• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori keagenan (agency theory)

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya (agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Menurut Widyantari (2011) kontrak yang efisien seharusnya memenuhi asumsi sebagai berikut.

1. Agen dan prinsipal memiliki informasi yang sama dalam jumlah maupun kualitas, sehingga tidak terjadi asimetri informasi.

2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.

Jensen dan Meckling (1976) dalam teori agensi menyebutkan bahwa asimetri informasi yang muncul akibat adanya pemisahan wewenang antara principal dan agen merupakan sebab munculnya suatu konflik diantara principal dan agen yang disebut konflik agensi (conflict agency). Agen sebagai pengelola perusahaan umumnya memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan prinsipal sebagai pemilik perusahaan sehingga menimbulkan terjadinyaasimetri informasi.

(2)

12

Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi diatas maka manajer akan cenderung bertindak dengan mementingkan kepentingannya sendiri yang akan mengakibatkan konflik keagenan. Oleh karena itu, dibutuhkan auditor independen sebagai pihak ketiga yang menilai kewajaran laporan keuangan sebagai bentuk pertanggung jawaban manajemen. Anggapan tidak independen muncul dari pemegang saham dan pemangku kepentingan lain terhadap auditor internal karena masih memiliki hubungan dengan perusahaan (Arens, et al. 2009). Rahman dan Siregar (2012) menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai pihak yang independen, dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan. (Komalasari, 2004) menyatakan informasi keuangan perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Auditor dibutuhkan untuk pengambilan keputusan yang tepat dan untuk menjembatani pihak prinsipal dan agen.

(3)

13 2.1.2 Opini Audit

Dalam melakukan penugasan umum, auditor ditugasi memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan. Opini yang diberikan merupakan pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (SPAP, 2011). Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2011). Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup (goingconcern) suatu perusahaan dalam batas waktu tertentu (IAPI, 2011: 341.1). PSA 29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keraguraguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion, yang dinyatakan oleh auditor.

(4)

14

Menurut Arens, et al. (2009), terdapat lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut.

(1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.

(2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut.

(a) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain,

(b) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI,

(c) Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material, (d) Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,

(5)

15

(e) Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode akuntansi.

(3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila:

(a) tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan,

(b) auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat. (4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan terhadap laporan keuangan.

(6)

16

(5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)

Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila: (a) ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu,

(b) auditor tidak independen terhadap klien.

Opini auditor atas laporan keuangan merupakan salah satu pertimbangan yang penting bagi investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi oleh karena itu auditor sangat diperlukan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor. Opini auditor merupakan sumber informasi yang baik bagi pihak di luar perusahaan sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan, hanya auditor yang berkualitas yang dapat menjamin bahwa laporan (informasi) yang dihasilkannya reliable. Auditor memiliki peran untuk memberikan keyakinan kepada investor dalam memilih perusahaan untuk investasinya. Informasi keuangan perusahaan akan lebih mudah dipercaya dan digunakan oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004).

(7)

17 2.1.3 Opini Audit Going Concern

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2011), pendapat going concern merupakan pendapat dari auditor mengenai apakah sebuah perusahaan yang diaudit dapat mempertahankan going concern atau kelangsungan hidupnya setidaknya dalam satu tahun ke depan. Pendapat going concern diungkapkan setelah paragraf pendapat dalam laporan audit. Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam perioda waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit dengan cara berikut ini (SPAP, 2011).

(1) Auditor mempertimbangkan apakah seluruh hasil prosedur yang dilaksanakannya menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas. Mungkin diperlukan informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor.

(2) Jika auditor yakin terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus:

(a) memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut,

(8)

18

(3) Setelah mengevaluasi rencana manajemen, auditor mengambil kesimpulan apakah masih terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.

Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit). Contoh kondisi dan peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Tren negatif, sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek.

(2) Petunjuk lain tentang kemungkinan financial distress, sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.

(3) Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atau sukses proyek tertentu, 25 komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.

(4) Masalah luar yang telah terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang

(9)

19

kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai (IAPI, 2011: 341.3 – 341.4).

Setelah melalui beberapa tahap evaluasi di atas, apabila ternyata auditor yakin ada kesangsian besar terhadap kelangsungan hidup perusahaan maka selanjutnya auditor harus mempertimbangkan pengaruh informasi kelangsngan hidup perusahaan tersebut terhadap laporang keuangan. Apabila setelah mempertimbangkan dampak kondisi dan peristiwa yang terjadi, auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian.

(1) Apabila setelah mempertimbangkan dampak kondisi dan peristiwa yang terjadi, auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Dalam hal satuan usaha tidak memiliki rencana manajemen atau auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen entitas tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.

(2) Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan maka auditor harus mempertimbangkan mengenai

(10)

20

kecukupan pengungkapan mengenai kelangsungan hidup satuan usaha, mitigating factor, dan rencana manajemen. Apabila auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

(3) Jika auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut tidak memadai maka ia akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar karena terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (IAPI, 2011: 341.1 – 341.8).

2.1.4 Finacial Distress

Financial distress adalah suatu kondisi perusahaan yang mengalami laba bersih (net income) negatif selema beberapa tahun. Altman, 1968 dalam Fanny dan Saputra, 2005 menemukan bahwa perusahaan yang memiliki profitabilitas dan solvabilitas rendah sangat berpotensi mengalami kebangkrutan. Menurut Arens (1997) ada beberapa faktor yang meyebabkan timbulnya ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup suatu perusahaan yaitu: (1) Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja, (2) Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek, (3) Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi atau banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa, dan (4) Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang

(11)

21

sudah terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi.

Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan barlian et al , (2014) menemukan bahwa prediksi tingkat kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi kebrangkutan mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Fungsi diskriminan model Altman Z-score tahun 1974 dalam Anjum (2012) adalah sebagai berikut.

Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5

Keterangan:

Z1 = working capital to total assets

Z2 = retained earning / total assets

Z3 = earning before interest and taxes / total assets

Z4 = market value of equity / book value of total debt

Z5 = sales / total asset

Z = overall index

Nilai cut off dari persamaan diatas, ditentukan sebagai berikut.

1. Z-Score > 2.67 artinya safe zone (perusahaan berada pada level aman dari kebangkrutan).

(12)

22

2. 1.81 < Z-Score < 2.67 artinya grey zone (perusahaan berada pada level antara kemungkinan bisa bangkrut dan kemungkinan bisa sehat kembali).

3. Z-Score < 1.81 artinya distress zone (perusahaan memiliki kemungkinan untuk bangkrut). (Altman, 1968 dalam Anjum, 2012). Model kebrangkutan Z Score ini hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan manufaktur yang go public.

Pada tahun 1984 Altman kembali melakukan penelitian dan menciptakan model revisi model kebangkrutan Z-score yang dapat diaplikasikan pada perusahaan manufaktur publik maupun non publik serta menggantikan market value of equity dengan book value of equity (Z4). Model Revised Altman Z Score tahun 1984diformulakan sebagai berikut.

Z = 0,717Z1 + 0,847Z2 + 3,107Z3 + 0,420Z4 + 0,998Z5

Keterangan :

Z1 = Working capital / Total asset

Z2 = Retained earnings / Total asset

Z3 = Earnings before interest and taxes / Total asset

Z4 = Book value of equity / Book value of debt

Z5 = Sales / Total asset

Berdasrkan formula diatas perusahaan yang memiliki indeks kebangkrutan 2.90 atau di atasnya tidak termasuk perusahaan yang dikategorikan akan mengalami

(13)

23

kebangkrutan atau dikategorikan perusahaan yang sehat sedangkan perusahaan yang memiliki indeks kebangkrutan 1.20 atau di bawahnya maka perusahaan termasuk kategori bangkrut. Skor di antara 1,20 dan 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area, artinya ada kemungkinan perusahaan akan bangkrut ataupun tidak.

Fanny dan Saputra (2005) menemukan bahwa penggunaan model prediksi kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi ketepatan pemberian opini audit. Penelitian yang dilakukan oleh Setyarno dkk (2007) juga berhasil membuktikan bahwa model prediksi kebangkrutan Altman berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Setyowati (2009) yang menyimpulkan bahwa kemungkinan penerimaan pendapat going concern lebih kecil pada perusahaan yang memiliki keuangan yang sehat (financially healthy) atau tidak mengalami financial distress serta kemungkinan untuk memperoleh opini going concern lebih besar pada perusahaan yang mengalami financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang terancam bangkrut berpeluang mendapatkan opini audit going concern dari auditor.

(14)

24 2.1.5 Audit Tenure

Auditor client tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara kantor akuntan publik (KAP) dengan auditee yang sama (Geigher dan Raghunandan 2002). Junaidi dan Hartono (2010) menyimpulkan bahwa semakin lama hubungan antara auditor dan klien, semakin kecil kemungkinan perusahaan klien yang diaudit menerima pendapat going concern. Lamanya jangka waktu perikatan auditor dan klien, dikhawatirkan dapat mempengaruhi independensi auditor. AICPA merekomendasikan rotasi anggota staf dan rotasi Partners pada perikatan audit, menunjukkan bahwa lamanya audit tenure dapat mempengaruhi independensi auditor (Sinason et al,2001).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik menyebutkan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama enam tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun buku berturut-turut. KAP dan akuntan publik tersebut dapat menerima kembali jasa audit umum setelah satu tahun tidak mengaudit klien tersebut. Semakin lama hubungan penugasan KAP oleh perusahaan, dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap tingkat independensi dari KAP tersebut.

Securities of Exchange Commission (SEC) Komite Eksekutif (American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 1992 dalam Sinason et al., 2001) menyatakan bahwa hubungan audit tenure dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah sebagai berikut.

(15)

25

1. Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan manajemen klien yang

menyebabkan auditor kehilangan skeptisisme profesional.

2. Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa sudah mengetahui lebih dulu hasil dari pengujian tersebut. Hal ini menyebabkan auditor kurang mampu untuk mengevaluasi perubahan penting pada kondisi klien.

3. Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungannya dengan klien. Memenuhi keinginan manajemen klien mungkin menjadi prioritas auditor, daripada mengikuti standar profesional.

Namun sebaliknya, SEC Practice Section Executive Committee (AICPA 1992) juga mencatat peningkatan potensi masalah audit ketika auditor tidak memiliki pengalaman dasar yang baik terhadap bisnis klien, operasi dan sistem. Ini menyiratkan perlunya untuk keseimbangan yang baik antara memperoleh pemahaman dari bisnis klien untuk melakukan audit yang efe2.1ktif dan efisien, dan menjadi akrab dengan klien tanpa membuat profesional skeptisisme yang dibutuhkan oleh auditor berkurang.

(16)

26 2.1.6 Opini Audit Tahun Sebelumnya

Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima perusahaan pada tahun sebelumnya atau satu tahun sebelum tahun penelitian. (Mutchler 1984 dalam Widyantari 2011) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Widyantari (2011) juga menyimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada penerimaan pendapat going concern karena auditor sangat memperhatikan pendapat tahun sebelumnya sehingga perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan agar dapat memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno (2006), Rahman & Siregar (2007) Carcello & Neal (2000) serta Lennox (2002), juga menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu terdapat hubungan positif opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Apabila suatu perusahaan menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya, maka pada tahun berjalan akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menerima opini audit going concern lagi. Bahkan Mutchler (1985) dalam Widyantari (2011) yang menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan, menunjukkan bahwa model analisis diskriminan yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibandingkan model yang lain.

(17)

27 2.1.7 Kualitas Audit

Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas tinggi dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Craswell et al. (1995) menyatakan klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional akan memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, dan adanya peer review. Auditor yang memiliki reputasi yang baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien. DeAngelo (1981) berpendapat bahwa auditor besar akan lebih independen, dan karenanya, akan memberikan kualitas yang lebih tinggi atas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Palmrose (1988) membuktikan bahwa kelompok auditor Big 8 memiliki tingkat litigasi yang rendah dibandingkan non-Big 8, hal tersebut menunjukkan bahwa auditor Big 8 memberikan kualitas yang lebih tinggi karena memiliki motivasi untuk menjagareputasinya.

2.1.8 Ukuran Perusahaan

Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah penjualan. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (mediumsize), dan perusahaan kecil (small firm). Sujoko dan Soebiantoro (2007) menyatakan bahwa ukuran

(18)

28

perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya perusahaan. Sehubungan dengan total aset untuk menghitung ukuran perusahaan, apabila perusahaan memiliki total aset yang besar menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan (maturity) atau well established (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Perusahaan besar yang dianggap telah mencapai tahap kedewasaan berarti bahwa perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasikan laba dibandingkan perusahaan kecil (Singh dan Singla, 2011). Ballesta dan Garcia (2005) menyebutkan bahwa sebuah perusahaan dengan ukuran yang besar memiliki manajemen yang lebih baik dalam pengelolaan perusahaan serta memiliki kemampuan dalam menerbitkan suatu laporan keuangan yang memiliki kualitas baik jika dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil. Perusahaan besar yang memiliki manajemen yang lebih baik dalam pengelolaan perusahaan serta memiliki kemampuan dalam menerbitkan suatu laporan keuangan yang memiliki kualitas baik cenderung memperoleh clean opinion dari auditor (Ballesta dan Garcia, 2005).

