• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Manajemen Berbasis Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Manajemen Berbasis Sekolah"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Manajemen Berbasis Sekolah

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam

mengelola institusinya, telah dilakukan Depdiknas. Baik sebelum otonomi daerah maupun

sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah muncul program pemberdayaan

sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah ( M B S ).

MBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya manusia ( SDM ) yang memiliki

kemampuan, integritas dan kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah

guru, di mana guru merupakan faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan

karena sebagai pengelola proses belajar mengajar bagi asiswa.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya

pendidikan dasaar dan menengah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, antara lain

melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat

pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan pewningkatan mutu

manajemen sekolah. Namun berbagai indikator mewujudkan bahwa, mutu pendidikan

masih belum meningkat secara signifikan. Sebagian kecil saja sekolah menunjukkan

peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya

masih memprehatinkan.

Dari berbagai pengamatan dan analisis, ada tiga hal pokok yang menyebabkan mutu

pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan.

(2)

pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainya

terpenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara

otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan

pada masalah pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya.

Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik- sentralistik

sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung

pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang

kebijakan ayang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi setempat. Lebih parah lagi jika

sekolah sendiri pasif dalam arti tidak punya kreativitas.

Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan

pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya lebih banyak

bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan. Sekolah tidak

mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya

orang tua siswa, sebagai salah satu unsur yang berkepentingan dengan pendidikan.

B.Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.

Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan

otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan

bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat. Untuk mengelola sekolah

dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Otonomi yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program

sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah

dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi

otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai

sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat.

C.Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam

mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan

pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama/partisipatif.

3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat dan pemerintah

tentang sekolahnya.

(3)

BAB II

ANALISIS PEMBAHASAN

A. Paradigma Manajemen Berbasis Sekolah

Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sebagai konsekwensi logis bagi

manajemen pendidikan di Indonesia adalah perlu dilakukannya penyesuaian terhadap

manajemen paradigma lama menuju manajemen paradigma baru yang lebih bernuansa

otonomi dan yang lebih demokratis Pergeseran paradigma pendidikan dasar dan

menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum

dalam GBHN 1999 ” mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis

dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif,

berwawasan kebangsaan, cerdas sehat, disiplian, bertanggung jawab, trampil, serta

menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.”Amanat GBHN ini menyiratkan suatu

kekhawatiran yang mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem

pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mempersiapkan SDM yang

tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.

MBS bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya dalam arti yang mengetahui

perkembangan sekolah baik di bidang mutu maupun lainya tergantung pada sekolah dan

masyarakat partisipannya. Kepala sekolah merupakan orang yang paling tahu tentang

prestasi guru-gurunya, kekurangan buku, sarana-prasarana yang menyangkut proses

pembelajaran. Untuk itu kepala sekolah dan guru-guru harus dikembangkan

kemampuannya dalam melakukan kajian serta analisis agar semakin peka terhadap

masalah-masalah yang terjadi di sekolahnya.

Salah satu cara menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demoktratisasi,

partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Kepala sekolah guru, dan masyarakat adalah

peran utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala

keputuisan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus

dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang

memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah., karena mereka adalah

pembayar pendidikan baik melalui uang sekolah maupun pajak sehingga sudah sewajarnya

sekolah bertangggung jawab kepada masyararakat.Bentuk stakeholder masyarakat

(4)

desentralisasi pendidikan.Namun untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan

mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan diperlukan program

yang sistematis dengan melakukan ” capasity building ”Untuk melakukan kegiatan ”

capasity building ” perlu tahapan-tahapan agar arahnya terarah dan terukur . Ada empat

tahapan yang perlu dilalui untuk kegiatan tersebut . Masing-masing tahap pengembangan

dilakukan terhadap setiap kelompok satuan pendidikan yang mempunyai karateristik yang

setara. Capasity building dilakukan untuk meningkatkan ( up grade ) suatu kelompok

satuan pendidikan pada tahap perkembangan tertentu ke tahap berikutnya. Keempat

tahap tersebut adalah:

Tahap Pra format, ialah tahap dimana satuan pendidkan belum memiliki standar formal

pendidikan masih belum terpenuhi sebagai sumber-sumber pendidikan dan perlu

ditingkatkan ke tahap berikutnya.

Tahap Formalitas, ialah sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan secara

minimal. Satuan pendidikan tersebut sudah memiliki standar teknis minimal seperti

kualifikasi guru, juimlah dan kualitas ruang kelas, kualitas buku serta j7umlah kualitas

pendidikan lainnya. Dengan capasity building sekolah dapat meningkatkan kemampuan

administratur dan pelaksanaan pendidikandan dapat meningkatkan pembelajarannya lebih

kreatif dan inovatif. Jika satuan pendidikan tersebut sudah berhasil ditingkatkan lagi ke

tingkat transsional. Keberhasilan tersebut dapat diukur dengan standar pelayanan

minimum tingkat sekolah, terutama menyangkut output pendidikan seperti penurunan

tingkat putus sekolah, mengulang kelas , kemampuan para siswa, tingkat kelulusan, serta

tingkat melanjutkan sekolah.

Tahap Transisional, ialah satuan pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan

minimal pendidikan yang bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber

pendidikan secara optimal. Meningkatkan kreativitan guru , pendayagunaan

perpustakaan, sekolah secara optimal.

Tahap otonomi, pada tahap ini dapat dikatakan sekolah sudah mencapai tahap

penyelesaian capasity building menuju profesionalisme pendidikan ke pelayanan

pendidikan yang bermutu.Satuan pendidikan sudah dianggap dapat memberikan

pelayanan di atas Standar Pelayanan Minimal dan bertanggung jawab terhadap klien serta

stakeholder pendidikan lainnya.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan paradigma itu antara lain:

1. Melaksanakan program menjadi merumuskan/melaksanakan program.

(5)

4. Sentralistik menjadi desentralistik.

5. Individual menjadi kerjasama

6. Basis birokratik menjadi basis profesional

7. Diatur menjadi mandiri

8. Malregulasi menjadi deregulasi

9. Informasi terbatas menjadi informasi terbuka

10.Boros menjadi efisien

11.Pendelegasian menjadi pemberdayaan

12 Organisasi vertical menjadi organisasi horizontal

Pada paradigma lama, tugas dan fungsi sekolah hanya melaksanakan program dari pada

mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program yang dibuat sendiri oleh

sekolah.

B. Konsep Dasar MBS

MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan

mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara bersama/partisipatif.

Untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka

pendidikan nasional. Otonomi diartikan kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah

kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang

didukung kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang

undangan pendidikan nasional yang berlaku.

Pengambilan keputusan bersama merupakan cara pengambilan keputusan melalui

penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah langsung

terlibat dalam pengambilan keputusan. Sekolah dapat memberdayakan warga sekolah

berupa pemberian kewenangan, tanggung jawab, kebersamaan dalam pemecahan

masalah serta pemberian kepercayaan dan penghargaan.

Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karateristik yang harus dipahami oleh sekolah yang

akan menerapkannya yang meliputi komponen pendidikan dan perlakuannya pada setiap

tahap pendidikan input, prose dan outputnya.

(6)

Pada proses pendidikan biasanya penekanannya pada :

1. Proses Belaja Mengajar yang efektifitasnya tinggi .

Proses belajar mengajar yang menekankan pada bekerja, belajar hidup bersama dan

belajar menjadi diri sendiri.

2. Kepemimpinan sekolah yang tangguh.

Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kepemimpinan yang tangguh , kuat dan

mampu meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan visi, misi tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan.

3. Lingkungan sekolah yang tertib, aman, dan nyaman.

4. Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif .

Kebutuhan tenaga, analisis, perencanaan, pengembangan, evaluasi, hubungan kerja.

5. Sekolah memiliki budaya mutu.

Sekolah memiliki kualitas informasi untuk perbaikan hasil diikuti penghargaan atau

sanksi, warga merasa aman, warga sekolah merasa memiliki sekolah.

6. Sekolah memiliki kebersamaan yang kompak.

Sekolah memiliki budaya kerjasama antar individu tanpa adanya kelompok-kelompok

tertentu yang dapat menghambat kemajuan sekolah.

7. Sekolah memiliki kewenangan.

Kewenangan sekolah merupakan kesanggupan kerja dan tidak menggantungkan orang

lain . Kepala sekolah mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk menuju sekolah yang

lebih baik.

8. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat.

Hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupan sekolah yang

paling tinggi terutama di bidang non akademik dan akademik.

9. Keterbukaan ( transparasi ) manajemen.

Masalah manajemen perlu keterbukaan antara warga sekolah dan masyarakat terutama

komite sekolah.Apalagi manajemen tersebut menyangkut perencanaan anggaran

( RAPBS ) dan penggunaan uang sekolah. Komite sekolah harus tahu terutama

menyangkut anggaran sekolah. Contoh : DOP, BOS, Block Grant, dan anggaran rutin

sekolah .

10.Sekolah memiliki kemauan untuk berubah

Perubahan sekolah diharapkan menuju yang lebih baik. Perubahan tersebut dapat

berupa perubahan fisik sekolah, prestasi akademik dan non akademik.

11.Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan.

(7)

Namun, evaluasi dapat dipakai tolak ukur untuk meningkatkan mutu sekolah pada

proses belajar mengajar selanjutnya. Sekolah harus selalu melaksanakan evaluasi

secara terus menerus baik berupa pengayaan dan perbaikan untuk siswa demi

peningkatan mutu di sekolah.

12.Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.

Sekolah harus mampu mengantisipasi setiap kejadian yang adaa di sekolah terutama

menyangkut mutu sekolah. Sekolah tidak pasif melainkan anatisipatif mencari ke

sekolah – sekolah lain atau ke lembaga-lemabaga pendidikan dengan kata lain

menjemput bola demi kemajuan sekolah.

13.Sekolah memiliki komunikasi yang baik.

Sekolah memiliki komunikasi yang baik terutama antara warga sekolah.Kebersamaan

antar warga sekolah dapat mengantar sekolah ke hal-hal yang lebih bermutu. Contoh

Kelompok Kerja Guru di setiap Gugus Sekolah.

14.Sekolah memiliki Akuntabilitas.

Sekolah memiliki tanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan

program sekolah. Akuntabilitas berbentuk laporan prestasi yang harus dilaporkan

kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program,

pemerintah dapat menilai apakah program MBS dapat mencapai tujuan atau tidak.

Jika mencapai tujuan maka diberi penghargaan atau sebaliknya jika tidak berhasil

perlu diberikan sanksi atau teguran atas kinerjanya yang tidak memenuhi syarat.

Sedangkan para orang tua murid dapat memberikan penilaian terhadap program MBS

yang dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya atau kinerja sekolahnya. Jika

ber-hasil orang tua dapat memberikan dorongan dan semangat kepada sekolah,atau

se-baliknya jika tidak berhasil orang tua dapat meminta pertanggung jawaban dan

pen-jelasan sekolah atas kegagalan yang telah dilakukan.

Pada input pendidikan,

1. Pendidikan memiliki kebijakan, tujuan dari sasaran program yang jelas.

Kebijakan tujuan dan sasaran sekolah harus disosialisasikan kepada semua warga

sekolah,sehingga tertanam pemikiran,tindakan,kebiasaan dan karakter yang kuat o- leh

warga sekolah.

2. Sumber daya yang tersedia.

Sekolah harus memiliki sumberdaya yang kuat baik sumberdaya manusia maupun

sumberdaya lainnya berupa uang, peralatan, perlengkapan, bahan dan lain-lain.

3. Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi.

(8)

Kepala sekolah memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk mencapai prestasi

serta anak didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk

berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

5. Fokus pada pelanggan

Anak didik merupakan fokus utama semua kegiatan proses pembelajaran yang

dikerah-kan di sekolah dengan tujuan utama untuk meningkatdikerah-kan mutu dan kepuasan siswa

6. Manajemen

Kelengkapan dan kejelasan manajemen yang dibutuhkan sekolah akan membantu

kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif.

C. Fungsi- fungsi Pendidikan yang Didesentralisasikan

Perencanaan dan Evaluasi

Pengelolaan kurikulum

Pengelolaan PBM

Pengelolaan Ketenagaan Proses Prestasi

Pengelolaan Keuangan Belajar Siswa dan

Pengelolaan layanan siswa Mengajar Tamatan

Pengelolaan hungan sekolah

dan Masyarakat

Pengelolaan iklim sekolah

Masukan pendidikan Proses pendidikan Hasil pendidikan

BAB III

PELAKSANAAN

A. Rasional

Pelaksanaan MBS disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tiap-tiap sekolah. Ada empat

halm pokok yang memerlukan perubahan dalam melaksanakan MBS

1. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan sekolah bersifat otonom.

(9)

4. Struktur organisasi pendidikan perlu di tata kembali sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

B. Tahap-tahap pelaksanaan MBS

1. Sosialisasi.

Sekolah mensosialisasikan konsep MBS kepada seluruh warga sekolah dan masyarakat

melalui berbagai kegiatan antara lain seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja.

Kegiatan mensosialisasi MBS dapat dilakukan dengan cara :

a. Melakukan identifikasi dan mengenalkan sistem, budaya, dan sumber daya yang

diperlukan untuk menyelenggarakan MBS.

b. Membuat komitmen secara rinci jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumber

daya yang cukup mendasar.

c. Mengklarifikasikan visi,misi dan tujuan, sasaran rencana, dan program-program

penyelenggaraan MBS.

d. Memberikan penjelasan secara rinci mengapa diperlukan manajemen berbasis

sekolah.

e. Mendorong sistem, budaya, dan sumber daya manusia yang mendukung penerapan

MBS dan memberi penghargaan kepada warga sekolah yang menerapkannya.

f. Mengarahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran,

rencana, dan program-program sekolah.

2. Identifikasi Tatangan sekolah

Sekolah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih

antara hasil yang diharapkan di masa yang akan datang, contoh hasil prestasi akademik

dan non akademik . Tantangan sekolah bersumber dari hasil sekolah yang dapat

dikelompokkan menjadi empat, yaitu kualiatas, produktivitas, efektivitas, dan efisien.

3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah.

V i s i

Setiap sekolah memiliki visi yang berisi tentang :

a. Wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu

perumusan misi sekolah.

b. Pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan di bawa.

(10)

bersang-kutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.

