• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (DAUCUS CAROTA) SEBAGAI DYE SENSITIZER PADA DSSC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (DAUCUS CAROTA) SEBAGAI DYE SENSITIZER PADA DSSC"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (

DAUCUS CAROTA

)

SEBAGAI

DYE SENSITIZER

PADA DSSC

Disusun Oleh :

KHOIRUDDIN

M 0207039

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

iv

EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (

DAUCUS CAROTA

)

SEBAGAI

DYE SENSITIZER

PADA DSSC

KHOIRUDDIN M0207039

Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK

Fabrikasi DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) telah dilakukan menggunakan bahan dye sensitizer β-Carotene wortel (Daucus carota). Hasil ekstraksi β-Carotene diperoleh dari wortel (Daucus carota). Karakterisasi dye β-Carotene meliputi uji absorbansi dan uji konduktivitas pada kondisi dalam gelap dan terang. Hasil karakterisasi absorbansi diperoleh pada daerah panjang gelombang 415 nm sampai 508 nm, sedangkan nilai fotokonduktivitas tertinggi diperoleh

(28,3 ± 4,2) × 10−4(Ω.m)-1 pada kondisi terang sedangkan pada kondisi gelap

sebesar (8,2 ± 1,1) × 10−4(Ω.m)-1. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa dye

β-Carotene dari wortel mampu sebagai fotosensitizer. DSSC dibuat dengan menggunakan semikonduktor TiO2 rutile powder dengan dye β-Carotene tersebut.

Hasil fabrikasi DSSC diuji karakteristik I-Vnya. Hasil pengujian karakteristik I-V pada DSSC menunjukkan efisiensi konversi energi surya ke energi listrik. Tegangan maksimum yang dihasilkan sebesar 23,9 × 10−2 V dan arus maksimum

sebesar 3,3 × 10−5 A dengan efisiensi tertinggi sebesar (12,5 ± 0,9) × 10-4 %.

(3)

commit to user

v

β-CAROTENE EXTRACT FROM CARROT (DAUCUS CAROTA)

AS DYE SENSITIZER ON DSSC

KHOIRUDDIN M0207039

Physics Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University (UNS)

ABSTRACT

Fabrication of DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) was performed using a dye sensitizer material β-carotene from carrots (Daucus carota). β-Carotene extraction results obtained from carrots (Daucus carota). Characterization of β-Carotene include dye absorbance of test and conductivity test on the conditions in the dark and light. The results obtained in the characterization absorbance wavelength region 415 nm to 508 nm, while the value of photoconductivity obtained (28,3 ± 4,2) × 10−4 (Ω.m)-1 in bright conditions, while in dark conditions for (8,2 ± 1,1) × 10−4(Ω.m)-1. From the test results showed that the dye-β-carotene from

carrots capable as a photosensitizer. DSSC made using semiconductor rutile TiO2

with a dye that β-Carotene. DSSC fabrication yield I-V characteristics tested. I-V characteristics of the test results show the efficiency of the DSSC solar energy conversion into electrical energy. The maximum voltage produced by 23,9 × 10−2 V and maximum current of 3,3 × 10−5A with the highest efficiency of (12,5

± 0,9) × 10-4 %.

(4)
(5)

commit to user

3.3.3.1. Karakterisasi Absorbansi β-Carotene ... 23

3.3.3.2. Karakterisasi I-V larutan β-Carotene ... 24

3.3.4. Karakteristik XRD bubuk TiO2 ... 26

3.3.5. Pembuatan Lapisan TiO2 ... 26

3.3.5.1. Pembuatan Pasta TiO2 ... 26

3.3.5.2. Deposisi Lapisan TiO2 ... 27

3.3.6. Pembuatan counter Elektroda ... 29

3.3.7. Fabrikasi DSSC ... 29

3.3.8. Uji Karakteristik I-V dan Efisiensi DSSC ... 31

(6)

commit to user

xi

(7)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, tingkat kebutuhan energi manusia juga semakin meningkat. Pemenuhan energi ini sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang berumur jutaan tahun dan tak dapat diperbaharui, dan sebagian kecil saja yang berasal dari penggunaan sumber energi lain yang lebih terbarukan (Ulaan, 2008).

Salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi yang berasal dari fosil adalah dengan mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan. Air, angin, biomassa, panas bumi dan tenaga surya (matahari) merupakan beberapa contoh sumber energi terbarukan yang efektif karena keberadaaannnya di alam yang melimpah. Dari beberapa contoh energi terbarukan tersebut, energi surya adalah sumber energi yang berjumlah paling besar, tidak polutif dan tidak membeli.

Hal tersebut sangat sesuai dengan letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa sehingga memiliki potensi energi surya yang cukup besar (Rahardjo, 2008). Dengan menggunakan teknologi fotovoltaik, energi surya dapat diubah secara langsung menjadi energi listrik. Pirantinya dikenal dengan nama sel surya.

(8)

commit to user

Sistem fotovoltaik generasi ketiga ini dikembangkan oleh Grätzel pada tahun 1991 dengan sistem ini dinamakan DSSC (dye-sensitized solar cell) (Halme, 2002). Mekanisme ini menunjukkan serapan optik dan proses pemisahan muatan melalui asosiasi suatu sensitizer sebagai bahan penyerap cahaya dengan suatu semikonduktor nanokristal yang mempunyai bandgap lebar (Grätzel, 2003). Sel surya tersensitesi dye dikembangkan sebagai konsep alternatif piranti fotovoltaik konvensional. Telah banyak studi tentang DSSC yang telah dikembangkan. Material semikonduktor yang sering digunakan dalam DSSC adalah TiO2 (Titanium Dioksida) dan ZnO (Zinc Oksida) yang memiliki struktur

mesopori. Semikonduktor TiO2 memiliki energi gap sebesar 3,2 eV, sedangkan

ZnO memiliki energy gap sebesar 3,3 eV dan keduanya mempunyai serapan sinar pada daerah sinar tampak. Material ini dipilih selain karena memiliki banyak keuntungan diantaranya murah, pemakaian luas, tidak beracun (Grätzel, 2003).

Telah banyak peneliti yang telah mengembangkan DSSC dengan mencoba berbagai jenis dye alami dari ekstrak tumbuhan. Beberapa yang telah dikembangkan diantaranya adalah ekstrak dye atau pigmen tumbuhan seperti ekstrak klorofil (Sasaki et.al, 2008), antosianin (Wongcharee, 2006) dan beta karoten (Gao et.al, 2000). Salah satu hasil DSSC yang telah dikembangkan adalah DSSC yang dibuat oleh Gao (2000) menggunakan karotenoid berhasil membuat DSSC dengan efisiensi 34%dan stabil pada 1 jam penyinaran cahaya matahari.

