Manajemen Berbasis Sekolah
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam
mengelola institusinya, telah dilakukan Depdiknas. Baik sebelum otonomi daerah maupun
sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah muncul program pemberdayaan
sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah ( M B S ).
MBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya manusia ( SDM ) yang memiliki
kemampuan, integritas dan kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah
guru, di mana guru merupakan faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan
karena sebagai pengelola proses belajar mengajar bagi asiswa.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya
pendidikan dasaar dan menengah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, antara lain
melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat
pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan pewningkatan mutu
manajemen sekolah. Namun berbagai indikator mewujudkan bahwa, mutu pendidikan
masih belum meningkat secara signifikan. Sebagian kecil saja sekolah menunjukkan
peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya
masih memprehatinkan.
Dari berbagai pengamatan dan analisis, ada tiga hal pokok yang menyebabkan mutu
pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan.
pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainya
terpenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara
otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan
pada masalah pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik- sentralistik
sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung
pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang
kebijakan ayang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi setempat. Lebih parah lagi jika
sekolah sendiri pasif dalam arti tidak punya kreativitas.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya lebih banyak
bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan. Sekolah tidak
mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya
orang tua siswa, sebagai salah satu unsur yang berkepentingan dengan pendidikan.
B.Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat. Untuk mengelola sekolah
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Otonomi yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program
sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah
dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi
otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai
sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
C.Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama/partisipatif.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat dan pemerintah
tentang sekolahnya.
BAB II
ANALISIS PEMBAHASAN
A. Paradigma Manajemen Berbasis Sekolah
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sebagai konsekwensi logis bagi
manajemen pendidikan di Indonesia adalah perlu dilakukannya penyesuaian terhadap
manajemen paradigma lama menuju manajemen paradigma baru yang lebih bernuansa
otonomi dan yang lebih demokratis Pergeseran paradigma pendidikan dasar dan
menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum
dalam GBHN 1999 ” mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis
dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif,
berwawasan kebangsaan, cerdas sehat, disiplian, bertanggung jawab, trampil, serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.”Amanat GBHN ini menyiratkan suatu
kekhawatiran yang mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem
pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mempersiapkan SDM yang
tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.
MBS bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya dalam arti yang mengetahui
perkembangan sekolah baik di bidang mutu maupun lainya tergantung pada sekolah dan
masyarakat partisipannya. Kepala sekolah merupakan orang yang paling tahu tentang
prestasi guru-gurunya, kekurangan buku, sarana-prasarana yang menyangkut proses
pembelajaran. Untuk itu kepala sekolah dan guru-guru harus dikembangkan
kemampuannya dalam melakukan kajian serta analisis agar semakin peka terhadap
masalah-masalah yang terjadi di sekolahnya.
Salah satu cara menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demoktratisasi,
partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Kepala sekolah guru, dan masyarakat adalah
peran utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala
keputuisan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus
dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang
memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah., karena mereka adalah
pembayar pendidikan baik melalui uang sekolah maupun pajak sehingga sudah sewajarnya
sekolah bertangggung jawab kepada masyararakat.Bentuk stakeholder masyarakat
desentralisasi pendidikan.Namun untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan
mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan diperlukan program
yang sistematis dengan melakukan ” capasity building ”Untuk melakukan kegiatan ”
capasity building ” perlu tahapan-tahapan agar arahnya terarah dan terukur . Ada empat
tahapan yang perlu dilalui untuk kegiatan tersebut . Masing-masing tahap pengembangan
dilakukan terhadap setiap kelompok satuan pendidikan yang mempunyai karateristik yang
setara. Capasity building dilakukan untuk meningkatkan ( up grade ) suatu kelompok
satuan pendidikan pada tahap perkembangan tertentu ke tahap berikutnya. Keempat
tahap tersebut adalah:
Tahap Pra format, ialah tahap dimana satuan pendidkan belum memiliki standar formal
pendidikan masih belum terpenuhi sebagai sumber-sumber pendidikan dan perlu
ditingkatkan ke tahap berikutnya.
Tahap Formalitas, ialah sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan secara
minimal. Satuan pendidikan tersebut sudah memiliki standar teknis minimal seperti
kualifikasi guru, juimlah dan kualitas ruang kelas, kualitas buku serta j7umlah kualitas
pendidikan lainnya. Dengan capasity building sekolah dapat meningkatkan kemampuan
administratur dan pelaksanaan pendidikandan dapat meningkatkan pembelajarannya lebih
kreatif dan inovatif. Jika satuan pendidikan tersebut sudah berhasil ditingkatkan lagi ke
tingkat transsional. Keberhasilan tersebut dapat diukur dengan standar pelayanan
minimum tingkat sekolah, terutama menyangkut output pendidikan seperti penurunan
tingkat putus sekolah, mengulang kelas , kemampuan para siswa, tingkat kelulusan, serta
tingkat melanjutkan sekolah.
Tahap Transisional, ialah satuan pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan
minimal pendidikan yang bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber
pendidikan secara optimal. Meningkatkan kreativitan guru , pendayagunaan
perpustakaan, sekolah secara optimal.
Tahap otonomi, pada tahap ini dapat dikatakan sekolah sudah mencapai tahap
penyelesaian capasity building menuju profesionalisme pendidikan ke pelayanan
pendidikan yang bermutu.Satuan pendidikan sudah dianggap dapat memberikan
pelayanan di atas Standar Pelayanan Minimal dan bertanggung jawab terhadap klien serta
stakeholder pendidikan lainnya.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan paradigma itu antara lain:
1. Melaksanakan program menjadi merumuskan/melaksanakan program.
4. Sentralistik menjadi desentralistik.
5. Individual menjadi kerjasama
6. Basis birokratik menjadi basis profesional
7. Diatur menjadi mandiri
8. Malregulasi menjadi deregulasi
9. Informasi terbatas menjadi informasi terbuka
10.Boros menjadi efisien
11.Pendelegasian menjadi pemberdayaan
12 Organisasi vertical menjadi organisasi horizontal
Pada paradigma lama, tugas dan fungsi sekolah hanya melaksanakan program dari pada
mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program yang dibuat sendiri oleh
sekolah.
B. Konsep Dasar MBS
MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara bersama/partisipatif.
Untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka
pendidikan nasional. Otonomi diartikan kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah
kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang
didukung kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang
undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Pengambilan keputusan bersama merupakan cara pengambilan keputusan melalui
penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah langsung
terlibat dalam pengambilan keputusan. Sekolah dapat memberdayakan warga sekolah
berupa pemberian kewenangan, tanggung jawab, kebersamaan dalam pemecahan
masalah serta pemberian kepercayaan dan penghargaan.
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karateristik yang harus dipahami oleh sekolah yang
akan menerapkannya yang meliputi komponen pendidikan dan perlakuannya pada setiap
tahap pendidikan input, prose dan outputnya.
