• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDI DAYA tebu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUDI DAYA tebu"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BUDI DAYA

TEBU

( Saccharum sp )

Tebu (bahasa Inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku

gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini

termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen

mencapai kurang lebih 1 tahun sehingga tergolong tanaman tahunan. Di Indonesia tebu

banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.

Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras

(mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring,

dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses

pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa

tetes (molasse) dan air.

Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang mempunyai

nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering memakai dadhok itu sebagai bahan

bakar untuk memasak; selain menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini

juga cepat panas.Tidak hanya dadhok tetapi di daerah jawa timur Blotong ( ampas tebu )

juga dimanfaat kan untuk bahan bakar ( kayu bakar ). Daun tebu ( pucuk ) juga

dimanfaatkan untuk makanan ternak oleh sebagian masyarakat pedesaan.

Klasifikasi ilmiah Tanaman Tebu

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Saccharum L.

Species

Saccharum arundinaceum

Saccharum bengalense

Saccharum edule

Saccharum officinarum

Saccharum procerum

Saccharum ravennae

Saccharum robustum

Saccharum sinense

Saccharum spontaneum

Gambar

(2)

tanaman tebu

Surabaya, 28/10 (ANTARA) - Areal budidaya tanaman tebu diprediksi mengalami

peningkatan pada musim 2010, seiring membaiknya harga gula lokal selama musim giling

tahun ini.

Wakil Sekjen Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Adig Suwandi di Surabaya,

mengemukakan anjloknya harga gula pada musim giling 2008, telah mengakibatkan luas

areal budidaya tebu mengalami penurunan dari sekitar 450 ribu hektare menjadi 434 ribu

hektare pada tahun ini, sehingga berdampak menurunkani target produksi 2,7 juta ton,

menjadi sekitar 2,6 juta ton. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan

perluasan lahan dan penanaman varites tebu dengan persentase rendemen tinggi. Jika tidak

memungkinkan maka alternatif pilihan paling akhir adalah dengan mengimpor gula, tetapi

perlu dipertimbangkan bahwa dengan impor gula akan menghancurkan harga gula dalam

negeri. Aneh tapi nyata jika luar negri ( Thailand ) dapat mengekspor gulanya yang jelas

jelas harganya lebih murah dari harga gula dalam negeri, kenapa kita tidak bisa menirunya

ya ....!!!!. Harga Gula dalam negeri Thailand tetap terjaga, pemerintah setempat membeli

tebu petani dengan harga standart sehingga petani tidak dirugikan dan kelebihan produksi

gula mereka ekspor salah satunya ya ke Indonesia. Hendaknya pemerintah meniru

pemerintah Thailand yang bijaksana melindungi petani mereka, sehingga ketika ada Over

Stok dilempar keluar yang tentu saja Pemerintah Thailand juga diuntungkan. Wah ... itu

perlu ditiru hai pengambil kebijakan Pemerintah Republik Indonesia yang terhormat...

jangan hanya pandai dalam teory dan ujung-ujungnya petani yang dijadikan kambing hitam

padahal kesalahan dalam pengambil kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang

dekat mereka. Wah sungguh ironis negeri ini.... kasihan rakyat Indonesia termasuk kami ....

he.... he....

(3)

Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan

keterpaduan antara agribisnis dan agroindustri. Indonesia semula terkenal sebagai negara

pengekspor gula yang cukup besar dan diperhitungkan di dunia, tetapi saat ini justru

berubah menjadi negara pengimpor gula dalam jumlah cukup besar.

Impor gula tahun 2000 mencapai tidak kurang dari 1,5 juta ton untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri. Bahkan beberapa sumber menyatakan bahwa impor gula yang terjadi lebih

besar dari angka resmi. Hal ini terjadi karena produksi gula dalam negeri hanya sekitar 1,69

juta ton.

Penurunan produksi gula di Indonesia merupakan suatu akibat dari proses yang kompleks,

baik dari segi sosial, ekonomi, teknologi, dan kebijakan. Penanganan yang komprehensif

diperlukan untuk mengatasi masalah produksi gula. Berbagai aspek dan berbagai

kepentingan terlibat dalam proses penurunan produksi gula dalam negeri

Masuknya gula dari luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga produksi dalam

negeri menyebabkan produksi gula nasional kurang mampu bersaing. Rendahnya efisiensi

teknik dan efisiensi ekonomi menyebabkan harga gula produksi dalam negeri menjadi

mahal. Pulau Jawa yang semula sebagai sentral produksi gula nasional semakin bergeser

dengan semakin sulitnya diperoleh lahan yang memadai untuk areal produksi tebu. Lahan

yang memiliki sifat sesuai untuk tebu lebih banyak digunakan untuk komoditi lain yang

lebih menguntungkan dibanding tebu. Kurangnya modal petani dan sering terlambatnya

pencairan kredit semakin menambah rendahnya mutu penerapan teknologi tebu.

Rendahnya tarif impor gula yang menambah semakin terpuruknya produksi gula nasional.

Gula impor membanjir justru pada saat petani sedang panen, dan pabrik sedang giling.

Rendahnya tarif impor berkaitan dengan letter of intent yang dibuat IMF dengan

pemerintah. Sebenarnya besarnya tarif impor ini masih mungkin ditingkatkan, seperti

halnya negara lain yang juga terikat dengan IMF, dapat memasang tarif sampai 104%.

Namun, dengan kondisi yang ada di Indonesia, pengenaan tarif impor yang tinggi dapat

berdampak maraknya impor gula ilegal.

Persoalan gula memang dilematis mengingat produksi gula nasional baru mencapai 1,69

juta ton, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 3 juta ton. Oleh sebab itu, kebijakan gula

yang ada sekarang mungkin perlu dikaji ulang dan dilihat apakah masih sesuai dan

berpihak pada petani dan melindungi industri gula nasional, karena selain melindungi

petani tebu juga aset nasional yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran

rakyat.

Bagi lembaga keuangan yang selama ini memberikan dana pinjaman untuk industri gula

memerlukan suatu “keamanan” modalnya, sehingga perlu diyakinkan bahwa uangnya akan

kembali pada waktunya. Namun, sering terjadi ketidakjelasan berapa sebenarnya skala

ekonomi minimum yang layak diberi pinjaman, sehingga hasilnya dirasakan oleh petani

tetapi juga menguntungkan bagi pihak pemberi pinjaman. Data yang ada sering data yang

dibuat berdasarkan asumsi teori yang kurang didasarkan pada kenyataan di lapangan

sehingga dapat menimbulkan ketidakserasian antara modal dan kebutuhan.

(4)

Relokasi pabrik gula ke luar Jawa adalah salah satu

alternatif yang dianggap tepat, tetapi pada

kenyataannya tidak sesedehana yang dikonsepkan.

Terbatasnya lahan dengan kelas kesesuaian untuk tebu

saat ini tidak mudah. Berbagai penelitian bahwa

efisiensi akan tercapai jika luas pertanaman mencapai

20.000 ha yang berarti pabrik menggiling dengan

kapasitas 12.500 ton tebu per hari dan hari giling 150

hari. Menurut survei yang dilakukan oleh Pusat

Penelitian Tanah dan Iklim (Puslittanak) dan Pusat Penelitian Perkebunan Gula (P3GI)

didapatkan bahwa areal potensial di luar Jawa yang dianggap sesuai untuk perkebunan tebu

± 1,2 juta hektar, dengan penyebaran Papua (817.000 ha), Maluku (63.000 ha), Riau

(54.600 ha), Sumatera Utara (44.900 ha), Kalimantan Tengah (36.900 ha), dan Sulawesi

Selatan (29.200 ha). Namun, dari luasan potensial ini perlu dikoreksi dengan penggunaan

lahan saat ini (land use), yang diperkirakan lahan tersedia tidak lebih dari 50 persen.

Persoalan relokasi lainnya adalah besarnya modal untuk membuka pabrik gula di luar Jawa.

Sebagai gambaran, untuk sebuah pabrik gula dengan kapasitas 10.000 ton tebu per hari

diperlukan dana sekitar $ 70 juta dolar atau senilai 10 kali pabrik pengolahan kelapa sawit

dengan kapasitas 40 ton tandan buah segar per jam.

Menyiasati perubahan Iklim yang makin ekstrim

Perubahan iklim telah menjadi fenomena global yang tidak bisa dihindari lagi. Teori

evolusi mengajarkan kepada kita, hanya makhluk hidup yang mampu beradaptasi terhadap

perubahan lingkungan lah yang dapat bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Sebagai

makhluk hidup yang diharapkan para pengelolanya mampu menghasilkan gula berlimpah

melalui aktivitas fotosintesis, keberadaan varietas tebu unggul dan adaptif terhadap

perubahan iklim sangat diperlukan.

Kalangan produsen gula sangat berkepentingan dengan riset untuk menghasilkan varietas

dimaksud karena inilah kunci penyelesaian masalah dalam produksi. Perubahan iklim

setidaknya menjadikan batasan antara kemarau dan penghujan makin kabur. Seperti

sekarang, secara definisi Agustus masuk hitungan musim kemarau, tetapi ternyata masih

turun hujan, bahkan di beberapa wilayah kerja PG PTPN XI dengan intensitas cukup besar.

Lembaga riset seperti Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) terus didorong

untuk melakukan riset ke sana dan segera menghasilkan agar dapat disebar ke lapangan.

Tanpa riset varietas, masa depan industri gula akan suram.

VARIETAS TEBU

Varietas tebu pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi 3,yaitu: 1. Varietas Genjah (masak awal),mencapai masak optimal < 12 bulan.

2. Varietas Sedang (masak tengahan),mencapai masak optimal pada umur 12-14 bulan. 3. Varietas Dalam (masak akhir),mencapai masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan.

Jenis Tebu Masak

Masak

Masak Akhir

(5)

Awal(<12

bulan)

Tengah

(12-14

bulan)

BZ 132

PS 57

PS 59

PS 58

PS 56

BZ 148

POJ 3016

PS 41

BL

POJ 2878

PS-86-2

PS-86-10029

PS-88-19432

PS-86-1

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

Varietas yang diunggulkan saat ini adalah BL,yang mirip dengan varietas POJ-2878. Kedua varietas ini tahan terhadap penyakit mosaic dan tahan blendok,namun BL agak peka pohkabung dan serangan hama penggerek pucuk. Potensi produktivitas varietas BL ini bias mencapai rata-rat 121,4 kuintal gula per hektar dan hasil hablur tertinggi yang bisa dicapai adalah 169,2 kuintal per hektar.

Dengan varietas BL ini,potensi pada lahan sawah dengan ekologi unggulan,produksi tebu rata-rata 1.504 kuintal per hektar (tertinggi 2.093 kuintal),rendemen rata-rata-rata-rata 8,07 persen (tertinggi 8,86 persen) dan produksi hablur rata-rata 121,4 kuintal per hektar (tertinggi 169,2 kuintal). Ujicoba pada lahan tegal pun menunjukkan hasil tebu rata-rata 1.250 kuintal per hektar (tertinggi 2.112 kuintal),rendemen rata-rata 7,58 persen (tertinggi 8,25 persen),dan hasil hablur rata-rata 97,3 kuintal per hektar (tertinggi 172,3 kuintal).Bahkan pada pola keprasan,varietas BL juga menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Dari uji coba dihasilkan tebu rata-rata 1.222 kuintal per hektar (tertinggi 2.012 kuintal),rendemen rata-rata 7,81 persen (tertinggi 8,74 persen),dan hasil hablur rata-rata 94,5 kuintal per hektar (tertinggi 152,1 kuintal)

