UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
LAPORAN KASUS
TONSILOFARINGITIS KRONIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. M.Setiadi, Sp.THT, M.Si.Med Disusun Oleh :
Evita Adiningtyas 1220221148
Kepaniteraan Klinik Departemen Telinga Hidung Tenggorok FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa PERIODE 16 September 2013 – 19 Oktober 2013
TELINGA HIDUNG TENGGOROK
Presentasi kasus dengan judul :
TONSILOFARINGITIS KRONIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh :
Evita Adiningtyas 1220221148
Telah disetujui oleh Pembimbing :
Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggal
dr. M. Setiadi, SpTHT, M.Si.Med ... ...
Mengesahkan :
Koordinator Kepaniteraan Telinga Hidung Tenggorok
dr. M. Setiadi, Sp.THT, M.Si.Med NIP 197206082010011008
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilofaringitis kronis adalah radang kronis pada tonsila palatina dan faring. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut, yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/gerlanch’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Sedangkan faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. (THT UI, 2007).
Tujuan pembuatan laporan tentang tonsilofaringitis kronis adalah melaporkan suatu kasus sehingga mengetahui dan dapat mendiagnosa hingga mengelola penderita dengan kasus serupa, sehingga diharapkan dapat memberikan masukan pengetahuan tentang penyakit tonsilofaringitis kronis dari mulai anamnesa, dan pemeriksaan fisik untuk penulis khususnya dan klinisi pada umumnya.
Anatomi dan Fisiologi Tonsil dan Faring Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsilaris pada kanan kiri orofaring. Batas fosa tonsilaris adalah bagian depan plika anterior yang dibentuk oleh otot-otot palatoglosus dan bagian belakang plika posterior yang dibentuk oleh otot-otot palatofaringeus, terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
Gambar 1. Rongga Mulut dan Tonsil
Gambar 2. Cincin Waldeyer Faring
Berdasarkan letaknya faring dibagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Nasofaring: nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada fosa Rosenmuller, kantong Rethke, torus tubarius, koana, foramen jugulare, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum, dan tuba Eustachius. Orofaring: disebut juga mesofaring. Pada orofaring terdapat dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus
faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. Laringofarig: batas superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior adalah laring, batas inferior adalah esophagus, dan batas posterior adalah vertebra servikal.
Gambar 3. Pembagian Faring
FUNGSI 1. Tonsil
Fungsi tonsil yang sesungguhnya belum jelas diketahui tetapi ada beberapa teori yang dapat diterima antara lain :
- Membentuk zat-zat anti dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler. - Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.
- Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan hidung.
2. Faring
Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara. dan untuk artikulasi.
- Menelan terdiri dari 3 fase yaitu fase oral, fase faringal, dan fase esofagal. Pada fase faringal yaitu waktu transport bolus makanan melalui faring dengan gerakan tidak sengaja (involuntary).
- Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.
Tonsilofaringitis Kronis
Tonsilofaringitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan faring. Definisi tonsilofaringitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari tonsilofaringitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.
Tonsiltis Kronis
Etiologi
Penyebab yang tersering pada tonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus ß hemoliticus grup A, selain karena bakteri tonsilitis dapat disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta, dan
Treponema Vincent.
Patofisiologi dan Patogenesis
Tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Gejala dan Tanda Klinik
Gejala tonsilitis kronis adalah pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.
Gambar 6. Stadium Tonsilitis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring. 2. Pemeriksaan ASTO.
Diagnosa
1. Tanda dan gejala klinik
2. Pemeriksaan Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan palatum mole pada waktu fonasi.
3.Pemeriksaan Rinoskopi Posterior. 4. Pemeriksaan palatal phenomen. 5. X-foto Soft Tissue Nasofaring. 6. Pemeriksaan ASTO.
Terapi
Terapi tonsilitis kronis adalah terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Pada keadaan dimana terdapat tonsilofaringitis kronis berulang lebih dari 6 kali per tahun selama dua tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi tonsilektomi dengan cara kuretase.
Indikasi tonsilektomi :
The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun wal aupun telah mendapatkan terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale. 4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
hemolyticus
6. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
7. Otitis media efusa / otitis media supuratif
Komplikasi
Komplikasi tonilitis kronik : Rinitis kronis, sinusitis, otitis media secara perkotinuitatum, dan komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis). Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerukan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan akan timbul tuli konduktif
Faringitis Kronis
Etiologi
Faringitis dapat disebabkan oleh virus seperti Rinovirus, bakteri Streptococcus ß hemoliticus grup A, gonore, ataupun fungal seperti candida.
Faktor Predisposisi
Rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu, dan pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat
Patofisiologi dan Patogenesis
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi lokal. Infeksi Streptococcus ß hemoliticus grup A dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular. Penularan infeksi dapat melalui secret hidung dan ludah.
Faringitis kronis terdiri dari 2 bentuk yaitu faringitis kronis hiperplastik dan faringitis kronis atrofi.
1. Faringitis Kronis Hiperplastik
Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi.
Gejala dan Tanda Klinik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk berdahak.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular.
Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan ntras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektran. Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.
2. Faringitis Kronis Atrofi
Sering timbul bersamaan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
Gejala dan Tanda Klinik
Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulu berbau.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan tampak mukosa aring tertutup oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronis atrofi ditambahkan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : An. Dinar Meila
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Alamat : Lemah Ireng, Bawen, Semarang No. RM : 044381
II. Anamnesis : Autoanamnesis (kepada pasien) Riwayat penyakit
A. Keluhan Utama : Batuk sudah 1 minggu
B. Keluhan Tambahan :
Telinga kanan dan kiri kurang pendengaran, pilek sudah 1 minggu.
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
OS datang ke poli THT pada tanggal 8 Juli 2013 dengan keluhan batuk dan pilek sudah 1 minggu serta telinga kanan dan kiri kurang pendengaran.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit yang sama berulang (sering kontrol THT) - Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat penyakit alergi obat : disangkal - Riwayat operasi dan pembiusan : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Anggota keluarga tidak ada yang mengeluh sakit seperti ini. - Anggota keluarga tidak ada yang memiliki riwayat alergi.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah buruh pabrik. Biaya ditanggung oleh PERUSAHAAN. Kesan ekonomi : kurang.
III. Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis
Keadaan Umum : sakit sedang, lemas. Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : TD : 100/80 mmHg RR: 18x/m Nadi : 80x/m Suhu : 36,5 C Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Normocephal.
Mata : T.A.K (Tidak ada kelainan) Mulut-Gigi : Lengkap, mulut basah
Status lokalis THT :
Telinga Kanan Kiri
Daun telinga N N
Liang telinga lapang lapang
Discharge -
-Membran timpani intak intak
-Mastoid N N
Hidung Kanan Kiri
Hidung luar N N
Cavum nasi lapang lapang
Septum deviasi tidak ada
Discharge tidak ada tidak ada
Mukosa merah muda merah muda
Tumor -
-Concha N N
Sinus nyeri tekan tidak ada
Tenggorokan :
Sianosis :
-Mukosa : hiperemis
Dinding belakang faring : hiperemis
Suara : tidak ada kelainan
Tonsil : Kanan Kiri
Pembesaran T2 T3
Hiperemis + +
Permukaan mukosa tidak rata tidak rata
(warna merah muda) (warna merah muda) Kripte melebar melebar
Detritus -
-Leher : T.A.K
Thorax
Pulmo : Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-) Cor : S1>S2, Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tidak Dilakukan Pemeriksaan Punggung : Tidak Dilakukan Pemeriksaan Genitalia Eksterna : Tidak Dilakukan Pemeriksaan Ekstremitas : Tidak Dilakukan Pemeriksaan Limfonodi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan Turgor kulit : Tidak Dilakukan Pemeriksaan Akral : Hangat, Sianosis (-)
Pemeriksaan Reflex
Patologis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan Fisiologis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
IV. DD
- Tonsilofaringitis kronis - Tonsilitis Kronis - Adenotonsilits kronis
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal : 2 Juni 2013 Darah lengkap
Hb 14,2 gr/dl MCV 91,3 Monosit 7,9
Leukosit 9800/ml MCH 27,3
Granulosi
t 61,1
Eritrosit 4,5 jt/mm3 MCHC 33,8 HbsAg Non reaktif
Hematokrit 37,30% MPV 7,4 GDS 93 Trombosit 421000/mcl Limfosi t 3,6 PCT 0,197% PTT 13,7` Golongan Darah A APTT 33`
Rontgen pada tanggal: 2 Juni 2013 Foto thorax PA didapatkan
- gambaran bronchitis - COR tidak membesar
VI. Diagnosis : Tonsilofaringitis kronis
VII. Tindakan :
Tonsilektomi dan kuret faring VIII. Penatalaksanaan Post Operatif
Instruksi post-operasi
- Observasi perdarahan dan komplikasi post op - Lanjutkan terapi sebelum operasi, dan resep pulang. - Diet lunak
- Makan dan minum bila sudah sadar betul - Banyak makan protein
- Bedrest
IX. Prognosis
Dubia ad Bonam, karena telah dilakukan penatalaksanaan secara optimal . X. Follow up 9/07/2013 (Pre OP) (08.30) 10/07/2013 (Pre OP) (08.30) 11/07/2013 (Post OP) (09.00)
KU Sakit sedang Sakit sedang Sakit sedang
GCS CM CM CM
Keluhan Batuk, pilek Batuk berkurang Nyeri telan, keluhan batuk sudah tidak ada
Vital Sign TD 110/70 mmHg 110/70mmHg 120/90 mmHg N 68x/m 72x/m 75x/m R 20x/m 20x/m 28x/m T 36,4 C 37,6 C 35,5 C Status Lokalis
Darah (-) Darah (-) Beslah (+), fosa tonsil
hiperemis, faring hiperemis, darah (-)
PF
Auskultasi Lapang
Lapang paru: suara napas vesikuler (N), ronkhi (-),
Lapang paru: suara napas vesikuler (N), ronkhi (-),
Lapang paru: suara napas vesikuler (N), ronkhi (-),
Paru wheezing (-) wheezing (-) wheezing (-)
Lab (-) (-) (-)
Terapi Injeksi Cefotaxime 2x1 gr IV (tes dahulu) Infus RL 18 tpm Sp.AN: Th/ Ranitidin 1 amp IV Dexamet 1 amp IV Sebelum masuk OK
Lanjut terapi Post OP
Operasi Batal
Sp.THT:
Konsul Sp.PD dan Sp.AN Sp.PD:
Th/
Lasal 2amp dip/fl Falergi 1x1 Codein 3x1 Operasi Berhasil (Post OP) Th/ Cefotaxime 3 x 1 gr Metil prednisolon 2 x 1 amp Ketorolac 2 x 1 amp Inj Cernevit Diperbolehkan Pulang (12.00) Resep Pulang R/ Cefadroxil No.X, 3 x 1 Metil prednisolon No.X, 3 x 1 Asam mefenamat No.X 3 x 1
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Subjektif
Pasien Ny.H, perempuan 27 tahun datang ke klinik THT dengan keluhan batuk sudah 1 minggu, telinga kanan dan kiri kurang pendengaran, pilek sudah 1 minggu. Berdasarkan anamnesis, pasien menyangkal adanya riwayat asma, alergi obat, dan riwayat operasi sebelumnya.
III.2 Objektif
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal. Dari status generalis pasien tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan lokalis tenggorok pasien, didapatkan tonsil T2-T3, hiperemis (+), massa tidak rata (berbenjol benjol), permukaan mukosa tonsil warna merah muda, kripte melebar, dan faring hiperemis.
Dapat disimpulkan bahwa, pasien menderita tonsilofaringitis kronis, dan mengingat sudah kronis, maka disarankan untuk melakukan tindakan tonsilektomi, untuk mengangkat total tonsil.
III.3 Assesment
Persiapan pre operatif meliputi pemeriksaan lab untuk skrinning darah, penilaian fungsi koagulasi sebagai persiapan pre operatif. Hasil pemeriksaan lab didapatkan dengan hasil nilai hemoglobin yang rendah, namun fungsi koagulasi dalam batas normal. Pasien
kemudian dikonsulkan ke Sp.AN.
Pasien baru masuk ruang perawatan pada tanggal 8 Juli 2013, jam 16.00, dan sebelumnya diminta untuk puasa sejak jam 24.00, follow up pre-opeatif menunjukkan tanda vital pasien dalam batas normal, dan keluhan yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri telan. Ibu pasien mengatakan pasien rewel dan bernafas seperti ada tarikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh tersumbatnya saluran pernafasan oleh adenoid dan tonsil sehingga menyebabkan gangguan pernafasan pasien.
Tanggal 9 Juli 2013. Operasi dimulai pada pukul 10.30, dr. Sp.THT masuk dengan kondisi pasien sudah dalam posisi terlentang dengan GA. Saat sudah dianastesi ada hambatan karena adanya refluks cairan dari saluran pencernaan, dicurigai ketidak jujuran pasien pada saat puasa pra operasi dan juga karena pasien yang batuk. Karena hal tersebut, mencegah terjadinya aspirasi saat operasi, dr. Sp.THT dan dr. Sp. AN memutuskan untuk membatalkan operasi dan dilanjutkan esok hari. Pasien dikonsulkan ke dr. Sp.PD dengan keluhan batuk kemudian oleh dr. Sp.PD diberikan terapi Lasal, Falergi, dan Codein.
Tanggal 10 Juli 2013. Pagi hari pasien di follow up kembali dan keadaan membaik, batuk sudah berkurang, dan pasien benar-benar sudah puasa. Operasi dimulai pada pukul 09.30, dr. Sp.THT masuk dengan kondisi pasien sudah dalam posisi terlentang dengan GA. Kemudian melakukan desinfeksi tempat operasi dan menutup pasien dengan duk steril kecuali pada bagian yang akan di operasi. Operasi dimulai dengan pemasangan mouth gauge, pada pasien dan memperluas lapang pandang operasi. Kemudian, operator melakukan kuret adenoid dengan menggunakan adenotom, menilai ada tidaknya perdarahan, lalu rawat perdarahan. Lalu melakukan tonsilektomi sinistra dengan menggunakan ballanger no. 3 dan mengangkat tonsil hingga tonsil terangkat in toto. Nilai perdarahan, rawat perdarahan. Setelah dipastikan perdarahan ditangani dengan baik, lepaskan mouth gate, operasi selesai. Operasi berlangsung selama 30 menit.
Penilaian post operasi memastikan ada tidaknya perdarahan, apakah airway, breathing, dan circulation pasien baik, lalu menilai apakah ada keluhan lain yang dirasakan pasien. Penilaian post operasi pada pasien dalam keadaan membaik dan tanpa keluhan dan komplikasi. Pasien pulang pada tanggal 11 Juli 2013.
III.4. Plan
Kontrol post op pada tanggal 15 Juli 2013, saat obat yang diresepkan setelah post op sudah habis. Pasien sudah membaik masih ada nyeri telan, oleh karena itu diberi Metil prednisolone dan Asam mefenamat, serta untuk mengantisipasi adanya infeksi diberikan Cefadroxyl.