• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONVERGENSI WAHYU DAN ALAM SEMESTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONVERGENSI WAHYU DAN ALAM SEMESTA"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Pa

Judul Asli : AI-Jam'u Baina AI-Qiraatain: Qiraah AI-Wahyi wa Qiraah AI-Kaun

Pengarang : Prof. Dr. Taha Jabir AI-'Ulwani

Penerbit : The International Institute of Islamic Thought (IIIT), Herndon,

Virginia, USA

Cetakan : Pertama, Tahun 1417 H/1996 M Alih Bahasa : Shaifurrokhman Mahfudz

(2)

Pa

g

e

2

EPILOG

Pemisahan terhadap dua bacaan utama; bacaan wahyu dan alam semesta menjadikan manusia sering dihadapkan pada berbagai bentuk pertentangan dalam metode pendidikan dan sistem pembelajaran antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu alam. Hal ini tidak akan pernah menghantarkan masyarakat modern manapun pada sebuah bentuk yang menggabungkan dua ilmu dalam satu wadah.

Fenomena ini wujud disebabkan adanya dominasi metode-metode Barat dalam pemisahan dua ilmu tersebut yang telah menyeluruh ke segenap penjuru dunia. Dampaknya, para siswa yang mencari pengetahuan ilmu-ilmu wahyu, mereka akan pergi ke fakultas-fakultas teologi, sedangkan bagi siswa ilmu-ilmu alam akan pergi ke fakultas-fakultas ilmu terapan (applied science) sebagaimana yang terjadi di Barat.

UNESCO telah mengumumkan kepada dunia tentang prinsip dasar pengetahuan yang menyatakan bahwa : "Setiap hal yang diketahui tunduk terhadap kesadaran dan eksperimen".

(3)

Pa

g

e

3

kesemestaan terhadap wujud yang tidak terbatas hanya pada kedua bacaan saja.

(4)

Pa

g

e

4

Profil Ringkas Thaha Jabir AI-'Ulwani:

 Kelahiran Irak tahun 1354 H/1935 M.

 Program Licence (S-1) Fakultas Syari'ah wa Qanun, Universitas

AI-Azhar, tahun 1378 H/1959 M.

 Program Magister (S-2) Fakultas Syari'ah wa AI-Qanun, Universitas

AI-Azhar 1388 H/1968 M.

 Program Doktor (S-3) Ushul Fiqh, Fakultas Syariah wa AI-Qanun,

Universitas AI-Azhar, tahun 1392 H/1973 M.

 Pengajar Fiqh dan Ushul Fiqh di Universitas Imam Muhammad bin

Su'ud AI-lslamiyah di Riyadh dari tahun 1395-1405 H/1975-1985 M.

 Turut mendirikan AI-Ma'had AI-'Alami Ii AI-Fikr AI-lslami (The

International Institute of Islamic Thought)-IIIT di Amerika Serikat, tahun 1401 H/1981 M.

 Ketua IIIT dan anggota Majlis AI-Umana (The Security Council).

 Anggota Majlis Ta'sisi (Constituent Assembly) Rabithah 'Alam

AI-lslami di Makkah AI-Mukarramah.

 Ketua Lembaga Fiqh Islam Internasional (Majma' AI-Fiqh AI-lslami

Ad-Dauli) di Jeddah.

 Ketua Majelis Fiqh Amerika Utara.

 Rektor Institut IImu-llmu Islam dan Sosial (SISS).

Muhaqqiq (akurator) kitab Al-Mahshul fi 'Ulum Ushul al-Fiqh" karya

Imam Fakruddln Ar-Razi, enam jilid.

(5)

Pa

g

e

5

- Al-ljtihad wa At- Taqlid fi AI-Islam

- Ushul Al-Fiqh Al-lslami; Manhaj Bahts wa Ma'rifah

- At-Ta'addudiyah Ushul wa Muraja'at baina Al-lstitiba' wa Al-lbda' - Azmah Al-Fikriyah wa Manahij At- T aghyir .

- Adab Al-lkhtilaf fi AI-Islam .

- Islamiyyah Al-Ma'rifah Baina Al-Ams wa Al-Yaum - Hakimiyyah Al-Quran .

(6)

Pa

g

e

6

KATA PENGANTAR

م

م ِيحمررلا ن

م ممححررلا هملللا م

م س

ح بم

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam untuk hamba-hamba-Nya yang terpilih.

Buku ini adalah sebuah pandangan ilmiah tentang konvergensi dua bacaan atau keilmuan; yakni bacaan Kitabullah yang tertulis (wahyu) dengan bacaan Kitabullah yang terlihat (alam semesta) sebagai dua sumber pengetahuan manusia yang tersedia dan didalamnya mengandung indikasi perintah membaca yang diucapkan berulang-ulang, saat pertama kali Al-Quran al-Karim diturunkan:

} ق

م لمخم ِيذملرا ك

م ببرم م

م س

ح ِابم أ

ح رمقحا

1

} ق

ق لمع

م ن

ح مم ن

م ِاس

م ْإِنلح

م ا ق

م لمخم {

2

{

} ممرمكحلح

م ا كمببرموم أحرمقحا

3

} م

م لمقملحِابم م

م لرع

م ِيذملرا {

4

{

"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Kalam (tulis-baca)".

(7)

Pa

g

e

7

lain dengan "Nama-Nya" (Maha Suci Allah) dimana Ia mengajarkan manusia dengan kalam.

Pandangan inilah yang disuguhkan Prof. Dr. Taha Jabir al-’Ulwani kepada kita sebagai benchmark bagi kajian-kajian mendalam yang dapat memberikan kontribusi positif pada pemikiran dan penerapan konsep metodologis pengetahuan dalam upaya islamisasi ilmu pengetahuan yang berupaya mengilustrasikan aspek-aspek umum (integral), dan berinteraksi dengan Al-Quran melalui keseimbangan sikap dalam menghadapi realitas. Prof. Taha juga menjelaskan strategi untuk menjauhi metode-metode yang keliru dalam berinteraksi dengan tradisi (turats) Islam, sekaligus pemikiran kemanusiaan lainnya, sebagai berikut:

Pertama: Metode penerimaan absolut yang berlanjut pada taqlid dengan mempertajam (inkhirath) persoalan-persoalan masa lalu dan menyikapi problematikanya melalui cara yang hampir melepaskan secara total dari realitas dan problematika kita. Ataupun taklid buta yang disebabkan mentalitas subordinatif dengan Barat dan budayanya yang terdiri dari perpaduan konsep yang menyesatkan wahyu disamping pandangan materialistis terhadap alam semesta, manusia dan kehidupan.

Kedua : Metode penolakan absolut yang menghalangi kita dari akumulasi pengetahuan, sehingga menjerumuskan kita kedalam fanatisme dan penafian esensi realitas, serta memalingkan antara diri kita dengan keadilan, sebagaimana yang tercermin dalam seruan Allah Swt; "Berlakulah adil, karena itulah yang lebih mendekatkan taqwa".

(8)

Pa

g

e

8

ilmiah (knowledgeable) dan tidak bisa diterima oleh pemikiran moderat manapun.

Karena itu, buku yang ada dihadapan Anda saat ini merupakan wujud kongkrit dari amaliah nyata dan sebuah percontohan yang telah menapaki proses pembentukan sistem pengetahuan Islam dan peletakan pondasi dasar metodologi yang mencakup berbagai indikasi, penjelasan dan cara untuk mempertemukan dua bacaan (baca; wahyu dan alam semesta). Buku ini juga berusaha menghadirkan pemikiran-pemikiran baru; sebuah langkah yang dapat ditempuh untuk mengambil kaedah dan memelihara keterikatan dengan Al-Quran dan Sunnah, menegaskan sikap terhadap turats dan hal-hal lainnya yang terpancar dalam sistem metodologinya yang ilmiah.

Dengan buku ini, mudah-mudahan Allah memberi kemanfaatan kepada ummat dan menjadi batu loncatan dalam upaya penulisan-penulisan islami yang berbobot dan responsif atas realitas yang muncul sebagai sebuah langkah yang dapat menghantarkan solusi dari stagnasi dan krisis pemikiran modern.

Kairo, Awal Rajab al-Ashamm 1415 H

Prof.Dr. Ali Jum ’ ah Muhammad

(9)

Pa

g

e

9

PENDAHULUAN

Umat Islam memiliki beberapa karakteristik dan keistimewaan yang utama, diantaranya :

Karakteristik Pertama: Ummat Qiraah. Islam, pada mula

pembentukannya diawali dengan kalimat "Iqra’ " (bacalah), bukan kalimat; "Bunuhlah atau taklukkan untuk memerangi bangsa itu..". Permulaan itu berupa perintah untuk membaca: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Maha pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (tulis baca), Dia mengajar

manusia apa yang tidak diketahuinya." (al-‘Alaq:1-5).(1)

(10)

Pa

g

e

1

0

kembali Kitabullah tersebut. Karena itu, peranan Rasulullah Saw telah jelas termaktub dalam firman Allah SWT :

"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata." (QS.al-Baqarah; 128)

Seruan Nabi Ibrahim AS;

م

م هممملبعميموم ك

م تمِايمآ محهمِيحلمعم ُولمتحيم محهمنحمب للُوسمرم محهمِيفم ثحعمبحاوم ِانمبررم

} م

م ِيك

م ح

م لا زميزمعملا ت

م ْإِنأ

م كمْإِنرإم محهمِيكبزميموم ةمممكححملحاوم بمِاتمكملحا

129

{

"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka, Sesungguhnya Engkaulah yang maha pengasih lagi Maha penyayang." (QS. al-Baqarah 129)

Allah berfirman sebagai pujian kepada hamba-hambanya yang mukmin.

م

ح همس

م فمْإِنأم ن

ح مب ل

ل ُوس

م رم محهمِيفم ث

م عمبم ذحإم ن

م ِينمممُؤمملحا َىلمع

م هملللا ن

ر مم دحقملم

احُوْإِنمِاكم نإموم ةمممكححملحاوم ب

م ِاتمك

م لحا م

م هممملبعميموم محهمِيكبزميموم همتمِايمآ محهمِيحلمعم ُولمتحيم

} ن

ق ِيبممب ل

ق َلض

م ِيفملم ل

م بحقم نمم

164

{

(11)

Pa menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dari

Firman-Nya : "Orang-orang yang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaean-lembaran yang disucikan (Al-Quran)." (QS. al-Bayyinah: 1-2)

Allah telah meniadakan dua sifat pada diri Rasulullah SAW, yakni pemaksaan dan penguasaan.

} رقط

م ِيحص

م ممبم مهمِيحلمع

م ت

م س

ح لر

22

(12)

Pa

g

e

1

2

"Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka."(QS. Al-Ghasyiah: 22).

} رقِابرجمبم مهمِيحلمعم ت

م ْإِنأ

م ِامموم

45

{

"Dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka." (QS. Qaaf: 45),

agar ia dapat membuktikan Islam sebagai agama petunjuk dan agama kebenaran yang dibawanya kepada manusia. Dengan itu, hidayah dan keselamatan merambah seluruh isi bumi dan manusia berada dalam keadaan yang aman sentosa. Sebagian karakteristik risalah Nabi Saw (shalawat dan salam untuk shahabat beserta keluarganya) bersifat umum, integral dan universal, religius, seimbang dan ilmu pengetahuan yang metodologik (al-manhajiyyah al-ma’rifiyyah).

Karakteristik Ketiga: Bahwa ummat Islam adalah sebuah komunitas

(13)

Pa

g

e

1

3

wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiyaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang sangat besar." (QS. Fathir: 31-32)

Karakteristik Keempat: Kemurnian tauhid. Ummat ini berbeda dari

ummat lain dalam pemeliharaan tauhid yang murni dan bersih, yakni tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah dan tauhid sifat yang kesemua itu merupakan kesempurnaan tauhid yang dibawa oleh seluruh Nabi. Secara umum, Islam adalah agama tauhid yang dibawa oleh seluruh para Nabi dan Rasul.

Karenanya, apabila terjadi perubahan-perubahan dan penyelewengan-penyelewengan yang mengakibatkan keberpalingan terhadap risalah para Nabi serta karakteristik agama keselamatan yang dibawa mereka, maka sesungguhnya Allah telah menjamin akan menjaga seluruh warisan tauhid nabawi dengan akidah Islam dan dasar-dasarnya yang merangkumi semua kaidah dalam kitab mu’jizat abadi Al-Quran yang tidak ada kebatilan didalamnya dan sesudahnya. Ini dimaksudkan agar tauhid tetap menjadi ukuran dan barometer yang mampu menjelaskan batasan-batasan dan penjelasan-penjelasan tentang ketuhanan dan peribadatan.

(14)

Pa

g

e

1

4

pengetahuan, pedoman, keistiqamahan, keseimbangan, keadilan, amanah, syariah dan kontinuitas pemahaman terhadap wahyu dan alam semesta secara menyeluruh.(2)

SIGNIFIKANSI DUA BACAAN(3)

Bacaan yang terdapat dalam perintah Tuhan adalah bacaan yang telah ditentukan petunjuk dan kejelasan arahnya. Perintah itu turun dua kali dengan dua bacaan:

(15)

Pa

g

e

1

5

Membaca dengan nama Allah Swt terhadap wahyu yang telah turun untuk kemudian dilanjutkan ayat-ayat lainnya sampai sempurna menjadi Al-Quran yang mulia, kokoh dan mengandung penjelasan-penjelasan ayat. Ayat-ayat itu dibacakan sendiri oleh Muhammad kepada manusia dan dijelaskannya kepada mereka agar dapat mengambil pelajaran tentang hikmah, hidayah, dan petunjuk sehingga jiwa menjadi suci dengan kehidupan yang bersih dan diberikan petunjuk dalam menunaikan peranan kekhalifahan serta menegakkan kewajiban pensejahteraan dan pemakmuran.

Ketika Rasulullah Saw menjawab bahwa beliau bukanlah orang yang bisa membaca, ia memahami perintah itu sebagai bacaan yang didiktekan kepadanya, padahal ia tidak tahu bacaan dan tulisan serta tidak ada pengetahuan tentang apa yang harus ia baca, akan tetapi Allah Swt mengaitkan bacaan itu "Dengan nama Tuhanmu" seakan-akan Dia berfirman:

"Sesungguhnya engkau tidak akan sendirian dalam menjalankan pekerjaan yang tidak kau ketahui, namun Tuhanmu akan bersamamu yang akan memberikanmu banyak hal. Dia mampu mengajarkan cara pelaksanaan hal-hal yang diperintahkan kepadamu, dan membekalimu dalam hal itu seperti halnya Dia ajarkan semua nama kepada Adam dan pengajaran kepada Ibrahim, Musa, Isa dan Nabi-Nabi serta Rasul-Rasul selain mereka. Maka kepada-Nyalah mohon pertolongan dalam membaca sehingga dapat membantu dan menyertaimu, senantiasa bersamamu dalam setiap penjelasan dan pengajaranmu kepada manusia untuk menegakkan hujjah kepada mereka".

(16)

Pa

g

e

1

6

yang telah menciptakan segala sesuatu dan menjadikan manusia dari segumpal darah.

Sebutan penciptaan yang terdapat dalam ayat itu juga untuk memberikan kesiapan mental Rasullullah Saw yang suci dan mulia untuk menjelaskan jenis bacaan kedua, yaitu bacaan tentang mahluk dan telaah alam semesta. Dengan demikian, keduanya adalah kitab yang wajib dibaca. Kitab yang diturunkan, dibacakan dan mu’jiz yaitu Al-Quran, dan kitab penciptaan yang terbuka yakni mahluk dan alam semesta terutama manusia. Keduanya wajib dibaca secara bersamaan agar dapat tercipta pengetahuan peradaban sempurna yang memungkinkan manusia menjalankan peran kekhalifahan dan menunaikan hak amanah serta menegakkan tuntutan-tuntutan sebuah kemakmuran (al-‘umran).

Ia adalah pengetahuan yang tidak dapat terwujud secara individual, akan tetapi menuntut peran dari pihak lain untuk menelaah, mengoreksi, membaca dan menulis buku serta mentransformasikan berbagai keahlian dan pengetahuan kepada manusia dengan mendayagunakan "qalam" yang telah diajarkan Allah sekaligus menjadi wasilah bagi pertukaran, pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan. Disamping itu, apa yang Allah Swt anugerahkan berupa pengetahuan-pengetahuan memberikan pengaruh inspirasi kepada akal dengan berbagai kreatifitas serta hal lainnya. Firman Allah: "Dia mengajar (manusia) apa yang tidak diketahuinya."

(17)

Pa tugas khalifah, menjalankan kewajiban-kewajiban amanah Al-Quran dan cahaya petunjuknya. Adalah sebuah kemestian membaca dua sumber dan menerapkan perintah itu dengan dua bacaan; bacaan wahyu yang turun berupa kitab agung yang sudah digariskan untuk tujuan yang benar bagi makhluk, yang mengingatkan akan sunatullah yang berlaku diatas semesta, yang menjelaskan pedoman, aturan dan hakikat dasar.

Sedangkan bacaan alam semesta mencakup fenomena-fenomena kekuasaan Ilahi, sifat-sifat-Nya, penciptaan manusia dan seluruh kenyataan-kenyataan alam. Menelaah (rububiyah) sang kreator Maha Suci Dzat-Nya, kemuliaan besar dalam penciptaan manusia dan pengangkatan khilafah-nya, pengayoman-Nya terhadap alam semesta, mengatur kemakmuran dan kesejahteraannya.

Al-Quran yang mengandung ayat-yat mulia dan hal-hal yang berkaitan erat dengannya, sejak dulu telah menghadirkan solusi paling sukses dalam menyelesaikan krisis pengetahuan pada masa tanzil (turun konvensional dari lingkaran liar yang destruktif untuk dikaitkan dengan bacaan pertama yakni apa yang termaktub dalam ayat

} ن

م ورمط

م س

ح يم ِامموم م

م لمقملحاوم ن

1

} ن

ق ُونمج

ح ممبم ك

م ببرم ةمممعحنمبم ت

م ْإِنأ

م ِامم {

(18)

Pa (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila". (QS. Al-Qalam: 1-2)

adalah dengan mengeluarkan ilmu pengetahuan dari ruang lingkup mengajarnya pandai berbicara." (QS. ar-Rahman: 2-4).

Oleh sebab itu ditetapkanlah neraca (keadilan) dan berjanji kepadamu

} ن

م ازمِيمملحا ِيفم اُوحغمط

ح تم لرأم

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (QS. an-Nahl; 78)

(19)

Pa

"Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tingggi lagi Maha Besar." (QS. al-Baqarah: 255)

} ِامللحعم ءقِي

ح ش

م ل

ب ك

م بم ط

م ِاحمأم دحقم هملرلا نرأموم

12

{

Dialah Allah SWT: "Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." (QS. ath-Thalaq: 12).

Adapun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, jika pun tahu tentang sesuatu maka sesungguhnya "mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai." (QS.ar-Rum: 7).

Karenanya, krisis dunia pengetahuan dewasa ini tidak ada lagi jalan keluarnya selain pedoman pengetahuan qurani. Tidak ada Nabi selain Muhammad dan tidak ada kitab selain Al-Quran.

(20)

Pa

g

e

2

0

mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar". (QS. al-Furqan: 51-52).

Maka dua bacaan tentang wahyu dan alam semesta adalah dua kemestian, karena keduanya adalah perintah Ilahi, dan menggabungkan keduanya merupakan keharusan, karena tanpa itu akan terjadi penyelewengan.

Barang siapa yang menafikan bacaan pertama dan tenggelam pada bacaan kedua yang berupa pengetahuan alam semesta atau metafisika semesta, maka hilanglah hubungannya dengan Allah, tidak peduli terhadap hal-hal ghaib lalu melangkah bersama falsafah buatan yang menimbulkan perlakuan-perlakuan keji, yakni usaha menyatukan antara manusia dan alam dengan keterbatasan nara sumber.

Selanjutnya, menganggap sang pencipta dan seluruh hal ghaib hanyalah ma waraiyyat (metafisika). Apabila kekuatan ghaib itu beraksi dan memberikan pengaruh terhadap mahluk atau ciptaan, maka pengaruhnya itu disebabkan letupan pertama untuk kemudian terlupakan atau dilupakan, setelah itu alam semesta berjalan terus dengan sendirinya dalam bentuk fatamorgana, sebagaimana yang diyakini oleh Aristoteles di masa dulu dan Newton serta yang lainnya di masa kini.

(21)

Pa

g

e

2

1

Disinilah manusia mulai merasa kaya dan menganggap cukup dari Tuhannya, karena ia tidak kembali melihat selain tabiat yang ada di depannya yang dianggap segala-galanya. Hanya Dia sajalah yang berada di belakang semua yang terjadi.

Padahal, dalam kenyataannya, Dia mampu memaksa alam. Manusia tidak dapat melihatnya, karena ia tunduk dan patuh dibawah kekuatan Allah, bahkan ia melihatnya sebagai alam yang terpisah atau bagian dari sesuatu yang ghaib. Pada saat itu, ia tidak sadar bahwa Allah SWT telah mengaturnya dan Dialah yang sesungguhnya menciptakan dirinya dan alam semesta. Bahkan, Dialah yang sebenarnya melakukannya, yang mengaturnya dengan beragam kemampuan yang mampu mendayagunakan alam semesta yang terbentang dengan segala isinya. Alam semesta ini memang disediakan untuk manusia.

Manusia dibekali dengan kapasitas kemampuan nurani, akal dan pengetahuan yang dapat memposisikannya mampu mendayagunakan alam semesta dan menegakkkan amanah kekhalifahan.

Manusia lalai dan berpaling dari mengingat Allah. Mereka tidak melihat kekuasaan Ilahi, sehingga datanglah hidayah wahyu yang menguatkan naluri kemampuan dan keyakinan adanya kekuasaan serta kreasi untuk menjadikan hubungannya dengan semesta sebagai sebuah hubungan kekuasaan, pemaksaan dan pertentangan kontradiktif. Dengan ini, maka hilanglah unsur-unsur alam dalam hubungan kasih sayangnya dengan manusia, dan keberadaannya sebagai makhluk yang dipercaya memegang kekhalifahan; keberadaan alam semesta sebagai ciptaan yang tunduk terhadap sang khalifah yang dipercaya.

(22)

Pa

g

e

2

2

posisi kekuatan yang saling bertolak belakang dan bertentangan, dan manusia yang lalai itu telah memerankan diri sebagai Tuhan yang mampu menggerakkan ilmu dengan berbagai cara. Dirinya merasa kokoh, ia mempertuhankan hawa nafsunya yang keberadaannya berasal dari alam. Sehingga dengan kekuasaannya, agama berpindah kepada sesuatu yang mengambil peranan pada saat dibutuhkan untuk menutupi kebusukan, memenuhi keinginan atau menuruti perintah

"Ketahuilah sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup". (QS. al-‘Alaq: 6-7).

Maka terjadilah kesewenang-wenangan dan kekejian,(4) bencana alam, polusi dan kerusakan di bumi, laut dan udara yag disebabkan tangan-tangan manusia. Goyanglah keseimbangan dan nampaklah penyakit-penyakit yang aneh dan langka didalam masyarakat. Kemiskinan-kemiskinan yang menyebabkan rasa lapar, kerusakan-kerusakan dan penyakit lainnya yang menyeluruh dalam semua bentuknya.

(23)

Pa

g

e

2

3

Orang-orang yang lalai itu merasa puas atas diri mereka sendiri dengan anggapan bahwa persitiwa yang terjadi adalah unsur alami yang lazim, tidak bisa dielakkan bagi orang-orang yang menghendaki kenikmatan, karunia kemakmuran tentang kemungkinan terjadinya peristiwa itu dan penolakan terhadap nilai-nilainya yang membawa petaka.

Pengesampingan terhadap bacaan kedua, yaitu bacaan alam semesta dan menganggap cukup dengan bacaan pertama, berakibat pada keterputusan total dari kesemestaan, yang berlanjut dengan pelarian dan penghinaan terhadap dunia dan apa yang ada di dalamnya, menafikan kemampuan dan potensi kultural peradaban manusia serta menghambat pelaksanaan peranan kekhalifahan dan kemakmuran. Ia memalingkan dirinya, dari kesenangan dan karunia pemberdayaan, mematikan pemikirannya, mengurangi nilai kreasi, bahkan menggagalkan aktifitasnya. Maka, dalam segala hal, ia tidak melihat manusia sendiri saja sebagai subjek pelakunya dan tidak melihat keberadaannya dalam hidup mempunyai makna yang berarti. Semua pemikiran ini jelas berlawanan dengan petunjuk Al-Quran.

Bahwa melampaui batas dalam bacaan kedua, mengesampingkan atau tidak menggabungkannya dengan bacaan pertama berakibat pada munculnya kelemahan peradaban manusia dan menghambat potensi mereka yang menyebabkan kontradiksi peristiwa-peristiwa alam ghaib dengan alam realitas.

(24)

Pa

g

e

2

4

Yang jelas, menurut ungkapan kebanyakan para pemuka Islam dahulu dan buku-buku tentang aliran Islam, dapat ditemukan bahwa ungkapan-ungkapan mereka menyimpan sesuatu yang sangat mengejutkan tentang persoalan pembauran antara kerja manusia dan kerja Tuhan, kehendak manusia, permasalahan ikhtiar, sebab-musabab dan lainnya. Pencampur-bauran itulah yang mengakibatkan banyak kerancuan dan ketimpangan dalam tatanan pengetahuan Islam.

Jadi, sudah semestinya menggabungkan dua bacaan itu; bacaan wahyu dan bacaan alam semesta dan memadukan keduanya, agar tidak menjerumuskan manusia kedalam salah satu dampak negatif dari dua sisi tersebut.

Dari sini, apa yang kami namakan dengan "islamisasi ilmu pengetahuan" (islamiyyah al-ma’rifah) adalah keharusan suatu pengetahuan. Keharusan peradaban yang tidak hanya berlaku dalam frame Islam, akan tetapi juga pada tingkatan seluruh dunia, agar dapat keluar dari keterhimpitan pengetahuan dan krisis pemikiran dunia modern. Karena setelah peletakan dasar strategi pengetahuan dan pemikiran, peradaban Barat sendiri dihadapkan pada problematika baru dalam pewarnaan terhadap pedoman pengetahuan bagi peradaban dan ilmu pengetahuannya yang dapat dijadikan sandaran bagi kemajuan Barat dalam keilmuan dan semua aspeknya. Marxisme telah berusaha mewujudkan warna ini dengan dialektika materialisme dan demikianlah ternyata Marxisme runtuh dengan tumbangnya Uni Soviet sebelum Barat menemukan alternatif pengetahuan dan pedomannya.

(25)

Pa

g

e

2

5

Adapun krisis yang dialami masyarakat Arab dan kaum muslimin juah lebih berat dan parah. Kita semua terhimpun dalam krisis dunia pada suatu sisi, karena hubungan dan peran kita dengan itu tidak dapat dianggap sebagai hubungan clay vessel (barraniyah) atau marginal (hamisyiyah) seperti yang diduga sebagian orang. Peradaban modern (baca: Barat) telah sukses dalam upaya menyerang pemikiran kemajuan, kemunduran dan lain-lainnya. Lalu, apa sebenarnya hakikat "islamisasi ilmu pengetahuan" yang diupayakan dapat menjadi solusi atas krisis yang melanda ilmu pengetahuan, pemikiran dan dunia kita?"

Islamisasi ilmu pengetahuan lahir dan terwujud dari bacaan dua kitab yang mendasarkan pada perpaduan pemahaman keduanya, menyibak keutuhan pemahamannya melalui metodologi riset. Kitab pertama adalah kitab wahyu yang kita baca yakni Al-Quran dan kitab kedua adalah kitab alam semesta yang senantiasa bergerak menyimpan seluruh fenomena alam.

(26)

absolute-Pa

g

e

2

6

general (al-kully) untuk sesuatu yang detail (al-juziy) disebabkan kemampuan subjektif manusia dalam pemahaman realisasi al-kully. Sedangkan bacaan semesta muncul dari juziy dengan jalan petunjuk kully, sesuai dengan kemampuan manusia yang nisbi dalam memahami fenomena yang ada. Karenanya, tidak akan terjadi pertentangan sengit antara karunia yang diberikan wahyu dengan hasil-hasil pengetahuan interpretatif.

Inilah hal yang sangat ditekankan pada permulaan turunnya wahyu dalam surat al-‘Alaq: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (tuli-baca)." (QS.al-‘Alaq: 1-5)

Demikian penting dan tegasnya penggabungan dua bacaan itu.

Adapun ketika terjadi pertentangan antara bacaan wahyu dan alam semesta , maka pengetahuan manusia akan terarah kepada dua konsekuensi yang berbahaya:

1. Kalangan yang hanya menggantungkan pada aspek ghaib dengan mencukupkan satu bacaan; wahyu.

(27)

Pa

g

e

2

7

mengalahkan serta menyalahkan agama pada saat tidak sampai pada batasan-batasan yang dikehendaki karena kekurangan dan kelemahannya.

2. Kalangan yang terpaku pada bacaan semesta saja, lebih cenderung memahami aspek objektif seputar permasalahan-permasalahan kedua. Mereka menafikan kondisi ghaib yang berperan (sebagai subjek) dalam gerak alam semesta dan secara bertahap berakhir pada pemikiran buatan dalam ilmu pengetahuan yang memberikan pengaruh pada tatanan peradaban, disebabkan peranan dan efek negatif yang ditimbulkannya.

Demikianlah, manusia menjadi terbagi-bagi, terpisah dan saling bermusuhan antara keyakinan mitos (ramalan) dan kreasi batil yang pada saat bersamaan permulaan ayat yang turun dalam surat al-‘Alaq meniadakan keyakinan pada ghaib ketika mengaitkan antara keghaiban ini dengan bacaan kedua yaitu bacaan objektifisme qalam. Bacaan objektif terhadap kondisi juga menafikannya ketika dihadapkan dengan bacaan pertama, disamping juga menegaskan bahwa penelaah dua keadaan dan dua bacaan itu adalah manusia yang beriman terhadap wahyu dan memahami fenomena-fenomena alam semesta dan geraknya secara bersamaan. Karenanya tidak terjadi perampasan pada manusia, tidak juga penyalahgunaan keunggulan dan tidak melampaui peranan yang semestinya.

(28)

Pa

g

e

2

8

untuk menggabungkan dua ilmu dalam satu wadah. Sebabnya karena dominasi metode-metode Barat dalam pemisahan dua ilmu itu yang telah menyeluruh ke segenap penjuru dunia. Maka, bagi siswa yang mencari wahyu, mereka akan pergi ke fakultas-fakultas teologi, dan siswa ilmu-ilmu alam akan pergi ke fakultas-fakultas ilmu terapan (applied science) seperti yang telah terjadi di Barat. Adapun yang terjadi pada kita, pemisahan itu terdapat pada fakultas-fakultas syari’, dakwah, ushuludin dengan fakultas-fakultas ilmu-ilmu modern atau ilmu sosiologi dan ilmu antropologi, terlebih pada ilmu-ilmu terapan.

Pemisahan antara dua bacaan yang mengakibatkan pertentangan sengit itu membawa dampak negatif, yakni menjauhkan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu antropologi dan ilmu-ilmu sosiologi.

(29)

Pa konvensonal ketika telah kehilangan pandangan-konsep umum tentang semesta, kehidupan, manusia dan keterkaitannya dengan nilai-nilai manusia dan etikanya terhadap Allah Swt.

Maka, jati diri manusia berkembang menurut ukuran nilai-nilai rasionalitas dan etika, dan produk utama agama adalah kemuliaan akhlak. Sesungguhnya hembusan keangkuhan diri manusia menjadi wasilah justifikasi pertentangan nasionalisme dan sosial sebagaimana keberhasilan justifikasi individulisme-liberal pada batas yang maksimal. Karena itu, pertentangan menjadi sangat keras dalam semua aspek sebagai ganti dari keselamatan yang diberikan nilai-nilai itu.

Hal itu tidak lain karena manusia menganggap dirinya mampu, bahkan melebihi Dzat yang telah menciptakanya. Dan, barang siapa yang menganggap dirinya lebih mampu dari Allah Swt, ia akan berbuat lalim di muka bumi. Ia akan membusungkan dada kepada setiap orang yang mengajaknya untuk mengikuti nilai-nilai daan etika.

(30)

Pa

g

e

3

0

Maka persoalan penggabungan dua bacaan adalah permasalahan metodologi dalam pengetahuan yang menghantarkan konklusi sebuah peradaban. Bagi yang menggabungkan dua bacaan, ia tidak merasa cukup di hadapan Allah Swt, karena ia senantiasa sadar akan ketergantungannya kepada-Nya. Ia tidak bertindak sewenang-wenang, tidak menganggap tinggi, tidak durhaka serta tidak berbuat kerusakan di muka bumi.

METODE KONVERGENSI DUA BACAAN

(31)

Pa

g

e

3

1

terbentang dan bergerak di alam semesta di sisi lain dengan struktur metodologi yang mengaitkannya.

Al-Quran adalah wahyu Ilahi yang dengannya kita dapat mengerti dan memahami bahwa wujud semesta ini bertitik tolak dari kenyataan bahwa Al-Quran adalah mutlak, komprehensif dan sempurna. Segenap keluasan pengetahuan kita terhadap keduanya selaras dengan kapasitas yang dimiliki manusia, yaitu kemampuan untuk menggabungkan dua bacaan dan membukakan perpaduan metodologis antara wahyu dan alam. Metodologi Al-Quran adalah metodologi alam, dan karenanya, yang dikehendaki tidak sekedar mencukupkan perkataan itu dalam tataran konsep belaka, akan tetapi seharusnya dapat menyibaknya secara aplikatif. Karena, perkataan penggabungan dua bacaan; antara wahyu ilahi dengan ilmu-ilmu alam dan kemanusiaan yang tegak berdiri di atas ketentuan-ketentuan Ilahi di alam semesta, kehidupan dan manusia.

(32)

Pa menunjukan beragam penafsiran-takwil, dan dalam kebanyakan penafsiran itu hampir seluruhnya merupakan upaya penjatuhan (over throw), tema-tema israiliyat dan sejenisnya yang sudah jelas dalam pandangan kita.

Demikian juga dalam pengetahuan-pengetahuan kemanusiaan dan kemasyarakatan modern, bahkan dalam ilmu-ilmu sains modern, terjadi juga kondisi yang serupa. Banyaknya pertanyaan yang membingungkan di sekolah-sekolah keilmuan tersebut dan tidak ditemukannya jawaban yang representatif adalah karena pembauran metodologis dua bacaan itu belum tersibak. Kalaupun ada, hanya sebatas tindakan parsial yang terlihat dalam berbagai upaya "pembersihan diri" yang menjadikan sebagian orang patuh manut. Hal itu nyaris mendapat porsi besar sebagai upaya yang dewasa ini dikenal dengan "al-I’jaz al-‘Ilmi". (5)

Maka keyakinan kita yang teguh akan keharusan penggabungan dua bacaan dan menjadikannya sebagai syarat utama untuk keluar dari krisis pemikiran dan pengetahuan dalam percaturan global dan lokal, mengandung ketegasan untuk kewajiban menengok kembali relevansi metodologi itu, yakni antara Al-Quran, alam semesta dan manusia untuk melengkapi paradigma pandangan Islam dan kejelasan seluruh sandarannya, serta hubungan antara ghaib dengan alam dan manusia. Disamping melepaskan manusia dari keletihan akibat pertentangan antara keyakinan ketuhanan (lahut) dan kemanusiaan (nasut) atau antara dunia-akhirat, antara wahyu yang diturunkan (tanzil ilahi) dengan kreasi manusia serta pertentangan-pertentangan serupa yang menjadi kendala selama ini.

(33)

Pa

g

e

3

3

mencukupi untuk menyibak pembauran metodologi tersebut; antara Al-Quran, alam semesta dan manusia.

Karenanya, kaidah-kaidah "islami" dicanangkan diatas hal-hal berikut :

1. Rekontruksi pandangan pengetahuan yang tegak diatas prinsip dan karekteristik konsepsi Islam yang lurus untuk memperjelas apa yang disebut tatanan pengetahuan Islam yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan umum, tanpa terlewatkan sedikitpun. Disamping itu, menyusun kekuatan internal dengan kritik pengetahuan yang mungkin mencakup dan menyerap dalam bentuk metodologi yang tepat, dan pada saat yang sama memberikan kemampuan perwujudan pengetahuan yang metodologis, dan penafsiran pengetahuan yang tidak berlandaskan atas pemaksaan dan retorika, akan tetapi di dasarkan pengetahuan metodologi yang sempurna.

2. Kembali meneliti, membentuk dan membangun kaidah-kaidah metodologi islami di atas naungan "metodologi pengetahuan

qur`ani" dan petunjuk yang terkandung didalamnya.

Kemudaratan besar telah menimpa metodologi ini sebagai hasil bacaan monoton dan parsial yang menjadikan Al-Quran sebagai bencana-kontradiktif, yakni alam semesta dan manusia dibaca dalam keterpisahan antara yang dulu dan kini. Diperlukan penguatan posisi kaum muslim agar terhidar dari imbas penyakit-penyakit pemikiran yang telah merambah seperti kerancuan dalam pemahaman hubungan ghaib dengan realitas, hubungan naql dengan ‘aql, hubungan sebab dengan musabab dan persoalan-persoalan lainnya.

(34)

Pa prinsip-prinsip syuhud al-hadhary dan ‘umrany. Hal ini menuntut ulang pengembangan dan penyusunan ilmu-ilmu Al-Quran sebagaimana yang dikehendaki tujuan ini dan melampaui banyak peninggalan-peninggalan dalam aspek ini yaitu, pengetahuan-pengetahuan yang turut berperan dalam mendukung nash qur`ni. Orang-orang Arab telah memahami Al-Quran, menyimpan kandungan-kandungan khusus pembentukan awal yang mudah sederhana pada permulaannya, dan terbatas skup komunitas dan pemikirannya dalam bahasa dan kontribusi naqliyah yang berperan utama dalam keabsahan naql dan kekuatan riwayat yang bisa dipercaya (tautsiq) dengan proses yang sudah dipahami, yang berperan sebagai pengetahuan yang paling tinggi dalam cara proses tsiqat pada zamannya.

(35)

Pa

g

e

3

5

hubungan-hubungan lainnya yang bermacam-macam, maka seharusnyalah mengkaji kembali ilmu-ilmu yang dapat menghantarkan pemahaman nash, mendukung dan membacanya dengan cara bacaan penggabungan dengan alam semesta dan disertai konvergensi metodologi.

Termasuk merangkum berbagai ragam tafsir dan takwil yang berkaitan dengan fase-fase itu, keterkaitan kokoh dengan nasab untuk menangkal distorsi israiliyat dan lainnya, keterikatan kuat dengan uslub-uslub tanzil (model penurunan ayat) dan keselarasannya sehingga jelas ketegasan Al-Quran, dan arah kemu’izatannya, yang saat ini sepatutnya dihubungkan dengan kondisi sosial masyarakat dan metodenya untuk mewujudkan penantangan abadi dan penjelasan kemu’izatannya yang menjadi indikasi sebagai metodologi utama yang absolut.

(36)

Pa

g

e

3

6

Pelaksanaan risalah kenabian dan penjelasan Muhammad telah mempersempit kesulitan antara kandungan pedoman Tuhan yang qur`ani dan realitas yang terjadi, dengan mentalitas umat dan kapasitas pengetahuannya serta tuntutan-tuntutan realitas sosial dan puncak pengetahuan yang ada. Karenanya, perawi yang terdiri dari para shahabat (semoga ridha Allah atas mereka) penuh perhatian untuk tidak menolak potongan satu ayat pun yang berkaitan dengan perjalanan kehidupan Rasulullah Saw, dan kita terima semua penjelasan-penjelasan itu sehingga menjadikan kita dapat mengikuti gerak langkah keseharian beliau (shalawat salam semoga tetap baginya) dalam peperangan, perdamaian, pengajaran, pengambilan keputusan hukum, keperwiraan, fatwa dan pergaulan kemanusiaannya dengan cara yang dapat menjelaskan sunnahnya dalam berinteraksi dengan dunia realita, disamping menyibak karakteristik-karakteristik keadaan yang ada dimana Rasulullah Saw turut bergaul dan bergerak di dalamnya. Itulah kenyataan yang tidak diragukan adanya perubahan kenyataan yang kita hidupi, dalam tatanan mekanisme dan mentalitasnya.

(37)

Pa

g

e

3

7

mendorong jin untuk memperagakan berbagai bentuk tarian kepadanya, tanpa disertai kesangsian-kesangsian orang-orang modern dan protes mereka terhadap persoalan ini dan sejenisnya, disebabkan mereka tidak merasa mempunyai kemauan atau kesanggupan untuk menyembahnya.

Karenanya, mengapa fotografi diharamkan bagi kita? Solusinya bukanlah dengan fatwa sepotong-sepotong yang menghalalkan jenis foto ini dan mencegahnya, akan tetapi perlu dipelajari dan dikaji lagi petunjuk yang telah diisyaratkan Rasulullah Saw dalam berbagai kesempatan.

تلعفلو تلعفل رفكب دهع ُوثيدح كمُوق لُول

“Jika bukan karena kaummu yang mengadakan perjanjian

disebabkan kekafiran, niscaya sudah saya lakukan”.(7)

Bahwa Rasulullah Saw telah memusnahkan pembuatan berhala dan pengedarannya kepada kaum yang membuat perjanjian (haditsu ‘ahdin). Dengan ini semestinya dapat tercapai metode yang sistematis untuk menyikapi kasus-kasus semisal itu dan memahaminya dengan perspektif pengetahuan yang dapat memasukkan hadits-hadits Nabi dan sunnah-sunnahnya kedalam sebuah skup metodologi untuk mengganti keterbatasan skup parsial yang saling bertentangan dan kerapkali diusahakan oleh orang-orang keliru dengan ungkapan-ungkapan sepihak yang terkadang menunjukan sesuatu yang tepat sekaligus kebalikannya, yang seolah-olah merupakan perkataan dari imam-imam madzhab yang berbeda-beda.

(38)

Pa pedoman yang selaras dengan tuntutan-tuntutan realitas kehidupan. Lantaran keteladanan itu tumbuhlah pemahaman interaktif terhadap sesuatu yang “disampaikan dan dinukilkan” (al-ma`tsur wa al-manqul"). Dalam upaya mengeliminir dampak-dampak yang lahir dari interaksi sepihak, sebagian orang menempuh takwil bathini, penafsiran simbolis dan isyarat sebagai solusi dari ketertarikan kepada al-matsur yang literal. Akan tetapi, hal itu tidak makin membaik selain kekacauan yang kemudian pengaruhnya merambah ke persoalan otoritas (hujjiyah) as-Sunnah secara umum atau otoritas-otoritas lainnya yang telah kita ketahui, sekalipun telah tercapai jalan menuju metodologi qur`ani untuk berinteraksi dengan Sunnah yang menggambarkan sikap Sunnah dalam seluruh penjelasan dan perincian serta pemahamannya tentang metodologi dan bagian-bagian persoalannya dalam skup maqashid yang jelasan tujuannya.

(39)

Pa

g

e

3

9

pada masa lampau agar dapat kembali eksis di era sekarang, seakan-akan menjadi simbol masa lalu dengan baju yang baru. 5. Mengkaji ulang dan memahami kembali tradisi (turats) Islam dan

membacanya dengan kritis disertai analisa pengetahuan sehingga mengeluarkan kita dari dominasi tiga frame work yang menguasai bentuk interaksi dengan turats kita, saat ini yaitu; penolakan secara mutlak, penerimaan mutlak dan penafian non metodologis. Ketiga frame work tersebut tidak mungkin dapat mewujudkan ketersambungan sesuatu yang menuntut kesinambungan hubungan dengan turats ini, sebagaimana mustahil mewujudkan alienasi dengan hal yang mengharuskan perwujudan alienasi dari turats itu.

6. Membangun sebuah metodologi interaksi dengan tradisi manusia modern atau apa yang dikenal dengan "Turats Barat" yang dengan itu dapat mengeluarkan interaksi akal muslim dari formula interaksi saat ini yang bertolak belakang dari ruang lingkup dan upaya pendekatan, perbandingan serta pertemuan dan penolakannya sebagai hasil akhir penilaian mutlak dan penerimaannya, disertai dengan jiwa yang sangat terbuka dan penafian atas kekeliruan prasangka.

Keenam pilar utama ini adalah apa yang kita maksud dengan "Islamisasi Ilmu Pengetahuan", "Metodologi Pengetahuan Terpadu" atau "Islamisasi Ilmu-Ilmu Sosiologi dan Antropologi", dan mengarahkan ilmu-ilmu alam dengan pandangan Islam atau pemurnian Islam terhadap berbagai bidang ilmu(8).

(40)

Pa

g

e

4

0

semesta dan manusia. Hal itu dilakukan dengan cara merusak konsepsi wujud yang sebagiannya nampak bertolak belakang dengan konsepsi Islam. Terkadang benar demikian, karena tidak jadi soal kita menafikan ungkapan-ungkapan agama dengan sesuatu yang sesuai dengan konsep-konsep tersebut. Karenanya kita katakan; bahwa kita sudah memiliki itu jauh sebelumnya, atau kita menolaknya dan terkalahkan oleh kekafiran.

Sejak awal, titik tolak kita (munthalaq) terhadap arah ilmu-ilmu semesta bukanlah titik tolak lahut dan nasut (ketuhanan dan kemanusiaan), dan kita tidak dituntut untuk mengikuti selain kepada diri kita. Eksperimen dan sikap mereka terhadap ilmu dan penerapanya berbeda dengan eksperimen kita. Jika Al-Quran adalah lahut, maka yang ada hanya satu kondisi atau bacaan pertama saja, padahal kita diperintahkan berbeda dari itu.

(41)

Pa

g

e

4

1

pengetahuan pendukung nash, baik yang dijelaskan atau disandarkan kepadanya, agar dapat menegakkan sebuah bacaan, dan mewujudkan tuntutan-tuntutan konvergensi dua bacaan tersebut.

MISI QUR`ANI PLUS UNIVERSALISME

Tugas ini diperankan oleh "Islamisasi Ilmu Pengetahuan", sekalipun sebagian orang memandangnya sebagai tugas yang berada dalam ruang lingkup geografis dan sesuatu yang manusiawi.

Kita adalah bagian komunitas yang tengah berinteraksi dengan dunia saat ini, dan bukan memerangi budayanya. Ini adalah persoalan yang pernah terjadi dua abad yang lalu, yaitu abad 18 dan abad 19. Akan tetapi, interaksi kita dengan dunia saat ini terwujud dengan perlawanan terhadap ilmu terapan aplikatif, yang menuntut kita mengerahkan kesungguhan melalui cara penyelesaian yang sama dengan kesungguhan pendahulu kita dalam menghadapi perang pemikiran yang telah mampu mendobrak pintu-pintu kita dengan Revolusi Perancis. Hal ini bisa terjadi karena saat itu kita menghadapinya dengan rasio belaka dan dengan kapasitas kemampuan kondisi akal yang terbatas.

(42)

Pa

g

e

4

2

yang memiliki pandangan qur`ani, kesemestaan, dan universal. Hal ini karena semua ilmu terapan dalam titik tolaknya masih memperlihatkan keterikatan dengan parsialisme (juzi) dan tidak mengambil kondisi semesta yang meliputinya, padahal kondisi semesta tersimpan dalam wahyu qur`ani. Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tidak tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat. Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada kemunculan krisis-krisis pemikiran dan pengetahuan, Al-Quran dengan sendirinya mampu mengeluarkan perlawanan sempurna dengan posisinya sebagai kitab wahyu yang absolut yang dengan itu dimaksudkan dapat melanjutkan peranan dan kemuliaannya.

(43)

Pa

g

e

4

3

dalam mengukuhkan peradaban dengan berbagai metodologi ilmu pengetahuan yang dipadukan dengan dua bacaan tersebut. Karena, ilmu-ilmu modern pada saat ini telah mencapai fase tafkik (pemisahan) terhadap hal yang nyata (fenomena) sampai pada batas tak berakhir dan berjalan di alam yang tak ada penghabisannya. Fenomena-fenomena tersebut belum dikembalikan sebagaimana yang dipahami para pendahulu kaum salaf kita, bahkan juga yang telah diperankan oleh dunia seluruhnya.

Itulah fenomena-fenomena yang terbentuk nyata di depan penglihatan mata dan indera perasa yang menjadi wasilah rasionalitas dengan memperluas aspeknya pada indera dan elektronik yang telah memberikan pemahaman baru kepada fenomena. Jika orang-orang dahulu memahami atom seperti biji pasir yang berkilauan maka atom dewasa ini maknanya beralih menjadi sesuatu yang terlihat;

} ن

م ورمص

م بحتم ِاممبم ممس

م قحأم َلمفم

38

م ورمص

م بحتم لم ِامموم {

39

{

"Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat, dan dengan apa yang tidak kamu lihat". (QS. al-Haqqah: 38-39)

(44)

Pa

g

e

4

4

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA

Manakala tuntutan konvergensi dua bacaan diarahkan, maka persoalan "Islamisasi Ilmu Pengetahuan" bukan sekedar kemegahan konsep atau perseteruan filsafat. Hal ini dilakukan untuk melepaskan pemikiran manusia dari krisis teologi yang terampas dari manusia dan alam, yang dalam waktu bersamaan melepaskannya dari ruang lingkup kondisi pemikiran ilmiah yang memisahkan ilmu pengetahuan dari penciptanya. Masing-masing dua pedoman itu mempunyai dampak dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, tatanan peradaban, prinsip dan aturan-aturannya.

(45)

Pa

g

e

4

5

dari kaca pandang yang ilmiah, universal dan metodologis. Demikian tugas islamisasi ilmu pengetahuan yang mendasar.

Sesungguhnya tanpa menggunakan pemahaman Al-Quran dengan pemahaman metodologis dalam ruang lingkup kesatuan dan konstruksi bangunannya yang sempurna, yang kontradiktif dengan pemahaman metodologi modern kita tentang fenomena-fenomena alam dan aturan geraknya dalam kesatuan susunan bangunannya adalah mustahil untuk menyusun dasar islamisasi pengetahuan.

Metodologi dunia modern dengan kondisi yang demikian mendatangkan banyak hal kesatuan, menganalisis kenyataan dengan kajian tentang keterkaitan dan aturan yang tersimpan didalamnya dan apa yang ada di belakangnya serta tidak dapat memutar balikan penafsirannya, padahal Al-Quran (al-makmun, al-majid, dan al-karim) dalam kesatuan bangunannya secara keseluruhan telah menerima pemahaman metodologis ini, dimana Al-Quran yang dipelajari serupa dengan metodologi yang dipelajari para ilmuan semesta alam ini, sebagaimana yang telah saya sebut dengan rasionalitas ilmiah yang universal.

(46)

Pa

g

e

4

6

ungkapan-ungkapan dalam kitab-kitab keagamaan yang berkaitan dengan ghaib. Karenanya, tidak ada alasan untuk mengambilnya sebagai salah satu sumber ilmu. Jika tidak, maka terjadilah pemalsuan dalam pengambilan keduanya. Semua yang diisyaratkan oleh kitab-kitab samawi seperti wujud-wujud yang tidak terlihat atau sebagian kisah-kisah sejarah, tidak kalah oleh kecanggihan kreasi ilmu pengetahuan modern yang tidak memiliki kontribusi ilmiah. Karenanya, UNESCO mengumumkan kepada dunia tentang pengenalan terhadap pengetahuan yang menyatakan bahwa : "Setiap hal yang diketahui tunduk terhadap kesadaran dan eksperimen".

Logika ini keluar dari pemahaman keliru yang tidak menelaah persoalan konvergensi dua bacaan. Karena tujuan konvergensi dua bacaan berujung pada pemahaman kesemestaan terhadap wujud yang tidak terbatas pada kedua bacaan saja. Apabila kita menganggap cukup hanya dengan dua bacaan saja, maka kita akan tetap berada dalam batas-batas skup pemikiran konvensional dan ungkapan-ungkapan seputar wujud dan kita akan bergelut dengan pemahaman yang bersandarkan kepada fragmentasi (tafkik) kenyataan dan bagian-bagiannya dengan logika perdebatan ilmiah modern dengan kandungan dan penisbahannya.

Sampai disini, nampak jelas ancaman bagi bacaan kedua yang tanpa disertai bacaan pertama, atau ia akan mengakhiri kita dengan pemikiran konvensional yang parsial, bukan pada pemikiran kesemestaan.

(47)
(48)

Pa

g

e

4

8

dengan keberpihakan individual kepada bacaan kedua tanpa disertai bacaan pertama.

Untuk dapat keluar dari krisis pemikiran dan peradaban, dunia membutuhkan pemahaman terhadap kondisi alam dengan makna ghaibnya dalam kontruksi keberadaan dan peranannya. Inilah tugas bacaan pertama yang bagi sebagian orang nampak sebagai bacaan yang wajib dijauhi dari ruang lingkup ilmiah.

Sebuah tugas dan tantangan yang besar dan luas, seluas alam raya ini. Langkah awal adalah konvergensi dua bacaan dengan tujuan islamisasi ilmu pengetahuan untuk menebarkan petunjuk, menyemarakkan kebenaran, menyebarkan hidayah dan memancarkan cahaya iman dan Al-Quran di atas bumi. Kontinuitas kita dalam dialog-dialog ilmiah yang terarah dan penerapan-penerapan metodologis akan menghantarkan kepada lenyapnya kendala ini dan rintangan lainnya dari jalan kita. Dan, interaksi para pelaku beragam spesialisasi dengan metodologi pengetahuan Al-Quran akan menghantarkan pada pengungkapan aspek-aspeknya disertai kepuasan para ilmuan dan pengkaji atas keabsahannya. "Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya".@

(49)

Pa untuk langkah dasar pemikiran seorang muslim, dan kaidah bagi pandangan dan konsepsi terhadap alam semesta, kehidupan dan manusia. Beberapa kajian dan buku terkemuka yang disediakan untuk menjelaskan persoalan ini adalah kitab "Risalah

at-Tauhid"; Muhammad Abduh, "Wahyu al-Muhammadi";

Muhammad Rasyid Ridha, "Nizham al-Islam al-‘Aqaidi"; Syekh Muhammad al-Mubarak, Al-‘Aqaid"; Ustadz Hasan al-Banna. "’Aqidah al-Muslim"; Syekh al-Ghazali,"Qashash al-Iman”; Syekh al-Jasar, "Al-‘Adalah al-Ijtimai’yah"; Sayyid Quthb, "At-Tashawwur al-Islami li al-Wuju”’; Dr. Hasan Lihyawi dan karya-karya lainnya.

(50)

Pa

g

e

5

0

dilakukan di banyak tempat dalam tafsirnya, khususnya dalam mukaddimah. Bahkan ia telah melampauinya sampai ke batas pembagian seluruh ilmu dan pengetahuan yang dinisbatkan kepada Quran dalam tiga bagian; ilmu yang dijabarkan dari Al-Quran, ilmu yang dapat dipahami dan ditafsirkan, dan ilmu yang disandarkan kepadanya dengan berbagai bentuk. Kembali merujuk tafsir "at-Tanwir" karya Ibnu ‘Asyur.

Demikanlah makna ini dikuatkan oleh banyak ulama dan mufassir, tetapi sebagian dari pengkaji yang paling utama adalah mereka yang telah mengkristalisasikan pemikiran ini pada masa kita dan berusaha menyodorkannya dengan bentuk konsep yang memiliki beberapa tahapan yang berujung pada penggabungan (konvergensi) dua bacaan yaitu Ustadz Muhammad Abu Al-Qasim Haj Muhammad, dimana ia telah menyusun dalam tiga kitabnya; "Al-‘Alamiyah Ats-Tsaniyah" dicetak pada tahun 1979 M di Dar al-Masirah, Beirut, "Al-Azmah Al-Fikriyah fi Waqi’ Al-‘Arabi Ar-Rahin", dan "Manhajiyyah Al-Quran Al-Ma’rifiyah".

Tanpa memandang perbedaan-perbedaan dalam sebagian penjelasan konvergensi dua bacaan; wahyu dan alam semesta dipandang sebagai titik tolak dasar bagi pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang digalakan dalam setiap strategi dan aktifitas Al-Ma’had Al-‘Alami li al-Fikr al-Islami/The International Institute of Islamic Thought (IIIT).

(51)

ilmu-Pa kepada suatu penghalang antara akal muslim dan nash wahyu. Konvergensi dua bacaan bagi kaum Salafusshalih merupakan pedoman interaktif antara akal yang diberi petunjuk dan nash yang terjaga serta realitas perubahan yang tercipta dari pemahaman terhadap tanzil dan keterikatannya dengan realitas, pemberian petunjuk jalan kehidupan dengan nilai dasar yang menyelamatkan peradaban Islam. Metode konvergensi dua bacaan ini tidak dapat ditanggalkan kecuali setelah munculnya pengetahuan-pengetahuan perantara (al-‘Ulum al-Wasithah) atau nash-nash sejenis yang mengacaukan akal muslim dari nash qur’ani atau dari alam semesta dengan persoalan-persoalannya. Maka hal itu kemudian mengakibatkan suatu pertentangan antar nash dan realita dan pemahaman masing-masing keduanya dengan pemahaman khusus yang terpisah dan kontradiktif.

4. Lihat penafsiran ayat ini dalam "Tafsir Al-Kabir" karya Fakhruddin Ar-Razi, halaman 13-32.

(52)

Pa

g

e

5

2

penakwilan, kemudian masuk kedalam skup orientasi perpaduan antara Al-Quran dan usaha-usaha yang menghasilkan salah satu jenis sandaran ilmiah untuk menjelaskan kebenaran yang terdapat dalam Al-Quran.

(53)

Pa

g

e

5

3

6. Hadits "asyadd an-naas ‘adzaaban yaum al-qiyamah..." diriwayatkan oleh an-Nasai dalam sunan-nya pada kitab "al-iman wa syarhuhu" bab dzikir asyadd an-naas ‘adzaaban, hal 53-56.

7. Hadits "Laula qaumuka haditsu ‘ahdin bil kuffaar.." diriwayatkan oleh an-Nasai dalam sunan-nya, kitab az-Zakah bab Bina al-Ka’bah (2900) dari hadits ‘Aisyah dengan lafadz: "Laula haditstu

‘ahdi qaumika bil kufri lanaqadhtul bait fabanaituhu ‘ala asaas

Ibrahim ‘alaihissalam wa ja’altuhu lahu khalafan.." .

8. Merujuk pada risalah kami "Islamiyyah al-Ma’rifah baina al-Ams wa al-Yaum" (Islamisasi Ilmu pengetahuan: Antara Kemarin dan Sekarang) untuk menelaaah pengertian aslamah al-ma’rifah lebih lanjut.

(54)

Pa

g

e

5

4

Allhamdulillahi Rabbil ‘Alamin

Kairo, 24 Shafar 1419 H/19 Juni 1998 M

Profil Shaifurrokhman Mahfudz

Lahir di Cirebon, dari pasangan H. Mahfudz Syarika dan Hj. Runiyati Satri. Pendidikan menengah diselesaikannya di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Pesantren Darussalam Ciamis. Sebelumnya, sempat 'mondok' di Tebu Ireng dan Pesantren Pacul Gowang Jombang.

(55)

Pa

g

e

5

5

sampai tahun 2001. Tidak lama kemudian, di tahun yang sama, bersama keluarga ia mendirikan restoran Lesehan Seafood ”MIMI CHOICE” di Cirebon.

Jenjang akademik ia lanjutkan di program Master of Human Science in Sociology and Anthropology di International Islamic University Malaysia (IIUM) selama satu tahun. Baru pada akhir 2006, gelar Master of Sharia (M.Sh) bidang Islamic Political Science dapat diraihnya dari Academy of Islamic Studies University of Malaya, Kuala Lumpur.

Selama tinggal di Malaysia, ia berkesempatan mengajarkan ilmu-ilmu syariah pada Institute Technology of Ibnu Sina, Kuala Lumpur. Sejak 2002, ia juga dipercaya menjadi dosen tetap di Muhammadiyah Islamic College, Singapura; sebuah perguruan tinggi Islam pertama yang resmi di negeri itu.

Kembali dari Kuala Lumpur pada awal 2007, ia segera bergabung dalam pengembangan dakwah ekonomi syariah bersama Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec (Chairman Tazkia Group) dan telah menghasilkan beberapa karya yang cukup fenomenal, diantaranya Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad Saw (8 jilid) dan Ensiklopedia Peradaban Islam (10 jilid). Sampai hari ini, ia masih mengemban amanah sebagai Senior Advisor PT. Tazkia Investindo Utama, Ketua Dewan Syariah PT Tauba Zakka Atkia dan Secretary

General Andalusia Islamic Centre, Sentul City Bogor serta Senior

Lecturer di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia Bogor yang mengampu mata kuliah Fiqh Muamalah dan Fundamental Ekonomi Islam serta telah meraih sertifikasi dosen ekonomi syariah sejak tahun 2010.

(56)

Pa

g

e

5

6

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Akhir yang berjudul “ Pencari Kunci Wireless Menggunakan Sensor Radio Frekuensi (RF) ” yang dibuat untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Sedangkan untuk hambatan yang disebabkan faktor mata pelajaran, saya harus menggunakan model pembelajaran lain untuk menyampaikan materi mata pelajaran akidah

Sedangkan menurut Holahan dan Gilbert dalam Schabracq (1996) yang menjadi sumber terjadinya konflik peran adalah saat seseorang memiliki anak, komitmen seseorang terhadap

Jika tidak ada proses yang sedang menjalankan critical section -nya dan jika terdapat lebih dari satu proses lain yang ingin masuk ke critical section , maka

Untuk sistem komputer yang berukuran besar (bukan small computers), membutuhkan pengaturan memori, karena dalam multiprogramming akan melibatkan banyak pemakai secara

Rasio kinerja kas di Rumah Sakit Islam Surabaya hanya mencapai 61%, hal ini mengindikasikan bahwa Rumah Sakit Islam Surabaya kekurangan modal kerja secara tunai untuk

(1) Hasil belajar siswa menggunakan media komik dan media gambar menunjukkan nilai rata-rata dengan kategori baik, meskipun terdapat selisih nilai (2 poin) untuk

Puji dan syukur penulis panjatkan terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “