• Tidak ada hasil yang ditemukan

Warga negara (1) negara-negara budaya negara-negara budaya negara-negara budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Warga negara (1) negara-negara budaya negara-negara budaya negara-negara budaya"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Warga negara, diartikan sebagai orang-orang yang menjadi unsur negara. Istilah in dahulu biasa disebut dengan hamba atau kawula negara. Istilah warga negara ini lebih

sesuai dengan kedudukanya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah kawula negara, karena warganegara mengandung arti peserta.kemudian warga negara indonesia, ialah : bangsa indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang

sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini, dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan belanda, peranakan cina, peranakan arab dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada negara Indonesia, dapat menjadi warga

negara. Secara singkat, koerniatmanto S., mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Selain itu, sesuai pasal 1 UU

No. 22/1958 dinyatakan bahwawarga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan atau perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi tanggal 17 agustus1945, sudah menjadi warga

(2)

Kualitas warga negara yang baik menurut Stanly E. Diamond: LOYAL

Loyalitas kesetiaan nasional pada negara bangsa sangat penting, kepentingan baik vertical maupun horizontal pada dimensi politik, ekonomi, budaya. Negara bangsa bukan merupakan identitas yang alamiah, tapi melalui proses yang cukup lama, seperti di Amerika Serikat dan Perancis melalui revolusi modernisasi dan industri,

nasionalisme merupakan rasionasitas dari kebangsaan. Nasionalisme di Indonesia pernah berhasil mendapatkan loyalitas dan pengorbanan besar dari rakyat. Pada saat perang kemerdekaan 1945-1949, rakyat rela berkorban harta benda dan bahkan nyawa demi keyakinan untuk memiliki Negara dan pemerintahan sendiri.

1. Loyalitas horizontal

Loyalitas bersifat horizontal dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari seperti kesetiaan kepada sesama organisasi atau lembaga. Jika segala macam bentuk loyalitas bersifat horizontal itu sampai pada taraf konflik dan ketidakpuasan, maka taruhannya adalah disintegrasi organisasi atau hancurnya keutuhan rasa kebangsaan. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat bahwa partai politik di Indonesia sangatlah banyak,partai-partai itu saling berebut untuk mendapatkan posisi yang paling tinggi dengan cara apapun, dari sini kita bisa lihat memicu suatu perkelahian massa yang sangat banyak. Misalnya satu partai melaksanakan kampanye di suatu daerah kemudian di daerah tersebut pendukung partai ini bisa dikatakan hanya

sepertiga dari masyarakat di daerah itu, maka bila ada pendukung partai itu melakukan suatu kegiatan yang dipandang oleh masyarakat sangat tidak menyenangkan maka akan terjadi perkelahian massa yang akan menimbulkan korban.

(3)

John F. Kennedy pada tahun 1961 mengatakan “Loyalitas saya berakhir kepada partai, begitu pengabdian saya kepada negara dimulai.” Ungkapan yang penuh makna ini banyak dikutip oleh para politisi maupun intelektual, namun sangat sedikit

diterapkan.

Ali (2011) , berpendapat bahwa “loyalitas vertikal adalah kesetiaan atau pengabdian kepada seseorang dengan negara atau pemerintahan.” Ensiklopedia Britannica Eleventh 1911 (awal abad 20) mendefinisikan loyalitas sebagai “setia kepada pemerintah berdaulat atau didirikan negara sesorang dan juga devosi pribadi dan penghormatan kepada keluarga kerajaan berdaulat.” Ini berarti kesetiaan kepada seorang raja. Definisi loyalitas berdasarkan etimologi kata ini dikumandangkan oleh Vandekerckhove, ketika ia berhubungan loyalitas dan mengungkap rahasia (lebih pada yang di bawah).

Loyalitas bawhan terhadap atasannya sangat dipengaruhi oleh karakter pribadi

pemimpin tersebut dan gaya dalam memimpin sebuah organisasi atau lembaga. Ada 3 karakter pemimpin yang memandang makna loyalitas bawahan terhadap dirinya, yang dapat diukur berdasarkan:

Komitmen seorang individu organisasi terhadap bidang pekerjaan dan lembaganya secara umum. Komitmen soerang individu organisasi terhadap bidang pekerjaan dan pimpinannya. Komitmen seorang individu organisasi terhadap pimpinannya saja. Cara memperkuat loyalitas vertikal dan loyalitas horizontal:

Untuk memperkuat rasa loyalitas vertikal dan loyalitas horizontal dalam nasionalisme kebangsaan Indonesia antara lain menghindari disintegrasi bangsa, sesuai dengan sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia daat diwujudkan; melakukan sosialisasi nasionalisme Indonesia secara terus menerus; meningkatkan pembangunan ekonomi; dan

menghilangkan deskriminasi terhadap kelompok minoritas.

Sosialisme nasionalisme Indonesia, merupakan proses penanaman nilai-nilai

kebangsaan kepada seluruh warga negara, terutama bagi generasi muda. Penanaman nilai-nilai dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai perjuangan kemerdekaan, sejarah tokoh-tokoh nasional dan penghormatan terhadap simbol-simbol kebangsaan. Sarana yang digunakan untuk sosialisasi tersebut, bisa melalui keluarga, sekolah, media massa, instensi pemerintah dan spanduk/poster. Kegagalan pembangunan ekonomi merupakan sumber frustasi sejumlah suku bangsa yang mendorong mereka keluar dari negara yang ada dan berupaya membentuk megara sendiri. Dukungan untuk menyukseskan pembangunan ekonomi dan kemampuan pemerintah untuk bekerja dengan baik sangat penting guna memperkuat rasa

(4)

ORANG YANG SELALU BELAJAR

Setiap kali kita mendengar kata kewarganegaraan, secara tidak langsung otak merespon dan mengaitkan kewarganegaraan dengan pelajaran kewarganegaraan pada saat sekolah, dan mata kuliah kewarganegaraan pada saat kita kuliah. Bisa jadi kata kewarganegaraan di dalam memori otak tersimpan kuat karena setiap tahun dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas ada pelajaran kewarganegaraan yang harus dipelajari, dan ternyata saat kuliah juga ada. Dan di dalam bangku perkuliahan kita akan mempelajari lebih dalam seberapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran setelah terpecah dari PPKn ataupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pada awalnya di gabung menjadi satu, karena isi dari Pendidikan Kewarganegaraan sendiri besumber dari Pancasila itu sendiri. Selanjutnya di pecah menjadi mata pelajaran sendiri karena Pendidikan Kewarganegaraan dianggap penting untuk di ajarkan kepada siswa dan dalam Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan materi kewarganegaraan yang lebih luas dan tidak hanya bersumber langsung dari Pancasila. Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan bagi sebagian mahasiswa tidak ubahnya mempelajari Pancasila tahap dua, atau bahkan tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila dan Sejarah Bangsa. Beberapa materinya memang berkaitan ataupun sama. Itulah

mengapa Pendidikan kewarganegaraan selalu “dianak tirikan” dalam percaturan dunia pendidikan. Menurut orang kebanyakan, lebih penting belajar matematika daripada PKn.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.

Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang di mana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara.

Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa

(5)

Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional.

Seperti yang pernah diungkapkan salah satu rektor sebuah universitas, “tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois. Tanpa

penanaman nilai-nilai kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.”

Beliau menambahkan bahwa ada tiga fenomena pasca perang dunia II,yaitu :

Fenomena pertama, saat bangsa-bangsa berfokus kepada nation-building atau pembangunan institusi negara secara politik. Di Indonesia, itu diprakarsai mantan Presiden Soekarno. Pendidikan arahnya untuk nasionalisasi.

Fenomena kedua, terkait dengan tuntutan memakmurkan bangsa yang kemudian mendorong pendidikan sebagai bagian dari market-builder atau penguatan pasar dan ini diprakarsai mantan Presiden Soeharto.

Fenomena ketiga, berhubungan dengan pengembangan peradaban dan kebudayaan. Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia sudah menampakkan fenomena tersebut dengan menguatkan pendidikannya untuk mendorong riset, kajian-kajian, dan pengembangan kebudayaan.

Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia.

Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM, agar mahasiswa mampu

berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai, agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal, agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi, agar mahasiswa mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik, agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).

(6)

terdepan dalam melindungi negara. Garda kokoh yang akan terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak aral merintang di depan.

Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana warga negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik. Pengembangan komunikasi dengan

lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk pengambangan diri seluas-luasnya.

Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari.

Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik.

SEORANG PEMIKIR

Awal reformasi di sambut oleh bangsa Indonesia dengan suka cita, euforia karena telah terbit fajar baru yang selanjutnya di ikuti dengan demokratisasi dalam segala bidang, namun dalam perjalanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sungguh memprihatinkan sehingga mengundang kita semua untuk ikut bertanggung jawab atas retaknya mosaik Indonesia, hingga hilang keindahannya. Seperti krisis politik, krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan, krisis moral, dan budaya menjadi orientasi nilai di kalangan masyarakat yang sejauh ini telah hilang.

(7)

ampuhnya demokrasi memiliki pengaruh yang sangat dahsyat dalam segala aspek kehidupan, baik itu politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Namun mari sejenak kita lihat bersama apa yang selama ini sudah terjadi pada bangsa kita seabagai akibat dari kesalahan dalam mengartikan “demokrasi”? Konflik serasa tidak pernah surut, pada kalangan mahasiswa/pelajar sering terjadi tawuran antar mahasiswa, tawuran antar pelajar (siswa), konflik antar lembaga negara seperti konflik KPK vs POLRI, bentrok antar masyarakat, bentrok antar pendukung kesebelasan sepakbola, konflik setelah PILKADA, dan sebagainya. Kemudian pertanyaannya dimanakah budi luhur yang selama ini dimiliki bangsa ini? Apakah era demokrasi ini hanya wahana untuk menyalurkan aspirasi secara brutal, bebas melanggar hukum, dsb? Untuk apakah kekuasaan, keadilan, pendidikan dan pembangunan? Jangan-jangan kita hanya membangun fisiknya saja tanpa disertai bangunan jiwa. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kehidupan berbangsa dan beregara hanya mengejar lahiriah dan saat ini bangsa kita sudah kebablasan, bukan lagi praktik democracy tapi democrazy. Lihatlah sikap dan perilaku kehalusan budi pekerti, sopan santun, toleransi, kerukunan, rasa malu, solidaritas sosial, gotong royong, semua sikap dan perilaku ini sudah jarang terlihat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sungguh ini menjadi persoalan yang sangat memprihatinkan. Tentunya bangsa ini tidak ingin nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila yang sejatinya merupakan karakter bangsa hilang begitu saja dari memori kolektif bangsa ini, karena Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas, apalagi diterapkan baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Untuk itu dalam blog ini saya ingin mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas, utamanya apa peran dan posisi pendidikan kewarganegaraan dalam pendidikan karakter bangsa? B. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan jati diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang sesuai dengan yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas 2004). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civics, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan (kurikulum 2004), sampai yang terakhir kembali lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (kurikulum 2013).

Sejak kelahirannya (tahun 1973) sampai dengan sekarang, Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan yang menentukan bagi perjalanan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Hal ini terbukti bahwa dalam penyelenggaraan kurikulum perguruan tinggi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) senantiasa ditemukan sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri.

(8)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menekankan pada kompetensi (kemampuan) peserta didik (subjek belajar) untuk memiliki wawasan kebangsaan dan cinta tanah air. Kompetensi ini merupakan panggilan konstitusi dan ketentuan UU yang harus direalisasikan dalam praktik dan kinerja pendidikan dan pengajaran tidak saja bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi, namun juga bagi siswa di sekolah menengah atas (SMA), siswa di sekolah menengah pertama (SMP), dan siswa di sekolah dasar (SD).

Sebagai progam pendidikan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tergolong dalam mata kuliah yang strategis dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, di samping mata kuliah lain yaitu Pendidikan Agama. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mengemban misi dalam mempersiapkan generasi bangsa yang bermoral, bertanggung jawab, tangguh dalam mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang berpengaruh pada eksistensi dirinya. Kompetensi yang demikian mesti di imbangi dengan kemampuan berfikir ke arah pemahaman dan pengamalan jiwa pada nilai-nilai pancasila (yang dipersiapkan melalui mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama (melalui Pendidikan Agama) yang diyakini oleh masing-masing Individu.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan termasuk pendidikan untuk menjadi (educational for becoming), yang menekankan garapannya pada upaya pembentukan manusia; yakni mahasiswa yang memiliki kesadaran dalam melaksanakan hak dan kewajibannya terutama kesadaran akan wawasan nasional dan pertahanan keamanan nasional. Secara demikian, progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam pelaksanaannya mengharuskan adanya perhatian yang seksama bagi pembinanya (Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan), dengan pemikiran yang cermat diharapkan proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mampu mencapai misi yang telah ditetapkan.

Demikian penting tugas yang harus dilaksanakan oleh mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) maka penyelenggaranya mengharuskan adanya persamaan presepsi di antara dosen pembina baik terhadap eksistensi (keberadaan) mata kuliah ini maupun cara-cara dalam pengambilan keputusan dalam proses pembelajaran mahasiswa terhadap materi mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

C. Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Secara progamatik, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di tujukan pada garapan akhir yaitu pembentukan warga negara yang baik dan bermoral yang sesuai dengan jiwa serta nilai-nilai pancasila dan UUD 1945. Rasionalnya, bahwa Pancasila dan UUD 1945 ditetapkan sebagai norma dan parametrik kehidupan nasional Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ditinjau dari cara kerjanya yang bergerak dalam lingkungan pendidikan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk kualitas kepribadian warga negara yang baik, bermoral, dan cinta tanah air.

(9)

pemikir, (4) Bersikap demokratis, (5) Gemar melakukan tindakan kemanusiaan, (6) Pandai mengatur diri; dan (7) Seorang pelaksana.

Cogan (1998) menegaskan bahwa warga negara yang baik harus memiliki kemampuan untuk; (1) menjawab tantangan global, (2) bekerja sama dengan orang lain, (3) menerima dan toleransi terhadap perbedaan budaya, (4) berfikir kritis dan sistematis, (5) menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, (6) mengubah gaya hidup konsumtif guna melindungi lingkungan, (7) kepekaan terhadap hak azasi manusia, (8) partisipasi dalam pemerintahan local, nasional dan global.

Target Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam kerangka sistem pendidikan nasional dipusatkan pada kredibilitas kepribadian warga negara dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bebangsa, bernegara, dan bermasyarakat menurut kriteria konstitusi. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraa (PPKn) juga bertujuan untuk memperluas wawasan dan menumbuhkan kesadaran warga negara, sikap serta perilaku cinta tanah air, yang bersendikan pada kebudayaan bangsa, moral, wawasan nusantara dan ketahanan nasinal. Dengan demikian warga negara diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam bermasyarakat tanpa menggunakan unsur kekerasan, sehingga tujuan dari pada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan itu sendiri berjalan secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita nasional sebagaimana digariskan dalam UUD 1945.

BERSIKAP DEMOKRASI:

Untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadaban, maka setiap warga negara haruslah memiliki karakter atau jiwa yang demokratis juga. Ada beberapa karakteristik bagi warga negara yang disebut sebagai warga yang demokrat. Yakni antara lain :

1. RASA HORMAT DAN TANGGUNG JAWAB

Sebagai warga negara yang demokratis, hendaknya memiliki rasa hormat terhadap sesama warga negara terutama dalam konteks adanya pluralitas masyarakat Indoneesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, keyakinan, agama, dan ideologi politik. Selain itu, sebagai warga negara yang demokrat, seorang warganegara juga dituntut untuk turut bertanggung jawab menjaga keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan ketertiban negara yang berdiri diatas pluralitas tersebut.

2. BERSIKAP KRITIS

(10)

harus didukung oleh sikap yang bertanggung jawab terhadap apa yang harus dikritisi.

3. MEMBUKA DISKUSI DAN DIALOG

Perbedaan pendapat dan pandangan serta perilaku merupakan realitas empirik yang pasti terjadi di ditengah komunitas warga negara, apalagi ditengah komunitas masyarakat yang plural dan multi etnik. Untuk

meminimalisasikan konflik yang ditimbulkan dari perbedaan tersebut, maka membuka ruang untuk berdikusi dan berdialog merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan. Oleh karenanya, sikap membuka diri untuk berdialog dan diskusi merupakan salah satu ciri sikap warga negara yang demokrat.

4. BERSIFAT TERBUKA

Sikap terbuka merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan sesama manusia, termasuk rasa menghargai terhadap hal-hal yang tidak biasa atau baru serta pada hal-hal yang mungkin asing. Sikap terbuka yang

didasarkan atas kesadaran akan pluralisme dan keterbatasan diri akan

melahirkan kemampuan untuk menahan diri dan tidak secepatnya menjatuhkan penilaian dan pilihan.

5. RASIONAL

Bagi warga negara yang demokrat, memiliki kemampuan untuk

mengambil keputusan secara bebas dan rasional adalah sesuatu hal yang harus dilakukan. Keputusan-keputusan yang diambil secara rasional akan

mengantarkan sikap yang logis yang ditampilkan oleh warga negara. Sementara, sikap dan keputusan yang diambil secara tidak rasional akan membawa implikasi emosional dan cenderung egois. Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan warga negara, baik persoalan plitik, budaya, sosial, dan sebagainya, sebaiknya dilakukan dengan keputusan-keputusan yang rasional. 6. ADIL

Sebagai warga negara yang demokrat, tidak ada tujuan baik, yang patut diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak adil merupakan bentuk pelanggaran hak asasi dari orang yang diperlakukan tidak adil., dengan semangat keadilan, maka tujuan-tujuan bersama bukanlah suatu yang didektekan akan tetapi ditawarkan. Mayoritas suara bukanlah diatur tetapi diperoleh.

(11)

Memiliki sifat dan sikap yang jujur bagi warga negara merupakan sesuatu yang mutlak. Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselarasan dan keharmonisan hubungan antar warga negara. Sikap jujur bisa diterapkan disegala sektor, baik politik, sosial, dan sebagainya. Kejujuran politik adalah bahwa, kesejahteraan warga negara merupakan tujuan yang ingin dicapai, yaitu kesejahteraan dari masyarakat yang memilih para politisi. Ketidak jujuran politik adalah seorang politisi mencari keuntungan bagi dirinya sendiri atau mencari keuntungan demi partainya, karena partai itu penting bagi

kedududukanya.

Beberapa karakteristik warga yang demokrat diatas, merupakan sikap dan sifat yang seharusnya melekat pada seorang warga negara. Hal ini akan menampilkan sosok warga negara yang otonom, yakni mampu mempengarui dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan ditingkat lokal secara mandiri. Sebagai warga negara yang otonom, ia mempunyai karakteristik lanjutan sebagai berikut :

Memiliki kemandirian. Mandiri berarti tidak mudah dipengaruhi atau dimobilisasi, teguh pendirian, dan bersikap kritis pada segenap keputusan publik.

Memiliki tanggung jawab pribadi, politik, dan ekonomi sebagai warga negara, khususnya dilingkungan masyarakat yang terkecil seperti RT, RW, Desa, dan seterusnya. Atau juga dilingkungan sekolah dan perguruan tinggi.

Menghargai martabat manusia dan dan kehormatan pribadi. Menghargai berarti menghormati hak-hak asasi dan privasi pribadi setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, golongan, ataupun warga negara yang lain.

Berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan dengan pikiran dan sikap yang santun. Warga negara yang otonom secara efektif mampu mempengarui dan berpartisipasi dalam proses-proses pengambilan kebijakan pada level sosial yang paling kecil dan lokal, misalnya dalam rapat kepanitiaan, pertemuanrukun warta, termasuk juga mengawasi kinerja dan kebijakan parlemen dan

pemerintahan.

Mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Tidak ada demokrasi tanpa aturan hukum dan konstitusi. Tanpa konstitusi, demokrasi akan menjadi anarkhi. Karena itu, warga negara yang otonom harus melakukan empat hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional, yaitu :

a. menciptakan kultur tat hukum yang sehat dan aktif. (culture of law). b. Ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif. (process of

low making).

c. Mendukung pembuatan-pembuatan materi-materi hukum yang responsif. (content of law).

(12)

GEMAR MELAKUKAN TINDAKAN KEMANUSIAAN

Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kedua Pancasila ini mengandung makna warga negara Indonesia mengakui adanya manusia yang bermartabat (bermartabat adalah manusia memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tinggi dan harus dipertahankan dengan kehidupan yang layak), memperlakukan sesama manusia secara adil (adil dalam pengertian tidak berat sebelah, jujur, tidak berpihak dan memperlakukan orang secara sama) dan beradab (beradab dalam arti mengetahui tata krama, sopan santun dalam kehidupan dan pergaulan) di mana manusia memiliki daya cipta, rasa, niat, dan keinginan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan. Jadi sila kedua ini menghendaki warga negara untuk menghormati kedudukan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap manusia berhak mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta menggunakan norma sopan santun dalam pergaulan sesama manusia. Butir-butir implementasi sila kedua adalah sebagai berikut:

a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat, sehingga tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau menghalangi manusia lain untuk hidup secara layak, serta menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat, dan karakter) orang lain serta menjalankan kewajiban atau sesuatu yang harus dilakukan sesama manusia yaitu menghormati hak manusia lain seperti hak hidup, rasa aman, dan hidup layak.

(13)

d. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti sewenang-wenang, berat sebelah, dan tidak berimbang. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, perilaku setiap manusia terhadap orang tidak boleh sewenang-wenang, harus menjunjung hak dan kewajiban. Manusia karena kemampuan dan usahanya sehingga mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain baik dalam hal kekuasaan, ekonomi atau kekayaan

dan status sosial tidak boleh semena-mena, bertindak sesukanya, karena setiap manusia pada dasarnya mempunyai martabat dan berhak hidup yang layak dan terhormat.

e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Setiap warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi dan melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan dengan baik seperti: (1) mengakui adanya masyarakat yang bersifat majemuk (berbeda suku, agama, kekayaan, kepandaian, dan lain-lain) dan saling menghargai adanya perbedaan tersebut, (2) melakuykan musyawarah dengan dasar kesadaran dan kedewasaan untuk menerima kompromi, (3) melakukan sesuatu dengan pertimbangan moral dan ketentuan agama, (4) melakukan perbuatan dengan jujur dan kompetisi yang sehat, (5) memperhatikan kehidupan yang layak antar sesama, dan (6) melakukan kerja sama dengan itikad baik dan tidak curang.

f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan diartikan suka sekali melakukan kegiatan kemanusiaan sehingga setiap manusia dapat hidup layak, bebas, dan aman. Kegiatan kemanusiaan yang dapat dilakukan seperti donor darah, memberikan santunan anak yatim dan orang tidak mampu, memberikan bantuan untuk bencana alam, atau memberikan bantuan hukum bagi yang membutuhkan.

g. Berani membela kebenaran dan keadilan. Butir ini menghendaki setiap manusia Indonesia untuk mempunyai hati yang mantap (tidak ragu-ragu) dan percaya diri dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Kebenaran adalah sesuatu yang bersumber dari ketentuan hukum yang berlaku, dan keadilan merujuk pada perlakuan yang sama terhadap warga negara. Oleh sebab itu, sesuatu yang melawan hukum dan tindakan diskriminatif harus ditentang oleh setiap warga negara. Contoh perbuatan melawan hukum adalah korupsi, nepotisme, mencuri, menggunakan narkoba, dan seterusnya. Contoh tindakan diskriminatif adalah mengutamakan suku dan agama tertentu, menghambat pelayanan administrasi misalnya pengurusan KTP untuk warga negara tertentu, dan lain-lain.

(14)

PANDAI MENGATUR DIRI

Pembelajaran pengaturan diri disebut juga Teori metakognisi. Metakognisi merupakan pengetahuan seseorang menghargai pengertian yang dibangun sendiri dibawah kontrol dan monitor diri sendiri. Self Regulated Learning merupakan salah satu teori belajar yang konstruktifis yang menganut visi siswa ideal. Seorang siswa harus memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri. Apabila seorang siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang kompleks maka dia akan mengetahui bagaimana memecahkan masalah yang kompleks itu. Mereka tahu langkah awal dan langkah lanjutan yang harus diperbuatnya. Mereka faham kapan dia harus membaca, mendalami permasalahan dan melakukan aksinya. Lebih dari itu self regulated learning termotivasi oleh belajar itu sendiri, tidak hanya karena nilai atau motivator eksternal lainnya.

Teori-teori Pendukung Pembelajaran Pengaturan Diri Teori Konstruktivisme.

Teori konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, yang menyatakan bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi kompleks sehingga informasi itu menjadi miliknya sendiri (Brooks, 1990; Leinhardt, 1992; Brown et al., 1989 dalam Slavin, 1997). Teori ini memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan merevisi aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Dalam proses ini siswa memulai dengan

masalah/tugas kompleks dan menemukan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Teori ini menekankan pada pembelajaran kolaboratif, generatif, inkuiri, pengaturan diri (self regulated learning), adanya scaffolding dan ketrampilan meta kognitif yang lain. Diajarkan pula kemampuan memecahkan masalah dan ketrampilan berfikir. Ketrampilan pemecahan masalah dilakukan antara lain melalui, analisis cara tujuan dan penggambaran masalah, membutuhkan waktu inkubasi, tidak tergesa-gesa dan dalam iklim yang kondusif. Sedangkan ketrampilan berfikir yang dimaksudkan adalah; perencanaan,

(15)

menggunakan Instrumental Enrichment atau menciptakan suatu budaya berpikir di kelas.

Teori Metacognition/Self Regulated Learning

Flavell (1976) pertama menemukan istilah metacognition. Flavel mendefinisikan metacognition sebagai pengetahuan seseorang menghargai pengertian yang dibangun sendiri dibawah kontrol dan monitor diri sendiri. Pengertian metacognition dengan self regulated learning adalah sama ( Daphne, 1996). Self regulated learning disebut juga pembelajaran dengan pengaturan diri. Self regulated learner adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana

pengetahuan serta kapan menggunakan pengetahuan itu (Bandura, 1991, Howard-Rose& Winne,1993; Schunk&Zimmerman, 1994,Winne, 19935 dalam Slavin 1997). Metacognition/Self Regulated Learning merupakan salah satu teori belajar yang konstruktifis yang menganut visi siswa ideal. Seorang siswa harus memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri. Apabila seorang siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang kompleks maka dia akan mengetahui bagaimana memecahkan masalah yang kompleks itu. Mereka tahu langkah awal dan langkah lanjutan yang harus diperbuatnya. Mereka faham kapan dia harus membaca, mendalami permasalahan dan melakukan aksinya. Lebih dari itu self regulated learning termotivasi oleh belajar itu sendiri, tidak hanya karena nilai atau motivator eksternal lainnya.

Apabila siswa telah memiliki self regulated learning dan motivasi internal, maka mereka akan memiliki kemampuan untuk tetap menekuni tugas jangka panjang sampai dengan tugas itu selesai. Mereka akan puas, dan kemungkinan sekali mereka dapat menjadi pelajar yang efektif.

Teoris Flexible Learning

Teori flexible learning berkembang sebagai tanggapan atas teori belajar dan

pembelajaran yang membatasi gerak interaksi sosial si belajar. Teori ini berpendapat bahwa si belajar harus diberi kesempatan untuk memilih dan melakukan kegiatan pembelajarannya, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator (Collis dan Moonen, 2001). Dalam perkembangannya teori ini banyak dikembangkan pada pembelajaran online berbasis internet, sehingga Diane Newton, dkk (2006) berpendapat bahwa flexible learning adalah merupakan pengorganisasian lingkungan belajar online yang fleksibel yang merupakan penggabungan antara computer based learning dengan distance learning. Jannete R Hill (2006) menegaskan bahwa lingkungan belajar yang fleksibel adalah merupakan area yang disediakan yang berfokus pada pilihan si belajar dalam melakukan kegiatan belajar dan bagaimana cara si belajar melaksanakan

(16)

Aspek-aspek pembelajaran Pengaturan Diri Konsep Diri

Sebelum dijelaskan mengenai apa dan bagaimana Pembelajaran Pengaturan Diri, sangat urgen untuk dipahami mengenai konsep diri sebab konsep diri sangat erat kaitannya dengan Pengaturan Diri dan Pembelajaran Pengaturan Diri. Lebih dari empat puluh lima tahun yang lalu, Abraham Maslow (1962) dan Carl Rogers (1961) mengembangkan rumusan tentang pertumbuhan personal dan fungsinya untuk membimbing proses dan memahami dan menghadapi perbedaan-perbedaan individu sebagai respons terhadap lingkungan sosial dan fisik. Teori mereka terfokus pada pendangan mengenai diri (views of self) atau konsep diri (self concept). Mereka berpendirian bahwa kompetensi setiap individu untuk berhubungan dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh sikap dan penilaian terhadap diri sendiri Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya (Hurlock,1993). Menurut Brook (Rahmat, 1985) mengatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi mengenai diri sendiri, baik yang bersifat fisil, sosial maupun psikologis, yang diperoleh melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain. Dari kedua definisi tersebut dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang diri sendiri baik yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang diperolehnya melalui interaksi dengan orang lain.

Dimensi Konsep Diri

Menurut Caulhoun (1990) konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu: pengetahuan tentang diri sendiri, harapan terhadap diri sendiri, evaluasi diri.

b.1 Pengetahuan Tentang Diri Sendiri

Biasanya, hal ini menyangkut hal-hal yang bersifat dasar seperti; usia, jenis kelamin, kebangsaan,latar belakang etnis, profesi, dan sebagainya. Faktor dasar ini menentukan sesorang dalam kelompok sosial tertentu. Selain itu, setiap orang juga akan

mengidentifikasikan dengan kelompok sosial lain yang dapat menambah julukan dirinya dan memberikan sejumlah informasi lain yang dapat menambah julukan dirinya dan memberikan sejumlah informasi lain yang akan masuk dalam potret mental orang tersebut. Melalui perbandingan dengan orang lain ini, seseorang memberikan penilaian kualitas dirinya. Seperti orang yang pandai atau yang bodoh, baik hati atau egois, spontan atau hati-hati. Kualitas diri ini tidak permanen.

(17)

Ketika seseorang berpikir tentang siapakah dirinya, pada saat yang sama ia akan berpikir akan menjadi apa dirinya di masa yang datang. Prinsipnya, setiap orang memiliki harapan terhadap dirinya sendiri.

b.3 Evaluasi Diri Sendiri

Setiap hari, setiap orang berkedudukan sebagai penilai dirinya sendiri, mengukur apakah ia bertentangan dengan (1) “saya dapat menjadi aoa” yaitu; pengharapan seseorang terhadap dirinya dan (2) “saya seharusnya menjadi apa “tentang siapakah dirinya, yaitu standard seseorang bagi dirinya sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri ini disebut juga (self esteem), yang mana akan menentukan seberapa jauh seseorang akan menyukai dirinya. Semakin jauh perbedaan antara gambaran tentang siapa dirinya dengan gambaran seseorang tentang seharusnya ia menjadi maka akan menyebabkan harga diri yang rendah. Sebaliknya, bila seseorang berada dalam

standard dan harapan yang ditentukan bagi dirinya sendiri, yang akan menyukai siapa dirinya, apa yang akan dikerjakan dan tujuannya maka ia akan memiliki harga diri yang tinggi.

Perkembangan Konsep Diri

Hurlock (1993) mengatakan bahwa perkembangan konsep diri sifatnya hirarkis, yang paling dasar terbentuk adalah konsep diri primer. Konsep premer ini didasarkan pada pengalaman anak di rumah dan dibentuk dari berbagai konsep terpisah yang masing-masing merupakan hasil darim pengalamannya dengan anggota keluarga yang lain. Konsep primer mencakup citra fisik dan psikologis diri yang berkembang lebih awal, terbentuk didasarkan atas hubungan anak dengan saudara kandungnya dan

perbandingan dirinya dengan saudara kandung.

Dengan meningkatnya pergaulan dengan orang di luar rumah (bukan keluarga) anak memperoleh konsep yang lain tentang diri mereka. Hal ini membentuk konsep diri sekunder. Konsep ini berhugungan dengan bagaimana anak melihat dirinya melalui kacamata orang lain.

Metakognitif

Metakognitif berhubungan dengan konstruktivisme dalam hal bahwa banyak pembelajar yang efektif semakin sadar bagaimana mereka belajar. Mereka mengembangkan perangkat dan mengamati kemajuan dengan kata lain mereka

mengembangkan control eksekutif pada strategi-strategi belajar dari pada secara pasif merespons lingkungan pembelajaran. Hal ini akan tampak salah satunya ketika siswa berusaha memahami buku bacaan. Sayangnya beberapa siswa justru mendekati buku-buku tersebut secara pasif. Mereka hanya bekerja melalui materi tersebut dan

(18)

berusaha bersikap kritis pada materi yang dibacanya,, meningkatkan pemahaman dengan mengolah informasi dan membuat konsep pada bacaan mereka.

Perkins (1984) mengatakan;” berbicara tentang keterampilan berpikir dalam semua bidang kurikulum, siswa dilatih untuk memperoleh dan menyimpan pengetahuan, memahaminya dengan pengembangan konsep, kemudia menerapkanya agar nanti mereka bisa menjadi seorang pemikir generatif (produktif). Saat guru bereksplorasi mencari model-model pengajaran terbaik, guru harus benar-benar memperhatikan pola pembelajaran yang menggarisbawahi masing-masing model pembelajaran tersebut. Untuk membantu siswa mengembangkan control metakonitif atas masing-masing model dan juga yang terpenting mencoba membantu mereka dalam belajar

mengonstruksi pengetahuan tentang apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran Pengaturan Diri : Sebuah Definisi

Pembelajaran pengaturan diri adalah lawan yang tepat dari apa yang terjadi dalam sekolah industri yang didesain untuk mereplikasi pabrik. Dalam sekolah industri, pekerjaan pelajar adalah mematuhi hukum yang direncanakan untuk mendisiplinkan dan mengontrol: jangan berbicara tidak pada tempatnya, berjalan sesuai jalur,

meminta permisi/izin untuk pergi ke toilet, tidak bekerja dengan seorang teman, mengisi kekosongan, menjawab pertanyaan. Seperti sebuah lingkungan yang

mengontrol pengabaian keunikan setiap pelajar. Pelajar-pelajar mempelajari langkah yang berbeda, tidak satu, dan belajar dalam cara yang berbeda, tidak satu. Mereka memiliki ketertarikan yang berbeda dan talenta yang berbeda. Karena manusia adalah unik, kelihatan aneh bahwa sekolah-sekolah mengharapkan orang-orang muda untuk belajar dengan kemudahan yang sama dari buku pelajaran yang sama atau dari satu metode instruksional. Pembelajaran pengaturan diri membebaskan orang muda untuk menggunakan gaya belajar mereka sendiri, memulai pada langkah mereka sendiri, memeriksa ketertarikan personal, dan mengembangkan talenta mereka menggunakan kecerdasan ganda yang mereka sukai.

Definisi CTL dari Pembelajaran pengaturan diri melekat dengan dekat pada makna yang tegas dari ungkapan “pengaturan diri”. “Seperti pebelajar adalah mengatur “sendiri” – memerintah sendiri. Mereka membuat keputusan sendiri dan menerima tanggungjawab untuk mereka. Pembelajaran mereka juga “pengaturan”- yaitu,

penyesuaian, melakukan dalam hubungan untuk, sesuatu yang lain. Mereka mengatur, mereka menyesuaikan, aktivitas mereka dalam hubungan untuk maksud yang

signifikan. Apakah menciptakan dan mempertunjukkan musik, memperbaiki sebuah jembatan, mengusulkan sebuah penyelesaian untuk masalah kehadiran sekolah

mereka, atau mendesain dan membangun sebuah model roket, pebelajar mengatur diri secara aktif melihat dan mengaplikasikan informasi untuk mencapai hasil yang

(19)

Pembelajaran pengaturan diri adalah proses pembelajaran yang mengikat pelajar-pelajar dalam aktivitas bebas yang kadang-kadang melibatkan satu orang, biasanya satu kelompok. Aktivitas bebas ini didesain untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan keadaan kkehidupan sehari-hari pelajar dalam cara-cara untuk mencapai sebuah tujuan yang bermakna. Tujuan ini dapat memberikan sebuah hasil yang nyata atau tidak nyata.

2.3.3 Pengetahuan Dan Keahlian Dasar Untuk Pembelajaran Pengaturan Diri

Proses Pembelajaran pengaturan diri dapat diuji paling banyak kegunaannya dari dua perbedaan tetapi secara khusus menghubungkan pandangan. Pertama, Pembelajaran pengaturan diri mengharuskan pelajar-pelajar memiliki beberapa pengetahuan khusus dan keahlian. Mereka perlu untuk mengetahui dan mampu untuk melakukan sesuatu yang pasti - mengambil tindakan, mengajukan pertanyaan, membuat pilihan yang bebas, berpikir kreatif dan kritis, memiliki kesadaran diri, dan kolaborasi. Kedua, Pembelajaran pengaturan diri mengharuskan orang muda melakukan sesuatu- menggunakan pengetahuan dan keahlian- dalam susunan yang jelas, satu langkah logika (bisa diterima akal) yang menggantikan yang lain. Pengetahuan dan keahlian mengharuskan memberhasilkan pelajar-pelajar dalam pengaturan diri yang

didiskusikan dalam bab ini. Langkah – langkah kemampuan ini memperlengkapi pelajar-pelajar untuk mengambil, memproses, diteliti dalam bab yang akan datang. Mengambil tindakan

Benar bahwa kita manusia adalah pandai dari segi tindakan intelektual belaka.

Membaca sebuah artikel koran yang meyakinkan, misalnya, dapat menyebabkan kita menunjukkan tindakan mental mengakhiri dukungan kita untuk seorang kandidat politik. karena kita bukanlah kepala yang mengeluarkan semua isi perut,

bagaimanapun, ketika kita aktif berpartisipasi dalam pembelajaran, keterlibatan langsung kita membantu kita untuk mengerti dan peduli tentang informasi baru. Banyak dari kita mengingat lebih baik sesuatu yang kita pelajari karena dari tindakan bebas yang diambil untuk hal itu. Kita ingat, misalnya, perhitungan matematika kita kuasai karena kita perlu untuk memotong panjang pipa untuk membentuk segitiga khusus. Ketika pelajar-pelajar sains mengevaluasi kata-kata atau tingkah laku yang bijaksana dari rencana utama untuk menambahkan fluorid pada penyediaan air di kota, mereka mempelajari dan mempertahankan ilmu yang mereka pelajari. Pembelajaran aktif, juga disebut pembelajaran “hands-on” (dengan kata lain aktif bergerak

menggunakan tangan dalam berkreasi) adalah pembelajaran yang melekat. Aktif melihat dan mengumpulkan informasi dari tempat kerja, komunitas, atau ruangan kelas dan kemudian menggunakannya untuk alasan signifikan mengukirnya dalam memori (Souders & Prescott, 1999).

(20)

(perempuan), mengambil catatan dari percakapan, dan menggambar grafik penemuan - adalah sensasi fisik yang mempengaruhi struktur otak. Pelajar-pelajar yang

berkumpul, bersentuhan, membentuk dan mengumpulkan pengetahuan memiliki otak yang penangkapannya berbeda dari otak pelajar-pelajar yang hanya menonton,

mendengar, dan menyerap informasi, apakah dari TV, bioskop, perangkat lunak komputer, atau ceramah yang tidak menarik. Makanan otak adalah dunia eksternal. Pembelajaran pengaturan diri, dengan penekanan pada tindakan, memberikan kesempatan pada otak untuk mengalami dunia luar dalam cara yang tidak terhitung banyaknya (Sizer, 1992). Tindakan fisik “hands-on” memperkuat hari ini mengeja pelajaran. Tindakan fisik “hands-on” memperkuat pelajaran mengeja hari ini. Aktifitas hands-on - pengukuran, berjalan, berbicara, menelpon, mengorganisir objek, memukul dengan palu, melukis, menjiplak, menyusun, merekam, melempar bola, mencocokkan bentuk, menanami kebun, mendesain sebuah poster, atau memimpin diskusi kelas-sinyal neuron otak menghubungkan cara-cara yang menentukan dasar untuk berpikir abstrak.

Anak-anak pada tingkat awal secara khusus membutuhkan kesempatan untuk

memanipulasi objek fisik seperti kapur, krayon, dan membangun balok. Mereka perlu untuk menggambar, mewarnai, menyanyi dan tepuk tangan, berbicara dengan orang dewasa, dan bersosialisasi dengan teman sebaya. Aktifitas fisik ini mengirim pesan ke otak bahwa terjadi hal-hal yang penting di sekeliling ruangan (Port, 1999). Mereka menciptakan banyak bagian kecil neuron yang mendaftar dan menahan informasi baru dan keahlian baru. Pembelajaran aktif juga memuaskan orang muda yang memiliki kebiasaan menjalankan tugas dengan penuh semangat untuk melakukan pekerjaan penting dan menjadi serius.

(21)

Aktifitas “hands-on”, pusat untuk proses pembelajaran pengaturan diri,

membangkitkan pembelajaran di sekolah New Jersey dimana tingkat tiga mempelajari aliran listrik dengan membuat alat untuk mengalihkan perputaran menggunakan baterai dan tabung hampa udara. Tingkat empat di Pittsburgh menguji sains dari suara yang diperoleh pada sentakan tali senar, menyadap sepotong logam dari panjang yang bervariasi, dan membangun instrumen musik mereka sendiri. Di Elkhart, Indiana, sekolah mengatur percobaan dalam laboratorium berskala penuh yang disediakan oleh Bayer Corporation (Port, 1999). Pelajar –pelajar sains tingkat enam di Florida

mempelajari tentang pencarian arkeologi, dan merekonstruksi ulang artifak yang diselamatkan guru mereka dari “tabrakan di jalan” dan menguburkannya dalam kayu di belakang taman bermain. Menggunakan kayu yang sudah dipotong menjadi papan dan jala, anak-anak membangun sebuah layar untuk memeriksa dunia dengan teliti. Menggunakan tekhnik penggalian arkeologi yang benar, mereka menggali sebuah persegi 1 meter dan lubang dalam 1 meter. Kemudian mereka memeriksa tanah untuk menemukan yang ditanam guru, tulang-tulang yang terpencar-pencar- mensterilkan terlebih dahulu - dari seekor binatang kecil. Pelajar-pelajar memindahkan tulang-tulang ke daerah yang bersih, membentangkannya, dan mengumpulkannya kembali. Mereka membuat diagram untuk kerja mereka, merekam nama dari setiap tulang dan menguraikan fungsinya. Pelajar-pelajar menikmati suasana kelasnya dan dengan bersenda gurau meyakinkan guru mereka bahwa mereka berpikir bahwa guru mereka lemah ingatan kapan saja mereka melihat seekor binatang mati lewat dekat jalan. Mengajukan pertanyaan

Hanya sebagai kesuksesan dari proses pembelajaran pengaturan diri bergantung pada pengambilan tindakan, oleh karenanya itu juga bergantung pada pengetahuan dan keahlian yang menghasilkan pemikiran dan tingkah laku yang bebas. Untuk menjadi bebas, apakah bekerja sendiri atau sebagai sebuah grup, kemudaan kita perlu untuk menjadi penyelesaian pada posisi pertanyaan-pertanyaan yang menarik, membuat pilihan yang bertanggungjawab, berpikir kritis dan kreatif, memiliki pengetahuan sendiri, dan kolaborasi. Orang muda tidak melakukan tambahan secara otomatis kemampuan ini sewaktu mereka berpartisipasi dalam tugas pembelajaran pengaturan diri. Guru-guru menyampaikan kepada mereka. Guru-guru dapat menolong meskipun anak-anak sangat muda memulai melakukan perjalanan untuk menjadi aktif, pebelajar yang merdeka/bebas. Yang terpenting adalah mengajukan pertanyaan dengan berpikir secara bebas, membuat pilihan, mengembangkan kesadaran diri, dan kolaborasi yang didiskusikan. Keahlian berpikir yang susunannya lebih tinggi- keahlian berpikir kreatif dan kritis- adalah sangat perlu sekali untuk sistem pembelajaran dan

pengajaran kontekstual seluruhnya, dan untuk proses pembelajaran pengaturan diri, yang mereka bahas dalam bab yang terpisah.

(22)

memiliki kesempatan untuk membentuk dan mengajukan pertanyaan (Brooks & Brooks, 1993, p.54). Tingkat empat di Oklahoma yang tidak pernah melihat sapi perah bertanya : “Dari manakah datangnya susu?” Pertanyaan ini memulai sebuah proyek reproduksi susu dari sapi ke dapur. Anak muda di Sekolah Dasar Woodland bertanya : “ Bagaimana orang-orang mengadopsi anjing dari Lembaga Kemanusiaan dan apakah perlunya untuk peduli pada seekor anjing?” Pertanyaan mereka mencakup wawancara terhadap orang yang bekerja pada Lembaga Kemanusiaan, menarik hati seorang ahli penyakit binatang untuk mengunjungi kelas, dan memberikan sebuah presentasi pengadopsian dan kepedulian pada seekor anjing. Pertanyaan bagus memberikan sinar untuk tugas yang bermanfaat dan untuk investigasi yang penuh perhatian yang

menuntun pelajar-pelajar sebagai penarik kesimpulan dan pengakses informasi. Dengan pertolongan seorang guru yang berdaya cipta, setiap anak dapat didorong untuk mengajukan pertanyaan yang menyentuh kehidupan mereka sekarang, dalam waktu dekat. “ Tingkat lima dapat bertanya, contohnya, apakah jenis permainan yang lebih disukai tingkat lima dan menghibahkan sebuah prosedur untuk mencari

kebenaran tentang identitas seseorang?. Seorang tingkat pertama bertanya :”Apakah jenis cerita yang membuat teman saya menjadi lebih baik? Apakah yang mereka sukai tentang mereka?” dan desain sebuah cara untuk mencari kebenaran tentang identitas seseorang?.Seorang pelajar yang paling tua dapat bertanya bagaimana untuk meminta lampu berhenti di tempat yang persimpangannya sibuk yang dia seberangi setiap hari, atau bagaimana menghentikan ancaman sekolah.

Ketika pertanyaan mereka sendiri membantu orang muda menghubungkan apa yang mereka pelajari didalam kelas ke keadaan mereka di sekolah, di rumah, atau sebagai seorang anggota komunitas, mereka melihat maksud dalam subjek akademik dan ingin berhasil secara luar biasa. Mereka menjadi termotivasi secara intrinsik untuk

menyelesaikan masalah yang menarik dan menginvestigasi posisi untuk mengambil sebuah penekanan pada pokok permasalahan. Tidak untuk ini motivasi terbesar

pelajar-pelajar adalah menemukan dokumen penelitian yang pengarangnya tak dikenal yang dapat diperoleh dari Web-site yang kedengarannya mengerikan “ The Evil House of Cheat”,”Cheat Factory”, dan “A1 Term Paper”.

Membuat pilihan

(23)

Pebelajar pengaturan diri tidak hanya memilih proyek, tetapi juga mereka

memutuskan sifat dasar dari keterlibatan mereka sendiri. Pelajar-pelajar memilih untuk berpartisipasi dalam proyek dalam cara-cara yang menggambarkan ketertarikan mereka sendiri secara personal dan talenta. Mereka juga memilih untuk bergantung pada gaya pembelajaran yang bekerja dengan baik bagi mereka misalnya mereka menghubungkan pekerjaan rumah untuk sekolah dengan keadaan kehidupan sehari-hari mereka. Pebelajar pengaturan diri dapat memilih untuk memperoleh informasi, contohnya, dengan memandang, mendengarkan, membaca, atau bercakap-cakap. Mereka dapat mengatur penyelidikan dengan menonton video, mendengarkan pernyataan akhir yang dibuat oleh seoran auditor mengenai laporan dan catatan keuangan yang telah diperiksa dan dicocokkan, membaca buku-buku, atau mewawancarai orang. Karena pembelajaran pengaturan diri membebaskan orang muda untuk memilih cara-cara mempelajari kesesuaian mereka, dan karena mereka dapat melanjutkan ketertarikan mereka sendiri dan talenta, proses pembelajaran ini membantu mereka mencapai keunggulan. Pilihan mereka membuat pembelajaran menyenangkan sama artinya.

Mengembangkan kesadaran diri

Pilihan yang bijaksana dan tindakan yang cerdas dibentuk dalam bagian pengetahuan sendiri, atau kesadaran sendiri. Instruksi dalam kesadaran diri secara berangsur-angsur menemukan caranya dalam ruangan kelas sebagai orang yang menemukan manfaat memahami kecerdasan emosional. Salah satu manfaat dari instruksi ini adalah

pembelajaran untuk mengatur emosi. Orang dapat mengatur emosi mereka, misalnya, dengan mengarahkan pikiran mereka ke subjek yang lain, atau dengan mencoba adil pada seseorang yang tingkah lakunya telah mengecewakan. Berpura-pura mengatur emosi, pastilah, bahwa kita menyadari perasaan kita pada beberapa waktu yang diberikan, peristiwa yang terjadi.

(24)

Kolaborasi

Kolaborasi adalah komponen yang paling mendasar dari sistem CTL. Sekolah-sekolah berkolaborasi dengan partner bisnis dan komunitas, sekolah menengah dan sekolah tinggi bekerja bersama-sama, dan guru berkolaborasi dengan orangtua dan koleganya. Pebelajar pengaturan diri biasanya berkolaborasi kecil, kelompok yang otonom. Nilai dari kolaborasi, meskipun mengakui kedalamannya, tidaklah dipersoalkan lagi.

Kritik dari pembelajaran kolaboratif percaya bahwa ketika orang muda bekerja dalam kelompok kecil, tetap mengubah kekurangan pengetahuan, mengangkat beban,

bereaksi secara tidak efisien, dan saling memberi. Pendukung pembelajaran

kolaboratif percaya bahwa masalah ini dapat mudah dihindari dan menunjukkan ada banyak keunggulan dalam kelompok kecil. Kolaboratif memindahkan penghalang yang dihadirkan oleh terbatasnya pengalaman dan sempitnya pengetahuan. Kolaborasi memungkinkan anak menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar menghormati orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun kata sepakat. Bekerja bersama-sama, anggota kelompok kecil dimampukan untuk mengatasi

hambatan, bertindak secara bebas dan bertanggungjawab, bergantung pada talenta dari anggota kelompok, percaya satu sama lain, berbicara dan membuat keputusan.

Mempertimbangkan manfaat, tidaklah mengagumkan bahwa banyak perusahaan Amerika melibatkan para karyawan mereka di dalam pekerjaan secara kolaboratif dari beberapa orang. Tempat kerja telah menjadi sangat khusus dimana para anggota, baik dalam hal-hal yang berbeda, perlu memadukan kepala mereka. Di dalam sebuah bengkel perbaikan mobil, misalnya, tim menginterpretasikan hasil print komputer yang mendiagnosa masalah. Di pabrik, kelompok-kelompok bagian produksi mendiskusikan cara meningkatkan efisiensi. Keberhasilan sebuah tim sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa hal yang alamiah bagi makhluk hidup untuk bekerjasama satu sama lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh ahli biologi dan fisika terkenal Lewis Thomas (1975c) , “ Yang terbesar dari hubungan antara makhluk hidup yang kita ketahui adalah tentang hal-hal yang perlu dalam bekerjasama , simbiosis dalam satu tahapan dalam sebuah proses atau yang lainnya... Kita tidak menjadi satu-satunya. Setiap makhluk, dalam pengertian tertentu, terkait dan tergantung dengan makhluk lainnya” (hal.6)

(25)

penglihatan. Bila bagian korteks tersebut rusak, maka kita tidak akan bisa melihat. Namun demikian, meskipun tiap bagian otak memiliki operasi yang berbeda, tidak ada bagian yang berfungsi sendiri. Misalnya, meski korteks tulang belakang bekerja dengan sempurna, penglihatan kita akan tetap terganggu jika korteks parietal rusak. Kolaborasi bagian-bagian otak di dalam sebuah jaringan memiliki hubungan yang amat kompleks yang menghasilkan pikiran, gerakan, dan hasrat untuk memperbaiki har-hari indah. Operasi otak menunjukkan bahwa kerjasama diantara bagian-bagian terpisah menghasilkan keseluruhan yang lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya adalah alamiah. Segala sesuatu di alam raya ini bekerjasama. Masing-masing kita adalah usaha kolaborasi. “ Di dalam sel kita, yang mendorong mereka.... adalah mitokondria, dan didalam pengertian yang kaku mereka bukanlah milik kita. Mereka adalah makhluk kecil yang terpisah.... tanpa mereka, kita tidak akan bisa

menggerakkan otot, menepuk-nepukkan jari, dan berpikir” (Thomas, 1975b, hal.2) Karena kolaborasi adalah hal yang alamiah, maka tim berhasil. Bagian-bagian didalam kelompok sangatlah dimana pengetahuan seseorang menjadi keluaran orang itu, dan keluaran ini diterima oleh orang lain sebagai masukan. Dikaitkan dengan cara ini, indiividu-individu yang berbeda tetapi terkait membentuk sebuah sistem kesatuan yang mampu melakukan lebih dari yang bisa dilakukan oleh satu orang. Sinergi semacam itu lahir dari sebuah atmosfer ketulusan dan keakraban diantara teman sekerja, saling menghormati, kesabaran, dan saling percaya. Kekuatan kolaborasi yang memiliki atmosfer semacam itu tidak terjadi begitu saja . Itu dikembangkan. Kekuatan kolaborasi terpancar secara khusus dari komunikasi yang kuat antara anggota

kelompok.

Mungkin, bentuk komunikasi yang paling efektif yang bisa dirasakan oleh kelompok adalah strategi percakapan yang dikenal dengan “dialog”. Dialog adalah landasan dimana pembelajaran koperatif...dibentuk(Brooks & Brooks, 1993, hal.109). Dialog adalah pertukaran pandangan secara tulus yang didasarkan pada kasih sayang, rasa hormat, dan kesederhanaan. Dialog- percakapan yang tulus dan amat ramah –

memerlukan kesadaran akan diri dan orang lain. Kita mempercayai anggota kelompok untuk memperluas pemahaman kita. Kebenaran memiliki peluang untuk muncul di dalam atmosfer yang tercipta oleh dialog. Anggota kelompok mendengarkan tanpa prasangka terhadap gagasan-gagasan tak biasa. Mereka mengakui bahwa asumsi mereka sendiri mungkin keliru dan pikiran mereka salah. Terkait dalam pencarian mereka terhadap makna, para anggota kelompok berupaya melampaui keterbatasan pikiran individu, didikan dan temperamen mereka. Mereka bisa berkata : “Tentu saja pemahamanmu bisa jadi lebih dalam dari pemahaman saya. Saya ingin mendengar gagasan anda” (Senge, 1990, hal. 238-249).

(26)

sering tak disadari – hari-hari kita di sekolah, di rumah, dan di dalam tim, bersama dengan teman, dan di tempat kerja. Dari konteks ini, hadirlah pengalaman yang membentuk keyakinan dan opini kita, cara kita menginterpretasikan realitas. Seperti kacamata dengan resep yang salah, keyakinan kita yang tak terpantau bisa jadi membuat kita memandang realis dari sudut pandang yang tidak sempurna. Bekerjasama memungkinkan kita memandang dunia seperti cara orang lain

memandangnya. Berkat kerjasama, anggota kelompok melihat lebih jelas daripada jika satu orang bertindak sendiri. Mereka menyerupai cara otak manusia merespon data panca indera.

Informasi dari panca indera – kecuali dari indera penciuman – lebih dulu masuk kedalam hipotalamus otak yang merupakan pintu bagi semua informasi dari panca indera. Seperti sebuah katup, hipotalamus mengontrol aliran sensasi melalui otak. Tugasnya adalah mengirim informasi dari panca indera ke daerah korteks yang benar. Oleh karena itu, hipotalamus mengirimkan suara-suara ke syaraf audio dan signal visual ke syaraf penglihatan. Akhirnya, sinyal sampai di korteks depan, yakni bagian otak yang merasakan, merencanakan, dan memutuskan. Jika korteks depan menerima informasi yang tidak lengkap, maka kemampuannya merasakan, merencanakan atau mencapai kesimpulan akan terbatas. Kita mengirim informasi korteks yang tidak sengaja kita lihat. Kemudian panca indera kita tergantung pada, dan dibatasi oleh apa yang kita lihat. Oleh karena itu, membandingkan kesan kita dengan kesan orang lain amatlah penting. Membandingkan sudut pandang akan memberikan pemahaman yang lebih penuh ketimbang tidak membandingkannya.

Pembelajaran kolaboratif, yang meniru cara kerja otak, memungkinkan anak-anak untuk mendengarkan suara-suara anak lain didalam kelompok mereka. Pembelajaran ini akan membantu siswa untuk menemukan bahwa pandangan mereka hanyalah salah satu diantara sekian sudut pandang, dan bahwa cara mereka mengerjakan sesuatu hanyalah salah satu kemungkinan diantara banyak kemungkinan. Dari kolaborasi, bukan kompetisi, anak-anak menyerap pengetahuan anak lain. Dari kolaborasi,

mereka memupuk rasa toleransi dan kasih sayang. Dengan bekerjasama dengan orang lain, mereka saling bertukar pengalaman mereka yang sempit dan pribadi dengan sebuah konteks yang luas yang didasarkan pada sebuah visi realitas yang diperluas. SEORANG PELAKSANA

Di era sekarang ini, pelaksanaan hak dan kewajiban warga Negara terhadap Negara belum sesuai dengan UUD 1945. Dalam kehidupan sehari –hari masih banyak

(27)

Setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan didalam pemerintahan. Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga Negara kesatuan republik Indonesia. Maka dari itu dalam makalah ini akan coba dijelaskan secara rinci pelaksanaan hak dan kewajiban warga Negara terhadap Negara.Persoalan yang paling mendasar hubungan antara negara dan warga negara adalah masalah hak dan

kewajiban. Negara demikian pula warga negara samasama memiliki hak dan

kewajiban masing-masing. Sesungguhnya dua hal ini saling terkait, karena berbicara hak negara itu berarti berbicara tentang kewajiban warga negara, demikian pula sebaliknya berbicara kewajiban negara adalah berbicara tentang hak warga negara. Kesadaran akan hak dan kewajiban sangatlah penting, seseorang yang semestinya memiliki hak namun ia tidak menyadarinya, maka akan membuka peluang bagi pihak lain untuk menyimpangkannya. Demikian pula ketidaksadaran seseorang akan

kewajibannya akan membuat hak yang semestinya didapatkan orang lain menjadi dilanggar atau diabaikan. Pada artikel ini akan dibahas pengertian hak dan kewajiban, hak dan kewajiban negara dan warga negara menurut UUD 1945, serta pelaksanaan hak dan kewajiban negara dan warga negara di negara Pancasila.

Sebagaimana yang telah ditetapkan bahwasanya Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945, yang

didalamnya menjelaskan beberapa hak dan kewijaban untuk seorang warga negara Indonesia. Namun permasalahannya saat ini adalah pencapaian dalam pelaksanaan hak dan kewajiban itulah yang menurut saya belum seimbang juga belum bisa terlaksana dengan baik yang disebabkan masih banyak permasalahan-permasalahan baik itu dalam hak juga kewajiban sendiri. Sebenarnya ini adalah tanggung jawab bersama, menncari solusi yang tepat untuk pencapaian keseimbangan ini. Apa

mungkin ini adalah faktor sistem pemerintahnya yang belum baik atau dari sisi faktor pribadinya, secara pemerintah saat ini sendiri masih belum mencerminkan

kepemimpinannya dalam membangun negeri ini. Sedangkan peran pemerintah sendiri bagi negeri ini sangat penting, dan berpengaruh pada rakyatnya yang mereka pimpin. Suatu hal tidak dapat dilaksanakan sebelum mengetahui benar apa yang hendak dilaksanakan, untuk melaksanakannya diperlukan pedoman, dan agar pelaksanaan bisa berjalan sesuai dengan harapan maka perlu ada institusi yang mengawal pelaksanaan tersebut. Dengan demikian ada tiga hal penting dalam pelaksanaan hak dan kewajiban ini. Pertama, Pancasila perlu dimengerti secara tepat dan benar baik dari pengertian, sejarah, konsep, prinsip dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tanpa mengerti hal-hal yang mendasar ini amat sulit Pancasila untuk diamalkan. Selain daripada itu, Pancasila akan cepat memudar dan dilupakan kembali. Kekuatan akar pemahaman ini amat penting untuk menopang batang, ranting, daun dan buah yang akan tumbuh di atasnya. Banyak hal yang terjadi ketika semangat untuk mengamalkan Pancasila sangat tinggi namun tidak didasari oleh pemahaman konsep dasar yang kuat, bukan hanya mudah memudar, namun juga akan kehilangan arah, seakanakan sudah melaksanakan Pancasila padahal yang dilaksanakan bukan Pancasila, bahkan bertentangan dengan Pancasila. Hal ini amat mudah dilihat dalam praktek

(28)

pada sistem kapitalis-neoliberalis dan perpolitikan yang bernapaskan individualis bukan kolektifis. Kedua, pedoman pelaksanaan. Semestinya kita tidak perlu malu mencontoh apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru yang berusaha membuat Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4). Pedoman ini sangat diperlukan agar negara dan warganegara mengerti apa yang musti dilakukan, apa tujuannya dan bagaimana strategi mencapai tujuan tersebut. Manakala tidak ada pedoman pelaksanaan, maka setiap orang berusaha membuat pedoman sendiri-sendiri sehingga terjadi absurditas (kebingungan). Banyaknya kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan P4 perlu dievaluasi untuk diperbaiki.

Contoh kelemahan utama dalam pelaksanaan P4 adalah bahwa pedoman tersebut bersifat kaku, tertutup dan doktriner, hanya pemerintah yang berhak menerjemahkan dan menafsirkan Pancasila, sehingga tidak ada ruang yang cukup untuk diskusi dan terbukanya konsep-konsep baru. Kelemahan tersebut harus diperbaiki tidak kemudian dibuang sama sekali. Ketiga, perlunya lembaga yang bertugas mengawal pelaksanaan Pancasila. Lembaga ini bertugas antara lain memfasilitasi aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mensosialisasikan Pancasila. Membuka ruang-ruang dialog agar tumbuh kesadaran ber-Pancasila baik di kalangan elit politik, pers, anggota legislatif, eksekutif, yudikatif, dan masyarakat luas. Yang tak kalah penting adalah ikut memberi masukan kepada lembaga-lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan membuat kebijakan serta ikut mengevaluasi setiap kebijakan yang dilakukan agar terjamin tidak bertentangan dengan Pancasila.

Dalam konteks pelaksanaan hak dan kewajiban, maka tiga hal penting sebagaimana disebut di atas juga perlu ada, yaitu perlu mengerti prinsipprinsip dasar hak dan kewajiban negara dan warga negara, terdapat pedoman pelaksanaannya dan ada lembaga yang mengawalnya. Tiga hal ini tentu tidak berdiri sendiri khusus terkait dengan hak dan kewajiban negara dan warga negara, namun merupakan kesatuan gerak besar revitalisasi Pancasila dalam semua bidang kehidupan. Pelaksanaan hak dan kewajiban negara dan warga negara dalam negara Pancasila adalah sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 seperti tergambar dalam klasifikasi di atas. Namun demikian, selain melihat klasifikasi tersebut perlu juga memahami konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam pelaksanaan hak asasi manusia.

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani

kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk

(29)

antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.

Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara

mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan

kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian uji prestasi alat destilasi sistem uap skala laboratorium dari stainles dan tabung freon menunjukkan bahwa lama waktu penyulingan berbeda terhadap hasil

ini, pekerjaan pengelolaan data dengan cara manual dapat digantikan dengan suatu sistem informasi dengan menggunakan komputer. Selain lebih cepat dan mudah,

Propinat setelah masuk peredaran darah dan masuk ke hepar dapat menghambat kerja enzim HMG-KoA reduktase yang pada akhirnya sentesis kolesterol menjadi berkurang

Evaluasi penerapan protokol routing OSPF dan BGP pada jaringan VoIP berbasis MPLS VPN dilakukan dengan mengukur Quality of Service yang terdiri dari throughput, delay,

Dari hasil analisis deskriptif tersebut dapat diamati dan disimpulkan bahwa metode rest memiliki kinerja lebih baik dari metode lainnya, sedangkan konfigurasi yang

Pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 12 Semarang yang telah dilakukan praktikan adalah permasalahan dalam bimbingan dan konseling yang mencakup

Pelaksanaan PPL Bimbingan dan Konseling di SMP N 1 Tengaran Kab semarang berjalan dengan lancar tanpa adanya halangan yang berarti. Praktikan dapat melaksanakan program yang

Pelaksanaan program yang dilakukan praktikan adalah permasalahan-permasalahan dalam bimbingan dan konseling yang mencakup empat bidang yaitu bidang bimbingan belajar,