Pada proses pendidikan biasanya penekanannya pada :
1. Proses Belaja Mengajar yang efektifitasnya tinggi .
Proses belajar mengajar yang menekankan pada bekerja, belajar hidup bersama dan
belajar menjadi diri sendiri.
2. Kepemimpinan sekolah yang tangguh.
Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kepemimpinan yang tangguh , kuat dan
mampu meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan visi, misi tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
3. Lingkungan sekolah yang tertib, aman, dan nyaman.
4. Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif .
Kebutuhan tenaga, analisis, perencanaan, pengembangan, evaluasi, hubungan kerja.
5. Sekolah memiliki budaya mutu.
Sekolah memiliki kualitas informasi untuk perbaikan hasil diikuti penghargaan atau
sanksi, warga merasa aman, warga sekolah merasa memiliki sekolah.
6. Sekolah memiliki kebersamaan yang kompak.
Sekolah memiliki budaya kerjasama antar individu tanpa adanya kelompok-kelompok
tertentu yang dapat menghambat kemajuan sekolah.
7. Sekolah memiliki kewenangan.
Kewenangan sekolah merupakan kesanggupan kerja dan tidak menggantungkan orang
lain . Kepala sekolah mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk menuju sekolah yang
lebih baik.
8. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupan sekolah yang
paling tinggi terutama di bidang non akademik dan akademik.
9. Keterbukaan ( transparasi ) manajemen.
Masalah manajemen perlu keterbukaan antara warga sekolah dan masyarakat terutama
komite sekolah.Apalagi manajemen tersebut menyangkut perencanaan anggaran
( RAPBS ) dan penggunaan uang sekolah. Komite sekolah harus tahu terutama
menyangkut anggaran sekolah. Contoh : DOP, BOS, Block Grant, dan anggaran rutin
sekolah .
10.Sekolah memiliki kemauan untuk berubah
Perubahan sekolah diharapkan menuju yang lebih baik. Perubahan tersebut dapat
berupa perubahan fisik sekolah, prestasi akademik dan non akademik.
11.Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan.
Namun, evaluasi dapat dipakai tolak ukur untuk meningkatkan mutu sekolah pada
proses belajar mengajar selanjutnya. Sekolah harus selalu melaksanakan evaluasi
secara terus menerus baik berupa pengayaan dan perbaikan untuk siswa demi
peningkatan mutu di sekolah.
12.Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.
Sekolah harus mampu mengantisipasi setiap kejadian yang adaa di sekolah terutama
menyangkut mutu sekolah. Sekolah tidak pasif melainkan anatisipatif mencari ke
sekolah – sekolah lain atau ke lembaga-lemabaga pendidikan dengan kata lain
menjemput bola demi kemajuan sekolah.
13.Sekolah memiliki komunikasi yang baik.
Sekolah memiliki komunikasi yang baik terutama antara warga sekolah.Kebersamaan
antar warga sekolah dapat mengantar sekolah ke hal-hal yang lebih bermutu. Contoh
Kelompok Kerja Guru di setiap Gugus Sekolah.
14.Sekolah memiliki Akuntabilitas.
Sekolah memiliki tanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan
program sekolah. Akuntabilitas berbentuk laporan prestasi yang harus dilaporkan
kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program,
pemerintah dapat menilai apakah program MBS dapat mencapai tujuan atau tidak.
Jika mencapai tujuan maka diberi penghargaan atau sebaliknya jika tidak berhasil
perlu diberikan sanksi atau teguran atas kinerjanya yang tidak memenuhi syarat.
Sedangkan para orang tua murid dapat memberikan penilaian terhadap program MBS
yang dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya atau kinerja sekolahnya. Jika
ber-hasil orang tua dapat memberikan dorongan dan semangat kepada sekolah,atau
se-baliknya jika tidak berhasil orang tua dapat meminta pertanggung jawaban dan
pen-jelasan sekolah atas kegagalan yang telah dilakukan.
Pada input pendidikan,
1. Pendidikan memiliki kebijakan, tujuan dari sasaran program yang jelas.
Kebijakan tujuan dan sasaran sekolah harus disosialisasikan kepada semua warga
sekolah,sehingga tertanam pemikiran,tindakan,kebiasaan dan karakter yang kuat o- leh
warga sekolah.
2. Sumber daya yang tersedia.
Sekolah harus memiliki sumberdaya yang kuat baik sumberdaya manusia maupun
sumberdaya lainnya berupa uang, peralatan, perlengkapan, bahan dan lain-lain.
3. Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi.
Kepala sekolah memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk mencapai prestasi
serta anak didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk
berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
5. Fokus pada pelanggan
Anak didik merupakan fokus utama semua kegiatan proses pembelajaran yang
dikerah-kan di sekolah dengan tujuan utama untuk meningkatdikerah-kan mutu dan kepuasan siswa
6. Manajemen
Kelengkapan dan kejelasan manajemen yang dibutuhkan sekolah akan membantu
kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif.
C. Fungsi- fungsi Pendidikan yang Didesentralisasikan
Perencanaan dan Evaluasi
Pengelolaan kurikulum
Pengelolaan PBM
Pengelolaan Ketenagaan Proses Prestasi
Pengelolaan Keuangan Belajar Siswa dan
Pengelolaan layanan siswa Mengajar Tamatan
Pengelolaan hungan sekolah
dan Masyarakat
Pengelolaan iklim sekolah
Masukan pendidikan Proses pendidikan Hasil pendidikan
BAB III
PELAKSANAAN
A. Rasional
Pelaksanaan MBS disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tiap-tiap sekolah. Ada empat
halm pokok yang memerlukan perubahan dalam melaksanakan MBS
1. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan sekolah bersifat otonom.
4. Struktur organisasi pendidikan perlu di tata kembali sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
B. Tahap-tahap pelaksanaan MBS
1. Sosialisasi.
Sekolah mensosialisasikan konsep MBS kepada seluruh warga sekolah dan masyarakat
melalui berbagai kegiatan antara lain seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja.
Kegiatan mensosialisasi MBS dapat dilakukan dengan cara :
a. Melakukan identifikasi dan mengenalkan sistem, budaya, dan sumber daya yang
diperlukan untuk menyelenggarakan MBS.
b. Membuat komitmen secara rinci jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumber
daya yang cukup mendasar.
c. Mengklarifikasikan visi,misi dan tujuan, sasaran rencana, dan program-program
penyelenggaraan MBS.
d. Memberikan penjelasan secara rinci mengapa diperlukan manajemen berbasis
sekolah.
e. Mendorong sistem, budaya, dan sumber daya manusia yang mendukung penerapan
MBS dan memberi penghargaan kepada warga sekolah yang menerapkannya.
f. Mengarahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran,
rencana, dan program-program sekolah.
2. Identifikasi Tatangan sekolah
Sekolah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih
antara hasil yang diharapkan di masa yang akan datang, contoh hasil prestasi akademik
dan non akademik . Tantangan sekolah bersumber dari hasil sekolah yang dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu kualiatas, produktivitas, efektivitas, dan efisien.
3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah.
V i s i
Setiap sekolah memiliki visi yang berisi tentang :
a. Wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu
perumusan misi sekolah.
b. Pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan di bawa.
bersang-kutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Visi sekolah harus mengacu kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan
butuhan peserta didik yang dilayani. Oleh karena itu, visi suatu sekolah tak harus sama
dengan sekolah lainsepanjang tidak keluar dari ketentuan nasional yaitu tujuan
pendidikan nasional. Visi sebaiknya dilengkapi dengan indikator sebagai penjelasan apa
yang dimaksudkan oleh visi tersebut agar tidak menimbulkan aneka tafsir. Misalnya
Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa.
M i s i
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam merumuskan
misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan aspirasi semua warga sekolah
yang terkait. Misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan
dalam visi dengan berbagai indikatornya. Contoh Visi sekolah ” Unggul dalam prestasi
berdasarkan iman dan taqwa dapat merumuskan misi sebagai berikut :
* Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, bagi siswa sesuai potensi
masing- masing.
* Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.
* Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga
dapat dikembangkan secara optimal.
* Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yanga dianut dan juga budaya
bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
T u j u a n
Tujuan adalah apa yang akan dicapai dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan
kapan tujuan tersebut akan dicapai. Tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud
sekolah menuju visi yang telah ditetapkan.
S a s a r a n
4. Identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan
Fungsi-fungsi yanag digunakan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu tingkat
kesiapannya, antara lain fungsi proses belajar mengajar, pengembangan kurikulum
perencanaan dan evaluasi, ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan,
pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi
pengembangan fasilitas.
5. Analisis SWOT
Analisis SWOT ( Strenht, Weakness, Opprtunity, Threat ) dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah untuk mencapai sasaran
yang ditetapkan, analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap
fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Fungsi yang memadai
sebagai kekuatan dan fungsi yang kurang dinyatakan sebagai kelemahan, untuk faktor
internal dan ancaman.
6. Alternatif Pemecahan Masalah
Tindakan tersebut merupakan upaya untuk mengatasi kelemahan maupun ancaman, agar
menjadi kekuatan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan faktor lain yang menjadi
kekuatan atau peluang.
7. Rencana dan Program Sekolah
Rencana harus menjelaskan secara detail aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan yang
harus dilakukan siapa, kapan dan dimana dilaksanakan, serta biaya yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Program adalah bentuk dukumen untuk menggambarkan
langkah dalam mewujudkan keterpaduan dlam pelaksanaan.
8. Implementasi Rencana dan Program Sekolah
Dalam kaitannya dengan implementasi Rencana dan Program sekolah kepala sekolah dan
guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal
mungkin semata-mata untuk kualitas pembelajaran.
9. Evaluasi Pelaksanaan
laporan teknis yang menyangkut program pelaksanaan dan hasil MBS dan laporan
keuangan tentang penggunaan uang serta pertanggungjawabannya.
10. Sasaran Baru
Hasil evaluasi untuk menentukan sasaran baru untuk tahun yang akan datang. Setelah
sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat
kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah.
C. Tugas dan Fungsi Sekolah
Tugas dan fungsi sekolah adalah mengelola penyelenggaraan MBS di sekolah
masing-masing. Mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam penyelenggaraan MBS, maka
sekolah menjalankan tugas dan fungsi sebagai berikut :
1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan semua unsur
sekolah
2. Mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya yang ada di sekolah dan di
luar sekolah untuk mencapai sasaran MBS yang telah ditetapkan.
3. Melaksanakan MBS secara efektif dan efisien
4. Melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan MBS untuk mencapai
sasaran MBS
5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi untuk menilai tingkat ketercapaian
sasaran program MBS yang telah ditetapkan guna untuk menentukan sasaran baru
pro-gram MBS tahun-tahun berikutnya.
6. Menyusun laporan-laporan program MBS secara lengkap
7. Mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan MBS kepada semua pihak yang
berkepentingan.
Berdasarkan uraian di atas dalam pelaksanaan MBS perla dilakukan monitoring dan
evaluasi dengan tujuan dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan baik pada tingkat
sekolah, dinas pendidikan tingkat kota/kabupaten, dinas propinsi maupun pusat.
Monitoring menghasilakn informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
Dengan monitoring sdan evaluasi kita dapat melihat apakah MBS benar-benar mampu
menyelenggarakan sekolah dengan baik khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Monitoring hádala statu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang
pelaksanaan MBS. Fokus monitoring pada pelaksanaannya. Hasil monitoring dapat
pada konteks, input, proses, output maupun dampaknya.
BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan.
1. MBS adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan
menekankan keputusan sekolah sbersama/ partisipatif dari semua warga sekoalh dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
2. MBS memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelola
sekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan
program-program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.
3. Tahap pelaksanaan MBS meliputi sosialisasi merumuskan visi, misi, tujuan dan
sasaran sekolah, identifikasi fungsi-fungsi pendidikan/sekolah, analisis tingkat
kesiapan fungsi, pemecahan masalah, menyiapkan/ menyusun program, evaluasi dan
penyempurnaan.
4. MBS akan efektif apabila pelaksanaanya didukung oleh sumber daya manusia ( SDM )
Yang memilki kemauan,integritasyang tinggi,baik dijajaran sekolah,Dinas Pendidikan
Kabupate/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi maupun pusat
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS adalah merupakan sistem dan bagian integral
pengelolaan pendidikan. Dengan ME dapat diketahui tingkat kemajuan pendidikan di
sekolah., dimana dari hasil ME ini dipakai sebagai bahan masukan untuk penyempurnaa
dalam penyelenggaraan sekolah.
B. Saran
1. Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menuju
Manajemen Berbasis sekolah pperlu ditindak lanjuti dengan peraturan perundang
undangan.
Daftar Pustaka.
PPN dan Bank Dunia, 1999 School Based Management, Jakarta BPPN dan Bank
Dunia.
Depdiknas, 1999, Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal
Landas, Jakarta: Depdiknas.
Jalal,Fasil dan Supardi, Desi, 2001 Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah, Yogjakarta, Adi Cita.
Toha, 1995 Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali.
Sidi Indrajati,2000 Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan
Bandung, UPI
Undang-undang No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2001 Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah , Jakarta, Direktorat SLTP.
Suryadi,Ace, 2004, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru,
Bandung , Genesindo.
manajemenberbasissekolah-purwantini.blogspot.com/2007/07/man ...
Kamis, 17 Maret 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) memiliki posisi yang sangat strategis dalam
pembangunan. Karena itu upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia lewat jalur pendidikan terus
dilaksanakan.Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan antara lain
melalui berbagai pelatihan dan kompetensi guru, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan. Namun realitas menunjukkan kualitas pendidikan di negara ini memprihatinkan dan ironisnya
daerah Propinsi Aceh.
Dari berbagai analisa, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebutkan mutu pendidikan tidak
mengalami peningkatan secara merata:(1) Kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan pembelajaran yang terlalu menekankan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan
pada proses pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara biokratik-sentralistik,
sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada
ditentukan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. (3) Peran serta masyarakat khususnya orang
tua siswa dalam penyelenggarakan pendidikan selama ini sangat minim, partisipasi masyarakat selama
ini lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi dan akuntabilitas). (Dirjen Pendidikan Dasar Menengah 2001). Berdasarkan
kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satunya adalah memberikan
otonomi kepada sekolah untuk pengambilan keputusan partisiatif yang melibatkan secara langsung.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diyakini sebagai suatu model Pelaksanaan
kebijakan desentralisir pendidikan, yang merupakan suatu konsep inovatif dalam penyelenggaraan
pendidikan : Mulyasa (2004 : 33) mengatakan bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School
Berbasis Manajemen merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produkif. Hal ini
disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat
dengan pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar pelayanan minimumnya ditetapkan oleh
pemerintah, akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber
belajar dalam mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di sekolah.
Sejak dicanangkan penerapan MBS, mulai tahun 2001 sekolah-sekolah di Kabupaten Aceh
Utara, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) telah mencoba menerapkannya dalam pengelolaan
sekolah, hal ini dapat dilihat perubahan pengurus BP-3 sekolah-sekolah menjadi pegurus komite sekolah.
Keadaan ini sangat mengembirakan karena mulai penerapan MBS diharapkan akan mendorong
terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, dengan muaranya pada upaya
peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.
Meskipun pencanangan penerapan MBS pada pegelolaan sekolah sudah berjalan lebih kurang 7
(Tujuh) tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai hambatan, sehingga
pelaksanaan MBS belum mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan. Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah di jajaran yang berstatus negeri, memang memerlukan sosialisasi, oleh
Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan pengajaran dan tingkat kecamatan di lakukan melalui berbagai
upaya, Seperti:
1. Memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan paradigma manajemen pendidikan dari yang
bersifat birokratis hirarkis menuju demokratis.
3. Menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah adalah salah satu ujud demokratisasi pendidikan di
persekolahan.
4. Dengan diterapkan manajemen berbasis sekolah, maka kepala sekolah memiliki wewenang yang besar
dalam manentukan berbagai kebijakan sekolah.
5. Mendorong kepemimpinan kepala sekolah untuk secara terus menerus mempersiapkan diri menerima
dan melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai penguna jasa lembaga
pendidikan.
6. Menyadarkan pengelola atau penyelengara sekolah bahwa masyarakat berhak memiliki akses
kesekolah.
Keberhasilan pelaksanaan MBS sangat di tentukan oleh kebijakan dari pemerintah dan jaga
keterampilan kepala sekolah, guru guru, dan partisipasi masyarakat. Kepala sekolah, guru, orang tua dan
masyarakat harus mengerti bentuk pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak di berikan
pada peserta didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Sehubungan dengan unsur-unsur yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap efektifnya MBS
di sekolah, Nurcolis (2003:42) menyatakan:
Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktur yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.
Seiring dengan semakin gencarnya tuntutan akuntabilitas para lulus sebagai salah satu indikator
keberhasilan pendidikan, MBS menjadi sekolah target utama penilaian, dam membebaninya dengan
serangkaian kewajiban untuk melakukan banyak hal dalam rangka memenuhi segala kebutuhan
pendidikan para peserta didik. Kepala sekolah, guru, orang tua dan masyarakat harus mengerti bentuk
pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak diberikan pada peserta didik, serta dapat
merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan kebutuhan mereka. Pengenalan
secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan MBS merupakan sebuah keharusan yang harus
Semenjak adanya pemberian otonomi kesekolah dengan menerapkan konsep MBS, berbagai
permasalahan muncul baik dari segi kesiapan SDM kepemimpinan kepala sekolah, guru, ketersediaan
sarana dan prasarana dan partisipasi mayarakat. Permasalahan lain adalah perencanaan analisis SWOT
dan strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS disekolah.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu studi untuk melihat bagaimana pelaksanaan MBS yang difokuskan kepada efekktivitas manajemen pada tatanan sekolah. Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: “Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimanakah pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli
Kabupaten Aceh Utara.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi dan analisis mengenai Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
2. Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1
Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri
1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
c. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri
1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.
D. Pertanyaan Penelitian
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1
Matangkuli ?
2. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri 1
3. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri 1
Matangkuli ?
E. Manfaat Penelitian
1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapakan informasi yang bermamfaat bagi
pengembangan ilmu manajemen pendidikan terutama dalam menerapakan Manajemn Bernasis Sekolah.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan pula bermamfaat bagi pihak yang tarkait dengan lembaga
pendidikan seperti :
a. Kepala sekolah dalam meningkatkan mutu manajemen sekolah yang di pimpin sehingga berimplikasi
bagi pelaksanaan program perbaikan mutu sekolah di masa yang akan datang.
b. Para guru dalam meningkatkan komitmen dalam upaya tercapai keberhasilan dalam pelaksanaan
MBS di SMA Negeri 1 Matangkuli.
c. Upaya mengembangkan prinsip manajemen sekolah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk
mempercepat pencapaian kecerdasan anak bangsa.
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan
M. Husen AB (2006) dalam tesisnya yang berjudul “hambatan-hambatan yang dihadapi kepala
sekolah SMA Negeri Kabupaten Bireun dalam penerapan manajemen berbasis sekolah ’’, mengambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Belum adanya kesesuain antara jumlah guru dengan kebutuhan guru.
2. Masih kurangnya SDM personil sekolah dalam membuat perencanaan analisis SWOT secara terperinci
dan terpogram.
3. Masih kurangnya sarana dan prasarana sekolah dan partisipasi masyarakat.
Salman (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Kepemimpinan kepala sekolah dalam
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri di Kabupaten Pidie’’, mengambil beberapa
1. Starategi yang ditempuh kepala sekolah dengan memberikan bimbingan dan supervisi terhadap guru
sangat membantu guru dalam melaksanakan kerjanya.
2. Pendekatan yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru yaitu pendekatan sifat, perilaku dan
pendekatan situasional.
3. Komite sekolah diberdayakan dalam berbagai hal baik perencanaan program, pelaksanaan program
dan pengawasan program.
Berdasarkan beberapa studi penelitian terdahulu yang relevan seperti diatas, maka di dapat
gambaran bahwa kesuksesan penerapan MBS sangat berpengaruh pada kemampuan SDM baik kepala
sekolah, guru maupun partisipasi masyarakat serta kelengkapan sarana dan prasarana sekolah serta
strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS.
BAB II
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DAN MUTU PENDIDIKAN
A. Latar belakang lahirnya Manajemen Berbasis Sekolah
Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak terlapas dari kinerja
pendidikan berdasarkan sistem secara sentralistik yang di terapkan sebelunya.Secara sentralistik,
berbagai inovasi yang di terapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang di fokuskan pada
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain melalui
pelatihan dan peningkatan kopetensi guru, pengadaan buku dan alat bantu pelajaran, perbaikan sarana
dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Berbagai indikator mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sehugan dengan permasalahan tersebut,
Depdiknas (2001:1) Mengemukan bahwa:
Berdasarkan pengamatan dan analisis sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu
Pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu:
1. Selama ini dalam meningkatkan mutu pendidikan terlalu di pusatkan pada input pendidikan dan kurang
pehatian terhadap proses pendidikan, Padahal proses pendidikan sangat menentukan ouput pendidikan.
2. Penyelenggara pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada kebijakan birokrasi yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan kondisi sekolah.
3. Peran serta masyarakat dalam penyelenggara pendidikan sangat minim. Selama ini dukungan
masysrakat berupa penyediaan dana, bukan pada proses pendidikan.
Berdasarkan kenyataan diatas, pemerintah berupayamembuat perbaikan, salah satu adalah
melakukan reorientasi penyelenggarakan pendidikan yaitu dengan menerapkan manajemen berbasis
sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari istilah School-Based Manajemen
(SBM) yang pertama kali muncul dan popular di Amerika Serikat. Konsep ini ditawarkan ketika
masyarakat mempertanyakan relevensi dan kolerasi hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut Fattah (2000:8) manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai pengalihan dan
pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah.Pemberian kewenangan dalam
pengambilan keputusan di pandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemamfatan semua
sumber daya, sehinga sekolah mampu secara mandiri, mampumengali, mengalokasikan,
menentukanpiroritas, memamfaatkan, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan kepada setiap
Manajemen berbasis sekolah pada prinsipnya tergantung pada sekolah dan partisipasi masyarakat
serta jauh dari birokrasi yang sentralistik.MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
efisiensi, serta manajemen di tingkat sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, Supriadi,dkk (2001:160) mengemukakan:
Dalam model-model sekolah yang merupakan pendekatan MBS dalam pengelolaanya, guru dan staf lainya dapat menjadi efektif karena ada partisipasi mereka dalam membuat keputusan. Dengan begitu, rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan pengunaan sumberdaya pendidikan lebih obtimal sehingga di peroleh hasil yang lebih baik. Selanjudnya,kepala sekolah akan mempunyayi tanggung jawab yang lebih besar terhadap kinerja di lingkungan sekolah, dan beban kerja kantor pusat dan daerah dapat dikurangi dan hanya berkosentrasi pada peranan mereka dalam melayani sekolah.
Dalam MBS, pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah mempunyayi peranan masing-masing
yang saling mendukung dan sinergis atau dengan yang lainya. Sekolah berada pada bagian terdepan
dari proses pendidikan, sehinga menjadi bagian utama dalam proses pembuatan keputusan dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Masyarakat di tuntut partisipasinya agar lebih memahami, membantu dan mengontrol proses
pendidikan, sedangkan pemerintah berperan sebagai peletak kerangka dasar kebijakan pendidikan serta
menjadi fasilitator yang akan mendukung tercapainya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
Depdiknas (2001:21) menetapkan bahwa:
Fungsi-fungsi yang dapat disentralisasikan ke sekolah adalah (1) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (2) pengelolaan kurikulum, (3) pengelolaan proses belajar mengajar, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keungan, (6) pelayanan siswa, (7) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.
1. Perencanaan dan evaluasi program
Sekolah di beri wewenang untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhanya, misalnya
kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga di beri wewenang untuk melakukan evaluasi,
Khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. Norkolis (2003:45) menyatakan bahwa:
Perencanaan adalah rencana pengembangan sekolah yang setidaknya meliputi beberapa hal
sebagai berikut: (1) visi dan misi sekolah, (2) identivikasi timbulnya permasalahan, (3) prioritas
permasalahan yang dihadapi sekolah segera diselesaikan, (4) alternatif cara pemecahan masalah, (5)
prioritas pemecahan masalah, (6) tujuan program sekolah, (7) rencana induk pengembangan, (8)
perkiraananggaran, dan (10) membuat rencana anggaran pendapatan belanja sekolah yang memuat
jenis program dan sumber dana dalam jangka waktu satu tahun.
2. Pengelolaan kurikulum
Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak mengurangi isi kurikulum nasional yang
dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum
muatan local. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyasa (2004:41) Menyatakan bahwa:
Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru harus menjabarkan isi kurikulun secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, caturulan dan bulanan.
3. Pengelolaan proses belaiar mengajar
Sekolah di beri kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran yang paling
efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristi guru dan kondisi nyata
sumber daya yang tersedia di sekolah.
4. Pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisa kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
penghargaan dan sangsi, hubugan kerja hinga evaluasi kerja tenaga kependidikan yang saat ini masih
ditangani birokrasi diatanya.
5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan
perbaikan hinga pengembanganyan. Hal ini di dasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling
mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesediaan dan kemutakhirannya terutama fasilitas yang
sangat erat kaitanya secara langsung dengan proses belajar mengajar.
6. Pengelolaan keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasikan/pengunaan uang sudah sepantasnya dilakukan
oleh sekolah.sekolah jaga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegitan-kegiatan yang
mendatangkan penghasilan sehinga sumber keungan semta-mata tidak tergantung pada pemerintah.
7. Pelayanan siswa
Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, bimbingan,
dari dulu telah di desentralisasikan.Dalam pelayanan siswa yang di perlukan adalah peningkatan
intensitas dan ektensitasnya.
8. Hubungan sekolah dan masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan ketertiban, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan financial yang dari dulu telah
disentalisasikan.Yang di perlukan adalah peningkatan inteisitas dan ektensitasnya. Indra Djati sidi
(2001:133) menyatakan bahwa di era otonomi ini, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan control dalam
pelaksanna berbagai program pemerintah menjadi sangat penting terutama dalam bidang
pendidikan.Karena partisipasi tersebut bisa menjadi sebagai pengontrol bagi pelaksanaan dan kualitas
pendidikan di sekolah.
9. Pengelolaan iklim sekolah
Lingkungan sekolah yang aman dan tertip, optimism dan harapan yang tingi dari warga sekolah,
kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah iklim sekolah yang dapat
menumbuhkan semagat siswa belajar. Iklim sekolah sudah merupakan kewenagan sekolah dan yang di
perlukan adalah peningkatan intensitas dan ektensitasnya.
Dengan mendensetralisasikan berbagai bidang tersebut di harapkan tujuan utama MBS akan
tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan
kinerja belajar siswa menjadi lebih baik.
Mengapa perlu konsep konsep MBS diPelaksanaankan? Menurut Permadi ( 2001:19 ) asumsi
dasar dari school- Based Manajemen (SBM ) adalah bahw asekolah adalah bahwa sekolah harus lebih
bertanggung jawab mempunyai kewenagan yang lebih dan dapat dituntut pertanggung jawaban oleh
yang berkepentingan. Dalam mengemban misinya sebagai pelayan dalam bidang pendidikan, maka
Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai bentuk desentralisasi dalam kewenangan mengambil
keputusan pada setiap sekolah.
Permadi (2001:99) berpendapat bahwa tujuan MBS adalah memberikan otonomi sekolah dan
peningkatan partisipasi masyarakat yang tinggi untuk mencapai efesiensi, mutu dan pemerataan
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi Komite sekolah bersama masyarakat memberikan dukungan
bagi peningkatan mutu sekolah, pengembangan profesionalisme para kepala sekolah dan guru–guru
akan dapat ditingkatkan karena besarnya dukungan masyarakat disertai pengawasan mutu, transparansi,
demokratis dan menghapuskan kecendrungan KKN dalam pengelolaan sekolah.
Menurut Supriono dan Sapari (2001:5) tujuan utama MBS adalah untuk meningkatkan efesiensi
pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan disekolah untuk mengelola urusannya, efesiensi
pemanfaatan sumber daya pendidikan akan lebih tinggi, karena sekolah yang lebih mengetahui
keperluan dan kondisinya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah untuk:(1)
menjamin mutu pembelajaran anak didik (2) Meningkatkan mutu sekolah dengan memantapkan
pemberdayaan melalui kemandirian, kreatifitas, inisiatif dan inovatif dalam mengelola sumber daya
sekolah (3) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan dengan mengakomodir aspirasi bersama (4) Meningkatkan tanggung
jawab sekolah terhadap orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolah.
Manajemen pendidikan berbasis sekolah akan menjadi sekedar wacana jika tidak diaplikasikan
secara efektif di lembaga pendidikan.pewacanaan di anggab tuntas, langkah selanjutnya adalah
melakukan penerapan dengan segala konsekuen yang dapat di pertanggung jawabkan. Perubahan
manajemen dari yang bersifat konvensional seperti selama ini, dianggap membuang-buang waktu tanpa
memberikan solusi efektif menuju pencerahan pendidikan.
Aplikasi inovasi manajemen pendidikan melalui penerapan manajemen pendidikan berbasis
sekolah, tidak hanya merupakan bentuk atau ujud pola manajemen berdasarkan program sekolah, tetapi
telah melibatkan seluruh komponen-komponen yang ada di masyarakat dalam hal ini adalah: (1) orang
tua peserta didik, (2) dunia usaha dan dunia kerja, (3) perindustrian dan (4) pemerintah.
Seluruh komponen ini tidak bisa lagi melepaskan diri dari program pendidikan persekolahan,
tetapi secara simultan ikut serta dalam menentukan arah dunia pendidikan sehingga tidak ada lagi saling
menghujat jika produk pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan komponen-komponen yang ada dalam
Strategi Pelaksanaan yang bersifat aplikatif terhadap manajemen pendidikan berbasis sekolah
dapat dilakukan dengan: (1) pemberian otonomi sekolah (2) Merangsang masyarakat untuk berpartisipasi
aktif untuk membantu sekolah (3) Mendorong kepemimpinan sekolah yang kuat (4) Proses pengambilan
kepetusan di lakukan secara demokratis (5) Bimbingan dilakukan secara terus menerus oleh stuan
atasan (6) Sekolah didorong untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas terhadap Stekeholders, (7)
Diarahkan untuk pencapaian tujuan sekolah dan (8) Secara terus menerus melakukan sosialisasi tentang
manajemen pendidikan berbasis sekolah.
Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sebagai inovasi baru dalam manajemen
pendidikan secara nasional, tentusaja memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Kekuatan
yang dimiliki persekolahan merupakan bersifat normative, seperti dimiliki rencana strategis, yang disusun
berdasarkan Visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Kelemahan yang terdapat juga bersifat
normatif: (1) Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah masih bersifat anjuran, (2) kotrol
masyarakat belum memadai, (3) komite sekolah belum mampu memberikan bantuan secara penuh.
Kesadaran dan kesiapan sumber daya pendidikan untuk melaksanakan manajemen pendidikan
berbasis sekola, walaupun masih perlu di sosialisasikan, telah menjadi fenomena baru dalam sistem
penyelenggaraan persekolahan. Pengelolaan sekolah, terutama berstatus negeri telah berupaya
melaksanakanya.Walaupaun belum semua personil sekolah (kepala sekolah,guru dan staf sekolah)
secara utuh memahami penting dan perlunya manajemen pendidikan berbasis sekolah.Namun secara
umum, personil sekolah memiliki kesiapan untuk menerapkanya, terutama sekolah yang berstatus swasta
yang manajemen pengelolaanya memang telah menerapkan manajemen pendidikan berbasis sekolah.
B. Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Upaya Mewujudkan Otonomi Dan Akuntabilitas Pendidikan
Upaya desentralisasi dari berbagai penjuru dunia, menunjukkan bahwa
desentralisasi dilakukan dengan beraneka ragam alasan baik yang tersurat maupun
yang tersirat-alasan politik, pendidikan administrasi dan keuangan. Alasan-alasan
ini dapat dikelompokkan dan berada dalam suatu spectrum yang luas. Berbagai
lebih otonomi dalam menyelenggarakan proses manajemen dan pembelajarannya.
Dengan adanya otonomi sekolah tersebut diharapkan persekolahan tersebut lebih
akuntabel karena memahami apa kebutuhan dirinya dan juga kepentingan jasa
kependidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan wujud dari otonomi
persekolahan. Diberbagai Negara menerapkan berbagai prinsip-prinsip MBS. Ternya
tak mampu merealisir tujuan pendidikan secara komprehensif. Artinya, sekolah
lebih mandiri dan mampu menampung berbagai aspirasi pengguna jasa
kependidikan ( Pelanggan dan jasa Stekholder. Karena itu, MBS sepertinya
merupakan alternative afektif untuk diselenggarakan dilingkungan persekolahan
Indonesia untuk saat ini, sehingga dapat memobilisir kemampuan dan potensi.
MBS adalah bentuk alternative sekolah sebagai hasil dari desentralisasi
dalam bidang pendidikan. Sebagai wujud dan reformasi pendidikan, MBS pada
prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang
sentralistik. Supriadi, dkk ( 2001: 160 ) menyatakan:
Manajemen berbasisi sekolah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, pemerataan, efsiensi serta manajemen beretumpu ditingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat dan pihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk
berinovasi sebagai perwujudan desentralisasi pendidikan dan otonomi persekolahan adalah kebijakan pendidikan yang harus dilakukan secara konsekwen.
Memang tidaklah mudah untuk merealisir ide atau gagasan baru berskala
nasional, apalgi tindakanitu diambil sebagai upaya perubahan paradigma. Nmaun
demikian, perubahan pendidikan harus dilakukan, karena dipercayai dan diyakini
semakin dekat pendidikan persekolahan dalam pengguna jasanya akan
sekolah dan
institusional, seperti yang diungkapkan oelh Supriadi, dkk (2001: 153 ).
Ada empat unsur yang diidentifkasi menjadi penghambat potensi terhadap
kemajuan pendidikan di Indonesia, Khususnya pada tingkat pendidikan dasar, yaitu system organisasi yang kompleks ditingkat pendidiakan dasar, manajemen yang terlalu sentralistik pada tingkat SMA, terpecah belah dan bakunya proses
Untuk mengatasi berbagai hambatan yang hanya jika hanya dilihat karena
adanya kelemahan institusional tersebut, seperti disentralisasi dalam bentuk
otonomi persekolahan disemua dan jenjang pendidikan merupakan jalan keluar
yang efektif mengatasi berbagsi kelemahan persekolahan selama ini.
Karena itu, untuk mengatasi institusioanal tersebut adalh dengan (1)
Pemberdayaan lokal, (2) Menetapkan kembali tanggung jawab atas perencanaan
jangka panjang daerah tingkat II sebagai titik berat pengelolaan merupakan jangka
panjang desentralisasi, (3) Pembangunan kemampuan kelembagaan, (4)
Memberikan otonomi yang lebih besar dengan manajemen sekolah bertanggung
jawab, dan (5) Sistem pendanaan yang menjamin pemerataan dan efesiensi.
Berbagai hambatan penyelenggaraan pendidikan selama ini memang
menjadikan mutu pendidikan terpuruk dan berada pada posisi yang
memprihatinkan. Kenyataan yang terlihat adalah manejemen sekolah tidak mampu
memobilisir potensi internal dan eksternal, karena itu MBS diharapkan mampu
menggerakkan manajemen persekolahan dengan kekuatan atau potensi yang
dimilikinya.
C. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dan Demokratisasi Pendidikan
Manajemen Berbasis Sekolah memberikan ototnomi yang luas kepada
sekolah untuk mengelola sumber daya pendidkian yang dapat dimanfaatkan untuk
kemajuan pendidikan dan melalui MBS diharapkan akan mendorong
profesionalisme guru dan kepala sekolah, baik sebagai manejer maupun sebagai
pimpinan sekolah.
Para kepala sekolah, guru, pengelola pendidikan lainnya, orang tua serta
masyarakat lainnya yang terkait harus menyadari dan menyakini mereka memiliki
Manajeman Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu model inovasi
pendidikan di Indonesia, sebagaiman muara dari desentralisasi pendidikan dalam
rangka pelaksanaan reformasi pendidikan. Dalam inovasi pendidikan kegiatan
mencoba cara baru merupakan suatu keniscayaan. Tanpa adanya upaya
peningkatan mutu manusia Indonesia, tata pergaulan dunia baru yang
membutuhkan manusia unggul tidak akan tercapai dan kita hanya menjadai bangsa
yang memiliki kualitas manusia yang rendah. Jika ini terjadi maka penjajahan dalam
bentuk baru akan tetap melingkari kehidupan secara rasional.
Karena fokus dari kegiatan ini untuk kepentingan anak didik melalui kualitas
pelayanan pembalajaran yang diberikan sekolah, maka perlu dilakukan penilian dan
asasemen atas pelaksaan inovasi tersebut. Pengkajian mengenai keberhasilan dan
kekeurangan keberhasilan harus harus dilakukan untuk senantiasa mampu
melakukan perbaikan dan penyempurnaan, karena hal ini sangat penting dalam
upaya meningkatkan muttu pembelajaran didalam kelas. Pembelajaran yang
berkualitas diasumsikan sebagai pembelajaran yang dinamis, bermakna dan terus
berkembang dalam layanan optimal. Pergaulan tatanan dunia yang telah berubah
saat ini, sudah seharusnya dimulai dari mengubah paradigma pendidikan, jika
selama ini cendrung menggunakan paradigma birokratis hirarkis, selanjutnya harus
menggunakan paradigma demokratis. Bagaimana pebedaan aspek- aspek kedua
paradigma tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2
Perubahan Paradikma Pendidikan Birikratis Hirarkis
No Aspek Paradigma
pendidikan
birokratis hirarkis
Paradigmapendidi
kan demokratis
1 Perencanaan Top- down Buttom- up 2 Pelaksanaa Didasarkan instruksi
petunjuk
Didasarkan atas
profesionalisme 3 Standar Output dan proses
Nasional makro
Output Nas Makro,
proses local mikro 4 Target Nasional makro Level sekolah-
wilayah terbatas
waktu tertentu dan
bersifat seragam
waktu dengan
menekankan
kebutuhan sekolah 11 Kontrol sekolah Oleh atasan Oleh orang tua
peserta didik dan
Bagian diatas merupakan ilustrasi yang diharapkan terjadi jika desentralisasi
sector pendidikan berlangsung sebagai mana yang direncanakan/ dinamika
pendidikan yang selama ini terpasung oleh kebijakan dengan nuansa politik yang
kental diharapakn mencair sehingga dapat dijadikan dasar untuk melakukan
kebijakan-kebijakan lainnya disektor pendidikan. Kebijakan disektor pendidikan
harus setiap saat bergulir dengan segala upaya yang dapat meningkatkan mutu
manusia Indonesia.
Secara esensial MBS bertujuan meningkatkan efesiensi, mutu, relefasi dan
pemerataan pendidikan. Sedangkan manfaat MBS menurut Mulyasa ( 2003: 26 )
adalah:
Program prioritas harus difokuskan kepada penyusunan rencana
peningkatan mutu pembelajaran siswa, meliputi proses dan hasil pembelajarannya.
Kepala sekolah dan guru seyogianya memilik kreatiftas tinggi dalam menciptakan
kegiatan atau siasat pembelajaran yang inovatif. oleh karena itu, perlu dipersiapkan
tenaga baru yang professional melalui program pelatihan guru dan menjalin
kemitraan dengan pihak terkait yang memungkinkan tercapainya profesionalisme
guru. Untuk kepentingan itu, diperlukan kemampuan manajerial Kepala Sekolah
dengan model kepemimpinan yang mandiri dan demokratis, transfaran dan
partisifatif sebagai refleksi dari kepemimpinan yang kuat memiliki akuntabilitas dan
memberdayakan warga sekolah.
Manajemen berbasis sekolah sebagai manajemen alternatif akan
memberiakn kemandidian kepala sekolah untuk mengatur dirinya untuk mengatur
dirinya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dengan tetap mengacu pada
kebijakan nasional. Pendekatan dan konsep MBS ini akan dapat dipelaksanakan di
sekolah apabila ada komitmen yang tinggi dari berbagai pihak, yaitu orang tua dan
masyarakat, guru, kepala sekolah siswa dan staf lainnya dan pemerintah sebagai
mitra dalam mencapai tujuan peningkatan mutu sekolah.
Kata kunci yang harus menjadi perhatian kita semua adalah adanya
kemauan untuk mengubah sikap, prilaku dan etos kerja semua pihak yang terlibat
dalam proses pendidikan, terutama warga sekolah, dalam memandang pendidikan
sebagai suatu proses yang terintegrasi dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki seharusnya dapat
dikalahkan oleh tekad dan kemauan yang kuat dalam mewujudkan kegiatan untuk
melaksanakan peningkatan mutu. Keberhasilan juga akhirnya ditentukan oleh
baik terhadap kegiatan yang bersifat akademis, meliputi tahapan, perencanaan,
pelaksanaan dan hasil atau target yang telah ditetapkan.
Sehubungan dengan adanya MBS, penulis mengambil kesimpulan MBS
tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang menawarkan
otonomi luas pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah yang didukung
partisipasi aktif masyarakat, sehingga peningkatan mutu pendidikan disekolah akan
tercapai.
Suatu program yang diancangkan akan berjalan dan berhasil secara
maksimal apabila tidak terssedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung
bisa berasal baik dari internal maupun eksternal. Dalam omplementasi Manajemen
Berbasis Sekolah, secara luas dan mendasar yang amat diperlukan adalah
dukungan politik baik itu dalam bentuk sistematis pelaksanaan, peraturan dan
perundang- undangan formal. Dukungan fnansial, dukungan sumber daya manusia
beserta pemikirannya, sarana dan prasarana lainnya juga menjadi faktor
pendukung yang penting.
Akhirnya banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para partisipan
sekolah dalam menerapkan MBS. Konsekwensinya adalah munculnya kefrustasian,
ketidakpuasan, menghabiskan tenaga dan akhirnya segera kembali kepada teknis
sebelumnya. Dampak dari kesalahan semacam ini adalah menurunkan kepercayaan
lembaga untuk mengubah dirinya menuju masa depan.
Suasana seperti ini tampaknya yang diperlukan adalah pengetahuan dan
keterampilan tentang perubahan organisasi atau dinamika organisasi yang secara
detail. Tetapi ketika program ini mencakup sesuatu hal yang amat mendasar dan
menyeluruh maka akan menghadapi kendala bila tidak dilakukan perubahan
Pada dasarnya, tidak ada satu strategi khusus jitu dan bisa menjamin
keberhasilan impementasi MBS disemua tempat dan kondisi. Oleh karena itu,
strategi Pelaksanaan MBS disuatu Negara dengan Negara lain bisa berlainan, antara
suatu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar sekolah dalam
daerah yang sama pun berlainan strateginya. Sehubungan dengan strategi
pelaksanaan MBS, Nurkholis ( 2003:135) menyatakn bahwa:
Pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus
dan melibatkan semua unsur yang bertangguang jawab dalam penyelenggaraan
pendidikan disekolah strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar, diskusi,
forum ilmiah, dan media massa.
2. Melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa
tantangan nyata yang harus dihadapi oleh sekolah.
3. Merumuskan tujuan situsional yang akan dicapai dari pelaksanaan MBS
beradasarkan tantangan yang dihadapi.
4. Mengidentifkasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan melalui analisis SWOT.
5. Memilih langkah- langkah pemecahan persoalan.
6. Membuat rencana jangka pendek, menengah dan panjang beserta program-
programnya untuk merealisasikan rencana tersebut.
7. Melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek
MBS.
8. Melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasisl MBS.
Jika MBS dapat diterapkan secara konsekuen, sesuai dengan strategi diatas
disetiap persekolahan. Menurut Fattah (2000:21) bahwa implikasi dari penerapan
strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah menciptakan kondisi
diantaranya perubahan pengelolaan dengan mendelegasikan kekuasaan kepada
kepala sekolah.
Sistem akuntabilitas terutama bagi para pengguna jasa pendidikan perlu
mendapat perhatian. Sehubungan dengan itu agar sekolah sellalu berhati- hati
dalam pengelolaan pendidikan dan anggaran, meskipun melaksanakan
pengawasan- pengawasan yang baik tidaklah mudah. Mulyasa (2003:24)
menyatakan bahwa:
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang
dipandang memiliki tingkat Pelaksanaan tinggi serta memberikan beberapa
keuntungan berikut:
1. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta
didik, orang tua dan guru.
2. Bertujuan bagaimana memanfaat kan sumber daya lokal
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasisl
belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah.
4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru,
manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan perubahan perencanaan.
Berbagai uraian diatas setidaknya menjelaskan bahwa upaya perbaikan
pendidikan terus dilakukan. Pada akhirnya nanti akan ditemukan sebuah format
baru yang mana pendidikan dapat menjadi sokoguru dalam pemberdayaan bangsa
Namun yang pasti, MBS diharapkan mampu menghapus berbagai
kelemahan penyelenggaraan pendidikan, menurut Tilaar (1999:8) menyatakan
bahwa:
1. Sistem pendidikan yang kaku dan desentralistik.
2. Sistem pendidikan nasional tidak pernah mempertimbangkan kenyataan yang
ada di masyarakat.
3. Kedua sistem tersebut diatas ditunjang oleh system birokrasi kaku yang tidak
jarang dijadikan dijadikan alat kekuasaan atau alat politik penguasa.
4. Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari alat birokrasi .
5. Pendidikan yang ada tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, lebih
pada proses pengisian otak ( kognitif ) pada anak didik.
6. Anak tidak pernah dididik atau dibiasakan untuk kretif dan inovatif serta
berorientasi pada keinginan untuk tahu.
Berbagai kelemahan pendidikan diatas telah mengorbankan waktu yang
panjang, sumber daya dan tenaga yang terbuang, karena itu pengorbanan yang
besar seharusnya tidak terulang lagi. MBS diharapkan menjadi peluang dalam
menghadapi berbagai tantangan pendidikan, terutama dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
Penulis berkesimpulan penerapan MBS akan efektif dan efesien apabila
didukung oleh SDM yang professional untuk mengoperasikan sekolah, sarana dan
prasarana yang memadai untuk mendukung PBM. Strategi MBS terhadap warga
sekolah berupa sosialisasi pada pelatihan terhadap SDM warga sekolah tentang
penerapan MBS serta di dukung oleh partisipasi aktif masyarakat.
D. Pihak-pihak yang Berperan dalam Melaksanakan Manajemen Berbasis
Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, masing-masing pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan pendidikan disekolah harus memiliki peran yang sama
penting.masing-masing pihak yang dimaksud adalah kaotor pendidikan pusat,
Kantor pendidikan daerah kabupaten/kota, dewan sekolah, kepala sekolah, para
guru, orang tua siswa dan masyarakat.
1. Peran kantor pendidikan pusat dan daerah.
Peran dan fungsi departemen pendidikan di Indonesia pada era otonomi
daerah sesuai dengan peraturan pemerintah No.25 tahun 2000 menyebutkan
bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menatapkan standar kopetensi siswa
dan warga, pengaturan kurikulum nasional dan system penilaan hasil belajar,
penetapan pelaksanaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan,
sertifkasi siswa, warga belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses
pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antara daerah/kota agar tidak
terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga kelansungan pembentukan budi
pekerti, semnagan kebangsaan dan semangat nasionalisme melalui program
pendidikan.
Nurkolis (2003) menyebutkan bahwa:
Peran pemerintah pusat dalam pengaturan pendidikan akan lebih bersifat
stategis dan menghindari wilayah operasional. Hal-hal yang bersifat operasional
akan ditentukan sendiri oleh sekolah besrta orang tua siswa dan masyrakat
sekitarnya. Yang perlu diperhatiakan adalah kebijakan strategis yang ditetapakan
pemerintah harus memberikan ruang gerak kepada sekolah yang lebih besar lagi
sehingga kreativitas sekolah untuk mengembangkan sekolahnya dapat berkembang