif ekonomi). Dalam model slippery

slope menyatakan

bahwa variabel-variabel psikologi-sosial dan

deterrence mempunyai pengaruh secara

positif terhadap kepatuhan pajak. Dalam model ini variabel-variabel psikologis-sosial yang mempengaruhi kepatuhan pajak digabungkan menjadi sebuah variabel yaitu kepercayaan. Kepercayaan sosial itu sangat merefleksikan penerimaan individu terhadap suatu pemerintah. Semakin besar tingkat kepercayaan wajib pajak kepada pemerintah semakin besar pula peluang mereka untuk patuh. Jika masyarakat merasa pemerintah sudah bertindak adil dan bertanggung jawab sesuai ekspektasi wajib pajak maka wajib pajak akan kooperatif dalam melaksanakan tanggung jawab mereka untuk membayar mereka.

Dalam moral pajak yang diukur bukan subjek atau individunya, namun lebih kepada sikap dan pendirian individu. Sikap dan pendirian individu ini lebih menyentuh pada sisi kesadaran seorang individu dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pada dasarnya hampir semua orang itu berakhlak (bermoral) dan membayar pajak bukanlah merupakan suatu tindakan yang sederhana, tetapi terdapat banyak hal yang bersifat emosional, yang dipengaruhi oleh akhlak tersebut. Meskipun kebanyakan orang mengeluh mengenai pajak yang dibayarkannya karena mengurangi hasil atau pendapatan mereka, namun ada juga beberapa dari mereka yang merasa bangga telah membayarkan pajaknya. Motivasi intrinsik individu berupa moral perpajakan merupakan determinan positif bagi perilaku kepatuhan perpajakan (tax compliance). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi motivasi intrinsik individu dan kesadaran moral tentang pentingnya membayar pajak maka akan semakin besar kecenderungan individu untuk menaati peraturan perpajakan yang berlaku.

Dalam situasi kekuasaan pemerintah yang tinggi, meningkatnya probabilitas deteksi bersama dengan kenaikan jumlah audit dan dengan denda yang mahal dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan demikian pembayar pajak akan lebih kooperatif dan cenderung menghindari

(10)

kecurangan dalam perpajakan. Hal tersebut dikarenakan hasil yang diharapkan dari ketidakpatuhan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga akan menegakkan wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakannya. Penyelenggara Negara mempunyai kuasa untuk mengatur bentuk sistem perpajakan secara legal melalui peraturan perundang-undangan. Sebuah peraturan diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara kekuasaan atau wewenang pemerintah untuk melaksanakan sistem perpajakan dan kekuasaan rakyat untuk membatasi kekuasaan pemerintah apabila melampaui batas-batas yang sudah ditentukan dalam sistem tersebut.

5. Simpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kontrak psikologis antara wajib pajak dan pemerintah, apabila wajib pajak merasa pemerintah sudah bertindak secara adil dan bertanggung jawab sesuai dengan harapan dan ekspektasi mereka maka wajib pajak akan secara sukarela mematuhi kewajiban perpajakan mereka. Kepercayaan juga bisa dikatakan sebagai suatu pendapat atau penilaian wajib pajak kepada kinerja dari pemerintah selaku otoritas pajak. Jadi, semakin besar tingkat kepercayaan wajib pajak kepada pemerintah maka akan mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak.

2. Kepercayaan merupakan determinan lain dari penggelapan pajak. Ketika kepercayaan wajib pajak kepada pemerintah berada pada titik minimum maka wajib pajak akan cenderung untuk melakukan penggelapan pajak. Kepercayaan kepada pemerintah dapat meningkatkan insentif bagi wajib pajak untuk berkomitmen dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat menurunkan tindakan penggelapan pajak.

3. Motivasi dalam individu wajib pajak atau masyarakat untuk berprilaku patuh dalam memenuhi kewajibannya. Semakin baik moral yang dimiliki suatu individu maka semakin besar kemungkinan mereka untuk patuh terhadap kewajiban perpajakan mereka.