(19)

29 2.2 Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1

No Peneliti Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian 1 Raisa Nanda Barlian,Yona Perwitasari dan Agung Nur Probohudono (2014) Pendapat Going Concern: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pada Perusahaan Yang Mengalami Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2013) Variabel dependen : opini audit going concern Varibel independen : kualitas audit, pertumbuhan perusahaan, ukuran Perusahaan, debt to equity ratio dan penundaan rapat pemegang saham 1.Variabel kualitas audit, pertumbuhan perusahaan, ukuran Perusahaan, dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini going concern 2.Penundaan rapat pemegang saham berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern 2 Widyantari (2011) Opini Audit Going Concern Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi: Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Variabel dependen : opini audit going concern Varibel independen : likuiditas, leverage, profitabilitas, cash flow, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, 1.Leverage dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada opini audit going concern 2.Variabel profitabilitas, arus kas, dan ukuran perusahaan

(20)

30 No

Peneliti Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

kualitas audit, audit lag, opini tahun sebelumnya,dan auditor client tenure. berpengaruh negatif pada opini audit going concern 3.Variabel likuiditas, pertumbuhan perusahaan, kualitas audit, audit lag, dan auditor client tenure tidak berpengaruh pada opini audit going concern. 3 Junaidi dan Hartono (2010) Faktor Non Keuangan Pada Opini Going Concern Variabel dependen : opini audit going concern Varibel independen : Auidit tenure, reputasi auditor, disclosure, dan ukuran perusahaan 1.Auidit tenure, reputasi auditor, disclosure berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern 2.Variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern 4 Eko Budi Setyarno Indira Januarti Faisal (2006) Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Variabel dependen : opini audit going concern  Varibel independen : kualitas audit, 1.Variabel financial condition dan opini tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini going

(21)

31

financial

No Peneliti Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern condition, opini tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan concern 2.kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern 5 Abdul Rahman dan Baldric Siregar (2007) Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Variabel dependen : opini audit going concern Varibel independen : kualitas audit, financial condition, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan debt to equity ratio. 1.Variabel opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, dan debt to equity ratio berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern 2.Variabel kualitas audit, financial condition, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern

(22)

32

No Peneliti

Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

6 Rahayu (2007) Assessing Going

Concern Opinion: A Study Based On Financial And Non-Financial Informations (Empirical Evidence Of Indonesian Banking Firms Listed On Jsx And Ssx) Variabel dependen : opini audit going concern Varibel independen : likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, opini tahun sebelumnya, faktor non financial di proksikan pada komisioner independen dan reputasi audit 1.Variabel likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, faktor non financial di proksikan pada komisioner independen tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern 2. Variabel opini tahun sebelumnya dan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern 7 Komalasari (2004) Analisis Pengaruh Kualitas Auditor Dan Proxi Going Concern Terhadap Opini Auditor Variabel dependen : opini audit Varibel independen : kualitas auditor, profitabilitas dan kesulitan keuangan 1.Variabel profitabilitas dan kesulitan keuangan berpengaruh terhadap pemberian opini auditor 2.Variabel kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap pemberian opini auditor

(23)

33 2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Audit Tenur Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Auditor client tenure adalah jangka waktu perikatan yang terjalin antara KAP dengan auditee yang sama. Ketika hubungan klien suatu KAP telah berlangsung bertahun-tahun, klien dapat dipandang sebagai sumber pendapatan yang berlangsung terus, yang secara potensial dapat mengurangi independensi KAP. Terdapat ancaman terhadap obyektivitas auditor dari familiaritasnya terhadap klien, yang mengarahkan pada kritik yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin untuk mengharapkan auditor untuk melakukan penilaian yang bersifat obyektif dan tidak bias (Bazerman et al., 2002). Semakin lama auditor client tenure maka semakin kecil kemungkinan suatu perusahaan memperoleh opini going concen karena dikhawatirkan berkurangnya independensi.

Junaidi dan Hartono (2010) menyimpulkan bahwa semakin lama hubungan antara auditor dan klien, semakin kecil kemungkinan perusahaan klien yang diaudit menerima pendapat going concern. Namun, Januarti dan Fitrianasari (2008) dalam Widyantari (2011) menemukan bahwa audit tenure tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pendapat going concern.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H1 : Kemungkinan penerimaan pendapat going concern atas auditee yang mengalami financial distress akan lebih tinggi pada auditee yang memiliki tahun audit tenure yang sebentar daripada auditee yang memiliki audit tenure yang lama.