Visi sekolah harus mengacu kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan

butuhan peserta didik yang dilayani. Oleh karena itu, visi suatu sekolah tak harus sama

dengan sekolah lainsepanjang tidak keluar dari ketentuan nasional yaitu tujuan

pendidikan nasional. Visi sebaiknya dilengkapi dengan indikator sebagai penjelasan apa

yang dimaksudkan oleh visi tersebut agar tidak menimbulkan aneka tafsir. Misalnya

Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa.

M i s i

Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam merumuskan

misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan aspirasi semua warga sekolah

yang terkait. Misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan

dalam visi dengan berbagai indikatornya. Contoh Visi sekolah ” Unggul dalam prestasi

berdasarkan iman dan taqwa dapat merumuskan misi sebagai berikut :

* Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, bagi siswa sesuai potensi

masing- masing.

* Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.

* Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga

dapat dikembangkan secara optimal.

* Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yanga dianut dan juga budaya

bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.

T u j u a n

Tujuan adalah apa yang akan dicapai dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan

kapan tujuan tersebut akan dicapai. Tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud

sekolah menuju visi yang telah ditetapkan.

S a s a r a n

(11)

4. Identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan

Fungsi-fungsi yanag digunakan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu tingkat

kesiapannya, antara lain fungsi proses belajar mengajar, pengembangan kurikulum

perencanaan dan evaluasi, ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan,

pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi

pengembangan fasilitas.

5. Analisis SWOT

Analisis SWOT ( Strenht, Weakness, Opprtunity, Threat ) dilakukan untuk mengetahui

tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah untuk mencapai sasaran

yang ditetapkan, analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap

fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Fungsi yang memadai

sebagai kekuatan dan fungsi yang kurang dinyatakan sebagai kelemahan, untuk faktor

internal dan ancaman.

6. Alternatif Pemecahan Masalah

Tindakan tersebut merupakan upaya untuk mengatasi kelemahan maupun ancaman, agar

menjadi kekuatan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan faktor lain yang menjadi

kekuatan atau peluang.

7. Rencana dan Program Sekolah

Rencana harus menjelaskan secara detail aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan yang

harus dilakukan siapa, kapan dan dimana dilaksanakan, serta biaya yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan tersebut. Program adalah bentuk dukumen untuk menggambarkan

langkah dalam mewujudkan keterpaduan dlam pelaksanaan.

8. Implementasi Rencana dan Program Sekolah

Dalam kaitannya dengan implementasi Rencana dan Program sekolah kepala sekolah dan

guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal

mungkin semata-mata untuk kualitas pembelajaran.

9. Evaluasi Pelaksanaan

(12)

laporan teknis yang menyangkut program pelaksanaan dan hasil MBS dan laporan

keuangan tentang penggunaan uang serta pertanggungjawabannya.

10. Sasaran Baru

Hasil evaluasi untuk menentukan sasaran baru untuk tahun yang akan datang. Setelah

sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat

kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah.

C. Tugas dan Fungsi Sekolah

Tugas dan fungsi sekolah adalah mengelola penyelenggaraan MBS di sekolah

masing-masing. Mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam penyelenggaraan MBS, maka

sekolah menjalankan tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan semua unsur

sekolah

2. Mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya yang ada di sekolah dan di

luar sekolah untuk mencapai sasaran MBS yang telah ditetapkan.

3. Melaksanakan MBS secara efektif dan efisien

4. Melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan MBS untuk mencapai

sasaran MBS

5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi untuk menilai tingkat ketercapaian

sasaran program MBS yang telah ditetapkan guna untuk menentukan sasaran baru

pro-gram MBS tahun-tahun berikutnya.

6. Menyusun laporan-laporan program MBS secara lengkap

7. Mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan MBS kepada semua pihak yang

berkepentingan.

Berdasarkan uraian di atas dalam pelaksanaan MBS perla dilakukan monitoring dan

evaluasi dengan tujuan dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan baik pada tingkat

sekolah, dinas pendidikan tingkat kota/kabupaten, dinas propinsi maupun pusat.

Monitoring menghasilakn informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.

Dengan monitoring sdan evaluasi kita dapat melihat apakah MBS benar-benar mampu

menyelenggarakan sekolah dengan baik khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Monitoring hádala statu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang

pelaksanaan MBS. Fokus monitoring pada pelaksanaannya. Hasil monitoring dapat

(13)

pada konteks, input, proses, output maupun dampaknya.

BAB IV

P E N U T U P

A. Kesimpulan.

1. MBS adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan

menekankan keputusan sekolah sbersama/ partisipatif dari semua warga sekoalh dalam

rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

2. MBS memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelola

sekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan

program-program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.

3. Tahap pelaksanaan MBS meliputi sosialisasi merumuskan visi, misi, tujuan dan

sasaran sekolah, identifikasi fungsi-fungsi pendidikan/sekolah, analisis tingkat

kesiapan fungsi, pemecahan masalah, menyiapkan/ menyusun program, evaluasi dan

penyempurnaan.

4. MBS akan efektif apabila pelaksanaanya didukung oleh sumber daya manusia ( SDM )

Yang memilki kemauan,integritasyang tinggi,baik dijajaran sekolah,Dinas Pendidikan

Kabupate/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi maupun pusat

5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS adalah merupakan sistem dan bagian integral

pengelolaan pendidikan. Dengan ME dapat diketahui tingkat kemajuan pendidikan di

sekolah., dimana dari hasil ME ini dipakai sebagai bahan masukan untuk penyempurnaa

dalam penyelenggaraan sekolah.

B. Saran

1. Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menuju

Manajemen Berbasis sekolah pperlu ditindak lanjuti dengan peraturan perundang

undangan.

(14)

Daftar Pustaka.

PPN dan Bank Dunia, 1999 School Based Management, Jakarta BPPN dan Bank

Dunia.

Depdiknas, 1999, Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal

Landas, Jakarta: Depdiknas.

Jalal,Fasil dan Supardi, Desi, 2001 Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi

Daerah, Yogjakarta, Adi Cita.

Toha, 1995 Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali.

Sidi Indrajati,2000 Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan

Bandung, UPI

Undang-undang No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2001 Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah , Jakarta, Direktorat SLTP.

Suryadi,Ace, 2004, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru,

Bandung , Genesindo.

manajemenberbasissekolah-purwantini.blogspot.com/2007/07/man ...

Kamis, 17 Maret 2011

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) memiliki posisi yang sangat strategis dalam

pembangunan. Karena itu upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia lewat jalur pendidikan terus

dilaksanakan.Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan antara lain

melalui berbagai pelatihan dan kompetensi guru, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana

pendidikan. Namun realitas menunjukkan kualitas pendidikan di negara ini memprihatinkan dan ironisnya

daerah Propinsi Aceh.

Dari berbagai analisa, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebutkan mutu pendidikan tidak

mengalami peningkatan secara merata:(1) Kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional menggunakan

pendekatan pembelajaran yang terlalu menekankan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan

pada proses pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara biokratik-sentralistik,

sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada

(16)

ditentukan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. (3) Peran serta masyarakat khususnya orang

tua siswa dalam penyelenggarakan pendidikan selama ini sangat minim, partisipasi masyarakat selama

ini lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan,

monitoring, evaluasi dan akuntabilitas). (Dirjen Pendidikan Dasar Menengah 2001). Berdasarkan

kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satunya adalah memberikan

otonomi kepada sekolah untuk pengambilan keputusan partisiatif yang melibatkan secara langsung.

