14 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Diare
2.1.1Pengertian Diare
Diare menurut defenisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi
yang tidak normal(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.
(Nelson, dkk.,1969; Morley,1973) berpendapat bahwa istilah gastroenteritis
hendaknya dikesampingkan saja, karena memberikan kesan terdapatnya suatu
radang sehingga selama ini penyelidikan tentang diare cenderung lebih ditekankan
pada penyebabnya (Suharyono, 2008).
Pada diare terdapat gangguan dari resorpsi, sedangkan sekresi getah
lambung–ususdan motilitas usus meningkat.Menurut teori klasik diare disebabkan
oleh meningkatnya peristaltik usus tersebut, sehinga pelintasan chymus sangat
dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh
sebagai tinja (Tjay dan Rahardja, 2007).
Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa penyebab
utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air
atau/dan terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal proses resorpsi dan sekresi
dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel
epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh
enkefalin sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P
(Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya resoprsi melebihi sekali tetapi karena
15
diare.Keadaan ini sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang lambung–usus)
disebabkan oleh virus, kuman dan toksinnya (Tjay dan Rahardja, 2007).
Tabel 2.1 Penderita Diare Tahun 2013
No Kabupaten/Kota Jumlah Perkiraan Kasus
1 Nias 2.855
15 Humbang hansundutan 3.776
16 Pakpak bharat 902
17 Samosir 2.609
18 Serdang bedagai 12.959
19 Batubara 8.195
20 Padang lawas 5.077
21 Padang lawas utara 4.981
22 Labuhan batu selatan 6.199
23 Nias selatan 7.220
24 Nias utara 2.762
25 Nias barat 1.773
26 Sibolga 1.840
27 Tanjung balai 3.394
28 Pematang siantar 5.081
29 Tebing tinggi 3.190
30 Medan 45.437
31 Binjai 5.398
32 Padang sidempuan 4.379
33 Gunung sitoli 2.769
Jumlah 285.183
Pada tahun 2013, jumlah perkiraan kasus ada sebanyak 285.183 kasus, yang
ditemukan dan ditangani sebanyak 223.895 kasus (78,5%), dan pada tahun 2012
dari 559.011 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan yang ditangani sebanyak
216.175 kasus (38,67%) (Dinkes Prov. SU., 2014).
Dari 33 Kabupaten/Kota yang ada, penemuan dan penanganan kasus diare
tertinggi pada tahun 2013 di 3 Kabupaten yaitu Padang Lawas sebesar 224%,
Labuhan Batu Selatan sebesar 204,3%, dan Samosir sebesar 118,33%. Penemuan
dan penanganan kasus diare terendah pada tahun 2013 yaitu di Kabupaten Karo
sebesar 8,4% (Dinkes Prov. SU., 2014).
Dalam upaya tatalaksana diare diketahui bahwa 100% kasus diare yang
dilaporkan telah diberikan upaya rehidrasi oral menggunakan cairan oralit dengan
rata-rata 6 bungkus per penderita (Dinkes Prov. SU., 2014).
2.1.2Penyebab Diare
Adapun Penyebab diare diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Diare akibat virus, misalnya ‘influenza perut’ yang disebabkan antara lain
oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang
menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan
elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus sampai
beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3 – 6
hari.
b. Diare bakterial invasif (bersifat menyerbu) agak sering terjadi, tetapi mulai
berkurang berhubungan semakin meningkatnya derajat higiene masyarakat.
mukosa, di mana terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin.
Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala
hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang-kejang. Selain itu
mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan
berlendir. Penyebab terkenal dari pembentukan enterotoksin ialah bakteri
Eschericia coli spec, Shigella, Salmonella dan Campylobacter. Diare ini
bersifat selflimiting, artinya akan sembuh dengan sendirinya dalam kurang
lebih 5 hari tanpa pengobatan, setelah sel yang rusak diganti dengan
sel-sel mukosa baru.
c. Diare parasit akibat protozoa seperti Entamoeba histolytica dan Giardia
lamblia, yang terutama terjadi di daerah subtropis. Yang pertama
membentuk enterotoksin pula. Diare akibat parasit ini biasanya bercirikan
mencret cairan yang intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu.
Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam, anoreksia, nausea,
muntah-muntah dan rasa letih umum (malaise).
d. Akibat penyakit, misalnya Colitis ulcerosa, kanker colon dan infeksi–HIV.
Juga akibat gangguan-gangguan seperti alergi terhadap makanan/minuman
dan protein susu sapi gluten (coeliakie).
e. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, reserpin, dan antibiotika berspektrum
luas (ampisilin, amoksisilin, tetrasiklin). Semua obat ini dapat menimbulkan
diare ‘baik’ tanpa kejang perut dan perdarahan.
f. Akibat keracunan makanan, biasanya disertai pula dengan muntah-muntah.
toksis dan diperkirakan atau disebabkan oleh mengkonsumsi makanan atau
minuman yang tercemar. Penyebab utamanya adalah tidak memadainya
kebersihan pada waktu pengolahan, penyimpanan dan distribusi dari
makanan/minuman dengan akibat pencemaran meluas
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Table 2.2Bakteri Penyebab Diare
Kuman Sumber Masa
inkubasi
Gejala Pemulihan
Bacillus cereus
Makanan 1-6 jam Muntaber, dehidrasi Cepat
Clostrid. perfring.
Makanan 8-22 jam Diare, nyeri, kejang 2 – 3 hari
E.coli Daging sapi,
susu
Shigella. Makanan/air 24-48
jam
Diare dengan darah 7 – 10 hari
Staphyl. aur. Makanan/air 2-4 jam Muntaber, dehidrasi Kurang
dari 24 jam 2.1.3Pengobatan Diare
Pada diare hebat yang sering kali disertai muntah-muntah, tubuh kehilangan
banyak air dengan garam-garamnya, terutama natrium dan kalium.Hal ini
mengakibatkan tubuh kekeringan(dehidrasi), kekurangan kalium(hipokaliemia)
dan adakalanya acidosis(darah menjadi asam).Yang tidak jarang berakhir dengan
Gejala pertama dari dehidrasi adalah perasaan haus, mulut dan bibir kering,
kulit menjadi keriput (hilang kekenyalannya), berkurangnya air seni dan
menurunnya berat badan, juga keadaan gelisah.Kekurangan kalium terutama
mepengaruhi sistem neuromuskuler dengan gejala mengantuk (letargi), lemah
otot dan sesak napas (dyspnoea) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Setiap tahun lebih kurang 5 juta anak-anak di bawah usia 5 tahun meninggal
akibat diare, kurang lebih 65% diantaranya karena dehidrasi, terutama di
Negara-negara dengan hawa panas. Maka penting sekali untuk pertama-tama diambil
tindakan guna mencegah atau mengatasi keadaan dehidrasi dan kehilangan garam,
terutama pada bayi dan anak-anak (sampai usia lebih kurang 3 tahun) dan lansia
(di atas 65 tahun). Untuk tujuan ini WHO menganjurkan ORS(=Oral Rehydration
Solution) (Tjay dan Rahardja, 2007).
ORS adalah suatu larutan dari campuran NaCl 3,5 g, KCl 1,5 g, Na-trisitrat
2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (Oralit). Dasar ilmiah dari
penggunaan ORS ini adalah penemuan kurang lebih 25 tahun lalu bahwa glukosa
menstimulasi secara aktif transpor Na dan air melalui dinding usus.Dengan
demikian resorpsi air dalam usus halus meningkat dengan 25 kali
(Sladen&Dawson). Begitu pula bahan gizi lainnya (asam amino, peptida)
memperlancar penyerapan air (Tjay dan Rahardja, 2007).
Oralit/garam rehidrasi oral mengandung garam-garam mineral dan glukosa
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaannya dengan dilarutkan dalam air,
dan akan segera menggantikan cairan dan garam yang hilang selama diare dan
Selain oralit, zinc juga diberikan kepada penderita diare. Zinc merupakan
salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak.
Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak
mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat
diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak
tetap sehat (Indriani, 2014).
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama
dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan zinc selama 10 – 14 hari.
Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1983 – 2003) yang
menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc lebih
efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-anak
sampai 40% (Indriani, 2014).
Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc
mampu menggantikan kandungan zinc alami tubuh yang hilang dan mempercepat
penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga
dapat mencegah resiko terulangnya diare selama 2 – 3 bulan setelah anak sembuh
dari diare (Indriani, 2014).
Obat zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30
detik. Zinc diberikan dengan dosis sebagai berikut :
- Balita umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg)/hari
- Balita umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg)/hari
Zinc diberikan dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang atau
dengan oralit. Zinc diberikan satu kali sehari sampai semua tablet habis (selama
10 hari) sedangkan oralit diberikan setiap kali anak buang air besar sampai diare
berhenti (Indriani, 2014).
Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc
harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare pada 2-3
bulan ke depan. Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki
mukosa usus yang rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara
keseluruhan. Petugas kesehatan harus menekankan pentingnya pemberian dosis
penuh selama 10 hari dengan menyampaikan pada ibu tentang manfaat jangka
pendek dan panjang zinc, termasuk mengurangi lamanya diare, menurunkan
keparahan diare, membantu anak melawan episode diare dalam 2 – 3 bulan
selanjutnya setelah perawatan. Selama itu juga zinc dapat membantu pertumbuhan
anak lebih baik dan meningkatkan nafsu makan (Indriani, 2014).
2.2Pengelolaan Obat
Pelayanan kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanpa
memandang kemampuan membayar (Kemenkes RI, 2010).
Pembangunan dibidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin
tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan
mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada
Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam pelayanan
kesehatan. Setiap upaya pengembangan dan penyempurnaan pengelolaan obat di
Kabupaten/Kota harus dilakukan secara kontinyu. Hal ini perlu dilakukan agar
dapat menghitung perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dasar. Salah satu
bentuk perbaikan pada pengelolaan obat adalah dengan melakukan penilaian
terhadap apa yang sudah dilaksanakan (Kemenkes RI, 2010).
Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan
melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang sampai Keputusan
Menteri Kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan berkaitan dengan obat
(Depkes RI, 2007).
Tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat
dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2007).
2.2.1Perencanaan dan Pengadaan
Perencanaan kebutuhanobat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah
satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan
kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan
adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan
kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah
ditetapkan. Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan
diawali dari data yang disampaikan Kabupaten/Kota keInstalasi Farmasi Provinsi
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik
perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stok Pusat
maupun Provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dan tetap mengacu kepada Formularium
Nasional (Depkes RI,2007).
Tujuan perencanaan:
1. Mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
yang sesuai kebutuhan
2. Menghindari terjadinya kekosongan obat/penumpukan obat (Depkes RI,
2006).
2.2.2Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat
(Depkes RI, 2007).
Dalam upaya pengobatan suatu penyakit, perlu diberikan beberapa jenis
obat yang saling berbeda baik bentuk sediaannya maupun kemasannya. Maka
perlu dipikirkan cara menyimpan obat. Bila cara penyimpanan obat tidak
memenuhi persyaratan cara menyimpan obat yang benar, maka akan terjadi
perubahan sifat obat tersebut, sampai terjadi kadaluwarsa (Kemenkes RI, 2012).
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk :
- Memelihara mutu obat
- Menjaga kelangsungan persediaan
- Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi :
a. Pengaturan tata ruang. Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan,
penyusunan, pencarian dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan
pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
b. Penyusunan stok obat.Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis,
dengan prinsip FEFO dan FIFO.
c. Pencatatan stok obat.Mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak
atau kadaluwarsa) sebaiknya segera dicatat pada kartu stok obat
d. Pengamatan mutu obat.Mutu obat yang disimpan di gudang dapat
mengalami perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan
mutu obat dapat diamati secara visual dan jika dari pengamatan visual
diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptik,
harus dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium (Depkes RI,2007).
2.2.3Distribusi
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan
jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan
unit-unit pelayanan kesehatan.Tujuan distribusi adalah terlaksananya distrubusi
obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan dan
terjaminnya kecukupan persediaan obat di unit pelayanan kesehatan (Depkes
Keterangan : = Jalur Permintaan
= Jalur Pengiriman
Gambar 2.1 Permintaan dan Pendistribusian 2.2.4 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib
baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di
unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas (Depkes RI,2007).
Depkes
Posko Kes
Dinkespro vinsi
Pustu
Yankes TNI-Polri
Yankes Swasta RSU
PKM
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah tersedianya data mengenai jenis
dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/ penggunaan dan data
mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat(Depkes RI,2007).
‘-
Gambar 2.2 Pencatatan dan Pelaporan
Depkes
Posko Kes
Dinkes provinsi
Pustu
Yankes TNI-Polri RSU
PKM
Dinkes kab/kota (UPOPPK)