(24)

34

2.3.2 Pengaruh Opini Tahun Sebelumnya Terhadap Penerimaan Opini Going Concern

Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima perusahaan pada tahun sebelumnya atau satu tahun sebelum tahun penelitian. Perusahaan yang memperoleh opini going concern ditahun sebelumnya akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk kembali mendapat opini going concern ditahun berikutnya . Hal tersebut terjadi karena auditor sangat memperhatikan pendapat tahun sebelumnya sehingga perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan agar dapat memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno (2006), Rahman & Siregar (2007) Carcello & Neal (2000) serta Lennox (2002), juga menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu terdapat hubungan positif opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H2 : Kemungkinan penerimaan pendapat going concern atas auditee yang mengalami financial distress akan lebih tinggi pada auditee yang mendapat opini audit going concern pada tahun sebelumnya daripada auditee yang tidak mendapat opini audit going concern pada tahun sebelumnya.

(25)

35

2.3.3 Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas tinggi dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Craswell et al. (1995) menyatakan klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional akan memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, dan adanya peer review. Auditor yang memiliki reputasi yang baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien.

Junaidi dan Hartono (2010) menyatakan bahwa semakin besar reputasi dari kantor akuntan publik, makasemakin besar pula kualitas yang diberikan oleh kantor akuntan publik tersebut. Hal tersebut sejalan dengan penelitan yang telah dilakukan oleh Lennox (1999), Li et al. (2005), Geiger dan Rama (2006), tetapi berbeda dengan temuan Januarti dan Fitrianasari (2008) dan Setyarno et al. (2006) yang menemukan bahwa reputasi auditor tidak mempengaruhi opini going concern.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H3: Kemungkinan penerimaan pendapat going concern atas auditee yang mengalami financial distress akan lebih tinggi pada auditee yang diaudit oleh KAP Big Four daripada auditee yang tidak diaudit oleh KAP Big Four.

(26)

36

2.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Going Concern

Perusahaan besar yang dianggap telah mencapai tahap kedewasaan berarti bahwa perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasikan laba dibandingkan perusahaan kecil (Singh dan Singla, 2011). Ballesta dan Garcia (2005) menyebutkan bahwa sebuah perusahaan dengan ukuran yang besar memiliki manajemen yang lebih baik dalam pengelolaan perusahaan serta memiliki kemampuan dalam menerbitkan suatu laporan keuangan yang memiliki kualitas baik jika dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil. Perusahaan besar yang memiliki manajemen yang lebih baik dalam pengelolaan perusahaan serta memiliki kemampuan dalam menerbitkan suatu laporan keuangan yang memiliki kualitas baik cenderung memperoleh clean opinion dari auditor (Ballesta dan Garcia, 2005).

Hasil penelitian McKeown et al. (1991) dan Mutchler et al. (1997) membuktikan bahwa ukuran perusahaan memberikan pengaruh negatif signifikan pada opini audit going concern. Namun penelitian Ramadhany (2005) serta Januarti dan Fitrianasari (2008) membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit going concern.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H4: Kemungkinan penerimaan pendapat going concern atas auditee yang mengalami financial distress akan lebih tinggi pada auditee yang memiliki ukuran perusahaan kecildaripada auditee yang memiliki ukuran perusahaan besar.

(27)

37

2.4 Kerangka Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Audit Tenure

Ukuran Perusahaan Kualitas Audit Opini Tahun Sebelumnya

Opini Going Concern

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah menghindari garukan untuk mencegah infeksi sekunder, menghindari hal-hal yang ada kaitannya dengan prurigo, yakni

Oleh sebab itu, strategi di sini lebih mengutamakan cara orang tua untuk mendidik anak dalam keluarga supaya anak tidak lari dari norma-norma dan nilai-nilai budaya yang dianut

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, kelimpahan rahmat dan karunia Nya sehingga dapat menyelesaukan tesis tentang “ Pengaruh Kompensasi dan

Sedangkan nilai tingkat penurunan kadar air terendah dari tanah sebelum diolah hingga setelah dilakukan pembajakan adalah pada kecepatan pembukaan throttle 60 o

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Karena dengan tak pernah absenya Mischief Denim dalam event tahunan tersebut di tambah dengan merupakan salah satu produk jeans lokal yang memiliki followers Instagram terbanyak

Bahkan pada ceruk pasar tertentu, konsumen mencari komoditas yang berasal dari masyarakat sekitar hutan agar dapat membantu masyarakat tetap berdaya melanjutkan kehidupannya

Sementara dalam hal disclosure, cost and benefit, misstate, dan ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara PPK SKPD