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diyakini sebagai suatu model Pelaksanaan

kebijakan desentralisir pendidikan, yang merupakan suatu konsep inovatif dalam penyelenggaraan

pendidikan : Mulyasa (2004 : 33) mengatakan bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School

Berbasis Manajemen merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produkif. Hal ini

disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat

dengan pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar pelayanan minimumnya ditetapkan oleh

pemerintah, akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber

belajar dalam mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di sekolah.

Sejak dicanangkan penerapan MBS, mulai tahun 2001 sekolah-sekolah di Kabupaten Aceh

Utara, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) telah mencoba menerapkannya dalam pengelolaan

sekolah, hal ini dapat dilihat perubahan pengurus BP-3 sekolah-sekolah menjadi pegurus komite sekolah.

Keadaan ini sangat mengembirakan karena mulai penerapan MBS diharapkan akan mendorong

terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, dengan muaranya pada upaya

peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Meskipun pencanangan penerapan MBS pada pegelolaan sekolah sudah berjalan lebih kurang 7

(Tujuh) tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai hambatan, sehingga

pelaksanaan MBS belum mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan. Penerapan

Manajemen Berbasis Sekolah di jajaran yang berstatus negeri, memang memerlukan sosialisasi, oleh

Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan pengajaran dan tingkat kecamatan di lakukan melalui berbagai

upaya, Seperti:

1. Memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan paradigma manajemen pendidikan dari yang

bersifat birokratis hirarkis menuju demokratis.

(17)

3. Menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah adalah salah satu ujud demokratisasi pendidikan di

persekolahan.

4. Dengan diterapkan manajemen berbasis sekolah, maka kepala sekolah memiliki wewenang yang besar

dalam manentukan berbagai kebijakan sekolah.

5. Mendorong kepemimpinan kepala sekolah untuk secara terus menerus mempersiapkan diri menerima

dan melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai penguna jasa lembaga

pendidikan.

6. Menyadarkan pengelola atau penyelengara sekolah bahwa masyarakat berhak memiliki akses

kesekolah.

Keberhasilan pelaksanaan MBS sangat di tentukan oleh kebijakan dari pemerintah dan jaga

keterampilan kepala sekolah, guru guru, dan partisipasi masyarakat. Kepala sekolah, guru, orang tua dan

masyarakat harus mengerti bentuk pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak di berikan

pada peserta didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan

kebutuhan mereka.

Sehubungan dengan unsur-unsur yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap efektifnya MBS

di sekolah, Nurcolis (2003:42) menyatakan:

Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktur yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.

Seiring dengan semakin gencarnya tuntutan akuntabilitas para lulus sebagai salah satu indikator

keberhasilan pendidikan, MBS menjadi sekolah target utama penilaian, dam membebaninya dengan

serangkaian kewajiban untuk melakukan banyak hal dalam rangka memenuhi segala kebutuhan

pendidikan para peserta didik. Kepala sekolah, guru, orang tua dan masyarakat harus mengerti bentuk

pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak diberikan pada peserta didik, serta dapat

merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan kebutuhan mereka. Pengenalan

secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan MBS merupakan sebuah keharusan yang harus

(18)

Semenjak adanya pemberian otonomi kesekolah dengan menerapkan konsep MBS, berbagai

permasalahan muncul baik dari segi kesiapan SDM kepemimpinan kepala sekolah, guru, ketersediaan

sarana dan prasarana dan partisipasi mayarakat. Permasalahan lain adalah perencanaan analisis SWOT

dan strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS disekolah.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu studi untuk melihat bagaimana pelaksanaan MBS yang difokuskan kepada efekktivitas manajemen pada tatanan sekolah. Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: “Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini

adalah: Bagaimanakah pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli

Kabupaten Aceh Utara.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi dan analisis mengenai Pelaksanaan

Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

2. Tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1

Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

b. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri

1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

c. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri

1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

D. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1

Matangkuli ?

2. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri 1

(19)

3. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri 1

Matangkuli ?

E. Manfaat Penelitian

1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapakan informasi yang bermamfaat bagi

pengembangan ilmu manajemen pendidikan terutama dalam menerapakan Manajemn Bernasis Sekolah.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan pula bermamfaat bagi pihak yang tarkait dengan lembaga

pendidikan seperti :

a. Kepala sekolah dalam meningkatkan mutu manajemen sekolah yang di pimpin sehingga berimplikasi

bagi pelaksanaan program perbaikan mutu sekolah di masa yang akan datang.

b. Para guru dalam meningkatkan komitmen dalam upaya tercapai keberhasilan dalam pelaksanaan

MBS di SMA Negeri 1 Matangkuli.

c. Upaya mengembangkan prinsip manajemen sekolah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk

mempercepat pencapaian kecerdasan anak bangsa.

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan

M. Husen AB (2006) dalam tesisnya yang berjudul “hambatan-hambatan yang dihadapi kepala

sekolah SMA Negeri Kabupaten Bireun dalam penerapan manajemen berbasis sekolah ’’, mengambil

beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Belum adanya kesesuain antara jumlah guru dengan kebutuhan guru.

2. Masih kurangnya SDM personil sekolah dalam membuat perencanaan analisis SWOT secara terperinci

dan terpogram.

3. Masih kurangnya sarana dan prasarana sekolah dan partisipasi masyarakat.

Salman (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Kepemimpinan kepala sekolah dalam

pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri di Kabupaten Pidie’’, mengambil beberapa

(20)

1. Starategi yang ditempuh kepala sekolah dengan memberikan bimbingan dan supervisi terhadap guru

sangat membantu guru dalam melaksanakan kerjanya.

2. Pendekatan yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru yaitu pendekatan sifat, perilaku dan

pendekatan situasional.

3. Komite sekolah diberdayakan dalam berbagai hal baik perencanaan program, pelaksanaan program

dan pengawasan program.

Berdasarkan beberapa studi penelitian terdahulu yang relevan seperti diatas, maka di dapat

gambaran bahwa kesuksesan penerapan MBS sangat berpengaruh pada kemampuan SDM baik kepala

sekolah, guru maupun partisipasi masyarakat serta kelengkapan sarana dan prasarana sekolah serta

strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS.

BAB II

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

DAN MUTU PENDIDIKAN

A. Latar belakang lahirnya Manajemen Berbasis Sekolah

Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak terlapas dari kinerja

pendidikan berdasarkan sistem secara sentralistik yang di terapkan sebelunya.Secara sentralistik,

berbagai inovasi yang di terapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang di fokuskan pada

(21)

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain melalui

pelatihan dan peningkatan kopetensi guru, pengadaan buku dan alat bantu pelajaran, perbaikan sarana

dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Berbagai indikator mutu

pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sehugan dengan permasalahan tersebut,

Depdiknas (2001:1) Mengemukan bahwa:

Berdasarkan pengamatan dan analisis sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu

Pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu:

1. Selama ini dalam meningkatkan mutu pendidikan terlalu di pusatkan pada input pendidikan dan kurang

pehatian terhadap proses pendidikan, Padahal proses pendidikan sangat menentukan ouput pendidikan.

2. Penyelenggara pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai

penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada kebijakan birokrasi yang kadang-kadang tidak sesuai

dengan kondisi sekolah.

3. Peran serta masyarakat dalam penyelenggara pendidikan sangat minim. Selama ini dukungan

masysrakat berupa penyediaan dana, bukan pada proses pendidikan.

