• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam

Stand Up Comedy

Pandji

Pragiwaksono

Asih Kusuma Lestari, Niken Pramanik

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia asihlestari24@gmail.com

Abstrak

Nama : Asih Kusuma Lestari Program Studi : Indonesia

Judul : Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono Jurnal ini berisi tentang analisis kohesi gramatikal dan leksikal dalam stand up comedy Pandji Pragiwaksono pada acara Stand Up Nite episode ke-3. Analisis mengacu kepada teori Halliday dan Hassan dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa kohesi gramatikal berupa referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi serta kohesi leksikal berupa reiterasi dan kolokasi muncul dalam wacana stand up comedy Pandji. Kohesi gramatikal yang cenderung digunakan dalam pembentukan keutuhan wacana ini adalah referensi persona endofora gua yang mengacu kepada penutur, sedangkan kohesi leksikal yang cenderung digunakan adalah repetisi. Kohesi umumnya bersifat tekstual. Penelitian juga menunjukkan bahwa kohesi dalam wacana lisan stand up comedy berbeda dengan kohesi dalam wacana tulis. Letak perbedaannya terlihat pada konjungsi memiliki lebih dari satu fungsi saat dilisankan.

Kata kunci: wacana; kohesi; lisan; Stand Up Comedy.

Abstract

Name : Asih Kusuma Lestari Study Program : Indonesia

Title : Grammatical and Lexical Cohesion in Stand Up Comedy of Pandji Pragiwaksono The focus of this study is the grammatical and lexical cohesion in Stand Up Comedy of Pandji Pragiwaksono at the Stand Up Nite show episode 3. Analysis refers to the theory of Halliday and Hasan. Analytical methods used are qualitative. The summary of this research shows grammatical cohesion: reference, substitution, ellipsis, conjunction, and lexical cohesion: reiteration and collocation, appear in discourse of stand up comedy. Most of the grammatical cohesion that appears is persona reference endofora gua, whereas the majority of the lexical cohesion that appears is repetition. Generally, cohesion that appears is textual. Moreover, this research shows that cohesion in oral discourse and written discourse is different.

Key words: cohesion; discourse; oral; stand up comedy.

Pendahuluan

Komunikasi adalah kegiatan yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Salah satu bentuk komunikasi adalah humor. Humor menurut Apte dalam Rustono (1998: 44) adalah segala bentuk rangsangan, baik verbal maupun nonverbal, yang berpotensi memancing senyum atau tawa penikmatnya. Humor dapat disampaikan melalui tulisan maupun lisan. Salah satu jenis humor lisan adalah Stand Up Comedy. Stand up comedy adalah sebuah

(2)

komedi panggung yang biasanya komedian berdiri saat melawak dan berbicara langsung di hadapan penonton (Sari, 2012: 19). Dalam stand up comedy, comic selalu membawakan lebih dari satu topik dalam setiap pertunjukan. Topik yang diangkat oleh comic adalah isu-isu keseharian yang ada di masyarakat.

Salah satu comic yang saat ini sedang mengembangkan Stand Up Comedy Indonesia adalah Pandji Pragiwaksono. Pandji memulai karirnya sebagai comic sejak tahun 2010 melalui video stand up comedy-nya yang diunggah di situs youtube. Pada 28 Desember 2011, ia telah memproduksi sendiri stand up spesialnya “Bhineka Tunggal Tawa” di Teater Usmar Ismail. Pada tahun 2012, Pandji menulis mengenai stand up comedy Indonesia dalam bukunya yang berjudul Merdeka dalam Bercanda. Selain itu, Pandji adalah salah satu juri dalam kompetisi Stand Up Comedy Indonesia di Kompas TV.

Sebagai bentuk dari humor lisan, bahasa tentu menjadi aspek utama dalam pertunjukan stand up comedy. Kesatuan bahasa yang digunakan oleh comic tersebut membentuk wacana lisan. Wacana memiliki kesatuan karena terdapat kepaduan makna (Halliday dan Hasan, 1976: 1—2). Kepaduan makna tersebut terlihat dari jalinan atau hubungan antarkalimat yang saling berkaitan. Untuk mengaitkan hubungan antarkalimat sehingga menciptakan hubungan semantis yang koheren, diperlukan piranti atau pemarkah bahasa yang disebut dengan kohesi.

Kohesi yang digunakan harus tepat sesuai dengan pengetahuan pendengar agar terbentuk wacana yang padu. Apabila pendengar tidak menemukan kesulitan dalam memahami suatu wacana, berarti ada kebersambungan informasi dalam wacana itu yang salah satunya diciptakan oleh pemakaian kohesi. Oleh karena itu, masalah yang diangkat dalam jurnal ini adalah kohesi apa saja yang muncul dalam Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono?

Tinjauan Teoretis

Kohesi menurut Halliday dan Hasan (1976) adalah suatu konsep semantik yang menampilkan hubungan makna antarunsur teks sehingga suatu kumpulan kalimat dapat disebut sebagai teks. Halliday dan Hasan membagi kohesi menjadi lima, yaitu referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal.

1. Referensi (Pengacuan)

Halliday dan Hasan (1976: 31) menjelaskan bahwa referensi berkaitan dengan hubungan antara suatu unsur wacana dengan unsur lainnya yang terletak sebelum atau sesudahnya di dalam satu wacana. Berdasarkan letak acuannya, referensi dibedakan menjadi

(3)

dua, yaitu referensi endofora (acuan di dalam teks) dan referensi eksofora (acuan di luar teks). Berdasarkan objeknya, referensi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu referensi persona ( aku, -ku, ku-, saya, kami, kita, kamu, -mu, engkau, anda, kalian, ia, dia, beliau, dan mereka), referensi demonstrativa (jauh, dekat, ini, itu, begini, begitu, sana, sini, di sana, di sini, ke sana, ke sini, situ, di situ, ke situ, sekarang, kemarin, dan besok), dan referensi komparatif (sama, sederajat, sama dengan, berarti; serupa, seperti, hampir sama; berbeda, tidak sama; banyak, sedikit; paling)

2. Substitusi (Penggantian)

Substitusi adalah penggantian suatu unsur dengan unsur lain di dalam teks (Halliday dan Hasan, 1976: 88). Substitusi terbagi menjadi tiga, yaitu substitusi nomina, verba, dan klausa. Substitusi nomina adalah penyulihan yang digunakan untuk menggantikan nomina atau kelompok nomina. Substitusi verba adalah penyulihan yang digunakan untuk menggantikan kata atau kelompok verba. Substitusi klausa adalah penyulihan yang dapat menggantikan klausa secara keseluruhan.