Sifat dari β-carotene yang termasuk dalam karotena yang mampu menyerap cahaya merupakan fungsi dari dye pada DSSC. Fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang terabsorbsi pada permukaan semikonduktor TiO2. β-carotene memiliki absorbsi maksimum pada panjang gelombang 400-550

(9)

commit to user

Dalam skripsi ini dye alami sebagai sensitizer yang digunakan adalah wortel (Daucus carota) yang memiliki kadar β-carotene tinggi. β-carotene ini akan dikaji mulai dari proses ekstraksi β-carotene, pengujian karakteristik optik dan I-V dari dyeβ-carotene, serta fabrikasi DSSC.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana spektrum absorbsi β-carotene wortel yang diekstraksi sehingga mampu menjadi dye pada system DSSC?

2. Bagaimana karakteristik I-V dari β-carotene wortel yang akan digunakan sebagai dye?

3. Bagaimana karakteristik I-V dari DSSC menggunakan dyeβ-carotene wortel? 4. Bagaimana efisiensi DSSC menggunakan dyeβ-carotene wortel?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini diberi batasan sebagai berikut:

1. Dye pada penelitian ini merupakan ekstraksi dari β-carotene wortel.

2. Karakterisasi optik meliputi absorbansi menggunakan Spektrometer UV-Vis dan karakterisasi I-V dengan two point probe.

3. TiO2 powder rutile dilapiskan pada FTO menggunakan metode slip casting

(10)

commit to user 1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Membuat ekstraksi β-carotene wortel sehingga mampu menjadi dye pada system DSSC.

2. Mengetahui kemampuan fotosensitizer β-carotene wortel sehingga dapat dijadikan sebagai dye.

3. Membuat DSSC dengan TiO2 powder rutile sebagai bahan semikonduktor

menggunakan hasil isolasi β-carotene wortel sebagai dye.

4. Mengetahui karakteristik I-V DSSC menggunakan dyeβ-carotene wortel.

1.5Manfaat Penelitian

(11)

commit to user surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi

Pancaran matahari merupakan radiasi elektromagnetik yang luar biasa banyak. Dalam kaitann ya dengan sel surya yaitu perangkat pengkonversi radiasi matahari menjadi listrik, terdapat dua parameter penting dalam energi surya: pertama intensitas radiasi, yaitu jumlah daya matahari yang datang kepada permukaan per luas area, dan karakteristik spektrum cahaya matahari (Smestad dan Grätzel, 1998). Energi surya terpancar hingga ke bumi berupa paket-paket energi yang disebut foton. Total kekuatan radiasinya mencapai 3 𝑥 1023 kilowatt (kW). Namun demikian sebagian besar dari radiasi ini hilang di angkasa.

Jumlah rata-rata sinar matahari di atas atmosfir bumi disebut sebagai solar constant. Pengukurannya dilakukan oleh beberapa satelit yang menunjukkan bahwa solar constant bernilai 1368 watt/m2. Intensitas sinar matahari ke bumi bervariasi karena orbit bumi mengitari matahari adalah elips. Perbedaan intensitas sinar matahari antara perihelium dan aphelium sekitar 6,7 % hal ini berpengaruh pada pancaran matahari saat waktu-waktu tertentu.

2.2.Sel Surya

2.2.1.Gambaran Umum Sel Surya

(12)

commit to user

(Pagliaro, 2008). Sebagaimana telah diketahui bahwa cahaya tampak maupun yang tidak tampak memiliki dua buah sifat yaitu berperilaku sebagai gelombang dan dapat sebagai partikel yang disebut sebagai foton. Penemuan ini pertama kali diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Energi yang dipancarkan oleh sebuah cahaya dengan panjang dan frekuensi foton satu gelombang dirumuskan dengan persamaan :

𝐸 = ℎ.𝑐 𝜆 (2.1)

Dengan h adalah tetapan Planck (6,62 𝑥 10−34 J.s) dan c adalah kecepatan cahaya vakum (3,00 𝑥 108 m/s). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa foton dapat dilihat sebagai partikel energi atau sebagai gelombang dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu.

2.2.2.Prinsip kerja sel surya

Prinsip kerja sel surya adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan doping-p yang membentuk sambungan (junction) p-n, lapisan antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat mengalirnya arus dari lapisan tipa-n (elektron) dan tipe-p (hole). Hal ini dapat dilihat pada struktur sel surya Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur sel surya silikon sambungan p-n (Halme, 2002)

(13)

commit to user

satu dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe material tersebut mengalami kontak maka kelebihan elektron tipe-n berdifusi ke tipe-p sehingga area doping-n akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif. Medan elektrik yang terjadi antara keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole ke daerah-p. Pada proses ini telah terbentuk sambungan p-n. Dengan menambahkan kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk dioda.

Gambar 2.2. Cara kerja sel surya silikon (Halme, 2002)

Ketika sambungan disinari foton dengan energi yang sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam materi sehingga menghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.2.

2.2.3.Performa Sel Surya

(14)

commit to user

Gambar 2.3. Bentuk khusus dari kurva I-V solar cell (Makvart, 2003) Gambar 2.3 memperlihatkan tegangan open-circuit (Voc), Arus short

circuit Isc, dan Maximum Power Point (MPP), dan arus tegangan pada MPP : Impp,Vmpp. Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short

circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang

dapat mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open-circuit (Voc). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP). Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan (Halme, 2002) :

𝐹𝐹

=

𝑉𝑀𝑃𝑃.𝐼𝑀𝑃𝑃

𝑉𝑜𝑐.𝐼𝑆𝐶 (2.2)

Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat dari persamaan (Halme, 2002) :

𝑃

𝑀𝐴𝑋

=

𝑉

𝑜𝑐

.

𝐼

𝑆𝐶

.

𝐹𝐹

(2.3)

Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel (Pmax) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (Pcahaya):

𝜂 = 𝑃𝑚𝑎𝑥

(15)

commit to user

Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas performansi sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang lebih penting lagi adalah kualitas illuminasi. Misalnya total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboraturium. Kondisi standar yang telah digunakan untuk menguji solar sel dengan intensitas cahaya 1000 W/m2, distribusi spektrum dari pancaran matahari

seperti Gambar 2.4, dan temperatur sel 25oC. Daya yang dikeluarkan solar cell pada kondisi ini adalah daya normal dari sel, atau modul, dan dicatat sebagai puncak daya (peak watt), Wp (Halme, 2002).

Gambar 2.4. Spektrum pancaran sinar matahari

2.3.DSSC

2.3.1.Gambaran Umum DSSC

DSSC sejak pertama kali ditemukan oleh Grätzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon.

