• Tidak ada hasil yang ditemukan

dengan kondisi fisikku yang lemah ini sehingga dia tidak mau aku kelelahan dan jatuh sakit jika menjelajahi hutan. Kalau melihat keadaanku yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "dengan kondisi fisikku yang lemah ini sehingga dia tidak mau aku kelelahan dan jatuh sakit jika menjelajahi hutan. Kalau melihat keadaanku yang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Prolog

“Aku tidak bisa tidur, nek.”

Aku memandang Nenek Plum dengan ragu-ragu, takut dia akan meledak marah saat itu juga. Tapi Nenek Plum tidak marah, dia bahkan tidak mengatakan apa-apa selama beberapa waktu selain memejamkan kedua matanya dengan letih.

“Bagaimana sesak napasmu akan sembuh jika kau tidak mau beristirahat, hah?” jawab Nenek Plum, kali ini meletakkan tangan kirinya yang bebas ke pelipis kepalanya dengan kesal.

Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepada Nenek Plum. Setelah begitu lelah pergi menjelajahi pinggir hutan bersama Orange, teman Peri Hutan-ku yang kecil mungil itu, aku memang merasa sangat kelelahan. Sampai-sampai badanku yang lemah ini harus merasakan lagi sesak napas yang menyakitkan itu. Belum lagi terdapat begitu banyak hal menarik yang aku temukan di pinggir hutan yang begitu menyita perhatian dan keingintahuanku. Sebenarnya pengetahuan itulah yang membuatku tidak bisa tidur sekarang. Aku begitu tidak sabar ingin menjelajah lagi bersama Orange.

Tapi aku tidak bisa mengatakan alasan ini kepada Nenek Plum. Aku tidak diperbolehkan mendekati hutan, bahkan hanya di pinggirnya saja. Aku tidak tahu apa alasan Nenek Plum melarangku. Mungkin beliau yang tahu benar

(2)

dengan kondisi fisikku yang lemah ini sehingga dia tidak mau aku kelelahan dan jatuh sakit jika menjelajahi hutan. Kalau melihat keadaanku yang benar-benar jatuh sakit setelah menelusuri pinggir hutan, hanya pinggir hutan saja, aku tidak heran lagi dengan larangan Nenek itu.

Apa pun alasannya, aku tetap tidak bisa mengatakannya kepada Nenek Plum. Lebih baik aku mengalihkan pembicaraan dari topic ini, aku tidak mau berbohong kepada Nenek Plum. Selama ini aku tidak pernah berhasil membohongi Nenek, aku tidak mau mengambil resiko mencobanya kali ini. Jadi dengan sekuat tenaga aku mencoba menyembunyikan napasku yang sesak dan berbicara lagi kepada Nenek Plum.

“Aku benar-benar belum mengantuk, nek.”

“Ck!” Nenek Plum mendecakkan lidah dengan kesal, mengalihkan tongkat yang digenggamnya dari tangan kanan ke tangan kiri dan duduk di pinggir tempat tidurku dengan susah payah. “Brown… kau ini benar-benar anak yang menyusahkan.”

“Aku minta maaf, nek.” Tanggapku lagi, benar-benar merasa tidak enak. Nenek Plum sudah sangat tua, aku tahu dia pasti sudah sangat ingin beristirahat.

“Hm… bagaimana kalau Nenek bercerita saja? Apakah Nenek tahu ada sebuah legenda mengenai Enigma?” tanyaku, mulai melancarkan trik pengalihan perhatian.

“Legenda mengenai Enigma? Bagaimana kau tahu ada sebuah legenda tentang Enigma?” tanya Nenek sambil

(3)

“Orange pernah menyebutkannya.”

Nenek Plum malah mendecak kesal lagi dan wajahnya cemberut.

“Orange… Peri Hutan itu… menurutku dia terlalu banyak bicara.”

“Tapi legenda itu benar-benar ada, kan?” kali ini aku

benar-benar penasaran. Orange memang pernah

menyinggung mengenai legenda negeri tercintaku ini tapi dia tidak pernah menceritakannya secara detail. Aku sangat penasaran mengenai legenda ini, kalau Nenek Plum ternyata benar-benar mengetahuinya tentu aku sangat ingin mendengarnya. Lagipula, sepertinya ini adalah cara yang cukup ampuh untuk mengalihkan perhatian Nenek Plum dari sesak napasku.

Nenek Plum menggangguk. “Benar.”

“Maukah Nenek menceritakannya kepadaku?” “Menceritakan semua legendanya?”

“Ada berapa banyak legenda tentang Enigma yang Nenek tau?”

“Tidak banyak.” Jawab Nenek Plum, sepertinya tidak menyangka kalau aku akan memintanya menceritakan semua legenda yang dia tahu.

“Ceritakan satu saja, nek. Aku mohon…”

Aku mulai menarik-narik lengan pakaian yang dipakai Nenek Plum, berniat menariknya terus hingga Nenek

(4)

mulai bercerita karena sekarang aku benar-benar tertarik mendengar cerita lengkap mengenai legenda itu.

“Oh baiklah!” Nenek Plum akhirnya mengalah. Dia menarik lengan pakaiannya sehingga aku berhenti menariknya dan duduk lebih nyaman di pinggir tempat tidurku. Dia diam selama beberapa menit, kelihatan seperti sedang mengumpulkan kepingan ingatan ke dalam otaknya yang renta lalu berdeham dan mulai bercerita.

“Aku akan menceritakan legenda mengenai kisah seorang anak perempuan, tentang petualangannya, tentang tragedi yang dialaminya dan tentang pengorbanannya.”

(5)

Chapter 1

Shakti

Saat ini matahari sudah menggantung manis di atas langit dan memancarkan sinarnya yang terang dan menyengat tanpa malu-malu. Beberapa orang yang sedang bekerja di ladang berhenti hanya untuk menyeka keringat yang mengalir di pelipis sambil melirik tanpa daya ke arah sang surya yang bersinar. Mereka sedikit berharap matahari mau berbaik hati dengan membiarkan segumpal awan berlalu di hadapannya sehingga pancaran sinarnya sedikit terhalang dan para pekerja bisa merasakan sedikit kesejukan, tapi tentu saya keinginan itu tidak mungkin terwujud. Matahari masih bersinar dengan angkuh di singgasananya sehingga tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan kecuali kembali menggerakkan bajak, mencangkul, dan juga menebar benih.

Terdapat seekor kerbau di pinggir salah satu sawah, duduk di dalam kubangan dengan kelelahan setelah selesai membajak. Seekor burung bertengger di punggungnya, mencari kutu di sela-sela bulu kerbau yang kasar. Di sawah yang lain terdapat seorang gadis bertubuh mungil dan berambut pendek yang sedang membungkuk menanam benih padi dengan teratur. Namanya adalah Shakti, gadis berusia delapan belas tahun yang manis. Dia adalah salah satu di antara mereka yang berdiri di tengah ladang seolah menantang matahari. Keringatnya menetes, tengkuknya

(6)

terasa panas karena terbakar matahari, tapi dia tidak mengeluh. Dia malah melakukan semuanya sambil tersenyum dan bernyanyi di dalam hati, berharap padinya mendengarkan nyanyiannya dan tumbuh subur.

Segenggam benih terakhir sudah ditanam dan tugasnya pun telah selesai. Tapi Shakti tidak pergi meninggalkan sawahnya, dia berjalan ke gubuk di sisi lain sawah dan duduk di sana. Di dalam gubuk terdapat gulungan tali dan sebuah orang-orangan yang dibuat ayahnya untuk menghalau burung-burung agar tidak memakan padi-padi mereka. Orang-orangan itu dibuat dari gulungan jerami yang dipakaikan sebuah baju bekas dan topi ayahnya, yang disambungkan pada seutas tali sehingga bisa digerakkan dari gubuk tanpa perlu berjalan ke tengah sawah untuk membuat burung-burung takut. Shakti menyeka keringat di kening dengan punggung tangannya, menikmati sedikit angin sepoi-sepoi yang mendadak bertiup melewati gubuk lalu menarik napas panjang dan tersenyum lagi.

“Cuacanya panas, ya.“ katanya kepada Ruben yang berada di sampingnya, sedang duduk sambil mengipas-ngipas dengan tangannya sendiri.

“Iya.” jawab Ruben singkat sambil tersenyum kecil. “Tapi tidak jadi soal kalau panas terus, yang penting kita bisa panen. Iya, kan?” lanjut Shakti.

“Tentu. Semua orang pasti senang kalau musim panen datang. Apalagi Tuan Koboi.“ Ruben menunjuk orang-orangan di tengah sawah yang mereka beri nama Tuan Koboi karena orang-orangan itu memakai topi koboi

(7)

yang sudah penuh lubang milik ayah Shakti. “Selama musim panen, dia bisa beristirahat dulu untuk sementara waktu, cuti dari pekerjaannya menakuti burung-burung sambil bersantai dengan teduh di rumah.“ lanjut Ruben.

Shakti terkikik geli memikirkan Tuan Koboi yang sedang bersantai di rumahnya sambil tidur di atas kasur empuk. Dan saat membayangkan Tuan Koboi meminum segelas jus dingin sambil melenggangkan kaki, Shakti langsung tertawa terbahak-bahak, diikuti Ruben yang seakan mengerti apa yang dibayangkan Shakti.

“Hahaha... Membayangkannya saja membuatku haus. Kau mau minum juga?“ Tanya Shakti sambil menatap Ruben di sampingnya yang masih saja tersenyum lebar.

Tetapi Ruben belum sempat menjawab pertanyaan dari Shakti, karena tiba-tiba seseorang memanggil nama Shakti. Gadis itu menoleh ke asal suara dan menemukan Carmen, kakak perempuannya yang berbadan tinggi dengan rambut panjang yang terikat dengan kencang di belakang kepalanya sedang berjalan menghampiri gubuk di mana Shakti berada.

“Kau mau ke mana? Ibu baru saja memintaku menggantikanmu di sini. Katanya kau bisa pulang, makan siang sudah siap.“ tanya Carmen.

“Aku baru mau mengambil minuman.“ jawab Shakti.

“Tadi kau sedang berbicara dengan siapa?“ Carmen bertanya lagi sambil menengok ke kiri dan ke kanan, berharap menemukan seseorang atau sesuatu yang diajak

(8)

bicara oleh adiknya tadi, rambut kuncir kudanya bergerak-gerak liar.

“Dengan Ruben.“ Shakti langsung menjawab. “Ruben?“ tanya Carmen sambil masih melihat sekelilingnya.

“Iya. Tadi Ruben menemaniku di sini.“ jawab Shakti dengan cepat.

Carmen memutar kedua matanya asal saja. Dengan tangan di pinggang dia memandangi adiknya dengan kesal lalu berkata. “Jangan bercanda, itu tidak lucu.“

“Benar kok, aku tidak bercanda.“ lanjut Shakti. Carmen mendecak lalu menantang Shakti. “Baik, kalau memang begitu, di mana Ruben sekarang? Aku tidak melihatnya di sini.“

Tapi Shakti tidak terpancing untuk memulai pertengkaran. Dengan kesal dia menjawab sambil memukul pelan lengan Carmen. “Sudah, pulang sana, mengganggu saja...“

“Memangnya kenapa?“ tanya Carmen dengan perasaan menang, dia memang tahu adiknya itu tidak akan berani menjawab tantangannya tadi. Tapi setelah melihat wajah Shakti yang semakin cemberut, Carmen berkata lagi dengan lebih ramah. “Sudahlah Shakti, jangan seperti itu lagi, orang lain akan mengira kau sudah gila.“

(9)

“Aku tahu, karenanya jangan bersikap seperti itu lagi. Lebih baik sekarang kau pulang saja, aku akan menggantikanmu di sini.“ Carmen membalas.

Akhirnya Shakti berjalan kembali ke rumah sambil menggerutu kesal karena kakaknya telah mengganggu pertemuannya dengan Ruben. Baginya pertemuan dengan Ruben adalah saat-saat berharga yang tidak boleh disia-siakan atau diganggu bahkan oleh kakaknya sekalipun.

Sambil terus menggerutu dia berjalan melewati deretan sawah yang membentang luas sambil sesekali membalas sapaan para penduduk yang menanyakan kenapa raut wajahnya begitu kusut dengan tersenyum dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Lalu Shakti berjalan melewati sederetan ladang jagung yang tinggi menjulang dengan berbonggol-bonggol jagung muda menggantung di tiap batangnya. Semilir angin berhembus lagi, membuat rambut pendek Shakti berkibar pelan. Walaupun tidak terlalu sejuk, angin itu cukup bisa menenangkan Shakti, membuat rasa kesalnya terhadap Carmen tadi sedikit berkurang.

“Kak Shakti!“ sebuah suara anak kecil memanggil nama Shakti dari belakang dan saat Shakti menoleh untuk balas menyapa, dia mendapati seorang gadis kecil berlari-lari ke arahnya dengan wajah senang yang bersemu merah, sebelah tangannya menggenggam selembar kertas.

“Ada apa Liana?“ tanya Shakti saat gadis kecil itu sudah sampai di hadapannya. Liana membungkuk sebentar untuk menarik napas panjang karena kelelahan lalu kembali menatap Shakti dan tersenyum lebar.

(10)

“Lihat, aku baru saja mendapat surat dari Kak Leon!“ jawab Liana dengan girang.

“Surat?“ tanggap Shakti dengan sedikit kaget. “Iya! Kak Leon mengatakan kalau Kakak kangen denganku! Kak Shakti juga dapat surat, kan?“ Liana menjawab, masih dengan raut wajah penuh kebahagian yang sama, membuat Shakti tersentuh dan menjawab.

“Tentu saja.” Shakti menjawab dengan berbohong, tidak ada surat satu pun yang datang dalam satu tahun ini. Tapi Liana tersenyum makin lebar saat mendengar jawabannya.

“Iya, ya! Tentu saja! Sudah ya Kak, aku ingin memperlihatkan surat ini kepada teman-temanku! Dah, Kakak!“

“Dah…“ Shakti membalas lambaian tangan Liana sambil tersenyum lagi, lalu saat sosok Liana sudah menghilang di belokan, Shakti menurunkan lengannya. Perasaan Shakti makin kesal karena mengingat sosok Leon, Kakak laki-laki Liana. Shakti berusaha untuk tenang dan melanjutkan perjalanannya dengan perasaan yang lebih merana dari pada sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari "arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio leverage (total debt to assets ratio), rasio likuiditas (current ratio), rasio aktivitas (total assets turnover ratio)

Untuk menghadapi persaingan dan juga dalam memicu perkembangan bisnis, maka perusahaan harus mampu melihat dan menganalisa dinamika perubahan

Yang dimaksud dengan model persediaan dependen adalah model penentuan jumlah pembelian atau penyediaan bahan/barang yang sangat tergantung kepada jumlah produk

/* IS: A terdefinisi tidak kosong, belum tentu urut PS: sort secara Bubble. FS: A tersortir

Oleh karena itu, pengolahan data elektronik adalah proses manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih bermakna berupa suatu informasi dengan menggunakan suatu alat

Sehingga perlunya suatu bentuk kegiatan pendampingan masyarakat untuk lebih memasyarakatkan tanaman obat keluraga (TOGA) ini sebagai suatu bentuk kemandirian

Garis g tegak lurus bidang rata V jikka vektor arah garis lurus = vektor normal bidang rata (atau kelipatanya)