Jenis Lahan Produksi tebu rata2 (kuintal per hektar)

Rendemen rata2 Hasil Hablur rata2 (kuintal per hektar) Sawah 1.504 (max. 2.093) 8,07 % (max. 8,86 %) 121,4 (max. 169,2) Tegal 1.250 (max. 2.112) 7,58 % (max. 8,25 %) 97,3 (max. 97,3) Pola Keprasan 1.222 (max. 2.012) 7,81 % (max. 8,74 %) 94,5 (max. 152,1)

(6)

Bibit tebu yang digunakan harus berkualitas baik. Budidaya tebu bibit diusahakan melalui beberapa tingkat kebun bibit yaitu berturut-turut dari Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI), dan Kebun Bibit Datar (KBD). Dengan penanaman secara bertingkat tersebut, kualitas bibit yang hendak ditanam di Kebun Tebu Giling (KTG) menjadi lebih baik karena dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya mengalami proses seleksi.

Potensi Hasil Beberapa Varietas Tebu Unggul

NO VARIETAS/ GALUR RENDEMEN ( % ) ( Ton / ha )HASIL

1 POJ 3016 14 150 2 PS 86-10029 9 140 3 PS 92-3092 9 140 4 Triton 9 125 5 BZ 148 9 120 6 PS 81-1321 9 120 7 BZ132 9 80 8 PS 89-20961 9.5 140 9 PS MD 7 9.5 130 10 PS 85-21470 9.5 120 11 PS 88-19432 9.5 120 12 PS 85-18135 9.5 105

Sumber : P3GI (diolah)

Jenis tebu yang sering ditanam POY 3016, P.S. 30, P.S. 41, P.S. 38, P.S. 36, P.S. 8, B.Z. 132, B.Z. 62, dll.

Meskipun pengembangan tebu di wilayah Indonesia Timur relatif baru, namun PT PG Gorontalo berhasil menemukan klon-klon baru dan akan diusulkan untuk dilepas sebagai benih bina. PT PG Gorontalo merupakan salah satu Pabrik Gula (PG) di wilayah Sulawesi dan satu-satunya di Propinsi Gorontalo. PG tersebut, selain membangun kebun produksi untuk menghasilkan gula, juga aktif melakukan pemuliaan untuk menghasilkan klon-klon unggul bermutu. Tiga varietas temuannya dengan nama GTO 1, GTO 2 dan GTO 3 akan diusulkan agar dilepas sebagai benih bina.

PT PG Gorontalo tengah melaksanakan observasi terkait pengumpulan data untuk menyusulan proposal bagi pelepasan varietas. Pelaksanaan orientasi varietas telah dimulai sejak tahun 2007 di 3 (dua) lokasi, yaitu, Saripi dan Gandaria. Dari hasil penelitian diharapkan diperoleh data dengan produksi, kualitas keprasan dan ketahanan terhadap cengkraman lingkungan dan serangan organisme penganggu tanaman.

Berdasarkan hasil observasi tersebut diketahui jika GTO 1 termasuk dalam tipe masak awal sampai tengah. Pada panen tahun pertama produksi tebu giling (TG) GTO 1 bisa mencapai 91,24 ton/ha tebu giling (TG). Sedangkan GTO 2 masuk ke dalam golongan masak awal, dengan

(7)

produksi mencapai 90,53 toh/ha tebu giling (TG). Dan GTO 3 masak awal dengan potensi produksi tebu giling (TG) 74,07 ton/ha.

Untuk panen pada tahun ke-2, GTO 1 diperoleh hasil 77,40 ton/ha tebu giling (TG), GTO 2 74,85 ton/ha tebu giling (TG) dan GTO 3 79,11 ton/ha tebu giling (TG). Sedangkan pada tahun ke 3 menurun menjadi 51,42 tebu giling (TG) dan 51,58 dan 47,42 ton/ha tebu giling (TG).

Berbeda dengan varietas yang banyak ditanaman di Pulau Jawa seperti PS 80-1649, PS 79-208 yang mengalami puncak produksi pada tahun ke-2, GTO cenderung mengalami produksi tertinggil pada panen pertama. Menariknya untuk panen tahun pertama produksi GTO 1 dan 2 melampau produksi Bulu Lawang yang ditanaman di lokasi yang sama dengan GTO yakni 57,31 ton/ha tebu giling (TG) .

Disamping potensi produksi yang unggul, jenis GTO memiliki ketahanan terhadap OPT utama tebu, salah satunya penggerek tebu. Dimana ketahananan terhadap hama menjadi salah satu indikator untuk menentukan unggul tidaknya sebuah varietas.

PT PG Gorontalo telah mengusulkan ketiga varietas ini sebagai benih bina. Jika dilepas diharapkan PG. Gorontalo dapat memenuhi kebutuhan benih petani tebu di wilayah Timur khususnya di Propinsi Gorontalo.

Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur cukup (5 – 6 bulan), murni (tidak tercampur dengan varietas lain), bebas dari hama penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik.Pada umumnya komposisi kebutuhan bibit dari Kebun Bibit Datar (KBD) untuk Kebun Tebu Giling (KTG) adalah 1 : 8 yaitu dari 1 ha KBD dihasilkan bibit tebu yang cukup untuk 8 ha KTG untuk lahan sawah dan 1 : 3 untuk lahan kering.

Pada dasarnya pengelolaan kebun bibit hampir sama dengan kebun tebu giling dari pengolahan tanah hingga panen (tebang). Pada kebun bibit tidak dilakukan pengkletekan dengan tujuan untuk mengurangi penguapan setelah ditebang dan melindungi mata tunas baik pada masa pemeliharaan maupun pada saat pengangkutan. Dosis pupuk yang dipakai umumnya adalah 800 kg ZA, 200 kg SP-36, 200 kg KCl tiap ha

Budidaya tebu yang paling sesuai adalah budidaya tebu yang menyesuaikan dengan kondisi agroklimat, yaitu iklim, kesuburan tanah dan tofografi. Selain itu, keberhasilan budidaya tebu ditentukan pula oleh penggunaan sarana pendukung seperti tenaga kerja dan penggunaan peralatan yang akan menunjang pengelolaan pertanian berkelanjutan. Lebih spesifik lagi, keberhasilan penyesuaian budidaya tebu ditentukan oleh kesesuaian tebu terhadap kondisi iklim, kesesuaian tebu terhadap kesuburan tanah, kesesuaian pengelolaan tebu dengan tofografi,

kesesuaian pengelolaan tebu berdasarkan keterbatasan tenaga, sehingga mengharuskan penerapan peralatan mekanisasi dan kesesuaian tebu menuju pertanian berkelanjutan.

Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, curah hujan bulanan ideal untuk pertanaman tebu adalah 200 mm / bulan pada 5-6 bulan berturut - turut, 125 mm/bulan pada 2 bulan transisi dan kurang 75 mm / bulan pada 4 - 5 bulan berturut-turut. Menurut tipe iklim Oldeman, zona yang terbaik untuk tanaman tebu adalah tipe iklim C2 dan C3. Dalam

pengembangannya ke lahan kering selain kedua tipe iklim tersebut ada beberapa lahan dengan tipe iklim yang dapat diusahakan untuk tebu dengan masukan-masukan teknologi adalah B2, C2, C3, D2, E3. Lahan yang dapat dikembangkan untuk pertumbuhan tebu dengan tanah cukup ringan dan berdrainase baik B1, C1, D1 dan E1.Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk tanaman tebu adalah pada kisaran 6,0 – 7,0 namun masih dapat tumbuh pada kisaran pH 4,5 - 7,5.

(8)

Kesuburan tanah (status hara), berdasarkan hasil penelitian P3GI untuk menentukan kesesuaian lahan bagi tanaman tebu dengan kriteria N total > 1,5, P2O5 tersedia > 75 ppm, K2O tersedia > 150 ppm dan kejenuhan Al <> 4 bulan, masa tanam yang optimal pada akhir musim kemarau sampai awal musim hujan yaitu pertengahan Oktober sampai dengan masa tanam juga dapat pada akhir musim hujan sampai awal musim kemarau (pola II) dengan kondisi tanah ringan, ngompol dapat diolah sepanjang musim. Pada daerah basah (bulan kering = 2 bulan) masa tanam tebu terbaik pada awal musim kemarau.

Secara garis besar budidaya tebu dapat dibagi menjadi dua sistem, yaitu reynoso dan tebu lahan kering. Sistem reynoso digunakan pada lahan sawah yang pelaksanaannya sebagian besar secara manual. Sedangkan tebu lahan kering teknik budidaya dilakukan secara mekanisasi dan pengairannya sangat tergantung dari curah hujan atau suplisi air hanya di saat periode kritis. Kedua sistem tanam tersebut diatas akan kami ulas panjang lebar disini.

Budidaya Tebu Lahan Kering :

Persiapan Lahan

Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik dan kimia tanah menjadi media perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas beberapa jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis.

Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) dan tanaman bongkaran baru (RPC) adalah sama tetapi untuk PC kegiatan persiapan lahan tidak dapat dilaksanakan secara intensif. Hal tersebut disebabkan oleh tata letak petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yang baru dibuka masih belum sempurna sehingga kegiatan mesin/peralatan di lapang sering terganggu. Pada areal tersebut masih terdapat sisa – sisa batang/perakaran yang dapat

mengganggu operasional mesin di lapang. Petak dibuat dengan ukuran 200 m x 500 m (10 ha) yang dibatasi oleh jalan produksi dan jalan kebun.

Pembajakan

Pembajakan I bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa – sisa kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal. Peralatan yang digunakan adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci yang ditarik dengan Bulldozer 155 HP. Awal kegiatan pembajakan dimulai dari sisi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25 – 30 cm dan kapasitas kerja mencapai 0,8 jam/ha sehingga untuk satu petak kebun (± 10 ha) dibutuhkan waktu 8 jam mesin operasi. Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman diusahakan lebih dari 30 cm dan arah bajakan menyilang barisan tanaman tebu sekitar 450.

Pembajakan II dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan kedalaman olah minimal 25 cm. Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3 – 4 disc diameter 28 inci dan traktor 80 – 90 HP.

Bakar Sampah

Kegiatan bakar sampah bertujuan untuk mempermudah operasional peralatan di areal bekas tebangan Bundled dan Loose Cane. Jika pengolahan tanah pertama menggunakan Rome Harrow, maka kegiatan ini tidak perlu dilakukan. Pembakaran sampah dilaksanakan setelah sampah kering

(9)

dan arah bakaran harus berlawanan dengan arah angin. Kapasitas kerja tergantung pada ketebalan sampah. Sampah tebal bekas tebangan Bundled Cane (hijau) adalah 0,15 HK/ha dan sampah tipis bekas tebangan Bundled Cane (bakar) adalah 3,00 HK/ha.

Penggaruan

Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh areal dengan menggunakan alat Baldan Harrow yang ditarik oleh traktor 140 HP.

Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan mematikan tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal bajakan dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah traktor 120 HP dan alat Baldan Harrow dengan kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.

Pengumpulan Akar

Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa – sisa kayu yang terangkat akibat pembajakan I, II dan pembuatan alur tanam, dilaksanakan secara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa – sisa kayu dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 – 15 meter kemudian dibakar di areal tersebut.

Pembuatan Alur Tanam

Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing Ridger dengan kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter.

Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus sedikit menyilang dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring, arah kairan ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibuat teras bangkun (Contour Bank). Kapasitas kerja adalah sekitar 1 ha/jam.

Penanaman

Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal lahan kering sama dengan yang ditanam di sawah. Namun karena kondisi yang terlalu kering kadang dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri dari dua periode, yaitu.

Periode I

Menjelang musim kemarau (Mei – Agustus) pada daerah – daerah basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang yaitu 5 – 6 bulan basah, atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga diberikan tambahan air untuk periode ini.

Periode II

Menjelang musim hujan (Oktober – November) pada daerah sedang dan kering yaitu 3 – 4 bulan basah.

Kebutuhan bibit yang akan ditanam adalah 11 mata tumbuh per meter juringan. Selain itu juga, untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya besar. Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end (nguntu walang). Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit, perlu diketahui, pada umumnya kebutuhan air pada

(10)

lahan kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan besar. Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya diharapkan dapat menggantikannya.

Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut: bibit yang telah diangkut menggunakan keranjang diecer pada guludan agar mudah dalam

mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman pertama pada lahan kering biasanya cenderung anakannya sedikit berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso), sehingga jumlah bibit tiap juringan diusahakan lebih bila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku), dan bila pada saat tanam curah terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan cara glatimongup (bibit sedikit terlihat).

Budidaya Tebu Sawah

Pada umumnya budidaya tebu sawah dilaksanakan dengan sistem reynoso, yaitu suatu sistem budidaya tebu yang dirancang untuk lahan basah,

sehingga diperlukan suatu saluran (got) untuk mengatur muka air tanah. Persiapan lahan dan pengolahan tanah

Pada sistem reynoso lahan dibuka dengan satuan 1 hektar sebagai luasan pokok. Kemudian dibuat bukaan dengan membuat saluran membujur (got malang) dan saluran melintang (got malang). Luasan satu hektar dibagi menjadi 10 petak (bak) yang dibatasi oleh got malang dan got mujur. Pembuatan got ini secara total dilakukan secara manual.

Pembuatan lubang tanam (juringan)

Pada sistem reynoso juringan dibuat secara manual dengan ukuran panjang 10 m dan lebar pusat ke pusat (pkp) 1,10 m, sehingga dalam satu hektar diperoleh 1.400 lubang tanam. Namun jika tanah semakin subur jumlah juringan dibuat lebih sedikit dari 1.400 juring. Juringan dibuat sedalam 40 cm agar nantinya perakaran dapat berkembang dengan baik. Mutu juringan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman selanjutnya.

Penanaman

Bibit yang digunakan di lahan sawah dapat berupa bibit bagal atau bibit rayungan. Umumnya digunkaan bibit dengan 2 mata untuk menjaga kepastian tumbuh. Dalam satu meter juringan ditanam 5 – 6 stek bibit. Waktu tanam yang ideal untuk tebu sawah adalah bulan Mei – Juni, sehingga pada saat panen bulan Juli – September tanaman sudah cukup masak dan memiliki bobot tebu yang tinggi.

Penanaman bibit diusahakan agar mata bibit menghadap ke samping. Apabila mata bibit

menghadap keatas maka tunas akan muncul lebih dulu pada permukaan tanah daripada mata bibit yang menghadap kebawah. Keadaan tersebut disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan oleh tunas untuk mencapai permukaan tanah menjadi dua kali lebih lama, secara perhitungan jaraknya saja sudah jelas lebih jauh untuk mencapai permukaan tanah sehingga mengakibatkan pertumbuhan tidak seragam dan pertumbuhan tunas terganggu.

(11)

Penyulaman

Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman keprasan agar diperoleh populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2 minggu setelah tanam.

Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 – 3 mata sebanyak dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya. Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.

PEMELIHARAAN

Pembumbunan dan penggemburan

Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis.

Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan penggemburan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya tanaman tebu ratoon dan membantu aerasi pada daerah perakaran. Pengemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator. Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (sebelum pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu musim tanam.

Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 40 cm.

Klentek/ Kupas

Klentek/ Kupas adalah suatu kegiatan membuang daun tua tebu yang dilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi varietas dicari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Sebagai konsekuensinya tebu lahan kering harus dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga menjadi kriteria varietas tebu lahan kering, yaitu tahan bakar.

TEBU ROBOH

Batang tebu yang roboh atau miring perlu diikat, baik silang dua maupun silang empat. Ros – ros tebu, yang terdiri dari satu deretan tanaman, disatukan dengan rumpun – rumpun dari deretan tanaman di sisinya, sehingga berbentuk menyilang.

(12)

Pemupukan

Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman pertama (TRIT I) adalah 8 ku ZA, 2 ku SP36 dan 3 ku KCl tiap hektar dengan aplikasi 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam sebagai pupuk dasar dengan 1/3 dosis ZA dan seluruh SP 36 dan KCl. Pemupukan 2 dilakukan pada saat

tanaman berumur sekitar 1,5 bulan yaitu pada awal musim hujan dengan 2/3 dosis ZA.

Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi tanaman kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian pupuk dengan bantuan traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur sekaligus pembumbunan. Alat yang dipakai adalah chissel plow ditarik dengan traktor tangan.

Pengendalian Gulma

Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma – gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome

ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.

Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso, pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh). Herbisida yang digunakan tersaji dalam tabel.

Jenis dan Dosis Herbisida yang Digunakan

Waktu Aplikasi Herbisida Bahan Aktif Dosis

Pre Emergence Karmex DMA

Diuron 2,4 – D Amin

2,50 kg/ha 1,50 kg/ha

Late Pre Emergence Karmex DMA Amexon/Gesapax Diuron 2,4 – D Amin Ametrin 1,50 kg/ha 1,50 lt/ha 1,50 lt/ha

Post Emergence I Amexon/Gesapax DMA Gramoxon Sanvit Ametrin 2,4 – D Amin Paraguat Surfaxtan 2,00 lt/ha 0,75 lt/ha 0,50 lt/ha 0,50 lt/ha

Post Emergence II Gramoxon Paraguat 2,50 lt/ha

Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum tumbuh. Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida dilaksanakan dengan menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12 meter (8 baris) yang ditarik oleh traktor kecil 80 HP. Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam.

(13)

Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun dan tanaman tebu sudah berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 – 2 kali. Post emergence diaplikasikan secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.

Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam.Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisitanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh gulma merambat, populasi gulma hanya spot – spot, ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan.

HAMA DAN PENYAKIT TEBU HAMA TEBU

Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama /penyakit pada areal perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya peningkatan produktivitas tebu. Beberapa hama yang umum menyerang antara lain: hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F), penggerek batang tebu (Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret (Lepidieta stigma F). Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala; adanya lorong gerekan pada ibu tulang daun, lorong gerekan yang lurus di bagian tengah pucuk tanaman sampai ruas muda di bawah titik tumbuh, titik tumbuh mati, daun muda menggulung dan mati. Setiap batang berisi satu ekor penggerek. Pencegahan; menggunakan bibit bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan dari tanaman glagah, pergiliran tanaman dengan padi/palawija. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam bentuk telur yang disebut pias. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan pemberian 20 butir granular Furadan 3G/tanaman, aplikasi Furadan 3G pada tanah 25 kg/ha.

Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo sachariphagus) gejala bercak – bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar tidak tembus, lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada ruas-ruas, titik tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu batang biasanya lebih dari satu penggerek. Pencegahan, memilih bibit yang bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran tanaman. Pengendalian: pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 –40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat Jatiroto) sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan 35 EC 3 l/ha atau Asodrin 15 WSC 51/ha.

Uret (Lepidieta stigma f) gejala; tanaman layu, daun kering kemudian mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek dan disekitar perakaran terdapat uret. Pencegahan; pergiliran tanaman tebu dengan padi, dan palawija. Pengendalian: penangkapan uret dan kepik, penaburan insektisida Suscon blue 140 G 28 kg/ha.

(14)

Hama lain yang umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat grayak, tetapi serangannya relatif kecil sekali sehingga pengendaliannya cukup dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam pengendaliannya masih mengutamakan dengan sanitasi lingkungan, musuh alami, dan menggunakan varietas tahan terhadap semua hama, sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan karena tingkat serangannya rata – rata masih dibawah 5%.

PENYAKIT TEBU

Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah pabrik gula antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit mozaik, penyakit noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit Ratoon Stunting Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya adalah batang tebu menjadi sedikit lebih pendek dan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang sehat, bila tanaman tebu dibelah terlihat berwarna jingga atau merah muda pada bagian bawah buku. Pengendaliannya dapat menggunakan varietas tahan, alat pemotong dengan deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air panas pada bibit dengan suhu air 500 C selama 2 – 3 jam. Serangan penyakit yang selama ini menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang banyak dilakukan adalah dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas tahan.

Penyakit Fusarium Pokkahbung

Penyebab jamur Gibbrella moniliformis. Tandanya daun klorosis, pelepah daun tidak sempurna dan pertumbuhan terhambat, ruas-ruas bengkok dan sedikit gepeng serta terjadi pembusukan dari daun ke batang. Penyemprotan dengan 2 sendok makan Natural GLIO + 2 sendok makan gula pasir dalam tangki semprot 14 atau 17 liter pada daun-daun muda setiap minggu, pengembusan tepung kapur tembaga ( 1 : 4 : 5 )

Penyakit Dongkelan

Penyebab jamur Marasnius sacchari, yang bias mempengaruhi berat dan rendemen tebu. Gejala, tanaman tua sakit tiba-tiba, daun mengering dari luar ke dalam. Pengendalian dengan cara penjemuran dan pengeringan tanah, harus dijaga, sebarkan Natural GLIO sejak awal. Penyakit Nanas

Disebabkan jamur Ceratocytis paradoxa. Menyerang bibit yang telah dipotong. Pada tapak (potongan) pangkas, terdapat warna merah yang bercampur dengan warna hitam dan menyebarkan bau seperti nanas. Bibit tebu direndam dengan POC NASA dan Natural GLIO. Penyakit Blendok

Disebabkan oleh Bakteri Xanthomonas albilincans Mula-mula muncul pada umur 1,5 – 2 bulan setelah tanam. Daun-daun klorotis akan mengering, biasanya pada pucuk daun dan umumnya daun-daun akan melipat sepanjang garis-garis tadi. Jika daun terserang hebat, seluruh daun bergaris-garis hijau dan putih. Rendam bibit dengan air panas dan POC NASA selama 50 menit kemudian dijemur sinar matahari. Gunakan Natural GLIO sejak awal sebelum tanam untuk melokalisir serangan.

PANEN TEBU

Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis pendahuluan kemasakan tebu dan tabang angkut.

(15)

Taksasi Hasil

Taksasi hasil dilakukan untuk menaksir hasil tebu yang akan diperoleh nantainya, sehingga dapat direncanakan berapa lama hari giling, berapa tenaga kerja yang harus disiapkan dan berapa banyak bahan pembantu di pabrik yang harus disediakan. Umumnya taksasi dilakukan 2 kali yaitu pada bulan Desember dan Februari. Taksasi dilakukan dengan menghitung tebu dengan sistim sampling dan digunakan rumus

Y = jml bt/m juring x jml juring/ha x tinggi bt x bobot bt/m Dimana.,

Y = hasil taksasi tebu per hektar

Jml bt/m juring = hasil perhitungan jumlah batang tebu per m juring Jml juring/ha = banyaknya juringan per ha (yang ada di lapangan) Tinggi bt = diukur sampai titik patah (± 30 cm dari pucuk)

Bobot bt = bobot batang per m yang diperoleh dari data tahun sebelumnya Pemanenan

Panen dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan April sampai Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan masalah kemudahan transportasi tebu dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimum pada musim kering.Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program tebang, penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan peralatan tebang dan pengangkutan, serta persiapan sarana dan prasarana tebang.

Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan sekaligus untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu, dilaksanakan analisis kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu dilaksanakan tiga kali dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada saat tanaman menginjak umur delapan bulan. Kegiatan tersebut dimulai dengan pengambilan tanaman contoh yang diawali, batang contoh ditentukan minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris dari barisan pinggir. Tanaman contoh diberi tanda untuk mempermudah pengambilan contoh berikutnya. Setiap kali analisis dibutuhkan 15 – 20 batang atau sebanyak dua rumpun tebu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi batang,serta penggilingan untuk

memperoleh nira tebu. Selanjutnya dilakukan pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data pol yang diperoleh dipetakan pada peta kemasakan tebu yang akan digunakan sebagai informasi untuk lokasi tebu yang sudah layak panen.

Prioritas penebangan dilakukan dengan memperhatikan faktor lain selain kemasakan, yaitu jarak kebun dari pabrik, kemudahan transportasi, keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan faktor tenaga kerja.

Pelaksanaan Tebang

Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green Cane) dan tebu bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau adalah menebang tebu dalam kondisi tanpa ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar adalah dilakukan pembakaran sebelum tebang untuk memudahkan penebangan dan mengurangi sampah yang tidak perlu. Tebu di Jawa dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa khususnya Lampung ± 90% dilakukan dengan bakar.Tebang dilakukan dalam tiga sistem tebangan yaitu Bundled Cane (tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan Chopped Cane (tebu cacah). Pelaksanaan di lapangan tebang masih dimominasi dengan manual, sebab dari segi kualitas tetap lebih baik dibandingkan dengan mesin tebang.

(16)

Bundled Cane (Tebu Ikat)

Tebangan ini dilaksanakan secara manual, baik pada saat penebangan maupun pemuatan tebu ke dalam truk. Pemuatan/pengangkutan tebu dari areal ke pabrik dilkasanakan mulai jam 5.00 – 22.00 WIB dengan menggunakan truk (los bak maupun ada baknya). Truk yang digunakan terdiri atas truk kecil dengan kapasitas angkut 6 – 8 ton dan truk besar dengan kapasitas angkut 10 – 12 ton. Saat pemuatan tebu ke dalam truk dalam kondisi lahan tidak basah, truk masuk ke areal dan lintasan truk tidak memotong barisan tebu. Perjalanan truk dari areal ke pabrik sesuai dengan rute yang telah ditetapkan dengan kecepatan maksimun 40 km/jam.Pembongkaran muatan dilaksanakan di Cane Yard (tempat penampungan tebu sebelum giling) setelah penimbangan, dengan menggunakan patok beton (Cane Stacker) atau langsung ke meja tebu (Direct Feeding).

Loose Cane (Tebu Urai)

Tebangan loose cane merupakan sistem tebangan semi mekanik. Penebangan tebu dilaksanakan secara manual sedangkan pemuatan tebu ke Trailer atau truk menggunakan Grab Loader. Pembongkaran tebu dilaksanakan di tempat penampungan tebu (Cane Yard) langsung ke meja tebu (Feeding Table).

Penebangan loose cane menggunakan sistem 12 : 1, artinya setiap 12 baris ditebang dan ditumpuk menjadi satu tumpukan, dilaksanakan oleh dua orang. Tumpukan tebu diletakkan pada barisan ke 6 – 7, sedangkan sampah pada barisan ke 1 dan 12. Penebangan harus rata dengan tanah dan sampah yang terbawa ke pabrik tidak boleh lebih dari 6%.

Chopped Cane (Tebu Cacah). Sistem penebangan tebu cacah dilaksanakan dengan

menggunakan alat Bantu berupa mesin Cane Harvester. Penebangan sistem ini digunakan sebagai peyangga atau pembantu untuk memenuhi guota pengiriman tebu.

Untuk pengoperasian Cane Harvester secara optimal diperlukan kondisi areal yang relatif rata, kondisi tebu tidak banyak yang roboh, kondisi areal bersih dari sisa – sisa kayu/tunggul, tidak banyak gulma merambat, petak tebang dalam kondisi utuh sekitar 10 ha dan kondisi tanah tidak basah.

Pengangkutan dilaksanakan dengan menggunakan truk yang ada baknya (truk box), hal tersebut berkaitan dengan hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20 – 30 cm. Pada saat pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus diprioritaskan, tebu langsung ditampung di meja tebu

RENDEMEN TEBU

Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat

kemasakannya tergantung pada ruas yang yang bersangkutan. Tebu yang sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang.

Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada posisi optimal yaitu sekitar bulan Agustus atau tergantung jenis tebu.Tebu yang berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10 %, sedang yang berumur 12 bulan bisa mencapai 13 %.

TEBU KEPRASAN

- Yaitu menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang, baik bekas tebu giling atau tebu bibitan (KBD).

(17)

- Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Sebelum mengepras , sebaiknya tanah yang terlalu kering di airi dulu. Kepras petak – petak tebu secara berurutan. Setelah dikepras siramkan SUPER NASA (dosis sama seperti di atas). Lima hari atau seminggu setelah dikepras, tanaman diairi dan dilakukan penggarapan (jugaran) sebagai bumbun ke-1 dan pembersihan rumput – rumput.

- Lakukan penyemprotan POC NASA dan HORMONIK pada umur 1,2 dan 3 bulan dengan dosis seperti di atas.Pemeliharaan selanjutnya sama dengan tanam tebu pertama.

Tebu Berbunga Rendemen Tinggi ?

SILANG pendapat tentang masalah pembungaan dan dampaknya terhadap produktivitas tebu dan hasil gula masih terus berlangsung hingga saat ini. Ada yang berpendapat pembungaan tebu berdampak positif terhadap produksi gula. Alasannya, ketika berbunga secara fisiologis tebu memasuki fase masak sehingga apabila dipanen akan diperoleh rendemen tinggi. Sebaliknya, ada yang berpendapat pembungaan merugikan karena sejak saat terjadinya inisiasi pembungaan maka pertumbuhan vegetatif tebu telah berhenti sehingga produktivitas tebunya akan menurun.

