• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Rumah Sakit - Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Rumah Sakit - Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1. Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit dipandang sebagai suatu struktural terorganisasi yang

menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan

terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam sistem terorganisasi untuk

penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Siregar dan Amalia, 2004).

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan

personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik

modern, yang semuanya terkait bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk

pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004).

Berdasarkan ketentuan umum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor: 983/MenKes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit

Umum, rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan bersifat dasar, spesialistik, dan sub spesialistik yang mempunyai tugas

melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

(2)

serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya

rujukan (Siregar dan Amalia, 2004).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit 2.1.2.1 Tugas Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit Pasal 3, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pelayanan kesehatan promotif adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang

lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan, pelayanan

kesehatan preventif adalah kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan/penyakit, dan pelayanan kesehatan kuratif adalah kegiatan pengobatan

yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas

penderita dapat terjaga seoptimal mungkin, serta pelayanan kesehatan rehabilitatif

adalah kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat

sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk

dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

2.1.2.2 Fungsi Rumah Sakit

Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi

yaitu:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

(3)

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit secara Umum

Menurut Siregar dan Amalia (2004) rumah sakit diklasifikasikan

berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:

a. berdasarkan kepemilikan

i. rumah sakit pemerintah, terdiri dari:

(a) rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan

(b) rumah sakit Pemerintah Daerah

(c) rumah sakit Militer

(d) rumah sakit BUMN

ii. rumah sakit swasta yang dikelola oleh masyarakat

b. berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas:

i. rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam

jenis penyakit

ii. rumah sakit khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien dengan

kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah

(4)

c. berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas 2 jenis, yaitu:

i. rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan

program latihan untuk berbagai profesi

ii. rumah sakit non pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak

menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak

memiliki hubungan kerjasama dengan universitas

2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi

rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur

pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004; UU No 44,

2009).

a. rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis

dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13

(tiga belas) subspesialis

b. rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis

dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2

(dua) subspesialis dasar

c. rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis

(5)

d. rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis

dasar

2.1.4 Visi dan Misi Rumah sakit

Agar suatu rumah sakit berhasil dalam pelayanannya secara menyeluruh

maka diperlukan suatu perencanaan strategis, yaitu suatu proses yang dilakukan

rumah sakit dalam mengembangkan visi, misi, menetapkan tujuan jangka panjang,

pengembangan program strategis, penetapan prioritas, analisis SWOT, analisis

celah, masalah strategis, rencana tindakan terpadu, dan penerapan.

Visi merupakan pernyataan tetap untuk mengkomunikasikan sifat dari

keberadaan rumah sakit, berkenaan dengan maksud, langkup usaha/kegiatan dan

kepemimpinan kompetitif, memberikan kerangka kerja yang mengatur hubungan

antara rumah sakit dengan “stakeholders” utamanya, dan untuk menyatakan

tujuan luas dari unjuk kerja rumah sakit.

Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan

keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi

pengaharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi

maksud tersebut (Siregar dan Amalia, 2004).

2.1.5 Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Indikator merupakan variabel ukuran atau tolak ukur yang dapat

menunjukkan indikasi-indikasi terjadinya perubahan tertentu. Menurut Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman

Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan

(6)

a. input, yang dapat mengukur pada bahan alat sistem prosedur atau orang yang

memberikan pelayanan misalnya jumlah dokter, kelengkapan alat, prosedur

tetap dan lain-lain

b. proses, yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan yang misalnya

kecepatan pelayanan, pelayanan dengan ramah dan lain-lain

c. output, yang dapat menjadi tolak ukur pada hasil yang dicapai, misalnya

jumlah yang dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, kebersihan ruangan

d. outcome, yang menjadi tolak ukur dan merupakan dampak dari hasil

pelayanan sebagai misalnya keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap

pelayanan dan lain-lain

e. benefit, adalah tolak ukur dari keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit

maupun penerima pelayanan atau pasien misalnya biaya pelayanan yang

lebih murah, peningkatan pendapatan rumah sakit

f. impact, adalah tolak ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas

misalnya angka kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan

masyarakat, meningkatnya kesejahteraan karyawan

Indikator penilaian efisiensi pelayanandiantaranya adalah sebagai berikut:

a. bed occupancy rate (BOR) adalah pemakaian tempat tidur dipergunakan untuk

melihat berapa banyak tempat tidur di rumah sakit yang digunakan pasien

dalam suatu masa.

BOR= Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu Jumlah tempat tidur x Jumlah hari dalam satu satuan waktu

x 100%

Persentase ini menunjukkan sampai berapa jauh pemakaian tempat tidur yang

tersedia di rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. Bila nilai ini mendekati

(7)

ideal. BOR antara rumah sakit yang berbeda tidak bisa dibandingkan oleh

karena adanya perbedaan fasilitas rumah sakit, tindakan medik, perbedaan

teknologi intervensi.

b. bed turn over (BTO) merujuk pada berapa kali satu tempat tidur ditempati

pasien dalam satu tahun. Usahakan BTO lebih besar dari 40.

BTO = Jumlah pasien keluar hidup dan meninggal Jumlah tempat tidur

x 100%

c. average length of stay (ALOS) adalah rata-rata lama dirawat dalam satu

periode. Periode yang baik adalah 5-13 hari.

ALOS = Jumlah lama dirawat Jumlah pasien keluar

x 100%

d. turn over interval (TOI)adalah waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau

waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi

oleh pasien lain. TOI diusahakan lebih kecil daripada 5 hari.

TOI = (Jumlah tempat tidur x 365) – hari perawatan Jumlah semua pasien keluar hidup + mati

x 100%

e. infant death rate (IDR)atau angka kematian bayi. Standar IDR adalah 20%.

IDR = Jumlah kematian bayi yang lahir di rumah sakit Jumlah bayi yang lahir di rumah sakit dalam waktu tertentu

x 100%

f. maternal mortality rate (MMR) atau angka kematian ibu melahirkan. Standard

0,25% atau antara 0,1-0,2%.

MMR = Jumlah pasien obstetric yang meninggal Jumlah pasien obstetric dalam jangka waktu tertentu

x 100%

g. foetal death rate (FDR) atau angka bayi lahir mati. Standar FDR adalah 2%.

FDR = Jumlah kematian bayi dengan umur kandungan 20 minggu Jumlah semua kelahiran dalam jangka waktu tertentu

(8)

h. post operative death rate (PODR) atau angka kematian pasca bedah. Standar

PODR adalah 1%.

PODR = Jumlah kematian setelah operasi dalam satu periode Jumlah pasien yang dioperasi dalam periode yang sama

x 100%

2.2 Rekam Medik

Menurut Permenkes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud

dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah

diberikan kepada pasien (Siregar dan Amalia, 2004).

Pemanfaatan rekam medik (Depkes, 2008) dapat dipakai sebagai:

a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran

gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.

c. keperluan pendidikan dan penelitian.

d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan.

e. data statistik kesehatan.

2.3 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) 2.3.1 Komite Medik

Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih

dari ketua staf medis fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di

rumah sakit. Komite medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada

direktur utama (Depkes, 2004). Komite medik diberikan dua tugas utama yaitu

menyusun standar pelayanan medik dan memberikan pertimbangan kepada

(9)

a. pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis

khusus kepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan

(Diklat), serta penelitian dan pengembangan (Litbang)

b. pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika

profesi

2.3.2 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)

Berdasarkan Kepmenkes No 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di rumah sakit, panitia farmasi dan terapi adalah organisasi

yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi,

sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi

yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga

kesehatan lainnya. Tujuan panitia farmasi dan terapi adalah:

a. menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat

serta evaluasinya

b. melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru

yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan

kebutuhan

2.3.2.1 Fungsi dan Ruang Lingkup

Fungsi dan ruang lingkup panitia farmasi dan terapi adalah:

a. mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan

obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi

secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga

harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat

(10)

b. panitia farmasi dan terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau

menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf

medis

c. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang

termasuk dalam kategori khusus

d. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap

kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di

rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional

e. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan

mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.

Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus

penggunaan obat secara rasional

f. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat

g. menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis

dan perawat

2.3.2.2 Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi

Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua

kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit

di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini, agar dapat mengemban tugasnya

secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam

dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,

dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk

memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di

(11)

2.4 Formularium Rumah Sakit

Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh panitia

farmasi dan terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap

batas waktu yang ditentukan. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem di mana

prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu

digunakan oleh staf medis, di lain pihak panitia farmasi dan terapi mengadakan

evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran,

dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien (Depkes, 2004).

Pedoman penggunaan yang digunakan dalam memberikan petunjuk

kepada dokter, apoteker, perawat, serta petugas administrasi di rumah sakit dalam

menerapkan sistem formularium, meliputi (Depkes, 2004):

a. membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan

panitia farmasi dan terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,

organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem

formularium yang diusulkan oleh panitia farmasi dan terapi

b. staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan

tiap-tiap institusi

c. staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis

oleh panitia farmasi dan terapi untuk menguasai sistem formularium yang

dikembangkan oleh panitia farmasi dan terapi

d. nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik

e. membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi

(12)

f. membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek

terapinya sama, seperti:

i. apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang

sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta

ii. dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus

didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi

iii. apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat

dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh

dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien

2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan

seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara

profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan

kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;

pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi;

dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan;

pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh

perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan

Amalia, 2004).

2.5.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai

(13)

pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta

evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan, dengan tujuan (Depkes, 2004):

a. mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien

b. menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan

c. meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi

d. mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna

e. melaksanakan pengendalian mutu pelayanan

a. pemilihan

Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah

kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan

dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,

standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi

obat merupakan peran aktif apoteker dalam panitia farmasi dan terapi untuk

menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.

b. perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,

dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk

menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat

dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan

antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan

epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan berdasarkan:

i. daftar obat esensial nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi

(14)

ii. data catatan medik

iii. anggaran yang tersedia

iv. penetapan prioritas

v. siklus penyakit

vi. sisa stok

vii. data pemakaian periode lalu

viii. perencanaan pengembangan

c. pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui, melalui:

i. pembelian:

(a) secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi)

(b) secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan

ii. produksi/pembuatan sediaan farmasi:

(a) produksi steril

(b) produksi non steril

iii. sumbangan/droping/hibah

d. produksi

Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan

kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Kriteria obat yang diproduksi:

i. sediaan farmasi dengan formula khusus

(15)

iii. sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil

iv. sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran

v. sediaan farmasi untuk penelitian

vi. sediaan nutrisi parenteral

vii. rekonstruksi sediaan obat kanker

e. penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang

telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,

tender, konsinyasi atau sumbangan.

f. penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut

persyaratan yang ditetapkan:

i. dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

ii. dibedakan menurut suhunya, kestabilannya

iii. mudah tidaknya meledak/terbakar

iv. tahan/tidaknya terhadap cahaya

g. pendistribusian

Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi

di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat

inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi

dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan

mempertimbangkan:

i. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada

(16)

iii. sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi

2.5.2 Pelayanan Farmasi Klinis

Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan langsung yang diberikan

apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat. Pelayanan farmasi

klinik meliputi:

a. pengkajian pelayanan dan resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,

pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,

pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian

obat (medication error).

Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya

masalah terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan

kepada dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus

melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan

farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat

jalan. Persyaratan administrasi meliputi:

i. nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien

ii. nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter

iii. tanggal resep

iv. ruangan/unit asal resep

Persyaratan farmasetik meliputi:

(17)

ii. dosis dan jumlah obat

iii. stabilitas

iv. aturan dan cara penggunaan

Persyaratan klinis meliputi:

i. ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat

ii. duplikasi pengobatan

iii. alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)

iv. kontraindikasi

v. interaksi obat

b. penelusuran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan

informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang

digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Tujuan:

i. membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi

penggunaan obat

ii. melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga

kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan

iii. mendokumentasikan adanya alergi dan ROTD

iv. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat

v. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat

(18)

vii. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang

digunakan

viii. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat

ix. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat

x. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan

minum obat (concordanceaids)

xi. mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan

dokter

xii. mengidentifikasi terapi lain misalnya suplemen, dan pengobatan alternatif

yang mungkin digunakan oleh pasien

Kegiatan yang dilakukan meliputi penelusuran riwayat penggunaan obat

kepada pasien/keluarganya, dan melakukan penilaian terhadap pengaturan

penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan adalah nama obat

(termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan indikasi

dan lama penggunaan obat, ROTD termasuk riwayat alergi, dan kepatuhan

terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).

c. pelayanan lnformasi obat (PIO)

PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi

obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan

oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta

pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. Tujuan:

i. menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di

(19)

ii. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan

obat/perbekalan farmasi, terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi

iii. menunjang penggunaan obat yang rasional

Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi:

i. menjawab pertanyaan

ii. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter

iii. menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi

sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit

iv. bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat

jalan dan rawat inap

v. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga

kesehatan lainnya

vi. melakukan penelitian

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

i. sumber daya manusia

ii. tempat

iii. perlengkapan

d. konseling

Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan

pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan

kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu

meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga

pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang

(20)

keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek

samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati pilihan pasien dalam

menjalankan terapi. Tujuan khusus dari konseling adalah:

i. meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien

ii. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien

iii. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat

iv. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat

dengan penyakitnya

v. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

vi. mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat

vii. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi

viii. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan

ix. membimbing dan membina pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat

mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien

Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi:

i. membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien

ii. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui

three prime questions

iii. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien

untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat

iv. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat

v. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien

(21)

Faktor yang perlu diperhatikan:

i. kriteria pasien

(a) pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal,

ibu hamil dan menyusui)

(b) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi,

dll)

(c) pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off)

(d) pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

fenitoin)

(e) pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)

(f) pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah

ii. sarana dan prasarana

(a) ruangan atau tempat konseling

(b) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)

e. visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan

apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati

kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,

memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan

terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien

serta profesional kesehatan lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit

(22)

rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus

mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien

dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.

f. pemantauan terapi obat (PTO)

PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan

terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi

obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko ROTD.

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

i. pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, ROTD

ii. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat

iii. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat

Tahapan pemantauan terapi obat yaitu:

i. pengumpulan data pasien

ii. identifikasi masalah terkait obat

iii. rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat

iv. pemantauan

v. tindak lanjut

Faktor yang harus diperhatikan:

i. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan

terpercaya

ii. kerahasiaan informasi

(23)

g. monitoring efek samping obat (MESO)

MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang

tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada

manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah

reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Tujuan:

i. menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat,

tidak dikenal, frekuensinya jarang

ii. menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal

dan yang baru saja ditemukan

iii. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi

angka kejadian dan hebatnya efek samping obat

iv. meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

v. mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO):

i. mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)

ii. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami ESO

iii. mengevaluasi laporan ESO

iv. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di komite/sub komite farmasi

dan terapi

v. melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional

Faktor yang perlu diperhatikan:

i. kerjasama dengan komite farmasi dan terapi dan ruang rawat

(24)

h. evaluasi penggunaan obat (EPO)

EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan

berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan:

i. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan

ii. membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu

iii. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat

iv. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat

Kegiatan praktek EPO adalah mengevaluasi penggunaan obat secara

kualitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada EPO meliputi indikator

peresepan, indikator pelayanan, indikator fasilitas.

i. dispensing sediaan khusus

Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit

dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan

melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya

kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah

untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan

zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

(a) pencampuran obat suntik

Pencampuran obat steril dilakukan sesuai kebutuhan pasien yang

menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis

yang ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan meliputi mencampur sediaan intravena

ke dalam cairan infus, melarutkan sediaan intravena bentuk serbuk dengan pelarut

(25)

diperhatikan dalam melakukan pencampuran obat suntik adalah ruangan khusus,

lemari pencampuran biological safety cabinet, dan HEPA filter.

(b) penyiapan nutrisi parenteral

Kegiatan pencampuran nutrisi parenteral dilakukan oleh tenaga yang

terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan

formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan yang

dilakukan meliputi mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin,

mineral untuk kebutuhan perorangan, dan mengemas ke dalam kantong khusus

untuk nutrisi. Faktor yang perlu diperhatikan:

i. tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi

ii. sarana dan prasarana

iii. ruangan khusus

iv. lemari pencampuran biological safety cabinet

v. kantong khusus untuk nutrisi parenteral

(c) penanganan sediaan sitotoksik

Penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai

kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada

keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik

dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada

saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada

pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan

melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang

memadai. Kegiatan:

(26)

ii. melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai

iii. mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan

iv. mengemas dalam pengemas tertentu

v. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku

Faktor yang perlu diperhatikan:

i. ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai

ii. lemari pencampuran biological safety cabinet

iii. HEPA filter

iv. alat pelindung diri

v. sumber daya manusia yang terlatih

vi. cara pemberian obat kanker

j. pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)

PKOD dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat

tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang

sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan:

i. mengetahui kadar obat dalam darah

ii. memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

i. memisahkan serum dan plasma darah

ii. memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat

TDM

(27)

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah:

i. alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat

ii. reagen sesuai obat yang diperiksa

2.5.3 Indikator Pelayanan Kefarmasian

Indikator diperlukan untuk mengukur pencapaian standar yang telah

ditetapkan, atau suatu alat/tolak ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan

terhadap standar yang telah ditetapkan, makin sesuai yang diukur dengan

indikatornya, makin sesuai pula hasil suatu pekerjaan dengan standarnya.

Indikator yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah sebagai

berikut (Depkes, 2004):

a. indikator peresepan seperti tingkat penggunaan obat generik untuk kebutuhan

pasien rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan Permenkes RI No

HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat

Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

b. indikator pelayanan seperti waktu tunggu pelayanan untuk resep obat jadi dan

obat racikan

c. indikator fasilitas

d. tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat

e. kepuasan pelanggan

(28)

Indikator mutu pelayanan farmasi sebagai berikut:

a. rata-rata waktu penyiapan obat

b. rata-rata waktu penyerahan obat

c. persentase jumlah obat sesuai resep yang diserahkan kepada pasien

d. persentase jumlah jenis obat yang diserahkan sesuai resep kepada pasien

Referensi

Dokumen terkait

Langkah selanjutnya kita akan membuat kubus dengan wizard yang mana dimensi-dimensi secara otomatis menyesuaikan apa yang akan kita buat dalam kubus ini (kita data

Faktor internal yang dimaksud di sini adalah hal-hal yang terkait langsung dengan diri siswa, baik sebagai individu maupun pembelajar. Seorang guru hendaknya

Sedangkan Binary Search adalah algoritma pencarian yang dilakukan dengan cara menebak apakah data yang dicari berada di tengah-tengah data, kemudian membandingkan data

i Fiksi atau bukan, kartun satir bertemakan kota ala Benny & Mice menjadi menarik untuk diperbincangkan dengan memban- dingkannya pada imaji-imaji romantis

Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi siklus I yaitu melakukan pengamatan kepada peserta

Berapa banyak minimal bola yang harus diambil dari kotak agar pasti terdapat dua buah bola yang memiliki warna yang sama dan hasil penjumlahan angka-angka pada kedua

Penelitian ini didasarkan pada fenomena banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar SMP yang mengemudikan sepeda motor tanpa memiliki Surat Izin Mengemudi

Untuk menentukan kelangsungan dari perencanaan infrastruktur Jalan Arteri Relokasi Porong tersebut, maka perlu diadakan penelitian tentang besarnya pembebanan lalu lintas