3. Elipsis (Pelesapan)

Elipsis adalah penghilangan kata atau elemen di dalam teks tanpa mengurangi maknanya. Elipsis dibagi menjadi tiga, yaitu nomina, verba, dan klausa. Elipsis nomina adalah pelesapan unsur nomina, baik berupa kata maupun frasa nomina di dalam kalimat. Elipsis verba adalah pelesapan unsur verba, baik berupa kata maupun frasa verba di dalam kalimat. Elipsis klausa adalah pelesapan unsur klausa dalam kalimat.

4. Konjungsi (Penghubung)

Konjungsi adalah unsur bahasa yang digunakan untuk menghubungkan antarunsur bahasa lain yang berupa kata, frasa, dan kalimat (Halliday dan Hasan, 1976: 227). Halliday dan Hasan (1976: 238) membagi konjungsi menjadi empat macam, yaitu konjungsi aditif (penambahan dan, bahkan, selain itu, dan serta), konjungsi adversatif (kontras tetapi, melainkan, dan namun), konjungsi temporal (waktu setelah, sebelum, lalu, kemudian, dan

setelah itu), dan konjungsi kausal (sebab-akibat/akibat-sebab karena, sebab, dan akibat). 5. Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal terbagi menjadi dua, yaitu reiterasi dan kolokasi. Yuwono (2005: 100) membagi reiterasi menjadi lima, yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi (persamaan makna), antonimi (lawan makna kata), superordinat (umum-khusus), dan metonimi.

Kolokasi adalah hubungan antarkata yang sering muncul bersamaan dalam lingkungan yang sama. Kolokasi juga disebabkan oleh kedua kata atau lebih sering muncul bersamaan

(4)

dalam suatu konstruksi bahasa atau wacana yang sama (Halliday dan Hasan 1976: 287). Hubungan antarkata tersebut biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan bidang yang sama berdasarkan latar belakang pengetahuan seseorang.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Hal ini karena temuan-temuan penelitian dianalisis melalui pendeskripsian data. Langkah awal dalam penelitian ini adalah penentuan/pemilihan rekaman pertunjukan Stand Up Nite Pandji yang diunduh melalui situs youtube. Episode Stand Up Nite yang dijadikan data adalah episode ketiga. Alasan penulis mengambil episode ketiga karena di episode tersebut, topik yang dibawakan oleh Pandji lebih bervariasi dibandingkan episode kesatu. Rekaman yang sudah dipilih lalu ditranskripsikan. Dalam mentranskripsikan data, penulis berpedoman pada prinsip transkripsi dari Sneddon (2006).

Unsur-unsur lain di luar ujaran comic tidak dimasukkan ke dalam transkripsi karena penelitian ini hanya difokuskan pada kohesi yang digunakan Pandji. Selanjutnya, dengan transkrip tersebut, penulis melakukan analisis dengan mendeskripsikan, mencatat, dan menginterpretasikan alat-alat kohesi yang ada.

Hasil dan Pembahasan

Stand Up Comedy Pandji dalam Stand Up Nite episode ke-3 terdiri dari 10 bagian, yaitu 1 bagian pembuka dan 9 bagian isi dengan topik yang berbeda. Bagian pertama merupakan topik pembuka yang selanjutnya disebut (TP); bagian kedua, “jenis-jenis pengkhotbah di Indonesia”, merupakan topik kesatu (T1); bagian ketiga, “anak kecil masjid”, merupakan topik kedua (T2); bagian keempat, “pembangunan masjid di Indonesia”, merupakan topik ketiga (T3); bagian kelima, “perbandingan Islam sekarang dan dulu”, merupakan topik keempat (T4); bagian keenam, “fatwa MUI”, merupakan topik kelima (T5); bagian ketujuh, “legalisasi ganja” merupakan topik keenam (T6); bagian kedelapan, “hilangnya kebahagiaan karena ganja” merupakan topik ketujuh (T7); bagian kesembilan, “trend” merupakan topik kedelapan (T8); dan bagian kesepuluh, “faktor perubahan orang” merupakan topik kesembilan (T9).

Referensi

Berdasarkan letak acuan, referensi persona yang muncul dalam data adalah referensi persona endofora dan referensi persona eksofora. Referensi persona endofora yang muncul

(5)

adalah saya, aku, -ku, gua, gue, hamba, dan kita sebagai persona pertama; lu, kamu, you, dan

your sebagai persona kedua; dia, die, mereka, dan –nya sebagai persona ketiga; dan sob

sebagai nomina penyapa. Referensi persona endofora gua yang mengacu kepada penutur merupakan referensi persona yang paling banyak muncul. Referensi persona eksofora yang ada di dalam data muncul di semua bagian data, yaitu dari TP sampai T9. Referensi persona eksofora yang muncul dalam data adalah gue, kita dan kami sebagai persona pertama; lu

sebagai persona kedua; serta dia, –nya sebagai persona ketiga, dan sob sebagai nomina sapaan. Berikut contoh refernsi persona endofora dan eksofora:

T4 : (6) Sekarang kalo misalkan, dulu lu denger ―Allahhu Akbar,‖ ―Allahhu Akbar,‖ jawablah ―Alhamdulilah.‖ (7) Hee, iye kan? (8) Dulu enak banget. (9) Sekarang, kalo denger ―Allahu Akbar‖, ini kayaknya ni rombongan motor dateng ni sebentar lagi nih. (10) Polisi minggir lu nggak guna lu nggak guna polisi minggir, ayo motor, ayo, ayo.

Pada kalimat T4-6 di atas, penutur mengajak penonton untuk mengingat masa-masa lampau ketika suara Allahu Akbar terdengar. Lu yang digunakan oleh penutur ditujukan kepada penonton yang tidak dideskripsikan di dalam teks. Oleh karena itu, referensi persona lu pada kalimat T4-6 adalah referensi eksofora. Hal ini berbeda dengan lu pada kalimat T4-10. Lu

pada kalimat tersebut mengacu kepada polisi yang disebutkan sebelum pronomina. Dari perbandingan kalimat ini, terlihat bahwa dengan alat gramatikal yang sama, bahkan dalam topik yang sama, jenis referensi bisa berbeda. Oleh karena itu, penentuan jenis referensi sangat berkaitan dengan hal apa yang sedang dibicarakan.

Referensi demonstrativa juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu referensi demonstrativa endofora dan referensi demonstrativa eksofora. Referensi demonstrativa endofora yang muncul adalah gini, ini, nih, itu, tuh, di situ, gitu dan this sebagai referensi demonstrativa yang menunjuk kepada tempat atau sesuatu. Berdasarkan letak acuannya, referensi demonstrativa endofora ada yang berjenis anafora dan katafora.

T1 : (6) Oho, minoritas kita sekarang. (7) Oke, baru itu!