4. Peran kontrol pemerintah dalam hal ini seperti probabilitas audit atas pajak- pajak yang dibayarkan wajib pajak dan juga keefektifan penerapan hukuman atas pelanggaran-pelanggaran perpajakan. Semakin besar kekuasaan pemerintah maka semakin besar peluang wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan. 5. Semakin besar peluang terdeteksinya

tindakan penggelapan pajak oleh otoritas pajak (fiskus) maka semakin kecil niat wajib pajak untuk menggelapkan pajak. wajib pajak merasa konsekuensi atau beban yang dihadapi ketika mereka melakukan penggelapan pajak lebih besar dibandingkan dengan ketika mereka patuh membayar pajaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Akdon, dan Riduwan. 2013. “Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika”, Bandung: Alfabeta,

Amriani,Octania, Herawati, dan Yeasy. 2014. “Pengaruh Kepercayaan dan Kekuasaan dalam Otoritas Pemerintah terhadap Kepatuhan pajak (Studi Empiris Pedagang Pasar Raya Padang)”. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta.

Alm, J. dan Torgler, B. 2006. Culture differences and tax moral in the

United States and in Europe. Journal of

Economic Psychology, 27(2), 224–246.

Basri, Yesi Mutia. 2013. “Kepercayaan dan Kekuasaan Dalam Otoritas Pemerintah sebagai Determinan Tingkat Kepatuhan Pajak Dan Penggelapan

(11)

Pajak : Pengujian Assumsi Kerangka Slippery Slope. SNA XVI. Manado. Basri,Yesi Mutia, Surya R.A.S, Fitriasari R,

Novriyan R, Tania T.S. 2012. “Studi Ketidakpatuhan Pajak : Faktor Yang Mempengaruhinya (Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Di Kpp Pratama Tampan Pekanbaru)”, SNA XV. Banjarmasin.

Collins, Randall. 1992. Weber’s Last Theory of Capitalism dalam The Sociology of

Economic Life. Oxford: Westview

Press.

Cummings, R., J. Martinez-Vazquez, M. McKee dan B. Torgler. 2009. “Tax Morale Affects Tax Compliance: Evidence from Surveys and an

Artefactual Field Experiment”. Journal

of Economic Behavior & Organization, 70. pp. 447–457.

Duadji Susno, 2010. “Penggelapan Pajak: Kejahatan Asal Praktik Pencucian Uang, (http://www.facebook.com , di

download 04 Mei 2014)

Eigen, P. 2002. “Measuring and combating corruption”. Journal of Policy Reform, 5, pp.187– 201.

Fella, Ardhi Muthia. 2014. “Pengaruh Moral Pajak dan Budaya Pajak terhadap Kepatuhan Pajak (Survey pada KPP Pratama Bandung Karees)”. Jurnal Universitas Komputer Indonesia.

Feld, L. P., dan Frey, B. S. 2007. Tax compliance as the result of a psychological tax contract: The role of incentives and responsive regulation.

Journal of Law and Policy, 29, 102–

120.

Frey, B. S. 1997. Not just for the money: An

economic theory of personal

motivation. Cheltenham: Edward

Elgar.

Hidayat, Widi. Nugroho, Argo Adhi. 2010. “Studi Empiris Theory of Planned Behavior dan Pengaruh Kewajiban Moral pada Perilaku Ketidakpatuhan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, VOL. 2 No. 2. Surabaya : Universitas Airlangga Surabaya

Joireman, S. F., 2001. Inherited legal systems and effective rule of law: Africa and

the colonial legacy. Journal of Modern

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Misi utama dari Manajemen Mutu Terpadu adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan seluruh pelanggan.Sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu menjaga hubungan

Penanaman nilai aqidah pada anak sebagai upaya menguatkan keimanan yang teguh agar tidak terjadi keraguan tentang keberadaan Allah SWT, yang harus dipercayai dan diyakini

Sistem Multi Channel – Multi Phase ini menunjukkan bahwa setiap sistem mempunyai beberapa fasilitas pelayanan pada setiap tahap sehingga terdapat lebih dari satu pelanggan

Laporan Kinerja Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang Tahun 2018 disusun berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 239/IX/6/8/2003 tanggal

Salah satu penyebab terjadinya banjir adalah hujan.Pada musim penghujan sering terjadi banjir di beberapa wilayah diKabupaten Sampang Jawa Timur, hal ini

In order to achieve this goal features such as normalized difference snow index (NDSI) and land surface temperature (LST) map were generated from optical and thermal data, and

[1] Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari 25 responden sebagian besar responden yang pernah senam hamil pada kehamilan sebelumnya sejumlah 18 responden

1, Hasil isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth Hasil isolasi steroid dengan menggunakan 40 gram serbuk kalus Solanum wrightii Benth, diperoleh ekstrak