• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi - Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi - Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi

Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga dapat diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Trauma gigi yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) merupakan kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal secara mekanis. Trauma gigi juga dapat diartikan sebagai kerusakan pada gigi dan struktur periradikular. Kerusakan ini dapat merusak pulpa, dengan atau tanpa menyebabkan kerusakan pada mahkota dan atau akar, atau pada kasus yang parah dapat menyebabkan perpindahan gigi.Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior terjadi karena benturan dengan benda keras,yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.1,13

(2)

Usia dan aktivitas anak memiliki kaitan dengan terjadinya trauma gigi. Menurut Batra, Kovasc, dan Kumar menyebutkan bahwa terjatuh merupakan penyebab terbesar terjadinya trauma gigi5,7,11. Beberapa peneliti lain menyatakan olahraga merupakan kegiatan terbesar penyebab terjadinya TDI.Guedes menyebutkan bahwa TDI karena terjatuh lebih besar dibandingkan olahraga, kecelakaan lalu lintas, dan kekerasan.Keragaman hasil yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan populasi, usia, jenis kelamin, iklim, status sosial, dan lingkungan.12,16

Tabel 1.Hasil penelitian etiologi TDI8,10,14,16

Etiologi Peneliti menyebutkan terjadinya TDI di rumah 38,72%, di sekolah 19%, di lapangan 19,65%, dan di jalanan 13,29%. Menurut Patel terjadinya TDI di rumah 43,87%, di sekolah 16,26%, di lapangan 16,26%, di jalanan 13,19%.Chopra menyebutkan terjadinya TDI di rumah 58,4%, di sekolah 20,8%, di jalanan 18,4%.7,8,12

(3)

mempunyai overjet lebih dari 3 mm. Anak dengan overjet lebih dari 3,00 mm memiliki risiko 1,32 kali lebih banyak terkena TDI.Hasil penelitian lain menyebutkan trauma pada insisivus rahang atas lebih mudah terkena apabila overjet melebihi 3,50 mm.5,7,10Frekuensi trauma gigi anak dengan overjet 3-6 mm dua kali lebih tinggi dan overjet >6 mm mempunyai risiko terkena trauma 3 kali lipat.17

Trauma gigi juga disebabkan karena faktor predisposisi lain seperti penutupan bibir yang tidak sempurna.8,9Anak dengan penutupan bibir yang tidak sempurna memiliki resiko TDI 1,59 kali. Hasil penelitian lain menyatakananak dengan penutupan bibir yang tidak sempurna berisiko 5,4 kali lebih banyak terkena TDI.5,10Hasil penelitian Kumar menyebutkan dari 139 anak penderita TDI yang memiliki penutupan bibir tidak sempurna 31 orang.5

Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa insiden trauma gigi (TDI) pada anak laki-laki lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan, baik pada periode gigi sulung, bercampur, ataupun permanen.10

Tabel 2. Hasil penelitian faktor predisposisi TDI5-8,14,17

Usia/JK Kalaskar Patel Batra Kumar Varghese Chopra

Lk Pr Lk Pr Lk Pr lk pr lk Pr Lk Pr

12 145 53 - - 596 560 - - - -

11-13 - - 183 143 - - - -

12-15 - - - 77 62 - - - -

11-13 - - - 67 32 - -

10-29 - - - 60 26

(4)

dengan anak perempuan.9,12Pada umumnya TDI sering terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas.5,8,11,14

Tabel 3.Hasil penelitian elemen gigi yang terkena TDI5,8,11,14

Elemen gigi Kumar Patel Kovasc Chopra seperti trauma saat berolahraga, berkelahi, dan kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan terjadi pada beberapa gigi.18Hasil penelitian Patel menyebutkan bahwa elemen yang terkena TDI hanya satu gigi 86,1%, dua gigi 12,7%, dan tiga gigi 1,3%.Menurut Kovacsmenyebutkan bahwa elemen gigi yang terkena TDI hanya satu gigi 69,9%, dua gigi 28,3%, tiga gigi 1,7%, dan lebih dari tiga gigi 0,4%.8,11

(5)

bertambah seiring bertambahnya usia, prevalensi insiden TDI terbesar adalah pada usia 12-15 tahun yaitu sebesar 32,8%.6

Tabel 4. Distribusi TDI berdasarkan usia dan jenis kelamin6

Usia (Tahun) Laki-laki (%) Perempuan (%) Total (%)

1-3 11 (5,7) 13 (6,5) 24 (12,1)

4-7 31 (15,6) 26 (13,1) 57 (28,7)

8-11 43 (21,7) 9 (4,5) 52 (26,2)

12-15 60 (30,3) 5 (2,5) 65 (32,8)

2.2Klasifikasi Trauma Gigi

Klasifikasi trauma gigi anterior perlu diketahui untuk menegakkan diagnosis. Dalam penelitian ini, klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi trauma gigi oleh World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Disease to Dentistry and Stomatologyyang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan jaringan periodontal, kerusakan pada tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut baik pada gigi sulung ataupun gigi permanen.1,15,19

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

a.Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak sempurnapada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

b.Fraktur enamel (enamel fracture) yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel.

(6)

d.Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) yaitu fraktur mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

e.Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan jaringan pulpa.

f.Fraktur mahkota akar kompleks (complicated crown-root fracture) yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum, dan melibatkan pulpa

g.Fraktur akar (root fracture) yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan enamel

Gambar 1.Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa: A. Retak mahkota B. Fraktur enamelC. Fraktur email-dentin D. Fraktur mahkota kompleks E. Fraktur mahkota akar F. Fraktur akar.15

2.2.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

a.Konkusi(concussion) yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

b. Subluksasi(subluxation) yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

(7)

d. Luksasi lateral (lateral luxation) yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakkan gigi kearah labial, palatal, maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket gigi.

e.Luksasi intrusi (instrusive luxation)yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar sehingga menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

f.Avulsi (avulsion) yaitu lepasnya seluruh gigi ke luar dari soket.

Gambar 2. Kerusakan pada jaringan periodontal: A.Konkusi B. Subluksasi C. Luksasi lateral D.Luksasi ekstrusi E. Luksasi intrusi F. Avulsi15

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung

a.Kerusakan soket alveolar maksila dan mandibulamerupakan dampak dan kompresi dari soket alveolar pada rahang atas atau rahang bawah. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral.

b.Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibulaadalah fraktur tulang alveolar pada rahang atas atau rahang bawah yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.

c. Fraktur prosesus alveolar maksila dan mandibulaadalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi pada rahang atas atau rahang bawah.

(8)

A B C D E F

Gambar 3. Kerusakan pada jaringan pendukung: A. Kerusakan soket alveolar maksila dan mandibula B. Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula C dan D. Fraktur prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi E dan F. Fraktur Korpus maksila dan mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi19

2.2.4 Kerusakan pada Gusi atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

a.Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka.Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

b.Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

(9)

Gambar 4. Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut: A. Laserasi B. Konkusi C. Abrasi19

2.3Riwayat dan Diagnosis

Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, data dan keluhan pasien saat terjadinya trauma.Sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral dan pemeriksaan radiografi sebagai pemeriksaan penunjang.9

(10)

saat ini misalnya gangguan perdarahan, gangguan jantung kongenital, alergi obat-obatan dan obat anti tetanus (ATS).17,22

Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan ekstra oral bertujuan untuk melihat luka di luar rongga mulut misalnya laserasi yang ditimbulkan akibat trauma dan apakah ada pembengkakkan di sekitar atau di luar ronggamulut(bibir, wajah, dan keadaan tulang tengkorak pada pasien). Pemeriksaan intra oral meliputi pemeriksaan laserasi pada jaringan lunak di dalam rongga mulut yang bertujuan melihat keadaan sekitar rongga mulut pasca trauma. Terdapat fraktur gigi atau fraktur tulang, perubahan oklusi, mobiliti gigi, fraktur akar dan sensitivitas gigi. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografi yang bertujuan untuk melihat garis fraktur pada gigi atau tulang alveolar, ruang pulpa yang terpapar akibat trauma, kelainan jaringan pendukung dan pergeseran gigi.1,9,17

Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi, test elektrik, dan uji termal.21Rangkaian perawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang telah ditegakkan. Dokter gigi harus mencatat seluruh informasi yang didapat dari berbagai macam pemeriksaan untuk menentukan rencana perawatan yang hendak dilakukan.

2.4Penanganan Darurat dan Pencegahan Trauma Gigi

(11)

Penanganan darurat yang dilakukan bertujuan untuk meminimalisasi akibat trauma gigi yang ditimbulkan sehingga perawatan darurat menjadi awal rencana perawatan untuk trauma gigi. Riwayat dan jenis trauma gigi yang terjadi harus menjadi dasar untuk menentukan perawatan yang tepat.17Tujuan perawatan trauma gigi tersebut untuk menstabilkan posisi gigi beserta fungsinya kembali dan jika trauma gigi ini terjadi pada gigi desidui, perawatan darurat dapat mempengaruhui membaiknya erupsi gigi permanen yang akan tumbuh.11,21,22

Trauma gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan. Pada pasien yang menderita penyakit gangguan perdarahan akan menjadi prioritas jika terjadi laserasi pada jaringan lunak dan avulsi. Tindakan darurat yang harus dilakukan seperti debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak, dan pemberian anti tetanus serum bila kemungkinan luka yang terjadi sepsis.20,21Pembersihan luka dengan baik merupakan tolok ukur pertolongan pertama. Antiseptik permukaan dapat digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan strepkokus pathogen pada kulit atau mukosa daerah luka.Pemberian antibiotik juga dapat diberikan sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan lunak sekitar, tetapi apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali.1

Trauma gigi sampai saat ini masih menjadi masalah yang sulit diatasi karena kebanyakan orangtua dan guru tidak begitu peduli dengan masalah yang akan ditimbulkan dari trauma gigi ini. Orangtua dan guru sebaiknya sejak dini mendidik anak tentang bahaya terjatuh, membentur benda keras, dan bahayanya kecelakaan lalu lintas. Orangtua seharusnya mengawasi kegiatan anaknya.Menggunakan alat pelindung saat bermain, berolahraga, menggunakan helm dan sabuk pengaman saat berkendaraan dapat mencegah terjadinya trauma.Menggunakan helm dapat mengurangi risiko terjadinya trauma sebesar 65% dibanding dengan tidak menggunakan helm.6,10,14

(12)

membantu mendistribusikan kekuatan dari benturan sehingga dampak trauma dapat diminimalkan.Edukasi mengenai trauma gigi baik cara pencegahan, perawatan trauma serta dampaknya perlu diberikan kepada anak, orang tua dan guru sekolah, serta tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai trauma gigi juga menjadi hal penting untuk mengurangi risiko terjadinya trauma gigi.10,17

2.5 Kerangka Teori

Klasifikasi Trauma Gigi menurut WHO :

 Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa  Kerusakan pada jaringan

periodontal

 Kerusakan pada jaringan pendukung

 Kerusakan pada gingiva dan jaringan lunak

Etiologi

Trauma Gigi anterior

Predisposisi

Klasifikasi

(13)

2.6 Kerangka Konsep

Anak SMP Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan :

Klasifikasi trauma gigi permanen anterior menurut WHO

Elemen gigi permanent anterior Usia

Jenis kelamin Lokasi terjadinya Etiologi

Gambar

Tabel 1.Hasil penelitian etiologi TDI8,10,14,16
Tabel 2. Hasil penelitian faktor predisposisi TDI5-8,14,17
Tabel 3.Hasil penelitian elemen gigi yang terkena TDI5,8,11,14
Tabel 4. Distribusi TDI berdasarkan usia dan jenis kelamin6
+5

Referensi

Dokumen terkait

Klasifikasi trauma gigi dari Andreason yang diadopsi oleh World Health Organization (WHO) merupakan klasifikasi yang direkomendasikan untuk digunakan karena klasifikasi ini dapat

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak usia 8-12 tahun di SD di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang. Sampel pada penelitian ini adalah murid kelas dua hingga enam

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jumlah sampel untuk estimasi proporsi. Penggunaan rumus dibawah ini dilakukan

Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula, yaitu fraktur tulang alveolar pada rahang atas atau rahang bawah yang melibatkan dinding soket labial atau

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut Anak Usia.

Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 yaitu: a). Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan

Kekerasan fisik merupakan penyebab yang sangat tragis dari trauma mulut pada anak. Dilaporkan bahwa kekerasan fisik terjadi sekitar 0,6% anak dan 10% diantaranya merupakan trauma

1.) Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan, perubahan posisi