(16)

commit to user

Penemuan Gratzel tersebut berhubungan dengan penerapan prinsip efisiensi kompleks ruthenium untuk mengaktifkan semikonduktor oksida, yang sangat sensitif di daerah cahaya tampak (visible region). DSSC terdiri dari sebuah elektrode kerja, sebuah counter electrode dan sebuah elektrolit. Zat warna dari komleks ruthenium melekat pada pori nanokristal dari film semikonduktor, misalnya TiO2 yang merupakan elektroda kerja. Sebuah kaca konduktif platina

sebagai counter electrode dan larutan I3-/I2- sebagai elektrolit (Halme, 2002).

DSSC atau Sel Gratzel ini sangat menjanjikan karena dibuat dengan material dengan biaya murah dan pembuatannya tidak membutuhkan peralatan yang rumit. Efisiensi DSSC dengan bahan organik terdiri dari ruthenium (II) polypyridyl complex seperti N3 dye mencapai 10% (Grätzel, 2003).

2.3.2.Prinsip Kerja DSSC

Pada susunan paling sederhana pada DSSC terdiri dari kaca konduktif transparan dilapisi dengan semikonduktor TiO2, molekul dye berkait dengan

permukaan TiO2, sebuah elektrolit seperti I3-/I2-, dengan illuminasi pada sel

mampu menghasilkan tegangan dan arus (Halme,2002).

(17)

commit to user

Absorbsi cahaya dari DSSC dilakukan oleh molekul dye dan separasi muatan oleh injeksi elektron dari dye pada TiO2 di permukaan elektrolit

semikonduktor. Dengan struktur pori yang nano maka permukaan dari TiO2

menjadi luas sehingga memperbanyak dye yang terabsorbsi dan akan meningkatkan efisiensi Meskipun hanya selapis dye, dapat mengabsorbsi kurang dari 1% dari cahaya yang datang (O’Regan dan Grätzel, 1991). Saat penyusunannya, molekul dye menjadi sebuah lapisan dye yang tebal. Lapisan tersebut mampu meningkatkan kemampuan optis DSSC. kontak langsung antara molekul dye dengan permukaan elektrode semikondutor dapat memisahkan muatan dan berkontribusi pada pembangkit arus.

Prinsip kerja DSSC digambarkan dengan Gambar 2.6. Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan reaksi dari transfer elektron. Proses pertama dimulai dengan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dye akibat absorbsi foton. Elektron tereksitasi dari ground state (D) ke excited state (D*).

𝐷+𝑒−→ 𝐷∗ (2.5)

Elektron dari exited state kemudian langsung terinjeksi menuju conduction

band (ECB) titania sehingga molekul dye teroksidasi (D+). Dengan adanya donor elektron oleh elektrolit (I-) maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya (ground state) dan mencegah penangkapan kembali elektron dye yang teroksidasi.

(18)

commit to user

Gambar 2.6. Ilustrasi prinsip kerja DSSC berdasarkan transfer elektron pada medium (Natalita, 2011)

Setelah mencapai elektrode TCO, elektron mengalir menuju counter-elektroda melalui rangkaian eksternal. Dengan adanya katalis pada cunter-elektroda, electron diterima pada proses sebelumnya, berkombinasi dengan elektron membentuk iodide (I-).

𝐼3−+ 2𝑒3𝐼(2.7)

Iodide ini digunakan untuk mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi, sehingga terbentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini terjadi konversi langsung dari cahaya matahari menjadi listrik.

2.3.3.Material DSSC

2.3.3.1. Substrat

(19)

commit to user

merupakan pilihan yang cocok karena tidak mengalami defect pada range temperatur tersebut.

2.3.3.2. Titanium Dioxide (TiO2)

TiO2 merupakan bahan semikonduktor yang bersifat inert, stabil terhadap

fotokorosi dan korosi oleh bahan kimia (Hoffmann, 1995). TiO2 merupakan

padatan berwarna putih, mengalami dekomposisi (penguraian) pada suhu 1640oC sebelum meleleh, kerapatan (density) sebesar 4,26 g/cm3, dan larut dalam asam sulfat pekat. TiO2 sangat stabil pada temperatur tinggi dan bereaksi lambat, tidak

menyerap cahaya tampak namun dapat menyerap sinar UV, sifatnya yang anorganik menjadikannya tidak cepat rusak, serta memiliki luas muka yang luas karena strukturnya yang berbentuk serbuk (Wibowo, 2006).

Lapisan TiO2 memiliki bandgap yang tinggi (3,2 eV) dan memiliki

transmisi optik yang baik. Penggunaan TiO2 diantaranya untuk manufaktur

elemen optik. Selain itu TiO2 berpotensial pada aplikasi divais elektronik seperti

DSSC, sensor gas, dan lain-lainnya (Marchand, 2004).

TiO2 mempunyai kemampuan untuk menyerap dye lebih banyak karena

didalamnya terdapat rongga dan ukurannya dalam nano, sehingga disebut nanoporous. Struktur TiO2 memiliki tiga bentuk, yaitu rutile, anatase, dan brukit.

Rutile dan anatase cukup stabil, sedangkan brookite sulit ditemukan, biasanya brookite terdapat didalam mineral dan sulit untuk dimurnikan (Soleh, 2002).

(20)

commit to user 2.3.3.3. Dye Sensitizer

Serapan spektra TiO2 perlu ditingkatkan didaerah cahaya tampak, dengan

menambah lapisan zat warna/sensitizer, hal ini disebabkan TiO2 hanya dapat

menyerap sinar ultra violet pada range antara 350-380 nm. Sensitizer yang digunakan dapat berupa dye organik dan kompleks metal organik, yang diberlakukan pada semikonduktor TiO2 Dye yang umumnya digunakan dan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex. Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil berharga mahal. Jenis dye organik yang lain seperti phtalocyanine, cyanine,

xanthenes, dan coumarine, umumnya memiliki energi ikat yang rendah dengan TiO2 dan serapan transfer muatan yang juga rendah di seluruh daerah cahaya

tampak. Dye organik tersebut sangat murah dan mudah dalam preparasinya dibanding jika menggunakan ruthenium complex (Hao, 2005)

Sebuah kelompok studi di Jepang, telah mencoba lebih dari dua puluh jenis dye alami dari ekstrak tumbuhan sebagai fotosensitiser pada sistem sel surya ini, diantaranya adalah kol merah, kunyit, teh hijau, dan sebagainya. Kelompok lain dari Brazil, juga intensif mengembangkan sel surya berbasis dye alami, selain itu (Smestad dan Grätzel, 1998) juga telah menguji beberapa jenis berry seperti strawberry dan blackberry sebagai fotosensitizer pada sistem sel surya tersensitisasi dye. Ekstrak dye atau pigmen tumbuhan yang digunakan sebagai fotosensitizer berupa ekstrak klorofil (Amoa et.al, 2003), karoten (Wang et.al,2006) atau antosianin (Wongcharee, 2006).

2.3.4.β-Carotene sebagai Dye

(21)

commit to user

wortel (Daucus carota) dalam jumlah banyak serta mudah diekstraksi ke dalam pelarut alkohol (Wei Lin, 2007).

β-Carotene merupakan pigmen yang tidak mantap. Mereka mudah teroksidasi terutama bila terdedahkan di udara pada pelat KLT dan dapat juga mengalami pengisomeran trans-cis selama ditangani. Larutan β-Carotene harus disimpan di tempat yang gelap dan ideal.

Gambar 2.7. Struktur molekul pigmen β-Carotene (Hamann, 2008)

Spektrum β-Carotene sangat khas antara 400-500 nm, dua puncak utama di sekitar 450 nm dan biasanya ada dua puncak tambahan pada kedua sisi puncak utama. Letak ketiga kamsimum yang tepat, beragam, bergantung pada pigmennya. Sedangkan untuk pigmen β-Carotene dapat dilihat pada gambar 2.8. Untuk β -Carotene biasanya identifikasinya adalah pada sinar tampak. Sedangkan pada spektroskopi infra merah tidak ada gunanya, tetapi berharga untuk mendeteksi cirri struktur tertentu, seperti gugus keto atau asetilena.

(22)

commit to user 2.3.5 Elektrolit

Salah satu bagian dari DSSC adalah elektrolit. Elektrolit dalam DSSC berfungsi untuk menggantikan kehilangan elektron pada pita HOMO dari dye akibat eksitasi elektron dari pita HOMO ke pita LUMO karena penyerapan cahaya tampak oleh dye. Elektrolit juga dapat menerima elektron pada sisi counter electrode. Elektrolit terdiri dari pasangan redoks yang sangat penting dalam menentukan karakteristik fotovoltaik dan daya tahan DSSC. DSSC menggunakan pasangan elektrolit I- dan I3- sebagai elektrolit, karena sifatnya yang stabil dan

mempunyai reversibility yang baik (Wang et.al., 2005).

2.3.6. Counter Elektrode

Counter elektrode dalam DSSC digunakan sebagai katalis. Penggunaan katalis yang umum digunakan yaitu platina dan karbon. Penggunaan masing-masing jenis elektroda mempunyai kelebihannya masing-masing-masing-masing. Pada penelitian ini elektroda yang digunakan yaitu karbon. Karbon mempunyai luas permukaan yang relatif lebih luas dibandingkan dengan platina.

Karbon aktif digunakan dalam industri pangan maupun non pangan. Dalam industri pangan karbon aktif digunakan untuk menyerap gas dan peroksida yang menyebabkan kerusakan oksidatifpada minyak. Sedangkan untuk industri non pangan, karbon aktif berfungsi untuk memurnikan bahan-bahan kima seperti asam sitrat, asam galat, dan lain sebagainya. Selain itu karbon aktif juga dapat digunakan sebagai adsorben dan katalis (Yunianto, 2002).

2.3.7. Karakteristik Sifat Optik

(23)

commit to user

Gambar 2.9. Skema Hukum Lambert-Beer (Ingle, 1988)

Hukum Lambert menyatakan bahwa berkas cahaya datang yang diabsorbsi oleh suatu materi tidak bergantung pada intensitasnya. Hukum Lambert ini hanya berlaku jika di dalam material tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu oleh berkas cahaya datang tersebut. Intensitas cahaya yang di absorbsi oleh material tersebut dapat dituliskan dalam persamaan (2.8) (Ingle, 1988). Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan media yang dinyatakan dalam persamaan (2.9)

(24)

commit to user

Koefisien absorbsi α dapat diperoleh menggunakan persamaan (2.10)

(25)

commit to user

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Material Jurusan Fisika dan Laboratorium Gedung C, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2011.

3.2.Alat dan Bahan

3.2.1.Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. UV-Visible SpectrometerLambda 25 (1 perangkat)

2. Diffractometer D8 Advance (XRD) (1 perangkat)

3. Two Point Probe Elkahfi 100 (1 perangkat)

4. Keithley I-V meter 2402A (1 perangkat)

5. Hot Plate IKA® C-MAG HS-7 (1 buah)

6. Timbangan Digital Mettler Toledo AL204 (1 buah)

7. Vortex stirrer IKA® C-MAG HS-7 (1 perangkat)

8. Solar Power Meter Tes 1333R (1 buah)

9. Ultrasonic cleaner (1 buah)

10.Lampu OHP (1 buah)

11.Kaca Flourine dopedTin Oxide (FTO) (10 buah) 12.Kertas Saring merk whatman no.42 (1 lembar)

13.Gelas Beker 20 ml (2 buah)

14.Hair Dryer (1 buah)

15.Gelas Ukur 10 ml (3 buah)

16.Pengaduk Magnetik (2 buah)

17.Botol Kaca 5 ml (10 buah)

18.Lempeng Tembaga 5 cm x 1 cm (2 buah)

(26)

commit to user

20.Cawan krus 75 ml (2 buah)

21.Corong (2 buah)

22.Aluminium Foil (3 lembar)

23.Pipet Tetes Kaca (4 buah)

24.Pisau (1 buah)

25.Kaca Preparat (8 buah)

26.Penjepit Kertas (4 buah)

27.Tissu (5 gulung)

3.2.2.Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Wortel segar jenis mantes.

2. N-hexane (1 liter)

3. Etanol (1 liter)

4. Bubuk TiO2 jenis rutile (20 gr)

5. Metanol (1 liter)

6. Larutan Elektrolit dengan PEG (5 ml)

(27)

commit to user 3.3.Diagram Penelitian

Secara umum diagram penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian Persiapan

Ekstraksi dye β-carotene

Didapatkan larutan

dye β-carotene

Pembuatan lapisan TiO2

dengan slip casting

Fabrikasi DSSC

Pengujian Karakteristik

I-V

Karakteristik dasar

Absorbansi I-V

Preparasi bubuk TiO2 Karakterisasi XRD

Perhitungan Efisiensi

Analisa dan kesimpulan Pembuatan Counter

(28)

commit to user 3.3.1.Persiapan

Persiapan yang dilakukan adalah persiapan dan pembersihan alat-alat ekstraksi. Proses persiapan untuk ekstraksi dilakukan dengan pembersihan alat berupa gelas beker, corong, magnet stirrer. Alat-alat tersebut dibersihkan dengan menggunakan methanol. Selain proses persiapan ekstraksi, dilakukan pula pembersihan kaca konduktif (FTO) untuk pengujian sampel dengan methanol menggunakan ultrasonic cleaner seperti ditunjukkan pada gambar 3.2. Pembersihan kaca konduktif menggunakan ultrasonic cleaner agar kaca terbebas dari material-material yang tidak mampu dibersihkan dengan air saja. Kaca konduktif yang bersih mempengaruhi hasil pengujian dari sampel yang akan dilapiskan pada kaca konduktif tersebut.

Gambar 3.2. Pembersihan kaca preparat dengan ultrasonic cleaner

3.3.2.Ekstraksi Dyeβ-Carotene wortel

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.

(29)

commit to user

Dye yang akan digunakan kali ini menggunakan pewarna alami, yang diekstraksi dari wortel menggunakan hidrolisis tidak langsung dengan metode pemanasan. Pertama kali wortel dicuci dan dirajang kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm. Setelah itu wortel ditimbang sebanyak 3 variasi penimbangan yaitu 20 gr, 30 gr, dan 40 gr. Masing-masing diekstraksi dengan n-hexane dan diaduk dengan magnet stirrer selama 30 menit pada suhu 45oC. Setelah itu dilakukan penyaringan larutan tersebut sehingga didapatkan dye alami yang dibutuhkan (Wei Lin, 2007).

Gambar 3.4. Proses penyaringan pada ekstraksi Dyeβ-Carotene wortel

3.3.3. Karakterisasi dyeβ-Carotene

3.3.3.1.Karakterisasi Absorbansi dyeβ-Carotene

Hasil ekstraksi dye dalam bentuk larutan diuji absorbansinya dengan Spektrometer UV-Vis. Spektrometer UV-Vis ditunjukkan pada Gambar 3.5. Pengujian larutan β-Carotene dilakukan untuk mengetahui kemampuan absorbansi pada setiap sampel yang dihasilkan dari proses ekstraksi β-Carotene.

(30)

commit to user

dibandingkan antara dye yang dibuat dengan massa wortel yang berbeda sehingga sebanding dengan perbedaan konsentrasi dye.

Gambar 3.5. UV-Vis Spektrometer Lambda-25

3.3.3.2.Karakteristik I-Vdyeβ-Carotene

Pengukuran karakteristik I-V larutan dapat dilakukan dengan mengalirkan arus pada dua elektroda dengan jarak tertentu dan luas tertentu. Kedua elektroda tersebut dicelupkan ke dalam larutan β-Carotene sehingga jika Elkahfi 100 IV-meter dihidupkan, arus akan mengalir pada larutan tersebut. Pengukuran resistansi larutan β-Carotene dilakukan dengan menggunakan metode dua titik (two point probe).

Berdasarkan hukum Ohm, nilai resistansi bergantung pada kuat arus yang terukur melalui amperemeter dan tegangan yang terukur oleh voltmeter. Hukum Ohm dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:

𝑉 =𝐼.𝑅

(31)

commit to user

Gambar 3.6. Skema pengukuran karakteristik I-V larutan β-carotene

Dalam metode ini digunakan Elkahfi 100 IV-meter dalam rangkaian dengan tahapan sebagai berikut:

a. Merangkai alat percobaan sesuai dengan skema diatas.

b. Menyalakan Elkahfi-100 IV-meter yang telah terhubung dengan komputer.

c. Mengatur arus, tegangan awal dan akhir, serta beberapa pengaturan yang sesuai dengan pengambilan data dalm software Elkahfi.

d. Memasang sampel pada probe, kemudian dioperasikan dengan software Elkahfi-100 yang tersedia untuk pengambilan data pada kondisi gelap maupun disinari dengan cahaya lampu OHP.

e. Menyimpan data ke bentuk file Microsoft Excel untuk memudahkan dalam mengolah.

Data yang didapatkan dari uji ini adalah tegangan dan arus yang terukur oleh Elkahfi IV-meter. Dari data tersebut dapat dihitung konduktivitas dan resistivitas sampel yang kita uji.

(32)

commit to user 3.3.4.Karakteristik XRD bubuk TiO2

Penentuan struktur kristal menggunakan metode difraksi sinar-X dengan alat XRD Bruker D8 Advance. Sampel diuji menggunakan D8 Advance menggunakan radiasi Cu Kα (1,5406 Å) pada tegangan 40 kV, dan arus sebesar 40 mA. Hasil difraktometer dibandingkan dengan data JCPDS TiO2. Dalam hal

ini karakterisasi X-ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengidentifikasi TiO2

yang akan dibuat lapisan.

Gambar 3.8. Difraktometer sinar-X tipe D8 Advance (Bruker)

3.3.5.Pembuatan Lapisan TiO2

3.3.5.1. Pembuatan Pasta TiO2

Langkah awal dalam pembuatan lapisan TiO2 adalah membuat pasta TiO2.

Dalam pembuatan pasta ini meliputi:

1. Menimbang bubuk TiO2 sebanyak 3 gram.

2. Malarutkan bubuk TiO2 ke dalam ethanol sebanyak 3 ml di gelas beker.

3. Mengaduk campuran tadi selama 10 menit dengan Vortex Stirrer untuk mendapatkan homogenisasi pasta TiO2.

4. Pasta siap digunakan untuk pembuatan lapisan tipis TiO2.

(33)

commit to user 3.3.5.2. Deposisi Lapisan Tipis

Setelah pasta TiO2 berhasil dibuat, maka langkah selanjutnya adalah

mendeposisikannya pada kaca substrat yaitu kaca konduktif FTO. Dalam penelitian ini menggunakan kaca konduktif FTO dengan hambatan 78,5 ohm. Deposisi pasta TiO2 dilakukan dengan metode slip casting, yaitu membuat lapisan

tipis dengan meratakan pasta pada screen area ukuran tertentu. Dalam hal ini menggunakan ukuran 2 cm x 1 cm.

Setelah TiO2 dan kaca konduktif siap, kemudian dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Letakkan kaca FTO pada permukaan yang bersih dan rata dengan sisi konduktif berada di atas. Untuk mengecek sisi yang konduktif menggunakan ohmmeter dengan menjepitkan probe-nya pada permukaan kaca.

2. Tutup tiga sisi kaca FTO menggunakan scotch tape seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.9.

Gambar 3.9. Ilustrasi ukuran scotch tape

(34)

commit to user

3. Setelah itu mulai deposisikan pasta TiO2 di atas FTO secukupnya.

Kemudian menggunakan spatula kaca yang bersih, ratakan pasta TiO2

ke seluruh permukaan FTO dengan ketebalan yang merata.

Gambar 3.11. Ilustrasi deposisi pasta TiO2 pada kaca FTO

4. Setelah pasta TiO2 dideposisikan, FTO didiamkan sesaat agar lapisan

TiO2 kering. Kemudian scotch tape dilepaskan perlahan hingga tidak

ada lapisan yang terkelupas.

5. Pembuatan lapisan tipis TiO2 sebanyak tiga buah, karena ada tiga

variasi dye.

6. Lapisan tipis tersebut dipanaskan pada suhu 150oC.

(35)

commit to user 3.3.6. Pembuatan Counter Elektroda

Counter elektroda berfungsi sebagai elektroda lawan yang mempercepat kinetika reaksi proses reduksi pada FTO. Langkah-langkah pendeposisian counter elektroda adalah sebagai berikut:

1. Kaca konduktif FTO dengan hambatan 78,5 dipersiapkan sebanyak tiga buah.

2. Kemudian dilakukan pengecekan untuk menentukan bagian yang konduktif.

3. Mendeposisikan karbon dari jelaga lilin pada kaca FTO.

4. Membersihkan lapisan karbon tersebut sehingga terbentuk lapisan dengan luas area 2 𝑥 1 cm.

Gambar 3.13. Proses deposisi carbon dengan pembakaran lilin

5. Terakhir, lapisan tersebut dipanaskan pada suhu 150oC agar karbon

terikat pada substrat kaca FTO dengan baik.

3.3.7. Fabrikasi DSSC

Setelah seluruh komponen DSSC siap, maka dilakukan pembuatan DSSC dengan langkah sebagai berikut:

1. Lapisan tipis TiO2 yang telah dibuat direndam dalam dye dengan

dilakukan variasi konsentrasi dye yang telah dibuat masing-masing tiga sampel. Perendaman ke dalam larutan β-carotene dilakukan selama 1 jam.

(36)

commit to user

3. Pasang keyboard protector seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.14. Pemasangan keyboard protector ini dimaksudkan agar larutan elektrolit tidak sampai keluar area aktif lapisan TiO2. Selain itu pemasangan ini

dimaksudkan juga untuk mencegah adanya short oleh larutan elektrolit pada DSSC.

Gambar 3.14. Pemasangan keyboard protector untuk mencegah short.

4. Teteskan larutan elektrolit diatas lapisan tipis TiO2 yang telah

direndam dalam dye selama 1 jam tersebut.

Gambar 3.15. Larutan elektrolit

5. Kaca FTO dengan elektroda kerja dan counter elektroda carbon disusun seperti gambar 3.16.

(37)

commit to user

6. Jepit susunan di atas, untuk kontak pada DSSC dibuat dengan menggunakan penjepit buaya pada tepi elektroda lawan dan elektroda kerja seperti pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17. Kontak pada DSSC yang dibuat.

3.3.8.Uji Karakteristik I-V dan Efisiensi DSSC

Dengan menggunakan uji karakteristik I-V ini, performansi sel surya dapat dilihat melalui pengukuran arus dan variasi tegangan. Terdapat 2 macam kurva karakteristik I-V yang didapat dari pengujian ini, yaitu saat kondisi gelap dan pada kondisi di sinari cahaya. Hal ini akan menunjukkan ada tidaknya sifat fotokonduktivitas DSSC. Pada kondisi terang DSSC disinari dengan lampu OHP dengan intensitas 1245 W/m2. Pengukuran intensitas cahaya dengan solar power meter TES 1333R. Sedangkan pengukuran I-V dilakukan dengan menggunakan seperangkat keithley 2602A system source yang ditunjukkan oleh gambar 3.18.

Gambar 3.18. (a) Pengujian I-V pada DSSC dengan menggunakan

Keithley 2602A (b) Solar Power Meter 1333R

(38)

commit to user

(39)

commit to user

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekstraksi Dye β-Carotene

Pada penelitian ini telah dilakukan ekstraksi dye β-Carotene wortel. Wortel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan wortel segar berjenis mantes, yaitu wortel hasil kombinasi dari jenis wortel imperator dan chantenang dengan umbi akar wortel berwarna khas oranye. β-Carotene diekstraksi menggunakan pelarut n-hexane (non-polar) seperti dijelaskan oleh Edia, dkk (1998). Wortel dikupas dan diiris kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan tebal 0,1 cm, setelah itu ditimbang masing-masing sebanyak 20 gr, 30 gr dan 40 gr. Kemudian ketiganya diekstraksi menggunakan n-hexane masing-masing dengan volume 50 ml selama 30 menit pada suhu 40oC. Setelah ekstraksi selesai, dilakukan penyaringan untuk mendapatkan larutan dye β-Carotene. Hasil ekstraksi tersebut didapatkan 3 larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

Gambar 4.1. Foto hasil ekstraksi β-Carotene dari wortel.

(40)

commit to user

ekstraksi menggunakan 20 gr wortel, S2 menggunakan 30 gr wortel, dan S3

menggunakan 40 gr wortel, masing-masing dilarutkan pada 50 ml pelarut n-hexane.

4.2. Hasil Uji Absorbansi Dye β-Carotene Wortel

Semikonduktor TiO2 tidak menyerap cahaya tampak, akan tetapi

mengabsorbsi cahaya UV. Absorbsi UV olehnya dapat menyebabkan terjadinya radikal hidroksil yang menyebabkan pigment sebagai fotokatalis. Penggunaan bahan pewarna (sensitizer) merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat semikonduktor dengan meningkatkan absorbansi pada panjang gelombang cahaya tampak dari bahan semikonduktor TiO2.

Absorbansi merupakan kuantitas yang menyatakan kemampuan bahan dalam menyerap (mengabsorbsi) cahaya. Senyawa organik mampu mengabsorbsi cahaya sebab senyawa organik mengandung elektron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Wijayanti, 2010). Salah satu senyawa organik tersebut adalah β-Carotene. β-Carotene merupakan salah satu zat warna alami yang berpotensi dimanfaatkan sebagai fotosensitizer. Karakteristik absorbansi β

-Carotene dalam mengabsorbsi cahaya menjadi hal yang penting dalam pemanfaatannya, yaitu sebagai dye sensitizer pada DSSC. Oleh karena itu perlu dilakukan uji absorbansi hasil ekstraksi wortel tersebut. Spektrum absorbans diukur pada rentang panjang gelombang 350 nm – 800 nm yang merupakan spektrum sinar tampak.

(41)

commit to user

Gambar 4.2. Grafik absorbansi larutan β-Carotene wortel. .

Gambar 4.2 memperlihatkan grafik absorbansi sebagai fungsi dari panjang gelombang. Dapat diamati dengan jelas bahwa puncak absorbansi β -Carotene ketiga sampel adalah pada panjang gelombang yang sama, yaitu pada 448 nm dan 475 nm. Selain itu, hasil uji absorbansi tersebut mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan spektrum absorbansi β-Carotene seperti ditunjukkan pada gambar 2.8. Hal ini menunjukkan bahwa β-Carotene telah didapatkan dari ekstraksi wortel. Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa absorbsi pada S1, S2 dan S3 terjadi pada rentang panjang gelombang yang sama

yakni 380-480 nm.

Dari grafik gambar 4.2 juga menunjukkan bahwa setiap panjang gelombang mempunyai nilai absorbansi maksimum yang berbeda. Hal ini dapat diketahui dari nilai absorbansi setiap sampel. Nilai absorbansi S1 adalah yang

paling rendah jika dibandingkan dengan S2 dan S3. Sedangkan S3 adalah yang

paling tinggi. Kemampuan absorbansi dari S1 ke S3 semakin meningkat

menunjukkan kadar β-Carotene dalam pelarut semakin meningkat. Dengan kata lain S3 mempunyai kadar β-Carotene paling tinggi jika dibandingkan dengan S1

maupun S2 karena kandungan β-Carotene-nya adalah yang paling banyak.

0

20 gr wortel + 50 ml n-hexane

30 gr wortel + 50 ml n-hexane

40 gr wortel + 50 ml n-hexane

S1 S2 S3 448

(42)

commit to user 4.3. Karakteristik I-V Dye β-Carotene

Konduktivitas listrik suatu larutan bergantung pada konsentrasi, jenis, dan pergerakan ion di dalam larutan. Ion yang mudah bergerak memiliki konduktivitas listrik yang besar. Konduktivitas β-Carotene hasil ekstraksi yang akan digunakan sebagai dye pada DSSC harus mampu mengalirkan listrik dan memiliki perbedaan karakteristik pada kondisi gelap dan terang. Oleh karena itu larutan dye dari hasil ekstraksi wortel ini harus diuji karakteristiknya.

Dye selain sebagai fungsi absorbsi, juga perlu diuji karakteristik sifat listriknya. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui respon cahaya dengan mengukur I-V pada saat gelap dan pada saat disinari. Pengukuran I-V larutan dye

β-Carotene ini dilakukan di Lab. Material Fisika Universitas Sebelas Maret Surakarta. Metode yang digunakan adalah metode two point probe dengan bantuan Elkahfi IV-meter yang mampu menghasilkan data arus dan tegangan.

Pengukuran I-V dilakukan dengan dua kondisi yaitu kondisi terang dan kondisi gelap. Pengukuran pada kondisi gelap dilakukan dengan menutup larutan dengan kotak penutup, sehingga kondisi di sekitar larutan akan gelap. Sedangkan pada kondisi terang dilakukan tanpa kotak penutup. Larutan disinari dengan lampu OHP dengan intensitas 875 W/m2. Pengukuran intensitas lampu OHP menggunakan Solar Power Meter Tes 1333R.

Karakterisasi I-V dilakukan dengan nilai tegangan 0-9 V. Dengan memberikan beda tegangan pada kedua ujung plat tembaga dengan jarak elektroda 8 mm dan luas penampang tercelup 35 mm2, maka terjadi aliran arus melewati

larutan β-Carotene yang dapat diukur dengan rangkaian two point probe yang terhubung dengan Elkahfi IV-meter.

Perbedaan kemampuan larutan β-Carotene dalam mengabsorbsi cahaya mempengaruhi kemampuannya dalam mengalirkan elektron. Hal ini ditunjukkan pada hasil pengujian I-V larutan. Pada gambar 4.2. menunjukkan kemampuan absorbansi paling tinggi pada sampel S3, hal yang sama muncul pada kemampuan

S3 yang ditunjukkan pada gambar 4.4 dalam menghasilkan arus. Sampel S3

(43)

commit to user

gambar 4.3. Tampilan dari perbandingan semua sampel larutan β-Carotene saat kondisi terang ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.3. Grafik karakteristik I-V larutan β-Carotene pada kondisi gelap dengan 𝑙 = 8 mm dan 𝐴 = 35 mm2

Gambar 4.3 menunjukkan hasil pengujian semua sampel pada kondisi gelap. Perbandingan antar sampel menunjukkan kemampuan sampel dalam mengalirkan arus. Dari hasil kurva menunjukkan S3 menghasilkan arus yang

paling tinggi dari pada sampel yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi β -Carotene terlarut menentukan konduktivitas larutan.

Gambar 4.4 menunjukkan hasil pengujian semua sampel pada kondisi terang. Dari hasil kurva menunjukkan S3 menghasilkan arus yang paling tinggi

dari pada sampel yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa larutan dye β-Carotene menunjukkan konsistensi walaupun diberi cahaya.

(44)

commit to user

Gambar 4.4. Grafik karakteristik I-V larutan β-Carotene pada kondisi terang dengan 𝑙 = 8 mm dan 𝐴 = 35 mm2 pada intensitas 875 W/m2

Sedangkan perbandingan nilai konduktivitas dari ketiga dye tersebut pada kondisi terang dan kondisi gelap disajikan dalam bentuk tabel 4.1.

Tabel 4.1. Perbandingan nilai konduktivitas dye kondisi disinari dan kondisi gelap

Dye Konduktivitas Gelap

(Ω.m)-1 perbandingan masing-masing sampel ditunjukkan pada Gambar 4.5. Gambar tersebut menunjukkan perbandingan setiap sampel pada kondisi gelap dan terang. Teramati dengan jelas karakteristik peningkatan arus secara linier ketika tegangan dinaikkan. Arus yang muncul pada kondisi gelap lebih kecil dibandingkan larutan pada kondisi terang. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa β-Carotene berperan sebagai fotosensitizer sehingga terdapat arus listrik. Gambar 4.5. memperlihatkan perbandingan kurva hasil pengujian karakteritik I-V antara S1, S2, dan S3.

(45)

commit to user

Gambar 4.5. Kurva I-V gelap-terang larutan β-Carotene wortel (a) Sampel 1 (S1),

(b) Sampel 2 (S2), dan (c) Sampel 3 (S3)

Kurva karakteristik I-V pada sampel S1 kondisi gelap dan terang

menunjukkan selisih besar nilai arus pada kondisi gelap dan terang. Arus yang dihasilkan kondisi terang lebih tinggi dibandingkan kondisi gelap. Begitu juga pengujian yang sama dilakukan pada S2 dan S3.

Pada pengujian karakteristik listrik larutan S2, hubungan antara arus dan

tegangan pada kondisi gelap dan terang seperti pada Gambar 4.5b. Terlihat pada kurva selisih arus gelap-terang pada sampel S2 ini lebih besar jika dibandingkan

dengan sampel sebelumnya S1. Begitu juga jika kita melihat pada sampel S3

terlihat lebih besar selisih nilai arus gelap-terangnya jika dibandingkan dengan sampel S1 dan S2.

Jika dilihat dari grafik, semakin besarnya selisih nilai arus dari sampel S1

(46)

commit to user

Carotene saat kondisi disinari. Hal ini terjadi karena absorbansi yang semakin tinggi menyebabkan aliran elektron di dalam larutan β-Carotene semakin meningkat. Sehingga menyebabkan sampel S3 mempunyai selisih arus yang

paling besar jika dibandingkan dengan S1 dan S2.

4.4. Karakterisasi XRD Bubuk TiO2

Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal semikonduktor TiO2.. Pola difraksi sinar-X sampel TiO2

ditunjukkan pada Gambar 4.6 menandakan TiO2 mempunyai fasa kristal rutile.

Gambar 4.6. Difraktogram XRD pada TiO2 rutile.

Pengujian powder TiO2 ini menggunakan XRD Bruker D8 Advance.

(47)

commit to user 4.6. Karakterisasi I-V dan Efisiensi DSSC

Untuk mengetahui kinerja sel surya dilakukan pengukuran karakteristik arus-tegangan (I-V) pada kondisi tersinari dengan menggunakan sumber cahaya lampu OHP dengan intensitas 1245 mW/cm2 dan pada kondisi gelap. Alat yang

digunakan adalah Keithley 2602 A untuk mengkarakterisasi I-V ketiga DSSC yang telah dibuat.

Gambar 4.7. Susunan DSSC dengan struktur berlapis (sandwich)

Dalam pengukuran I-V ini DSSC bertindak seperti dioda. Sistem DSSC tersebut dikatakan mati, apabila arus yang dihasilkan sistem saat tegangan 0 (Isc) bernilai nol. Hal ini berarti bahwa di dalam sistem DSSC tidak terjadi aliran elektron yang bisa menghasilkan arus listrik. Performa DSSC dipengaruhi oleh konstruksi sistem DSSC itu sendiri, seperti elektroda kerja, elektroda lawan (counter electrode) dan larutan elektrolit yang digunakan.

(48)

commit to user

Gambar 4.8. Grafik perbandingan DSSC tanpa elektrolit dan dengan elektrolit Dari kurva pada gambar 4.8 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan antara DSSC yang menggunakan elektrolit dengan tanpa elektrolit. Dari kurva tersebut dapat kita analisa bahwa elektrolit mempunyai peranan penting dalam pembuatan DSSC. Fungsi dari elektrolit tersebut adalah untuk menggantikan kehilangan elektron pada pita HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) dari dye akibat eksitasi elektron dari pita HOMO ke pita LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) karena penyerapan cahaya tampak oleh dye. DSSC tanpa elektrolit ternyata saat dikarakterisasi menggunakan Keithley 2602 A I-V meter tidak dapat membentuk kurva seperti diode. Bahkan kurva yang terbentuk tidak mempunyai pola keteraturan tertentu yang merupakan faktor yang berpengaruh dalam DSSC.

(49)

commit to user

Gambar 4.9. Cara menentukan Voc dan Isc serta menghitung efisiensi.

(50)

commit to user

Adanya penyinaran oleh sumber cahaya pada permukaan sampel akan meningkatkan pasangan electron dan hole. Elektron adalah partikel bermuatan yang mampu dipengaruhi oleh medan listrik. Kehadiran medan listrik pada elektron dapat mengakibatkan elektron bergerak. Pasangan elektron-hole akan terpisah oleh medan listrik yang kemudian akan berkontribusi terhadap peningkatan arus (Rahmawati, 2011).

Sesuai dengan gambar 4.9 maka kurva I-V yang dihasilkan dari pengujian menggunakan Keithley 2602A I-V meter dapat ditentukan ditentukan nilai arus short circuit (Isc), tegangan open circuit (Voc), fill factor (FF), dan efisiensinya.

Yang mana hasil tersebut disajikan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil perhitungan uji efisiensi DSSC

(51)

commit to user

Tabel 4.2 menunjukkan efisiensi dari fabrikasi DSSC dengan variasi konsentrasi dye. Dari tabel di atas DSSC dengan efisiensi tertinggi adalah DSSC dye S3 yaitu sebesar (12,5 ± 0,9) × 10-4 %. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi

dye yang paling tinggi adalah pada dye S3 sehingga mampu mengabsorbsi cahaya

(52)

commit to user

46

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pembuatan dan pengujian DSSC dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. β-carotene hasil ekstraksi wortel telah dibuat dan mampu menjadi dye pada DSSC dengan uji absorbansi dan uji I-V pada kondisi gelap dan disinari

2. Telah berhasil dibuat sel surya tipe DSSC menggunakan TiO2 sebagai bahan

semikonduktor serta β-carotene wortel sebagai dye pada DSSC.

3. Hasil pengujian karakteristik I-V pada DSSC menunjukkan semakin tinggi konsentrasi dye β-carotene, semakin tinggi pula efisiensi DSSC tersebut. Efisiensi dari DSSC yang telah dibuat menggunakan dye S1 sebesar (9,5 ± 0,7) × 10-4 %, S2 sebesar (9,5 ± 0,7) × 10-4 % dan S3 sebesar (12,5 ± 0,9) ×

10-4 %.

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini saran untuk penelitian selanjutnya adalah

(53)

commit to user

2. Dari pembuatan DSSC sebaiknya menggunakan TiO2 jenis anatase dengan

nano kristal. Hal ini berdasar dari referensi yang pernah dibuat jenis anatase mempunyai hasil DSSC yang lebih baik.

Gambar

Gambar 2.3. Bentuk khusus dari kurva I-V solar cell (Makvart, 2003)
Gambar 2.4. Spektrum pancaran sinar matahari
Gambar 2.5. Struktur dan komponen DSSC (Halme, 2002)
Gambar 2.6. Ilustrasi prinsip kerja DSSC berdasarkan transfer elektron
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepala bidan yang bekerja pada Rumah Sakit “X” di kota Bandung menuturkan bahwa para bidan di ketiga bagian tersebut dimungkinkan untuk saling membantu

In addi- tion, EC7 requires that previous relevant experience and knowledge of ground and structures be used in a design process in such a manner that the next step can begin only

Knowledge is widely considered to be the major source of sustainable competitive advantage, fo- stering companies’ business performance. The- refore, a number of authors

Dari capaian Program analisis beban kerja dalam Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur yaitu Rekrutmen Pegawai yang dilakukan atas dasar Analisis Beban Kerja (ABK)

Komunikasi secara eksternal melalui iklan dalam bentuk apapun pada produk yang dipasarkan kepada konsumen, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, hal tersebut

SK NAMA NIP PEJABAT YANG MENGANGKAT.

Sedangkan terhadap kebutuhan perolehan angka kredit, model perencanaan penugasan tidak menghasilkan nilai standar deviasi yang relatif lebih besar daripada standar deviasi

Apalagi bila dikaitkan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang shalih dan shalihat. Semua itu jelas tidak akan tercapai lantararan nikah