Itu pada kalimat T1-6 mengacu kepada klausa yang disebutkan sebelumnya, yaitu minoritas kita sekarang. Karena antesedennya terletak sebelum itu, referensi tersebut berjenis anafora.

Referensi demonstrativa eksofora di dalam data adalah ini, nih, begini, sini, di sini, begitu, dan itu sebagai referensi demonstrativa penunjuk tempat atau sesuatu; hari ini, minggu depan, besok, sekarang, dulu, sebulan kemudian, beberapa hari yang lalu, dan kemarin

(6)

sebagai referensi demonstrativa penunjuk waktu; serta onomatope berupa bunyi seet sebagai referensi penunjukan terhadap tindakan penutur.

T8 : (57) Gua pikir, waaah ini strategi yang baik. (58) Nyokap gua pasti iba ketika dia liat gua berdoa, seakan-akan gua nggak liat dia. (59) Nyokap gua dateng, ok ini dia. (60) Gua buka sejadah gua taroh, seet, di depan pintu. (61) Nyokap gua turun dari mobil, ok its five, four, three. (62) Nyokap, nyokap gua buka, langsung,

seet ―Ya Allah Ibu belom pulang, Ya Allah. (63) Aku hanya ingin minta nintendo, ya Allah,‖

Berdasarkan makna kalimat di atas, penutur sedang menjelaskan bagaimana dia melakukan strategi yang baik untuk menarik perhatian ibunya. Hal itu berkaitan dengan bunyi

seet yang diucapkan penutur. Seet pertama, yaitu pada kalimat T8-60 mengacu kepada cara penutur membuka sajadah, sedangkan seet kedua, yaitu pada kalimat T8-62 mengacu kepada cara penutur berdoa. Akan tetapi, bagaimana cara penutur dalam membuka sajadah dan berdoa tersebut tidak dijelaskan di dalam teks. Cara yang dimaksud adalah gerakan penutur dalam melakukan kedua tindakan itu. Oleh karena itu, referensi dari bunyi seet berjenis eksofora.

Referensi komparatif yang ditemukan di dalam data adalah referensi komparatif identitas; kemiripan; perbedaan; serta kualitas, sedangkan referensi komparatif kuantitas tidak ditemukan. Referensi komparatif identitas ditandai dengan penggunaan kata berarti.

T7 : (3) Sembilan ribu botol minuman keras dimusnahkan, itu berarti memusnahkan sekitar sembilan ratus potensi kekerasan karna orang mabok

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, kata berarti bermakna „sama

halnya dengan‟. Makna tersebut muncul pada kalimat di atas sehingga maksud dari kalimat T7-3 adalah memusnahkan sembilan ribu minuman keras „sama dengan‟ memusnahkan sembilan ratus potensi kekerasan. Referensi komparatif kemiripan diwujudkan dengan kata

seperti dan kayak.

T5 : (23) Kasian dong orang-orang yang rambutnya putih seperti mas Indro.

Kata seperti pada kalimat T5-23 menunjukkan perbandingan kemiripan antara orang-orang yang rambutnya putih dan Mas Indro.

Referensi komparatif perbedaan yang ada dalam data ditandai dengan kata bukan berarti. Akan tetapi, ada pula referensi perbandingan perbedaan yang tidak ditandai oleh alat gramatikal apa pun. Referensi tersebut hanya muncul pada bagian T4.

(7)

T4 : (1)…dulu, dulu! (2)Kalau orang ngomong, ―Allahhu Akbar‖, kita dengernya, ―Alhmadulilah,‖ teduh banget tuh, seperti lagi tidur di bawah pohon.[…] (9)

Sekarang, kalo denger ―Allahu Akbar‖, ini kayaknya ni rombongan motor dateng ni sebentar lagi nih. (10) Polisi minggir lu nggak guna lu nggak guna polisi minggir, ayo motor, ayo, ayo. (tanpa pemarkah)

Kalimat pada bagian T4 tadi menunjukkan bahwa penutur membandingkan situasi orang berteriak Allahu Akbar yang sekarang dengan yang dulu. Sekarang, orang berteriak

Allahu Akbar identik dengan sekumpulan orang bermotor yang melakukan pawai sampai polisi tidak bisa mengatasinya, sedangkan dahulu, jika orang berteriak Allahu Akbar, kesan yang ditimbulkan adalah keteduhan. Referensi komparatif tersebut tidak ditandai dengan pemarkah perbandingan perbedaan. Penanda bahwa kalimat tersebut bermakna membandingkan adalah penunjuk waktu sekarang dan dulu. Karena tidak ada penanda alat gramatikal, hubungan semantiklah yang memiliki kekuatan kohesif dalam hal ini.

Referensi komparatif kualitas hanya muncul satu kali, yaitu pada kalimat berikut: T8 :Dan yang paling absurd gua nggak bohong, lu buka, buka aja. Ketik satu juta

facebookers, muncul ―Satu juta facebookers dukung Ani beli handphone baru,

Referensi komparatif kualitas pada kalimat di atas ditandai dengan kata paling yang diikuti dengan ajektiva absurd. Pemarkah tersebut menunjukkan bahwa ada satu juta facebookers

yang paling absurd daripada gerakan satu juta facebookers lainnya.

Tabel 1. Kuantitas Kemunculan Referensi dalam Stand Up Nite Episode Ke-3 oleh Pandji Pragiwaksono

TOPIK

JENIS REFERENSI

REFERENSI PERSONA REFERENSI DEMONSTRATIVA REFERENSI KOMPARATIF

RP. Endofora RP.

Eksofora

RD.Endofora RD.

Eksofora Identitas Kemiripan Perbedaan Kualitas Kuantitas

Anafora Katafora Anafora Katafora

TP - 10 2 2 - - - - T1 66 1 2 7 2 11 - 7 - - - T2 7 1 4 3 2 - - - - - T3 8 - 2 1 - - - - T4 3 - 2 - 3 6 - 2 2 - - T5 21 - 9 5 2 3 - 2 1 - - T6 30 - 4 9 3 3 - 1 - - - T7 2 - 1 3 - 1 3 - - - - T8 73 1 11 6 2 12 - 1 - 1 - T9 67 1 11 3 1 2 1 - - - Total 277 14 48 40 15 38 4 13 3 1 -

R. PERSONA = 339 R. DEMONSTRATIVA = 90 R. KOMPARATIF = 21

(8)

Berdasarkan tabel kuantitas kemunculan referensi, terlihat bahwa referensi persona merupakan referensi yang dominan muncul dibandingkan referensi yang lain. Referensi persona yang paling banyak muncul adalah referensi persona endofora yang berupa anafora. Hal ini menunjukkan bahwa pengacuan yang digunakan sebagian besar terdapat di dalam teks sehingga bentuk acuan bersifat tekstual, bukan situasional.

Substitusi

Substitusi pada data ditandai dengan penggunaan beberapa demonstrativa, yaitu ini, itu, gitu, gini, itulah dan di situ.

T5 : (8) Ini pasti banyak yang suka pake premium di sini? (9) Itu bersubsidi tuh untuk orang nggak mampu. (10) Pemerintah bingung, ―Nih rakyat kita gimana si, gue pikir, gue yang bego ni. (11) Kenapa mereka masih juga suka pake premium? (12) Itu kan untuk yang tidak mampu (substitusi nomina)

T6 : (6)―Kenapa si Om Pandji mendukung ganja dilegalkan? (7) Ih itu kan salah.

(substitusi verba)

T1 : (45) Sebulan kemudian, gua liat dia gandengan sama laki. (46) Kayanya dia salah, salah persepsi ya. (47) Oh, ini sama perempuan nggak boleh, ama laki boleh kali nih. (48) Dia pikir gitu.(substitusi klausa)

Itu pada kalimat T5-9 dan T5-12 sama-sama menggantikan nomina premium. Substitusi verba pada kalimat T6-7 diciptakan dengan itu yang menggantikan verba mendukung ganja dilegalkan, sedangkan substitusi klausa pada kalimat T1-48 diciptakan dengan gitu yang menggantikan klausa ini sama perempuan nggak boleh, ama laki boleh kali nih.

Tabel 2. Kuantitas Kemunculan Substitusi dalam Stand Up Nite Episode Ke-3 oleh Pandji Pragiwaksono

TOPIK JENIS SUBSTITUSI

SUBSTITUSI NOMINA SUBSTITUSI VERBAL SUBSTITUSI KLAUSA

TP 1 - - T1 3 - 1 T2 - - - T3 1 - 1 T4 - - - T5 2 - 1 T6 - 1 - T7 - - 1 T8 3 - - T9 1 - - TOTAL 11 1 4

(9)

Berdasarkan kuantitas kemunculan jenis-jenis substitusi di atas, substitusi nomina merupakan substitusi yang paling banyak muncul. Hal ini menandakan bahwa dalam stand up comedy,

Pandji lebih sering melakukan penggantian nomina dibandingkan penggantian verbal dan klausa.

Elipsis

Halliday dan Hasan (1976: 90) membagi elipsis menjadi 3 jenis, yaitu elipsis nomina, verba, dan klausa. Dari ketiga jenis tersebut, elipsis yang muncul dalam data hanya elipsis nomina dan verba. Berikut contoh pelesapan nomina:

T1 : (16) Dan biasanya, khotib yang bicaranya seperti ini tidak lucu (K1). (17) Sementara Ø yang begini selalu diunsurkan dengan komedi, betul? (18) Biasanya juga, Ø yang ketika lagi khotbah seperti ini, ngomongnya suka dipo-dipotong.(19) Seakan-akan kita anak T, anak T, anak TK (K1). (20) Sementara itu, Ø yang bicaranya seperti ini, senang sekali membuat kita emosional.

Pada kalimat T1-17, T1-18, dan T1-20 terdapat pelesapan subjek khotib (istilah yang digunakan penutur untuk pengkhotbah) yang telah disebutkan pada kalimat T1-16. Jika ditulis dalam bentuk yang lengkap, kalimatnya menjadi:

(16) Dan biasanya, khotib yang bicaranya seperti ini tidak lucu (K1). (17) Sementara [khotib] yang begini selalu diunsurkan dengan komedi, betul? (18) Biasanya juga, [khotib] yang ketika lagi khotbah seperti ini, ngomongnya suka dipo-dipotong. (19) Seakan-akan kita anak T, anak T, anak TK (K1). (20) Sementara itu, [khotib] yang bicaranya seperti ini, senang sekali membuat kita emosional.

Elipsis verba hanya ditemukan satu kali, yaitu pada kalimat T4-8 di bawah ini:

T4 : (7) dulu lu denger Allahhu Akbar, ―Allahhu Akbar,‖ jawablah ―Alhamdulilah.‖ (8) Dulu enak banget Ø. (9) Sekarang, kalo denger ―Allahu Akbar‖, ini kayaknya ni rombongan motor dateng ni sebentar lagi nih.

Pada kalimat T4-8, terdapat pelesapan subjek berupa frasa verba denger Allahu Akbar. Pada kalimat sebelumnya, frasa tersebut bukan berfungsi sebagai subjek karena kata denger atau dalam bahasa bakunya menjadi dengar merupakan verba yang berfungsi sebagai predikat, sedangkan Allahu Akbar sebagai objek. Jika ditulis dalam kalimat lengkap menjadi:

(7) dulu lu denger “Allahhu Akbar,‖ ―Allahhu Akbar,‖ jawablah ―Alhamdulilah.‖(8) Dulu enak banget [denger Allahu Akbar]. (9) Sekarang, kalo denger ―Allahu Akbar‖, ini kayaknya ni rombongan motor dateng ni sebentar lagi nih.

(10)

Tabel 3. Kuantitas Kemunculan Elipsis dalam Stand Up Nite Episode ke-3 oleh Panndji Pragiwaksono

Berdasarkan tabel kuantitas kemunculan jenis-jenis elipsis di atas, terlihat bahwa dalam stand up comedy, Pandji lebih banyak melakukan pelesapan nomina dibandingkan pelesapan yang lain.

Konjungsi

Konjungsi yang ditemukan di dalam data adalah konjungsi aditif, adversatif, kausal, dan temporal. Konjungsi aditif yang ditemukan di dalam data ada empat, yaitu dan,bahkan,

ada lagi, dan terus. Dari 24 kemunculan konjungsi aditif, 21 di antaranya ditandai dengan

dan, 1 ditandai dengan bahkan, 1 ditandai dengan ada lagi, dan 1 sisanya ditandai dengan

terus. Pada umumnya, terus merupakan konjungsi temporal. Akan tetapi, di dalam data lisan ini, konjungsi tersebut juga berfungsi sebagai penghubung yang memberikan keterangan tambahan bagi gagasan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada kalimat T1-21 berikut:

T1 : (22)…khotbah dibikin ketawa, tapi ketika lagi doa dibikin nangis, betul? (23)

Pernah nggak lu lagi jumatan, terus udah gitu yang khotbah, ketika berdoa, ―Ya Allah, ampuni hamba ya Rabi‖

Terus pada kalimat di atas tidak menandakan adanya urutan peristiwa, tetapi memberikan informasi tambahan terkait salat jumat.

Konjungsi adeversatif yang ditemukan di dalam data adalah dan, tapi, sementara,

padahal, dan daripada. Konjungsi dan pada umumnya merupakan konjungsi aditif yang memberikan keterangan tambahan tanpa mengubah keterangan yang terdapat dalam kalimat

TOPIK

JENIS ELIPSIS

ELIPSIS NOMINA ELIPSIS VERBA ELIPSIS KLAUSA

TP - - - T1 6 - - T2 - - - T3 - - - T4 - - - T5 - - - T6 3 - T7 - - - T8 5 1 - T9 - - - TOTAL 14 1 -

(11)

sebelumnya. Akan tetapi, dalam data lisan ini, ada konjungsi dan yang digunakan sebagai penghubung gagasan yang saling kontras. Hal ini terdapat pada kalimat T6-22 berikut:

T6 : (22) Sekarang lu bayangin, kita kehilangan kesempatan untuk bisa bikin obat untuk anak-anak Indonesia yang kena kanker hanya karna, kita terlalu nurut, kita percaya aja ganja itu, eee jahat padahal, tahun lalu ada sepuluh ribu lebih kematian yang terkait karena, ka ee rokok dan nol kematian yang terkait karena ganja…

Konjungsi dan di atas menghubungkan klausa ada sepuluh ribu lebih kematian yang terkait karena, ka ee rokok dengan klausa nol kematian yang terkait karena ganja. Berdasarkan maknanya, kedua gagasan tersebut merupakan dua gagasan yang saling bertentangan. Hal ini menunjukkan bahwa konjungsi dan pada kalimat tersebut dapat berperan sebagai konjungsi adversatif.

Konjungsi kausal yang ditemukan di dalam data adalah jadi, akhirnya, mangkanya,

dan karena.

T8 : (39) karna otak gue yang terbatas, gua hanya bisa maen video game yang tombolnya dua. (40) Jadi nintendo doangyang gue bisa, A dan B…

Pada kalimat T8-39, klausa karna otak gue yang terbatas merupakan alasan untuk klausa simpulan gua hanya bisa maen video game yang tombolnya dua. Kedua klausa tersebut kemudian menjadi alasan untuk klausa nintendo doang yang gue bisa, A dan B…

yang merupakan simpulan dari kedua klausa sebelumnya. Oleh karena itu, pada kalimat T8-39 terdapat dua klausa yang berfungsi sebagai simpulan.

Konjungsi temporal yang muncul dalam data adalah dan, ketika, terus, abis itu, dan

karena. Konjungsi dan di dalam data lisan ternyata tidak hanya berfungsi sebagai konjungsi aditif dan adversatif, tetapi juga sebagai konjungsi temporal. Hal ini dapat dilihat pada kalimat T9-19 berikut:

T9 : (17) Lu harus bilang sama bos lu, lu minta naik gaji sob.‖ (18) ―Lu udah kerja banting tulang nggak bisa, Pandji this is your moment. (19) Samperin die, samperin bos lu dan bilang lu minta naik gaji

Pada kalimat di atas, dan menghubungkan klausa bilang lu minta naik gaji dengan klausa

samperin die samperin bos lu. Klausa-klausa tersebut menunjukkan adanya urutan tindakan yang harus dilakukan oleh Pandji, yaitu mula-mula samperin bos lalu bilang ke bos untuk minta naik gaji. Berdasarkan hal tersebut, dan pada kalimat T9-19 muncul sebagai

(12)

penghubung yang menyatakan urutan peristiwa sehingga berperan sebagai konjungsi temporal.

Tabel 4. Perbandingan Kemunculan Konjungsi dalam Stand Up Nite Episode Ke-3 oleh Pandji Pragiwaksono

TOPIK JENIS KONJUNGSI

ADITIF ADEVERSATIF KAUSAL TEMPORAL

TP - 1 2 1 T1 8 6 2 9 T2 - 1 1 - T3 2 2 1 - T4 - - - - T5 2 1 6 1 T6 3 6 6 - T7 2 - 1 - T8 6 - 8 1 T9 1 3 2 6 TOTAL 24 19 29 18

KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI = 90

Berdasarkan tabel kuantitas kemunculan konjungsi di atas, terlihat bahwa konjungsi yang paling banyak digunakan dalam stand up comedy oleh Pandji adalah konjungsi kausal. Hal ini menunjukkan bahwa kalimat-kalimat yang digunakan penutur berupa kalimat yang menyatakan sebab-akibat atau sebaliknya

Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal yang muncul berupa reiterasi dan kolokasi. Reiterasi terdiri dari repetisi, sinonimi, superordinat, antonimi, dan metonimi. Dari kelima jenis itu, reiterasi yang ditemukan dalam data hanya ada empat, yaitu repetisi, sinonimi, superordinat, dan antonimi.

Repetisi muncul pada bagian TP, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8, dan T9. Bentuk repetisi terjadi pada kata maupun frasa. Dari keseluruhan repetisi yang muncul, kata dan frasa yang mengalami pengulangan ada 94.

T3 : (1)…siapa yang pertama kali ngajarin, kalo bikin masjid, boleh bikin karaokean dan menaroh penangkap kupu-kupu di pinggir jalan. (2) Ada yang merhatiin gak? (3) Kalo ada masjid lagi dibangun, pasti ada yang, ―Bapak-bapak, Ibu-ibu, kami

sedang membangunmasjid ini…

Pengulangan kata dan frasa ternyata tidak hanya dalam satu bentuk yang sama, tetapi ada yang mengalami proses morfologis seperti afiksasi. Hal ini contohnya dapat dilihat dalam kalimat T3-3 pada kata dibangun. Kata tersebut kemudian mengalami pengulangan dengan afiks yang berbeda sehingga menjadi membangun. Meskipun mengalami pengulangan dengan

(13)

perubahan afiks, kata dasar dari keduanya masih tetap sama, yaitu bangun. Repetisi dengan pengulangan bentuk yang disertai dengan perubahan bentuk morfologinya disebut ekuivalensi leksikal.

Sinonimi yang muncul dalam data berupa kata dengan kata, kata dengan frasa, dan frasa dengan frasa.

T1 : (5) Oke, oh, sedikit ya, oh minoritas kita sekarang? […] (15)Khotib yang apabila berbicara seperti ini. […] (37) Abis itu khotibnya bilang, ―Dan barang siapa, yang suka merangkul-rangkul perempuan yang bukan muhrimnya, di neraka akan dirangkul oleh makhluk terbuat dari api.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, kata sedikit bermakna „tidak

banyak, tidak seberapa‟, sedangkan minoritas bermakna „golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan golongan lain dalam suatu masyarakat dan karena itu didiskriminasikan oleh golongan lain itu‟. Dari makna kedua kata tersebut, kata

sedikit dengan minoritas bukanlah kata yang benar-benar sama. Akan tetapi, bila dilihat dari konteks kalimat yang membicarakan jumlah orang Islam yang hadir dalam Stand Up Nite, kedua kata itu merujuk pada sekumpulan orang Islam yang jumlahnya sedikit. Oleh karena itu, kata sedikit bersinonimi dengan minoritas.

Pasangan kata atau frasa yang bersinonimi pada data adalah sedikit = minoritas,

berbicara = bilang; anak kecil = bocah, orang kere = orang nggak mampu, buru = kejer dan

nyokap = ibu.

Antonimi yang ditemukan di dalam data diciptakan oleh pasangan kata tidur ketawa >< nangis dan dulu >< sekarang.

T1 : (21) Ketika lagi khotbah dibikin ketawa, tapi ketika lagi doa dibikin nangis, betul? […]

Pada kalimat T1-21, ada kata ketawa dan nangis. Ketawa merupakan istilah untuk tertawa

yang dipakai dalam ragam percakapan. Tertawa dalam kamus bermakna „melahirkan rasa

gembira, senang‟. Nangis merupakan kata yang terbentuk dari kata menangis. Dalam kamus,

menangis bermakna„melahirkan perasaan sedih dengan mencucurkan air mata‟. Berdasarkan makna kamus tersebut, ketawa dan nangis dalam kalimat T1-21 saling antonimi.

Hubungan superordinat muncul pada bagian TP, T1, T2, dan T8 berikut:

TP : (8)Dan mari kita mulai, gua buka juga karena gua beragamaIslam gua bilang, eh gua buka dengan Asslammualaikum wr.wb

T1 : (3)Yang orang, yang beragama Islam angkat tangan boleh liat? (4)Yang beragama Islam angkat tangan

(14)

T3 : (8)Gue mungkin nggak taat-taat amat dalam beragama, tapi gua tau Islam tidak pernah mengajarkan untuk mengemis, betul?

T6 : (11)Di beberapa negara lain, dia masuk kategori 4, dimana, eee, narkotika

tersebut yang masuk kategori 4 seperti ganja boleh dimanfaatkan untuk hal-hal seperti medis. (12)Dan di negara-negara yang sudah mengatur penggunaan ganja, itu sudah menggunakan ganja untuk bikin obat kanker dan ini kenyataan, ini kenyataan. (13)Nah Indonesia, adalah tempat bikin ganja, taneman ganja kita kualitasnya nomor satu. (14)Bisa nggak kita bikin obat kanker? (15)Bisa, cuman aja kita terlalu nurut sama pemerintahannya. (16)Ada masukan, gini, gua kasih tau ya, di Amerika Serikat, di Belanda ada inhaler

Kata yang memiliki hubungan superordinat adalah beragama dengan Islam. Islam merupakan bagian yang lebih spesifik dari agama. Dengan kata lain, Islam merupakan hiponimi dari agama. Pada bagian T6, hubungan superordinat yang muncul ada dua, yaitu (1) negara

dengan Indonesia, Amerika Serikat, dan Belanda; serta (2) narkotika dengan ganja, inhaler,

dan sattle fiks. Indonesia, Amerika Serikat, dan Belanda merupakan bagian dari nama-nama negara sehingga ketiganya merupakan hiponimi dari negara. Begitu pula dengan ganja, inhaler, dan sattle fiks yang merupakan jenis narkotika sehingga ketiganya adalah hiponimi dari narkotika.

T8 : (10)Nah salah satunya adalah sosial media. (11)Ada yang pernah make google plus? (12)Males gue! (13)friendster gue ikutin, facebook gue ikutin, twitter gue ikutin, capek gue ngikutinnya, masa gue ikutin terus, kan aku kerjaanku banyak.

[…] (36)Salah satu trend yang nggak ada abisnya adalah video game. (37)Atari

gue kejer, nintendo gua kejer, supernintendo, ada sega, ada supernintendo, ada

playstation, ada aaaa banyak banget. […] (50)…acara-acara tv selalu ada adegan orang berkerudung, ―Ya Tuhan, berikanlah aku sesuatu.‖ (51)Semua! (52)Kalo sinetron sekarang banyak ya, iya nggak ben

Pada bagian T8, hubungan superordinat yang muncul ada tiga, yaitu (1) sosial media dengan

google plus, facebook, friendster, dan twitter; (2) video game dengan atari, playstation, ninetendo, sega,dan supernintedo; dan (3) acara tv dengan sinetron.

Kolokasi adalah hubungan antarkata yang sering muncul bersamaan dalam lingkungan yang sama. Hal itu contohnya dapat dilihat pada kalimat di bawah ini:

T1 : (1) Gua ini sebenernya adalah bukan Islam yang taat, tapi gua memperhatikan Islam dengan baik dan benar. (2) Kalo misalkan jumatan, gua tau lu suka tidur beberapa diantara lu. [...] (4) Karna gua memperhatikan, gua sadar di seluruh Indonesia, di seluruh Indonesia hanya ada dua jenis khotib. [...] (40)…Dan

(15)

yang bukan muhrimnya, di neraka bibirnya akan ditarik dan digunting dengan gunting terbuat dari api.‖

T5 : (5) MUI sukanya kerjanya bikin fatwa. (6) Dan fata, fatwanya itu sangat dipolitisasi. [...] (8) Ini pasti banyak yang suka pake premium di sini? (9) Itu bersubsidi tuh untuk orang gak mampu. [...] (13) Akhirnya, gua nggak tau apa yang terjadi, tiba-tiba MUI disatukan dengan akal tersebut sempet bikin wacana, bahwa pake BBM bersubsidi, itu haram.

T7 : (3) Sembilan ribu botol minuman keras dimusnahkan, itu berarti memusnahkan sekitar sembilan ratus potensi kekerasan karna orang mabok. (4) Memusnahkan 182.500 petasan berarti memusnahkan 182.000 potensi

kebisingan. (5) Nah, memusnahkan 1 kg ganja, itu memusnahkan sekitar 1000 linting kebahagiaan sob. (6) Apa yang salah dengan ngakak? (7)Apa yang salah dengan ngakak? (8) Ngakak dan lapar. (9) Yang ngakak itu tukang nyimeng.

Berdasarkan contoh di atas, kata-kata yang berkolokasi pada T1, “Jenis-jenis Pengkhotbah Salat Jumat”, yaitu masjid—Islam; khotib—masjid; khotbah—khotib; khotib— jumatan; khotbah—jumatan; doa—jumatan; api—neraka; dan perempuan—laki-laki. Pada bagian T5, kata-kata yang berkolokasi adalah Alquran—Islam; fatwa—MUI; dan premium— BBM bersubsidi, sedangkan pada bagian T7, kata-kata yang berkolokasi adalah mabok— minuman keras; kebisingan—petasan; dan nyimeng—ganja.

Tabel 5. Perbandingan Kemunculan Leksikon dalam Stand Up Nite Episode Ke-3 oleh Pandji Pragiwaksono

TOPIK

LEKSIKON REITERASI

KOLOKASI REPETISI SINONIMI ANTONIMI SUPERORDINAT METONIMI

TP 2 - - 1 - - T1 62 2 1 1 - 9 T2 17 1 - - - 1 T3 8 - - 1 - 3 T4 18 - 1 - - - T5 22 2 - - - 3 T6 31 - - 6 - 2 T7 18 - - - - 3 T8 52 2 - 9 - 3 T9 17 - - - - 9 TOTAL 247 7 2 18 - 33 KOHESI LEKSIKAL = 307

(16)

Berdasarkan tabel kuantitas kemunculan kohesi leksikal di atas, terlihat bahwa reiterasi yang berupa repetisi merupakan kohesi yang paling banyak muncul. Hal ini menandakan bahwa pengulangan dalam stand up comedy sangat dominan digunakan karena terkait dengan penekanan topik informasi yang dibawakan penutur. Hal ini berperan agar informasi penutur dapat diterima dan tersampaikan kepada pendengar secara jelas.

Simpulan

Berdasarkan letak acuannya, referensi yang digunakan oleh Pandji adalah referensi endofora dan eksofora. Akan tetapi, dalam Stand Up Comedy Pandji ada kecenderungan bahwa referensi endofora yang paling banyak digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa pengacuan yang digunakan oleh Pandji dalam ber-stand up comedy sebagian besar terdapat di dalam teks sehingga bentuk acuannya bersifat tekstual.

Berdasarkan hubungan antara kata dan objeknya, referensi yang digunakan Pandji berupa referensi persona, demonstrativa, dan komparatif. Referensi persona yang muncul adalah saya, aku, -ku, gua, gue, hamba, dan kita sebagai persona pertama; lu, kamu, you, dan

your sebagai persona kedua; dia, die, mereka, dan –nya sebagai persona ketiga, dan sob

sebagai nomina penyapa. Dari semua referensi persona tersebut, referensi persona pertama

gua yang cenderung muncul.

Referensi demonstrativa yang digunakan Pandji dalam ber-stand up comedy adalah

gini, ini, nih, itu, tuh, di situ, dan this sebagai referensi demonstrativa yang menunjuk kepada tempat atau sesuatu yang lain; hari ini, minggu depan, besok, sekarang, dulu, sebulan kemudian, beberapa hari yang lalu, dan kemaren sebagai referensi demonstrativa penunjuk waktu; serta seet sebagai penunjuk berupa onomatope yang mengacu kepada tindakan penutur. Semua referensi demonstrativa penunjuk waktu memiliki acuan yang ada di luar teks sehingga referensi demonstrativa waktu yang muncul di dalam data hanya berupa referensi eksofora. Dari semua demonstrativa yang muncul dalam data, ini merupakan referensi demonstrativayang paling banyak digunakan.

Referensi komparatif yang digunakan Pandji adalah referensi komparatif identitas

berarti; kemiripan seperti dan kayak; perbedaan bukan berarti; serta kualitas paling. Selain itu, ada pula kohesi referensi komparatif yang muncul tanpa ditandai alat gramatikal apapun. Kekohesifan tersebut tetap ada karena adanya koherensi dengan kalimat sebelumnya. Dari keempat jenis yang muncul, referensi komparatif kemiripan yang ditandai dengan kata seperti

(17)

Substitusi yang muncul di dalam data adalah substitusi nomina, verba, dan klausa. Substitusi nomina terjadi pada kata dan frasa nomina. Begitu pula dengan substitusi verba, substitusi juga terjadi pada kata dan frasa verba. Unsur yang menggantikan kata dan frasa tersebut tidak sama dengan unsur yang digantikan karena penggantinya dapat berupa kata atau frasa dari kategori lain. Dalam substitusi klausa, unsur penggantinya juga tidak berupa klausa tetapi berupa kata. Dari hasil analisis, substitusi cenderung menggunakan kata dari kategori demonstrativa daripada kata atau frasa dari kategori lain.

Elipsis yang muncul pada data berdasarkan teori Halliday dan Hasan adalah elipsis nomina dan verba. Akan tetapi, ada pula elipsis pronomina gue dan kita. Pada elipsis nomina dan verba, unsur yang dilesapkan berupa kata dan frasa. Pada elipsis nomina, unsur yang dilesapkan cenderung berupa kata nomina, sedangkan pada elipsis verba, unsur yang dilesapkan berupa frasa verba.

Konjungsi yang muncul berupa konjungsi aditif, adversatif, kausal, dan temporal. Konjungsi aditif yang muncul adalah dan, bahkan, dan adalagi. Dari ketiga konjungsi aditif tersebut, dan merupakan konjungsi aditif yang paling banyak muncul. Ketiga konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang memberikan keterangan tambahan tanpa mengubah keterangan yang terdapat dalam kalimat terdahulu.

Konjungsi adversatif yang muncul adalah tapi, sementara, sementara itu, padahal, dan

daripada. Dari keempat konjungsi adversatif tersebut, tapi merupakan konjungsi yang paling banyak muncul. Keempat konjungsi adversatif yang muncul berfungsi untuk menghubungkan dua kalimat atau lebih yang saling kontras.

Konjungsi kausal yang muncul adalah karena, jadi, akhirnya, dan mangkanya. Dari ketiga konjungsi tersebut, karena merupakan konjungsi yang paling banyak digunakan sebagai konjungsi kausal. Keempat konjungsi kausal yang muncul di dalam data berfungsi untuk menghubungkan kalimat sebab-akibat, akibat-sebab, alasan-simpulan.

Konjungsi temporal yang muncul adalah ketika, terus, kemudian, dan abis itu. Dari keempat konjungsi temporal yang muncul, ketika merupakan konjungsi temporal yang paling banyak muncul. Keempat konjungsi temporal itu berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang menandakan adanya urutan peristiwa.

Kohesi leksikal yang muncul dalam data adalah reiterasi dan kolokasi. Reiterasi yang muncul berupa repetisi, sinonimi, antonimi, dan superordinat. Repetisi merupakan reiterasi terbanyak diantara jenis reiterasi lainnya. Dalam repetisi, kata atau frasa yang diulang tidak

(18)

hanya pengulangan bentuk asli, tetapi ada juga pengulangan yang disertai dengan perubahan bentuk morfologi, seperti penambahan afiks dan pengurangan afiks.

Kolokasi yang muncul di dalam data dipengaruhi oleh topik wacana yang sedang dibicarakan oleh penutur. Dalam data, terdapat sembilan jenis topik berbeda yang masing-masing masuk ke dalam empat tema besar, yaitu Islam, ganja, trend, dan perubahan orang.

Berdasarkan kuantitas kemunculannya, kohesi gramatikal yang paling banyak digunakan oleh Pandji adalah referensi persona endofora gua, sedangkan kohesi leksikal yang paling banyak muncul adalah repetisi. Referensi persona endofora gua menjadi kohesi gramatikal yang dominan muncul karena pengaruh bentuk percakapan stand up comedy yang berupa monolog. Dengan percakapan monolog, semua hal dilihat dari sisi penutur. Selain itu juga dipengaruhi oleh hakikat dari materi-materi dalam stand up comedy yang merupakan hasil pengalaman, pengamatan, dan penilaian yang dialami oleh comic itu sendiri. Oleh karena itu, referensi gua mayoritasmengacu kepada sang comic.

Repetisi menjadi kohesi leksikal yang dominan muncul karena perannya yang sangat penting dalam memberikan penekanan terhadap topik apa yang sedang dibicarakan penutur. Repetisi sangat berguna untuk membangun kerjasama pikiran antara penutur dengan penonton sehingga informasi yang disampaikan penutur dapat dipahami dan diterima oleh penonton.

Dalam stand up comedy, Pandji juga menggunakan konjungsi yang fungsinya tidak sesuai dengan fungsi bakunya. Dan yang merupakan konjungsi aditif, dalam stand up comedy

ini dapat juga berfungsi sebagai 1) konjungsi temporal yang maknanya sepadan dengan lalu, 2) konjungsi adversatif yang maknanya sepadan dengan tetapi, dan 3) sebagai pembuka topik baru. Tidak hanya itu, konjungsi tetapi yang pada umumnya berfungsi sebagai konjungsi adversatif juga merangkap sebagai pembuka topik baru. Konjungsi karena juga tidak hanya berfungsi sebagai konjungsi kausal, tetapi juga sebagai konjungsi temporal yang di dalam kalimat bermakna setelah. Konjungsi temporal terus juga berfungsi sebagai konjungsi aditif yang di dalam kalimat, maknanya sama dengan dan. Penggunaan bentuk konjungsi yang tidak sesuai dengan bentuk bakunya terjadi karena dalam wacana lisan stand up comedy, kata-kata yang dipakai merupakan hasil spontanitas comic sehingga tepat atau tidaknya penggunaan konjungsi dalam kalimat tidak dapat dilihat kembali. Selama pemakaian konjungsi tersebut menciptakan kebersambungan anatara penutur dan pendengar, berarti konjungsi dalam wacana lisan stand up comedy memang memiliki lebih dari satu fungsi. Oleh karena itu, hal ini juga menunjukkan bahwa kohesi dalam wacana lisan stand up comedy dengan wacan tulis berbeda.

(19)

Dari penjabaran simpulan di atas, dapat ditarik empat poin penting tentang kohesi dalam Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono, yaitu 1) kohesi bersifat tekstual, 2) kohesi yang muncul didominasi oleh referensi persona endofora gua yang mengacu kepada penutur, 3) kohesi pengacuan dapat diwujudkan dengan onomatope, 4) kohesi berupa konjungsi memiliki lebih dari satu fungsi.

Saran

Penelitian ini merupakan penelitian yang dibatasi pada analisis kohesi gramatikal dan kohesi leksikal pada Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa penelitian ini dapat menjadi bahan untuk penelitian lanjutan yang menganalisis dalam beberapa kajian lain, seperti:

a. Penelitian pada kajian wacana, yaitu koherensi dan wacana kritis stand up comedy

b. Penelitian pada wacana lisan stand up comedy yang berkaitan dengan unsur nonverbal pembangun wacana.

c. Penelitian pada kajian pragmatik, yaitu tindak tutur dan prinsip kerja sama.

d. Penelitian pada kajian sintaksis, yaitu struktur kalimat wacana lisan stand up comedy.

Daftar Pustaka

Halliday, M. A. K., dan Ruqaiya Hasan. 1976. Cohesion in English. London: Longman. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Prenada Media Group

Pragiwaksono, Pandji. 2012. Merdeka dalam Bercanda. Jakarta: Bentang Pustaka

Rustono. 1998. “Implikatur Percakapan sebagai Penunjang Pengungkapan Humor di dalam Wacana Humor Verbal Lisan Berbahasa Indonesia.” Disertasi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Depok.

Tim Penyusun Kamus. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Yuwono, Untung. 2005. “Wacana” dalam Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami

Linguistik, Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder (peny). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Website:

Pandji Pragiwaksono. #StandUpNite3: Pandji Pragiwaksono (Part 1 of 2). http://www.youtube.com/watch?v=nNJ9s4JANIE. (15 Februari 2013: pkl. 14.15 WIB)

(20)

Pandji Pragiwaksono. #StandUpNite3: Pandji Pragiwaksono (Part 2 of 2). http http://www.youtube.com/watch?v=xxtdMNORB-U. (15 Februari 2013: pkl. 14.15 WIB)

Gambar

Tabel 3. Kuantitas Kemunculan Elipsis dalam Stand Up Nite Episode ke-3 oleh Panndji  Pragiwaksono
Tabel 4. Perbandingan Kemunculan Konjungsi dalam Stand Up Nite Episode Ke-3 oleh  Pandji Pragiwaksono
Tabel 5. Perbandingan Kemunculan Leksikon dalam Stand Up Nite Episode Ke-3 oleh  Pandji Pragiwaksono

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga), dan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga untuk penawaran paket

Public Awareness Public Education for Climate Change and Disaster Risk Reduction... (in slide master)

Dengan demikian pembelajaran berdasarkan pengalaman langsung melalui pemecahan masalah kontekstual, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna (Ausubel, dalam Dahar

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan komunikasi matematika siswa melalui strategi think-talk-write dengan metode generative learning pada siswa kelas VIIIA

Daun sirih mengandung senyawa kimia yang berpotensi sebagai racun untuk serangga, dan pada penelitian daun sirih sebagai insektisida nabati terhadap tingkat mortalitas

[r]

University of Malaya.. Akhirnya, setelah tinggal selama 6 tahun d i Budimada dan b erta pa sela ma 8 tahun di bawah pohon B o, beliau berjaya mencnpai darjat

Penelitian mengenai persamaan KdV sudah sering dilakukan, salah satunya penurunan persamaan KdV oleh Debnath (1994).Persamaan KdV diturunkan dari syarat kondisi