Berdasarkan kenyataan diatas, pemerintah berupayamembuat perbaikan, salah satu adalah

melakukan reorientasi penyelenggarakan pendidikan yaitu dengan menerapkan manajemen berbasis

sekolah.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari istilah School-Based Manajemen

(SBM) yang pertama kali muncul dan popular di Amerika Serikat. Konsep ini ditawarkan ketika

masyarakat mempertanyakan relevensi dan kolerasi hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.

Menurut Fattah (2000:8) manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai pengalihan dan

pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah.Pemberian kewenangan dalam

pengambilan keputusan di pandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemamfatan semua

sumber daya, sehinga sekolah mampu secara mandiri, mampumengali, mengalokasikan,

menentukanpiroritas, memamfaatkan, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan kepada setiap

(22)

Manajemen berbasis sekolah pada prinsipnya tergantung pada sekolah dan partisipasi masyarakat

serta jauh dari birokrasi yang sentralistik.MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

efisiensi, serta manajemen di tingkat sekolah.

Berdasarkan hal tersebut, Supriadi,dkk (2001:160) mengemukakan:

Dalam model-model sekolah yang merupakan pendekatan MBS dalam pengelolaanya, guru dan staf lainya dapat menjadi efektif karena ada partisipasi mereka dalam membuat keputusan. Dengan begitu, rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan pengunaan sumberdaya pendidikan lebih obtimal sehingga di peroleh hasil yang lebih baik. Selanjudnya,kepala sekolah akan mempunyayi tanggung jawab yang lebih besar terhadap kinerja di lingkungan sekolah, dan beban kerja kantor pusat dan daerah dapat dikurangi dan hanya berkosentrasi pada peranan mereka dalam melayani sekolah.

Dalam MBS, pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah mempunyayi peranan masing-masing

yang saling mendukung dan sinergis atau dengan yang lainya. Sekolah berada pada bagian terdepan

dari proses pendidikan, sehinga menjadi bagian utama dalam proses pembuatan keputusan dalam

rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Masyarakat di tuntut partisipasinya agar lebih memahami, membantu dan mengontrol proses

pendidikan, sedangkan pemerintah berperan sebagai peletak kerangka dasar kebijakan pendidikan serta

menjadi fasilitator yang akan mendukung tercapainya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.

Depdiknas (2001:21) menetapkan bahwa:

Fungsi-fungsi yang dapat disentralisasikan ke sekolah adalah (1) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (2) pengelolaan kurikulum, (3) pengelolaan proses belajar mengajar, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keungan, (6) pelayanan siswa, (7) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.

1. Perencanaan dan evaluasi program

Sekolah di beri wewenang untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhanya, misalnya

kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga di beri wewenang untuk melakukan evaluasi,

Khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. Norkolis (2003:45) menyatakan bahwa:

Perencanaan adalah rencana pengembangan sekolah yang setidaknya meliputi beberapa hal

sebagai berikut: (1) visi dan misi sekolah, (2) identivikasi timbulnya permasalahan, (3) prioritas

permasalahan yang dihadapi sekolah segera diselesaikan, (4) alternatif cara pemecahan masalah, (5)

prioritas pemecahan masalah, (6) tujuan program sekolah, (7) rencana induk pengembangan, (8)

(23)

perkiraananggaran, dan (10) membuat rencana anggaran pendapatan belanja sekolah yang memuat

jenis program dan sumber dana dalam jangka waktu satu tahun.

2. Pengelolaan kurikulum

Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak mengurangi isi kurikulum nasional yang

dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum

muatan local. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyasa (2004:41) Menyatakan bahwa:

Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru harus menjabarkan isi kurikulun secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, caturulan dan bulanan.

3. Pengelolaan proses belaiar mengajar

Sekolah di beri kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran yang paling

efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristi guru dan kondisi nyata

sumber daya yang tersedia di sekolah.

4. Pengelolaan ketenagaan

Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisa kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan,

penghargaan dan sangsi, hubugan kerja hinga evaluasi kerja tenaga kependidikan yang saat ini masih

ditangani birokrasi diatanya.

5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan

Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan

perbaikan hinga pengembanganyan. Hal ini di dasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling

mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesediaan dan kemutakhirannya terutama fasilitas yang

sangat erat kaitanya secara langsung dengan proses belajar mengajar.

6. Pengelolaan keuangan

Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasikan/pengunaan uang sudah sepantasnya dilakukan

oleh sekolah.sekolah jaga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegitan-kegiatan yang

mendatangkan penghasilan sehinga sumber keungan semta-mata tidak tergantung pada pemerintah.

7. Pelayanan siswa

Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, bimbingan,

(24)

dari dulu telah di desentralisasikan.Dalam pelayanan siswa yang di perlukan adalah peningkatan

intensitas dan ektensitasnya.

8. Hubungan sekolah dan masyarakat

Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan ketertiban, kepedulian,

kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan financial yang dari dulu telah

disentalisasikan.Yang di perlukan adalah peningkatan inteisitas dan ektensitasnya. Indra Djati sidi

(2001:133) menyatakan bahwa di era otonomi ini, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan control dalam

pelaksanna berbagai program pemerintah menjadi sangat penting terutama dalam bidang

pendidikan.Karena partisipasi tersebut bisa menjadi sebagai pengontrol bagi pelaksanaan dan kualitas

pendidikan di sekolah.

9. Pengelolaan iklim sekolah

Lingkungan sekolah yang aman dan tertip, optimism dan harapan yang tingi dari warga sekolah,

kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah iklim sekolah yang dapat

menumbuhkan semagat siswa belajar. Iklim sekolah sudah merupakan kewenagan sekolah dan yang di

perlukan adalah peningkatan intensitas dan ektensitasnya.

Dengan mendensetralisasikan berbagai bidang tersebut di harapkan tujuan utama MBS akan

tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan

kinerja belajar siswa menjadi lebih baik.

Mengapa perlu konsep konsep MBS diPelaksanaankan? Menurut Permadi ( 2001:19 ) asumsi

dasar dari school- Based Manajemen (SBM ) adalah bahw asekolah adalah bahwa sekolah harus lebih

bertanggung jawab mempunyai kewenagan yang lebih dan dapat dituntut pertanggung jawaban oleh

yang berkepentingan. Dalam mengemban misinya sebagai pelayan dalam bidang pendidikan, maka

Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai bentuk desentralisasi dalam kewenangan mengambil

keputusan pada setiap sekolah.

Permadi (2001:99) berpendapat bahwa tujuan MBS adalah memberikan otonomi sekolah dan

peningkatan partisipasi masyarakat yang tinggi untuk mencapai efesiensi, mutu dan pemerataan

(25)

masyarakat dan penyederhanaan birokrasi Komite sekolah bersama masyarakat memberikan dukungan

bagi peningkatan mutu sekolah, pengembangan profesionalisme para kepala sekolah dan guru–guru

akan dapat ditingkatkan karena besarnya dukungan masyarakat disertai pengawasan mutu, transparansi,

demokratis dan menghapuskan kecendrungan KKN dalam pengelolaan sekolah.

Menurut Supriono dan Sapari (2001:5) tujuan utama MBS adalah untuk meningkatkan efesiensi

pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan disekolah untuk mengelola urusannya, efesiensi

pemanfaatan sumber daya pendidikan akan lebih tinggi, karena sekolah yang lebih mengetahui

keperluan dan kondisinya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah untuk:(1)

menjamin mutu pembelajaran anak didik (2) Meningkatkan mutu sekolah dengan memantapkan

pemberdayaan melalui kemandirian, kreatifitas, inisiatif dan inovatif dalam mengelola sumber daya

sekolah (3) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan

melalui pengambilan keputusan dengan mengakomodir aspirasi bersama (4) Meningkatkan tanggung

jawab sekolah terhadap orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolah.

Manajemen pendidikan berbasis sekolah akan menjadi sekedar wacana jika tidak diaplikasikan

secara efektif di lembaga pendidikan.pewacanaan di anggab tuntas, langkah selanjutnya adalah

melakukan penerapan dengan segala konsekuen yang dapat di pertanggung jawabkan. Perubahan

manajemen dari yang bersifat konvensional seperti selama ini, dianggap membuang-buang waktu tanpa

memberikan solusi efektif menuju pencerahan pendidikan.

Aplikasi inovasi manajemen pendidikan melalui penerapan manajemen pendidikan berbasis

sekolah, tidak hanya merupakan bentuk atau ujud pola manajemen berdasarkan program sekolah, tetapi

telah melibatkan seluruh komponen-komponen yang ada di masyarakat dalam hal ini adalah: (1) orang

tua peserta didik, (2) dunia usaha dan dunia kerja, (3) perindustrian dan (4) pemerintah.

Seluruh komponen ini tidak bisa lagi melepaskan diri dari program pendidikan persekolahan,

tetapi secara simultan ikut serta dalam menentukan arah dunia pendidikan sehingga tidak ada lagi saling

menghujat jika produk pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan komponen-komponen yang ada dalam

(26)

Strategi Pelaksanaan yang bersifat aplikatif terhadap manajemen pendidikan berbasis sekolah

dapat dilakukan dengan: (1) pemberian otonomi sekolah (2) Merangsang masyarakat untuk berpartisipasi

aktif untuk membantu sekolah (3) Mendorong kepemimpinan sekolah yang kuat (4) Proses pengambilan

kepetusan di lakukan secara demokratis (5) Bimbingan dilakukan secara terus menerus oleh stuan

atasan (6) Sekolah didorong untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas terhadap Stekeholders, (7)

Diarahkan untuk pencapaian tujuan sekolah dan (8) Secara terus menerus melakukan sosialisasi tentang

manajemen pendidikan berbasis sekolah.

Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sebagai inovasi baru dalam manajemen

pendidikan secara nasional, tentusaja memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Kekuatan

yang dimiliki persekolahan merupakan bersifat normative, seperti dimiliki rencana strategis, yang disusun

berdasarkan Visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Kelemahan yang terdapat juga bersifat

normatif: (1) Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah masih bersifat anjuran, (2) kotrol

masyarakat belum memadai, (3) komite sekolah belum mampu memberikan bantuan secara penuh.

Kesadaran dan kesiapan sumber daya pendidikan untuk melaksanakan manajemen pendidikan

berbasis sekola, walaupun masih perlu di sosialisasikan, telah menjadi fenomena baru dalam sistem

penyelenggaraan persekolahan. Pengelolaan sekolah, terutama berstatus negeri telah berupaya

melaksanakanya.Walaupaun belum semua personil sekolah (kepala sekolah,guru dan staf sekolah)

secara utuh memahami penting dan perlunya manajemen pendidikan berbasis sekolah.Namun secara

umum, personil sekolah memiliki kesiapan untuk menerapkanya, terutama sekolah yang berstatus swasta

yang manajemen pengelolaanya memang telah menerapkan manajemen pendidikan berbasis sekolah.

B. Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Upaya Mewujudkan Otonomi Dan Akuntabilitas Pendidikan

Upaya desentralisasi dari berbagai penjuru dunia, menunjukkan bahwa

desentralisasi dilakukan dengan beraneka ragam alasan baik yang tersurat maupun

yang tersirat-alasan politik, pendidikan administrasi dan keuangan. Alasan-alasan

ini dapat dikelompokkan dan berada dalam suatu spectrum yang luas. Berbagai

(27)

lebih otonomi dalam menyelenggarakan proses manajemen dan pembelajarannya.

Dengan adanya otonomi sekolah tersebut diharapkan persekolahan tersebut lebih

akuntabel karena memahami apa kebutuhan dirinya dan juga kepentingan jasa

kependidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan wujud dari otonomi

persekolahan. Diberbagai Negara menerapkan berbagai prinsip-prinsip MBS. Ternya

tak mampu merealisir tujuan pendidikan secara komprehensif. Artinya, sekolah

lebih mandiri dan mampu menampung berbagai aspirasi pengguna jasa

kependidikan ( Pelanggan dan jasa Stekholder. Karena itu, MBS sepertinya

merupakan alternative afektif untuk diselenggarakan dilingkungan persekolahan

Indonesia untuk saat ini, sehingga dapat memobilisir kemampuan dan potensi.

MBS adalah bentuk alternative sekolah sebagai hasil dari desentralisasi

dalam bidang pendidikan. Sebagai wujud dan reformasi pendidikan, MBS pada

prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang

sentralistik. Supriadi, dkk ( 2001: 160 ) menyatakan:

Manajemen berbasisi sekolah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat, pemerataan, efsiensi serta manajemen beretumpu ditingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat dan pihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk

berinovasi sebagai perwujudan desentralisasi pendidikan dan otonomi persekolahan adalah kebijakan pendidikan yang harus dilakukan secara konsekwen.

Memang tidaklah mudah untuk merealisir ide atau gagasan baru berskala

nasional, apalgi tindakanitu diambil sebagai upaya perubahan paradigma. Nmaun

demikian, perubahan pendidikan harus dilakukan, karena dipercayai dan diyakini

semakin dekat pendidikan persekolahan dalam pengguna jasanya akan

(28)
(29)

sekolah dan

institusional, seperti yang diungkapkan oelh Supriadi, dkk (2001: 153 ).

Ada empat unsur yang diidentifkasi menjadi penghambat potensi terhadap

kemajuan pendidikan di Indonesia, Khususnya pada tingkat pendidikan dasar, yaitu system organisasi yang kompleks ditingkat pendidiakan dasar, manajemen yang terlalu sentralistik pada tingkat SMA, terpecah belah dan bakunya proses

(30)

Untuk mengatasi berbagai hambatan yang hanya jika hanya dilihat karena

adanya kelemahan institusional tersebut, seperti disentralisasi dalam bentuk

otonomi persekolahan disemua dan jenjang pendidikan merupakan jalan keluar

yang efektif mengatasi berbagsi kelemahan persekolahan selama ini.

Karena itu, untuk mengatasi institusioanal tersebut adalh dengan (1)

Pemberdayaan lokal, (2) Menetapkan kembali tanggung jawab atas perencanaan

jangka panjang daerah tingkat II sebagai titik berat pengelolaan merupakan jangka

panjang desentralisasi, (3) Pembangunan kemampuan kelembagaan, (4)

Memberikan otonomi yang lebih besar dengan manajemen sekolah bertanggung

jawab, dan (5) Sistem pendanaan yang menjamin pemerataan dan efesiensi.

Berbagai hambatan penyelenggaraan pendidikan selama ini memang

menjadikan mutu pendidikan terpuruk dan berada pada posisi yang

memprihatinkan. Kenyataan yang terlihat adalah manejemen sekolah tidak mampu

memobilisir potensi internal dan eksternal, karena itu MBS diharapkan mampu

menggerakkan manajemen persekolahan dengan kekuatan atau potensi yang

dimilikinya.

C. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dan Demokratisasi Pendidikan

Manajemen Berbasis Sekolah memberikan ototnomi yang luas kepada

sekolah untuk mengelola sumber daya pendidkian yang dapat dimanfaatkan untuk

kemajuan pendidikan dan melalui MBS diharapkan akan mendorong

profesionalisme guru dan kepala sekolah, baik sebagai manejer maupun sebagai

pimpinan sekolah.

Para kepala sekolah, guru, pengelola pendidikan lainnya, orang tua serta

masyarakat lainnya yang terkait harus menyadari dan menyakini mereka memiliki

(31)

Manajeman Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu model inovasi

pendidikan di Indonesia, sebagaiman muara dari desentralisasi pendidikan dalam

rangka pelaksanaan reformasi pendidikan. Dalam inovasi pendidikan kegiatan

mencoba cara baru merupakan suatu keniscayaan. Tanpa adanya upaya

peningkatan mutu manusia Indonesia, tata pergaulan dunia baru yang

membutuhkan manusia unggul tidak akan tercapai dan kita hanya menjadai bangsa

yang memiliki kualitas manusia yang rendah. Jika ini terjadi maka penjajahan dalam

bentuk baru akan tetap melingkari kehidupan secara rasional.

Karena fokus dari kegiatan ini untuk kepentingan anak didik melalui kualitas

pelayanan pembalajaran yang diberikan sekolah, maka perlu dilakukan penilian dan

asasemen atas pelaksaan inovasi tersebut. Pengkajian mengenai keberhasilan dan

kekeurangan keberhasilan harus harus dilakukan untuk senantiasa mampu

melakukan perbaikan dan penyempurnaan, karena hal ini sangat penting dalam

upaya meningkatkan muttu pembelajaran didalam kelas. Pembelajaran yang

berkualitas diasumsikan sebagai pembelajaran yang dinamis, bermakna dan terus

berkembang dalam layanan optimal. Pergaulan tatanan dunia yang telah berubah

saat ini, sudah seharusnya dimulai dari mengubah paradigma pendidikan, jika

selama ini cendrung menggunakan paradigma birokratis hirarkis, selanjutnya harus

menggunakan paradigma demokratis. Bagaimana pebedaan aspek- aspek kedua

paradigma tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2

Perubahan Paradikma Pendidikan Birikratis Hirarkis

(32)

No Aspek Paradigma

pendidikan

birokratis hirarkis

Paradigmapendidi

kan demokratis

1 Perencanaan Top- down Buttom- up 2 Pelaksanaa Didasarkan instruksi

petunjuk

Didasarkan atas

profesionalisme 3 Standar Output dan proses

Nasional makro

Output Nas Makro,

proses local mikro 4 Target Nasional makro Level sekolah-

wilayah terbatas

(33)

waktu tertentu dan

bersifat seragam

waktu dengan

menekankan

kebutuhan sekolah 11 Kontrol sekolah Oleh atasan Oleh orang tua

peserta didik dan

Bagian diatas merupakan ilustrasi yang diharapkan terjadi jika desentralisasi

sector pendidikan berlangsung sebagai mana yang direncanakan/ dinamika

pendidikan yang selama ini terpasung oleh kebijakan dengan nuansa politik yang

kental diharapakn mencair sehingga dapat dijadikan dasar untuk melakukan

kebijakan-kebijakan lainnya disektor pendidikan. Kebijakan disektor pendidikan

harus setiap saat bergulir dengan segala upaya yang dapat meningkatkan mutu

manusia Indonesia.

Secara esensial MBS bertujuan meningkatkan efesiensi, mutu, relefasi dan

pemerataan pendidikan. Sedangkan manfaat MBS menurut Mulyasa ( 2003: 26 )

adalah:

(34)

Program prioritas harus difokuskan kepada penyusunan rencana

peningkatan mutu pembelajaran siswa, meliputi proses dan hasil pembelajarannya.

Kepala sekolah dan guru seyogianya memilik kreatiftas tinggi dalam menciptakan

kegiatan atau siasat pembelajaran yang inovatif. oleh karena itu, perlu dipersiapkan

tenaga baru yang professional melalui program pelatihan guru dan menjalin

kemitraan dengan pihak terkait yang memungkinkan tercapainya profesionalisme

guru. Untuk kepentingan itu, diperlukan kemampuan manajerial Kepala Sekolah

dengan model kepemimpinan yang mandiri dan demokratis, transfaran dan

partisifatif sebagai refleksi dari kepemimpinan yang kuat memiliki akuntabilitas dan

memberdayakan warga sekolah.

Manajemen berbasis sekolah sebagai manajemen alternatif akan

memberiakn kemandidian kepala sekolah untuk mengatur dirinya untuk mengatur

dirinya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dengan tetap mengacu pada

kebijakan nasional. Pendekatan dan konsep MBS ini akan dapat dipelaksanakan di

sekolah apabila ada komitmen yang tinggi dari berbagai pihak, yaitu orang tua dan

masyarakat, guru, kepala sekolah siswa dan staf lainnya dan pemerintah sebagai

mitra dalam mencapai tujuan peningkatan mutu sekolah.

Kata kunci yang harus menjadi perhatian kita semua adalah adanya

kemauan untuk mengubah sikap, prilaku dan etos kerja semua pihak yang terlibat

dalam proses pendidikan, terutama warga sekolah, dalam memandang pendidikan

sebagai suatu proses yang terintegrasi dalam rangka meningkatkan kualitas

sumber daya manusia. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki seharusnya dapat

dikalahkan oleh tekad dan kemauan yang kuat dalam mewujudkan kegiatan untuk

melaksanakan peningkatan mutu. Keberhasilan juga akhirnya ditentukan oleh

(35)

baik terhadap kegiatan yang bersifat akademis, meliputi tahapan, perencanaan,

pelaksanaan dan hasil atau target yang telah ditetapkan.

Sehubungan dengan adanya MBS, penulis mengambil kesimpulan MBS

tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang menawarkan

otonomi luas pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah yang didukung

partisipasi aktif masyarakat, sehingga peningkatan mutu pendidikan disekolah akan

tercapai.

Suatu program yang diancangkan akan berjalan dan berhasil secara

maksimal apabila tidak terssedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung

bisa berasal baik dari internal maupun eksternal. Dalam omplementasi Manajemen

Berbasis Sekolah, secara luas dan mendasar yang amat diperlukan adalah

dukungan politik baik itu dalam bentuk sistematis pelaksanaan, peraturan dan

perundang- undangan formal. Dukungan fnansial, dukungan sumber daya manusia

beserta pemikirannya, sarana dan prasarana lainnya juga menjadi faktor

pendukung yang penting.

Akhirnya banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para partisipan

sekolah dalam menerapkan MBS. Konsekwensinya adalah munculnya kefrustasian,

ketidakpuasan, menghabiskan tenaga dan akhirnya segera kembali kepada teknis

sebelumnya. Dampak dari kesalahan semacam ini adalah menurunkan kepercayaan

lembaga untuk mengubah dirinya menuju masa depan.

Suasana seperti ini tampaknya yang diperlukan adalah pengetahuan dan

keterampilan tentang perubahan organisasi atau dinamika organisasi yang secara

detail. Tetapi ketika program ini mencakup sesuatu hal yang amat mendasar dan

menyeluruh maka akan menghadapi kendala bila tidak dilakukan perubahan

(36)

Pada dasarnya, tidak ada satu strategi khusus jitu dan bisa menjamin

keberhasilan impementasi MBS disemua tempat dan kondisi. Oleh karena itu,

strategi Pelaksanaan MBS disuatu Negara dengan Negara lain bisa berlainan, antara

suatu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar sekolah dalam

daerah yang sama pun berlainan strateginya. Sehubungan dengan strategi

pelaksanaan MBS, Nurkholis ( 2003:135) menyatakn bahwa:

Pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus

dan melibatkan semua unsur yang bertangguang jawab dalam penyelenggaraan

pendidikan disekolah strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar, diskusi,

forum ilmiah, dan media massa.

2. Melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa

tantangan nyata yang harus dihadapi oleh sekolah.

3. Merumuskan tujuan situsional yang akan dicapai dari pelaksanaan MBS

beradasarkan tantangan yang dihadapi.

4. Mengidentifkasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan melalui analisis SWOT.

5. Memilih langkah- langkah pemecahan persoalan.

6. Membuat rencana jangka pendek, menengah dan panjang beserta program-

programnya untuk merealisasikan rencana tersebut.

7. Melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek

MBS.

8. Melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasisl MBS.

Jika MBS dapat diterapkan secara konsekuen, sesuai dengan strategi diatas

(37)

disetiap persekolahan. Menurut Fattah (2000:21) bahwa implikasi dari penerapan

strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah menciptakan kondisi

diantaranya perubahan pengelolaan dengan mendelegasikan kekuasaan kepada

kepala sekolah.

Sistem akuntabilitas terutama bagi para pengguna jasa pendidikan perlu

mendapat perhatian. Sehubungan dengan itu agar sekolah sellalu berhati- hati

dalam pengelolaan pendidikan dan anggaran, meskipun melaksanakan

pengawasan- pengawasan yang baik tidaklah mudah. Mulyasa (2003:24)

menyatakan bahwa:

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang

dipandang memiliki tingkat Pelaksanaan tinggi serta memberikan beberapa

keuntungan berikut:

1. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta

didik, orang tua dan guru.

2. Bertujuan bagaimana memanfaat kan sumber daya lokal

3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasisl

belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah.

4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru,

manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan perubahan perencanaan.

Berbagai uraian diatas setidaknya menjelaskan bahwa upaya perbaikan

pendidikan terus dilakukan. Pada akhirnya nanti akan ditemukan sebuah format

baru yang mana pendidikan dapat menjadi sokoguru dalam pemberdayaan bangsa

(38)

Namun yang pasti, MBS diharapkan mampu menghapus berbagai

kelemahan penyelenggaraan pendidikan, menurut Tilaar (1999:8) menyatakan

bahwa:

1. Sistem pendidikan yang kaku dan desentralistik.

2. Sistem pendidikan nasional tidak pernah mempertimbangkan kenyataan yang

ada di masyarakat.

3. Kedua sistem tersebut diatas ditunjang oleh system birokrasi kaku yang tidak

jarang dijadikan dijadikan alat kekuasaan atau alat politik penguasa.

4. Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari alat birokrasi .

5. Pendidikan yang ada tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, lebih

pada proses pengisian otak ( kognitif ) pada anak didik.

6. Anak tidak pernah dididik atau dibiasakan untuk kretif dan inovatif serta

berorientasi pada keinginan untuk tahu.

Berbagai kelemahan pendidikan diatas telah mengorbankan waktu yang

panjang, sumber daya dan tenaga yang terbuang, karena itu pengorbanan yang

besar seharusnya tidak terulang lagi. MBS diharapkan menjadi peluang dalam

menghadapi berbagai tantangan pendidikan, terutama dalam meningkatkan mutu

pendidikan.

Penulis berkesimpulan penerapan MBS akan efektif dan efesien apabila

didukung oleh SDM yang professional untuk mengoperasikan sekolah, sarana dan

prasarana yang memadai untuk mendukung PBM. Strategi MBS terhadap warga

sekolah berupa sosialisasi pada pelatihan terhadap SDM warga sekolah tentang

penerapan MBS serta di dukung oleh partisipasi aktif masyarakat.

D. Pihak-pihak yang Berperan dalam Melaksanakan Manajemen Berbasis

(39)

Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, masing-masing pihak yang terkait

dengan penyelenggaraan pendidikan disekolah harus memiliki peran yang sama

penting.masing-masing pihak yang dimaksud adalah kaotor pendidikan pusat,

Kantor pendidikan daerah kabupaten/kota, dewan sekolah, kepala sekolah, para

guru, orang tua siswa dan masyarakat.

1. Peran kantor pendidikan pusat dan daerah.

Peran dan fungsi departemen pendidikan di Indonesia pada era otonomi

daerah sesuai dengan peraturan pemerintah No.25 tahun 2000 menyebutkan

bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menatapkan standar kopetensi siswa

dan warga, pengaturan kurikulum nasional dan system penilaan hasil belajar,

penetapan pelaksanaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan,

sertifkasi siswa, warga belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses

pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antara daerah/kota agar tidak

terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga kelansungan pembentukan budi

pekerti, semnagan kebangsaan dan semangat nasionalisme melalui program

pendidikan.

Nurkolis (2003) menyebutkan bahwa:

Peran pemerintah pusat dalam pengaturan pendidikan akan lebih bersifat

stategis dan menghindari wilayah operasional. Hal-hal yang bersifat operasional

akan ditentukan sendiri oleh sekolah besrta orang tua siswa dan masyrakat

sekitarnya. Yang perlu diperhatiakan adalah kebijakan strategis yang ditetapakan

pemerintah harus memberikan ruang gerak kepada sekolah yang lebih besar lagi

sehingga kreativitas sekolah untuk mengembangkan sekolahnya dapat berkembang

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.3Dimensi-dimensi Perubahan Pola Manajemen Sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Gajah Tunggal, Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2013-2015 dengan menggunakan analisis rasio keuangan dan metode Economic Value Added (EVA).

[r]

menghambat adalah terbatasnya anggaran, sikap apatis dan kesadaran masyarakat yang rendah, fluktuasi kunjungan wisatawan, serta kesulitan memasarkan produk

SHGDJDQJ \DQJ VXGDK EHUWDKXQ WDKXQ VXGDK GDSDW PHPSHUNLUDNDQ KDUJD GDQ VHKDW WLGDNQ\D WHUQDN EDKNDQ VDODK VDWX SHGDJDQJ GDSDW PHPSHUNLUDNDQ SHUEDQGLQJDQ NDUNDV GDQ GDJLQJ

Melalui penelitian ini diperoleh hasil bahwa dengan menggunkan metode Gross-up akan menguntungkan bagi perusahaan, dengan cara memberikan tunjangan pajak kepada karyawan

Program dan kegiatan yang direncanakan di dalam Renja Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2016 terkait dengan kewenangan sebagaimana diatur di dalam Peraturan

Berdasarkan fungsi dan peran penting pajak di atas, penelitian yang akan dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah ini membuat beberapa rumusan masalah untuk dijawab

Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk mempredikst alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan