• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Perawat Pada Penatalaksanaan Irigasi Traksi Kateter Three Way Pada Pasien TURP Di Rumah Sakit khusus Bedah Mojosongo II Karanganyar ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengalaman Perawat Pada Penatalaksanaan Irigasi Traksi Kateter Three Way Pada Pasien TURP Di Rumah Sakit khusus Bedah Mojosongo II Karanganyar ABSTRAK"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

1

Mahasiswa Program Studi S1- Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2

Program Studi S1-Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 3

Program D3-Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Meningkatnya kejadian insiden dan prevalensi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) pada lansia pria semakin meningkat. Kasus BPH di masyarakat, banyak ditangani dengan Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Komplikasi yang terjadi diantaranya pendarahan, stiktur uretra, retensi bekuan darah, dan sindroma TUR. Untuk mengurangi resiko tersebut dilakukan prosedur pemasangan irigasi traksi kateter three

way

Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologis. Data ini diperoleh dari wawancara mendalam terhadap 3 partisipan di rumah sakit khusus bedah mojosongo II karanganyar. Data dianalisa menggunakan

Colaizzi. Kemudian data dianalisa dan didapatkan kata kunci, makna-makna dan

tema-tema. Hasil penelitian didapatkan beberapa tema yaitu Penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way, perawatan dan hambatanya, perasaan saat pemasangan dan TUR

syndroma.

Yang didapat dari penilitian pada penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way meliputi alat dan bahan, teknik pemasangan, bagian-bagian three way, jarak irigasi, sering juga ada hambatan irigasi sampai cara mengatasi hambatanya serta alasan pelepasan kateter, perlu di perhatikan bagaimana perawatan dan hambatanya dalam pemasangan kateter meliputi cara perawatanya, adapun cara mengatasi hambatan kateter dengan cara mengatasi kendala tersebut dan obat. Perasaan saat pemasangan kateter meliputi perasaan saat ada kendala pemasangan kateter. Dari tindakan TURP menimbulkan TUR syndroma salah satunya perlu kita waspadai manifestasi klinis, cara pencegahannya dan penatalaksanaan TUR syndroma sendiri.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para tenaga medis yang melakukan tindakan pemasangan kateter urin bahwa pemasangan kateter three way post operasi TURP merupakan tindakan invansif dan steril harus dilakukan sesuai prosedur atau sesuai kebijakan rumah sakit masing-masing agar tidak merugikan pasien dan perawat.

Kata kunci : TURP, penatalaksanaan kateter three way, TUR syndroma Daftar pustaka : 40 literatur (2004-2014)

(2)

1. PENDAHULUAN

Hiperplasia prostat hyperplasia (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas (Wilson dan Price, 2005). Benigna prostat hyperplasia dapat menyebabkan penekanan pada uretra di tempat uretra menembus prostat sehingga berkemih menjadi sulit mengurangi kekuatan aliran urine, atau menyebabkan urine menentes (Corwin, 2009). Penyebab terjadinya BPH saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan kadar di hidroteron (DHT) dan proses aging penuaan (Purnomo, 2011).

Data pravelensi BPH secara makroskopi dan anatomi sebesar 40% dan 90%, terjadi pada rentang usia 50-60 tahun dan 80–90 tahun (Amalia riski, 2010). Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum ada diteliti, di RSUP DR. M.Djamil Padang berdasarkan data rekam medis jumlah kunjungan poliklinik selama 6 tahun (Januari 2006 – September 2011) sebanyak 3780 kasus BPH, sedangkan berdasarkan data sub bagian bedah Urologi tahun 2006-2011 yang dilakukan operasi TURP 562 kasus. Di RSUD Gambiran Jawa Timur sendiri pada tahun 2009 dari 416 pasien Urologi yang dilakukan tindakan TUR-P

sebanyak 349 atau 75 % dan sampai bulan September 2011 dari 395 pasien, yang dilakukan TUR-P sebanyak 305 pasien atau 78%.

Dari hasil fenomena angka kejadian penyakit BPH di Rumah Sakit Bedah Mojosongo II Karanganyar dalam setahun terakhir terdapat 620 kasus BPH. Pada tahun 2013 -2014 tiap bulannya pasien yang datang di poli bedah sekitar 35-50 orang, 25 orang dilakukan tindakan TURP, 20 orang diantaranya dilakukan indakan medikamentosa dan konservatif, dan 5 orang lainya dilakukan pembedahan prostatektomy. Dari fenomena angka kejadian pasien BPH maka setiap pasien dilakukan operasi TURP dan prostaktektomy dilakukan penanganan yang berupa pemasangan irigasi traksi kateter three way melatarbelangkangi penulis untuk meneliti pengalaman perawat dalam penatalaksanaan irigasi traksi kateter

three way pada pasien TURP.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way.

2. PELAKSANAAN a. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah perawat kamar

(3)

operasi rumah sakit khusus bedah mojosongo II karanganyar

b. Populasi dan Sampel Penelitian Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 14 orang perawat kamar operasi rumah sakit khusus bedah mojosongo II karanganyar. Partisipan berjumlah tiga orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah kualitatif dengan rancangan penelitian deskriptif studi fenomenologi. Studi fenomenologi merupakan suatu pendekatan yang esensial terkait dengan pengalaman alamiah manusia sepanjang hidupnya dan memberikan gambaran suatu fenomena yang di teliti melalui hasil daya titik yang mendalam dari peneliti (Polit & Back, 2006).

Data yang dikumpulkan dengan metode wawancara yang mendalam secara terstuktur. Wawancara dilakukan dalam waktu 15-25 menit dan direkam dengan handphone

Hasil penelitian di analisa menggunakan dengan metode Colaizzi (Polit & Back, 2006). Metode Coalizzi dinilai efektif digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan dengan metode Coalizzi fenomena-fenomena dapat terungkap dengan jelas sesuai dengan makna-makna

yang didapat ada 7 tahapan yaitu mendengarkan hasil rekaman, membaca untuk mendapatkan kata kunci, mencari makna setiap kata kunci, mencari makna dirumuskan kedalam tema, mengintegrasikan tema, merumuskan kesesuain antar tema, memvalidasi tema pada partisipan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengukapkan empat (4) tema yaitu penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way, perawatan dan hambatanya, perasaan, TUR

syndroma.

Keempat tema tersebut dibangun oleh sub-sub tema dan kategori yang didukung oleh kutipan dari partisipan. Peneliti menggunakan pengkodean dalam penyebutan partisipan dengan “P” dimulai dari “P1” hingga ” P3”. Tema-tema dalam hasil penelitian akan dijabarkan berikut ini.

a. Penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way

1) Alat dan bahan

Dari hasil penelitian

mengatakan bahwa

penatalaksanaan irigasi kateter

three way perlu memperhatikan

prosedur dan pemilihan kateter yang tepat alat yang digunakan atau disiapkan antara lain jelly, kateter three way no 24 dan NacL

(4)

0,9 %, adapun teknik pemasangan dengan menggunakan jelly yang dioleskan pada selang kateter dan dimasukkan ke meatus uretra sampai urin keluar sambungkan ke urin bag, lubang satunya lagi untuk saluran irigasi dan satunya sebagai pengunci maka dari itu pemilihan kateter three way sangat tepat untuk tindakan pembedahan TURP. Jelly merupakan alat pelumas kateter yang berbentuk kenyal, licin bila dipegang tangan dan semi cair yang berguna untuk membasahi atau mengolesi kateter supaya pada saat memasukan kateter tidak mencederai uretra Karena kondisi saluran uretra masih kondisi kering.

Kateterisasi menetap (foley

kateter) digunakan pada klien

pasca operasi uretra dan struktur di sekitarnya (TUR-P), obstruksi aliaran urin, obstruksi uretra, pada pasien inkontinensia dan disorientasi berat (Hidayat, 2006).

Dari hasil penelitian bahwa perawat mengatakan cairan yang digunakan untuk irigasi adalah water steril dan NaCl 0,9%. Irigasi kateter adalah prosedur yang dirancang untuk mencegah formasi dan retensi clots sehingga dengan

dilakukan tindakan TURP (Critine, Ng, 2001).

“..NacL 0,9% yang 1 literan yang konsentrasinya 0,9%..” (P3)

Menurut Alfraini, Syah (2010) menjelaskan continus blader irigasi (CBI) merupakan

tindakan membilas atau menyalurkan cairan secara berkelanjutan pada bladder untuk mencegah pembentukan dan retensi clots darah yang terjadi setelah operasi transurethral resection of the prostat (TURP).

Hal ini didukung dengan penilitian yang dilakukan oleh (Ahmad, 2005), irigasi kateter dengan menggunakan NaCl fisiologis secara terus menerus dapat menurunkan jumlah kuman dalam urine. NaCl termasuk cairan kristaloid yang mempunyai kelebihan diantaranya murah, mudah didapat, anafilaksi minimal, meningkatkan output urin. Sedangkan kekuranganya menimbulkan edema paru dan perifer bila diberikan dalam jumlah besar. Bila terjadi kelebihan cairan irigasi masuk ke pembuluh darah melalui area yang direseksi sehingga menganggu kadar natrium dalam darah. Literatur lain mengatakan bahwa operasi TURP

(5)

akan meningkatkan resiko hiponatremia dan sindroma TURP (Subrata, dkk, 2014).

Bahwa irigasi setelah TURP menggunakan NaCl 0,9% atau

sterilezed water for irrigation ini

lazim digunakan di Indonesia setiap rumah sakit memiliki keputusan sendiri kedua jenis cairan ini aman dan sudah ada penelitian yang mengungkapan. 2) Teknik pemasangan

Dari hasil penelitian mengatakan teknik pemasangan kateter dengan mengoleskan jelly di sepertiga kateter dimasukan ke dalam uretra dan di plester dipaha lalu ditraksi Menurut (Hooton et al, 2010). Pemasangan kateter urin adalah tindakan memasukan alat berupa selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kadung kemih untuk mengeluarkan urin. Jelly digunakan sebagai pelumas untuk kateterisasi urin pada laki-laki dengan prinsip steril sebelum pemasukan selang kateter sehingga mengurangi pergesekan uretra

yang menimbulkan nyeri (Chandra & Ningsih, 2010).

Traksi bertujuan mengurangi pendarahan dan menarik balon kateter kearah blader neck dan menghalangi masuknya perdarahan

prostat kedalam kadung kemih, diantara partisipan menyatakan pemasangan pada pembedahan TURP masih terdapat perdarahan kecil oleh sebab itu harus segera dipasang kateter three way. Kateter di isi sebanyak 30 cc selanjutnya kateter ditarik ke bawah dipasang traksi kateter dengan harapan balon kateter akan menekan luka bekas uretra dan difiksasi di daerah femoralis.

“….di traksi dipaha untuk menekan pendarahan, kaki tidak boleh ditekuk atau di flexikan….” (P3)

Salah satu partisipan juga menyebutkan kaki yang dipasang traksi tidak boleh di tekuk, penelitian serupa pernah diteliti oleh Mochhamat Sodiq, (2012). Bahwa adanya pengendoran pemasangan traksi kateter disebabkan oleh karena pasien sebagian sudah berumur dari 65 tahun, sehingga pada saat post operasi TURP dan setelah dipasang traksi pasien sulit diberi pengertian tentang manfaat pemasangan traksi kateter sering kali ditekuk yang sebenarnya belum boleh dilakukan pasien post operasi TURP dimana hal ini akan menyebabkan masih terjadinya pendarahan yang terlihat pada

(6)

urine bag berwarna kemerah merahan.

Menurut Abdulah, (2009) bila terdapat perdarahan pasca TURP ahli urologi sering melakukan traksi kateter sehingga balon kateter tertarik ke arah bladderneck dan menghalangi masuknya perdarahan prostat ke dalam buli-buli. Pemasangan traksi post operasi TURP pasca operasi dipasang folley kateter 24 tiga cabang dengan balon diisi 40 cc dan irigasi kateter memakai NaCl 0,9% dengan kecepatan 5000 mL/jam tujuannya pemasangan traksi ini diharapkan oleh tampon kateter dengan demikian mencegah kebocoran dengan penekanan melalui traksi kateter diharapkan bekuan darah pada bekas luka sayatan operasi tidak lepas sehingga membantu proses penghentian darah.

3) Bagian-bagian three way

Dari hasil penelitian mengatakan bagian – bagian kateter three way ada tiga lumen diantaranya satu lubang untuk pengunci, saru untuk saluran air dan satunya lagi untuk saluran irigasi yang di sambungkan melalui tranfusi set dan terhubung dengan infus NaCl 0,9%.

4) kateter 3 lubang (three way

catheter).

Kateter three way yang mempunyai 3 buah jalan antara lain untuk mengembangkan balon satu cabang sebagai pengunci, cabang lainnya digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung kemih dan dapat disambung dengan tabung tertutup dari kantung urin. Dan satu percabangan lagi yang berfungsi untuk mengalirkan air pembilas (irigasi) yang dimasukan ke dalam selang infus. Kateter ini biasanya dipakai setelah operasi prostat untuk mencegah timbulnya bekuan darah. (Basuki, 2009).

5) Jarak Irigasi

Dari hasil penelitian mengatakan jarak irigasi bermacam-macam menyebutkan antara 50-70 cm dari pasien, alasan dari jarak irigasi ini dimasudkan untuk menjaga tekanan irigasi jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah, karena apabila terlalu tinggi dikhawatirkan tekanan terlalu tinggi masuk ke pembuluh darah yang ada di prostat yang telah direkseksi. Dan apabila terlalu rendah aliran irigasi kurang tekanan sehingga kurang efektif untuk membilas sisa clots

(7)

yang ada di dalam. Jumlah tetesan cairan irigasi setelah operasi biasanya guyur, hari pertama sekitar 60 tetes permenit, hari kedua sekitar 40 tetes permenit, hari ketiga intermiten. Meskipun demikian tetesan dapat berbeda antar pasien disesuaikan kondisi pasien.

6) Hambatan Irigasi

Dari hasil penelitian mengatakan salah satu hambatan dalam irigasi kateter adanya clots atau gumpalan darah yang menyumbat dilubang kateter. Clots ini merupakan sisa-sisa jaringan hasil reseksi yang ada didalam, menurut para ahli urologi sebelum pasang kateter dianjurkan melakukan evakuasi dengan alat elik evakuator sampai bersih. Clots yang terkumpul dapat menimbulkan obstruksi dan menyebabkan nyeri akibat kelebihan cairan dan ruptur kandung kemih (Afrainin, 2010).

“..biasanya macet karena ada

colts karena reseksi

jaringanya..”(P1)

Rasa nyeri diperut atau didaerah suprabupik bermakna adanya clots atau gumpalan darah yang banyak di kandung kemih, sehingga kandung kemih sangat

teregang. Hal ini disebabkan karena cairan irigasi yang menetes terus menurus, sedangkan aliran dibawah urine bag tidak lancar kita curigai adanya clots yang menyumbat kateter.

7) Cara Mengatasi Hambatan Irigasi Dari hasil penelitian menyatakan bahwa cara mengatasi hambatan adalah spooling dari penelitian perawat mengatakan bahwa cara spooling menggunakan spuit 50 cc lubang pinggir diisi dengan NaCl 0,9% dimasukkan salah satu lubang kateter secara pelan dilakukan secara berulang sampai aliran urin lancar yang tujuan yang untuk membilas atau membuka clots yang menempel di ujung kateter.

“.. Di spooling menggunakan NaCl atau water steril..” (P2)

Sebagian perawat tindakan spooling pada kateter three way sampai berapa kali hingga aliran urine bag lancar dan harus sama tetesannya dengan yang diirigasikan.

Menurut Kozier dkk, (2010) menjelaskan irigasi (spooling) adalah pembilasan atau pembersihan dengan larutan tertentu guna membersihkan kandung kemih dan kadangkala

(8)

untuk memberikan obat kedinding kandung kemih yang larutannya terdiri dari antiseptik dan antibiotik untuk membersihkan kandung kemih atau infeksi lokal. Tindakan ini menerapkan asepsis steril. 8) Alasan Pelepasan Kateter

Hasil penelitian mengatakan bahwa alasan perawat melepas kateter ada berbagai macam meliputi lama kateter dilepas tiga sampai 7 hari, observasi urin sampai jernih, tidak ada warna merah kemerahan, tidak macet, aliran kateter lancar dan bening, bisa dilakukan blader training dulu. Menurut Afrainin, (2010) klien juga harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya hematuria dengan memantau urin dan konsistensinya jika tidak terdapat komplikasi. Kecepatan aliran dapat dikurangi dan kateter dapat dilepas pada pertama atau hari kedua post operasi.

Perawat juga mengungkapkan cara sebelum melepas kateter dengan bladder training, salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan keadaan normal atau fungsi optimal neurugenik maka dilakukan bladder training.

Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter & Perry, 2005).

Bladder training efektif untuk

mengatasi inkontinensia urin, Sehingga setiap pasien mendapatkan bladder training yang berbeda tergantung dari perawat yang menangani. Bladder training sangat penting untuk meningkatkan fungsi eliminasi berkemih pasien, jika pulang dari rumah sakit tanpa mendapatkan

bladder training yang benar maka

pasien akan kebingungan ketika melakukan eliminasi berkemih, pasien biasanya menggunakan kateter three way (kateter 3 cabang) sehingga pada waktu memberikan pengarahan pada pasien perawat melibatkan keluarga. Peneliti berpendapat pasien yang menjalani tindakan operasi akan terpasang dower cateter selama kurang lebih 1 minggu untuk pelepasan dower cateter bila tidak ada perlukaan di kandung kemih dan untuk mencegah resiko terjadinya penutupan uretra yang berakibat

(9)

terjadinya perlengketan luka yang dapat menimbulkan terjadinya penutupan uretra yang berakibat terjadinya retensi urin pasca operasi.

Penggunaan kateter ini bervariasi hal ini tergantung pada kondisi pasien sesuai dengan anjuran medikasi dokter. Kateter ini dapat diganti apabila terjadi kerusakan seperti kebocoran dan kateter dapat dilepas apabila pasien sudah dapat melakukan eliminasi urinasi secara normal, pasien dengan terpasang kateter harus dikaji mengenai keadaan kateter dan dapat diperoleh waktu yang optimum untuk mengganti ataupun untuk melepas kateter.

Menurut penelitian sebelumnya di RSU PKU Muhammadiyah tahun (2005), bahwa berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra rata-rata lama waktu penggunaan kateter, akibat pemasangan kateter yang lama selain terjadi infeksi saluran kemih (ISK) dan dapat berakibat terjadinya inkotinesia urin.

b. Perawatan dan hambatanya 1) Cara Merawat Kateter

Hasil dari penelitian mengatakan bahwa cara perawatan kateter adalah dengan desinfektan disini perawat menggunakan kassa betadine yang dioleskan dari glans penis sampai pangkal kateter dilakukan secara berulang dan setiap hari. Perawatan kateter harus diperhatikan agar dapat mencegah terjadi bakteri. Tindakan asepsis yang ketat diperlukan saat memasang kateter dan perawatan kateter.

Perawatan kateter urin indewelling harus diperhatikan agar dapat mencegah terjadinya bakteriuria. Tindakan asepsis yang ketat diperlukan saat memasang kateter dan perawatan kateter. Asepsis adalah hilangnya mikroorganisme patogen atau penyebab penyakit. Teknik asepsis adalah prosedur yang membatu mengurangi resiko terkena infeksi (Potter & Pery, 2009). Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan sebelum dan setelah penanganan kateter, selang kateter dan kantong penampung urin (Potter & Pery, 2009).

(10)

2) Hambatan Pemasangan Kateter Hasil dari penelitian mengatakan bahwa hambatan pemasangan kateter adalah karena adanya pembesaran prostat otomatis saluran uretra menyempit otomatis kateter tidak bisa masuk karena saluran uretra dari glans penis meatus uretra sampai vesika urinaria menurut histology kelenjar prostat merupakan kumpulan 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang bercabang duktusnya bermuara tiga zona yang berbeda. Pertama zona sentral yang meliputi 25% dari volume kelenjar, kedua zona perifer yang meliputi 70% dari volume kelenjar dan merupakan tempat predeleksi timbulnya kanker prostat, ketiga adalah zona transisional yang merupakan tempat asal sebagian besar hyperplasia prostat jinak (Junguera, 2007).

3) Obat (advis dokter)

Hasil dari penelitian mengatakan bahwa obat yang digunakan saat kesulitan memasang kateter menggunakan

lidokain 2%, jelly, spuit 5 cc,

dicampur dalam wadah kom kecil. Jelly digunakan sebagai pelumas untuk katerisasi urin pada laki-laki dengan prinsip steril sebelum

memasukkan selang kateter sehingga mengurangi pergesekan uretra yang menimbulkan nyeri obat yang digunakan lidokain 2 % yang dicampur dengan jelly dimasukkan ke dalam spuit kemudian di masukkan ke meatus

uretra. Lidokain adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian obat topikal dan suntikkan yang menimbulkan hantaran lebih cepat, lebih kuat dan lama.

Kateterisasi urin pada laki-laki dengan menggunakan jelly anestesi secara tepat akan mengurangi rasa nyeri dan mempengaruhi kecepatan pemasangan kateter sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan trauma dinding uretra akibat pergesekan dengan selang kateter, namun memastikan sensitivitas terhadap penggunaan jelly anestesi pada pasien merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya reaksi alergi (Geng et al., 2012). Menurut Tzortzis et al., (2009) jelly dengan kandungan

lidokain 2% merupakan batas

aman yang tidak menimbulkan reaksi keracunan secara sistemik.

(11)

4) Cara Mengatasi Kendala

Dari hasil penelitian menyatakan bahwa cara mengatasi kendala saat pasang kateter diantaranya menggunakan kateter dari yang terkecil sampai yang paling besar sampai urin keluar juga dianjurkan pasien rileks dan naf\as dalam supaya tidak terjadi tahanan saat pasang kateter. Tujuannya supaya tidak mencederai dari saluran uretra dimana uretra merupakan saluran berbentuk pipa yang berfungsi saluran pengeluaran urine yang telah ditampung di dalam vesica

urinaria (kandung kencing) ke luar

badan (dunia luar) dan saluran semen. Saluran tersebut dimulai dari orificium urethra internum dan masuk lewat di dalam prostat, berlanjut berjalan di dalam corpus

cavernosum urethrae dan berakhir

pada lubang luar pada ujung penis (orificium uretra eksternum). Dengan demikian uretra laki-laki menurut tempat yang dilewati dapat dibedakan menjadi tiga bagian berurutan, yaitu pars prostatica, pars membranosa clan pars spongiosa urethrae.

c. Perasaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perasaan saat ada kendala perawat mengatakan tidak nyaman dan segera harus mensiasatinya agar kateter bisa dipasang, takut, apabila pasien kesakitan, kasihan sama pasien. Bahwa yang dialami oleh perawat adalah beban hati atau psikologis dari perawat sendiri.

Menurut Yusuf, (2008) bahwa reaksi psikologis merupakan gelisah, cemas, sering marah-marah bersikap agresif baik secara verbal seperti berkata-kata kasar, maupun non verbal seperti menendang-nendang, membanting pintu atau memecahkan barang-barang. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.

Kecemasannya juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu (Singgih & Gunarsa, 2008) menurut peneliti bahwa dalam pemasangan prosedur kateter adakalanya ada hambatan baik walau yang sudah bekerja di rumah sakit sudah lama ini disebabkan bahwa pemasang kateter mempunyai beberapa resiko bagi pasien sehingga bila ada perawat yang mengalami kendala bisa menyebabkan rasa

(12)

cemas, tidak nyaman dan kasihan sama pasien.

d. TUR Syndroma 1) Manifestesi Klinis

Dari hasil penelitian bahwa tanda gejala dari TUR syndroma meliputi operasi terlalu lama, gangguan frekuensi nadi, tekanan darah naik turun, pasien gelisah, gangguan nafas, mual dan muntah, Karakteristik dari sindroma TURP sebagai dampak dari hiponatremia adalah kebingungan, mual dan muntah, hipertensi, bradikardi dan gangguan pengelihatan. Bahkan pasien dengan anestesi spinal menunjukkan tidak dapat tenang, gangguan cerebral dan gemetar. Ketiga hal ini adalah gejala awal dari sindrom TURP (Marszalek, 2009). Sindroma TURP memiliki dua kategori yaitu ringan yang ditandai dengan nyeri kepala, disorientasi, mual dan muntah, kadar natrium (120-135 mmol/L), anemia, CRT > 3 detik. Sedangkan yang berat ditandai dengan hipertensi, takikardi, suara paru ronchi, kadar ureum dan kreatinin meningkat, kadar natrium menurun (< 120 mmol/L), gangguan kadar kalium, koma, takipnue, fungsi pengelihatan menurun, edema kaki (Claybon,2009; Hawary, 2009).

Kejadian sindroma TURP sangat cepat, dapat terjadi 15 menit setelah operasi selesai hingga 24 jam (Swaminathan and Tormey, 1981). Oleh karena itu penting untuk dilakukan pemeriksaan post TURP secara dini. Bahwa tanda-tanda TUR syndroma bisa kita kenali gejala ini bahkan bisa terjadi selama post operasi kita sebagai perawat bisa mengenali tanda-tandanya segera lapor dokter ahli urologi.

2) Pencegahan

Dari hasil penelitian mengatakan bahwa dari pencegahan TUR syndroma dengan pemeriksaan laboratorium natrium sebelumya, dan pada saat operasi tidak lebih dari satu jam. Timbulnya penyulit biasanya pada reseksi prostat yang beratnya lebih dari 45 gram, usia yang lebih dari 80 tahun, klien dengan ASA II-IV, dan lamanya prosedur lebih dari 90 menit yang akan menimbulkan sindroma TUR. Masalah lain juga dapat ditimbulkan jika prosedur TURP dilakukan dalam durasi yang terlalu lama. (Hawary, et al 2009) menjelaskan bahwa prosedur TURP harus dibatasi sampai kurang dari 60 menit untuk

(13)

menghindari terjadinya komplikasi TURP.

Penelitian yang dilakukan Hawary, et al, (2009), ditemukan bahwa dari 3885 pasien yang menjalani TURP, pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit, terjadi insiden perdarahan intraoperatif dan TURP syndroma yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit. Pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit insiden perdarahan intraoperatif terjadi sebanyak 7,3% dan TURP syndroma sebanyak 2% Sedangkan pada pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit, insiden perdarahan intraoperatif sekitar 0,9% dan insiden TURP syndroma sebanyak 0,7%.

3) Penatalaksanaan TUR Syndroma Dari hasil penelitian mengatakan untuk penanganan terjadinya TUR syndroma adalah airway, breathing, sirkulasi, cairan dihentikan, diberikan oksigen dan dikasih obat antideuretik (furosemid), partisipan lain juga mengatakan setelah dikasih obat deuretik di awasi cairan output dan input. Bahwa manajemen dalam TUR syndroma dengan oksigenasi

setelah pernapasan dalam rentang normal, dilanjutkan pembebasan jalan nafas dalam kejadian TUR syndroma belum ada gejala ada sumbatan nafas yang paling sering terjadi adalah pasien muntah-muntah mengatisipasinya dengan melakukan suction supaya tidak terjadi penumpukan di dalam rongga mulut sampai jalan nafas kemudian dilanjutkan dengan sirkulasinya disana kita observasi adanya peningkatan dan penurunan tekanan darah serta nadi bisa tidak stabil.

Oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).

e. Simpulan Dan Saran 1) Kesimpulan

a) Pengalaman penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way pada pasien TUR-P meliputi alat dan bahan, teknik pemasangan kateter three way, bagian-bagian three way, jarak irigasi, hambatan irigasi, cara mengatasi hambatan irigasi, alasan pelepasan kateter.

(14)

b) Perawatan dan hambatanya kateter three way pada pasien TUR-P meliputi cara merawat kateter, hambatan pemasangan kateter, obat, cara mengatasi kendala.

c) Bagaimana perasaan saat melakukan pemasangan kateter meliputi perasaan saat ada kendala,

d) Untuk mengetahui TUR

syndroma meliputi manifestesi

klinis, pencegahan, penatalaksanaan TUR syndroma.

2) Saran

a) Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat bangsal agar dapat mengaplikasikan dalam melakukan irigasi traksi kateter

three way sesuai standart operasional serta terus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang kompeten di bidangnya.

b) Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan kepustakaan mengenai pengalaman perawat pada penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way pada pasien TURP serta tersedianya informasi bagi pelajar tentang

pengalaman perawat pada penatalaksanaan irigasi traksi kateter three way pada pasien TURP.

c) Peneliti Lain

Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini di tempat lain dengan metode kuantitatif yang berbeda sesuai perkembangan medis saat itu.

REFERENSI

Adi, Subrata, Sumarno. (2014). Penyusunan

TURP syndroma tool assessment.

Muhammadiyah journal of nursing. RSU PKU Muhammadiyah 1 dan 2, diakses 3 maret 2016

Chandra, D., & Ningsih, K. 2010. Efektivitas

Pemasangan Kateter pada Pria

Menggunakan Jelly Biasa yang

Dimasukkan ke Urethra dan Jelly yang Dioleskan di Kateter terhadap

Nyeri Klien. di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Geng, E.L., et. al. 2012. Catheterisation, Indwelling Catheters in Adults, (Online),

(http://www.uroweb.org/fileadmin/EA UN/guidelines/)

Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar

Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.

Jakarta. Salemba Medika.

Hooton, T.M., et, al. (2010). Diagnosis,

Prevention, And Treatment Of

(15)

Infection In Adults : (2009) International Clinical Practice Guidelines From The Infection Disease Society Of Amerika, Guidelines Catheter Urinary, 625-663.

Marszalek, M., et al., (2009). Transurethral

Resection of the Prostate. European

Association of Urology. 504-512

Polit, D, F., Beck, C, T. and Hungler, B, P. (2006). Nursing research: Principles

and methods. 7th

edition.Philadelpia.Lippincott William and willkins.

Potter, P, A & Perry, A, G. (2009).

Fundamental of nursing: consept.

Process, and practice, edisi 4. Cetakan kesatu. Jakarta: EGC.

Purnomo, B.B. (2011). Dasar-Dasar Urologi, Edisi 2. Jakarta Sagung Sato.

Sodiq, Mochammad Dkk.(2005).

Minimalkan Pendarahan Dengan

Pemasangan Traksi Kateter Pada Pasien Post Operasi TURP. Journal

Keperawatan, RSUD Gambiran Kota Kediri.

Syah, Nur Afrainin, MD,M.Med Ed. (2010). Bladder irrigation, post transurethral resection of the prostate 2010-02-20].

Yusuf, M. (2008). Kesehatan Mental. Bandung: Risqi Press.

Referensi

Dokumen terkait

NOTIS: Pemilihan sarung tangan spesifik untuk aplikasi khas dan tempoh penggunaan di tempat kerja perlu mengambil kira semua faktor relevan tempat kerja seperti, tetapi tidak terhad

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan antara jenis kelamin atlet laki-laki dengan persentase 63,00% dan perempuan sebesar 66,89%, karena kecemasan

Penyusun satuan lahan pada lahan sawah yang berkategori tingkat rawan kekeringan tinggi mayoritas berjenis sawah tadah hujan dengan variasi lereng yang beragam dari

Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk menguji efektivitas daya bunuh dari produk pembersih lantai yang digunakan oleh masyarakat Indonesia terhadap bakteri

Tubuh tumbuhan lumut berupa tallus seperti lembaran-lembaran daun (hepaticae), atau telah mempunyai habitus seperti pohon kecil dengan batang dan daun-daunnya (pada

Beberapa  desainer  ada  yang  bergerak  di  dunia  design  toys  atau  bisa  disebut  Urbantoys,  tema  yang  mereka  ambil  biasanya  karakter  pribadi, 

Tujuan penelitian ini adalah menentukan kualitas produk wine wortel berdasarkan analisa kimiawi (pirazin) dan mikrobiologi (Pediococcus dan Lactobacillus).. Selain itu,

Indikator Program dan Kinerja Program pada Th awal Unit Kerja SKPD.. Sasaran Kegiatan ( Outcome ) dan