Dalam praktek, mayoritas praktisi dan petani tebu masuk ke dalam kelompok yang berpendapat pembungaan merugikan dan menurunkan pendapatan karena bobot tebunya menurun. Mereka tidak menyukai varietas-varietas tebu yang berbunga, meskipun varietas tersebut berdaya hasil tinggi dan mempunyai potensi rendemen tinggi.

Kenyataan tersebut menjadi salah satu penyebab mengapa areal tebu giling pada saat ini lebih banyak didominasi oleh varietas masak tengah dan masak akhir yang umumnya ‘tidak berbunga’ atau berbunga jarang. Sebaliknya, varietas masak awal kurang berkembang karena jenis tebu ini umumnya berbunga lebat. Tidak seimbangnya komposisi dan proporsi luas tanam antara varietas tebu masak awal, tengah dan akhir tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya perolehan rendemen dalam beberapa dekade terakhir ini. Karena itu, tulisan ini mencoba membahas masalah pembungaan tebu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan harapan penilaian rekan-rekan praktisi dan petani tebu terhadap masalah pembungaan tersebut proporsional. BERBAKAT BERBUNGA

Ditinjau dari aspek genetik, pengelompokkan dan atau penggunaan istilah ‘varietas berbunga’ dan ‘varietas tidak berbunga’ pada tanaman tebu adalah kurang tepat, sedangkan istilah yang tepat adalah ‘berbakat berbunga lebat’ dan ‘berbakat berbunga jarang’. Sebab, pada kenyataannya selain semua jenis tebu berbakat berbunga, juga pada suatu saat tebu yang dikategorikan berbakat berbunga jarang tersebut dapat tiba tiba berubah menjadi berbunga lebat. Mengapa ?

Paling tidak ada tiga hal yang mempengaruhi lebat tidaknya pembungaan tebu, yaitu: bakat (genetik), umur dan lingkungan. Dilihat dari bakat pada bagian terdahulu dijelaskan ada jenis tebu yang berbakat berbunga lebat atau sebaliknya. Umur tebu yang memungkinkan tanaman ini dapat berbunga adalah = 4 bulan atau telah dewasa (mature). Salah satu ciri telah dewasa adalah secara visual batang tebunya telah beruas sekurang-kurangnya 4 ruas. Sementara itu, faktor lingkungan yang memacu pembungaan ada dua, yaitu kondisi lingkungan yang cocok atau ‘sesuai dengan keinginan tebu’ dan kondisi lingkungan ekstrem yang dapat mengancam kelestariannya. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang cocok maka tebu akan berbunga lebat, sebaliknya pada kondisi tercekam tebu berbunga jarang sampai sangat jarang.

Faktor lingkungan utama yang memacu pembungaan tebu adalah panjang hari = 13 jam, kelembaban udara tinggi (= 90%), temperatur lebih rendah atau di bawah normal dan amplitudo hariannya kecil (< 5oC), yang berlangsung secara berturut-turut lebih dari 1 minggu. Selain itu, lingkungan tumbuh yang kaya hara fosfat juga memacu pembungaan tebu. Sebaliknya, kondisi

(18)

lingkungan ekstrem yang mendorong pembungaan tebu, yaitu terjadi cekaman air --baik

kekeringan maupun kelebihan air berdrainase lingkungan tumbuh yang buruk, serta malnutrisi N dan K.

PENOLAKAN TEBU BERBUNGA

Proporsi komposisi luas tanam antara varietas tebu masak awal, tengah dan akhir yang relatif seimbang, serta waktu tebang yang tepat yaitu pada derajat kemasakan optimal merupakan faktor kunci diperolehnya rendemen dan hasil gula yang tinggi. Sebenarnya, konsep budidaya tersebut telah difahami oleh pelaku industri gula khususnya praktisi dan petani tebu. Namun, adanya pendapat sebagian besar pelaku industri gula bahwa tebu berbunga akan menurunkan hasil tebu dan pendapatan menjadi penghambat pengembangan tebu varietas masak awal. Akibatnya, kebun tebu giling didominasi oleh varietas-varietas masak tengah dan akhir yang mempunyai potensi bobot tinggi tanpa memperhatikan potensi rendemen atau kualitas. Sikap ‘penolakan’ terhadap pengembangan varietas tebu masak awal dan munculnya kecenderungan lebih menyukai jenis-jenis tebu yang berbakat bobot tinggi serta kurang diperhatikannya kualitas tersebut bukan tanpa sebab. Fenomena ini adalah merupakan akibat atau dampak negatif atas kebijakan ‘rendemen rata-rata’ atau belum diterapkannya sistem pengukuran rendemen individu secara menyeluruh. Hal ini menjadi kendala upaya penataan varietas untuk memperbaiki kualitas tebu terutama pada periode awal giling. Selain itu, rendemen yang rendah tersebut juga disebabkan oleh penggunaan tolok ukur prestasi seorang petugas pabrik gula (PG) yang didasarkan pada pencapaian bobot tebu yang tinggi dari kebun yang dikelolanya. Karena itu, agar upaya penataan varietas dapat berhasil dan komposisi varietas antara masak awal, tengah dan akhir dapat seimbang maka perlu ada perubahan ‘paradigma’ dalam di industri gula, yaitu dari ‘mencari tebu sebanyak-banyaknya’ diubah menjadi ‘mencari gula sebanyak-banyaknya’. Pencapaian gula yang tinggi tersebut selain dapat diperoleh melalui peningkatan bobot atau peningkatan kualitas (rendemen). Meskipun upaya perbaikan kualitas tebu tersebut dapat juga dilakukan dengan dengan menggunakan cane ripeners atau zat pemacu kemasakan (ZPK), namun cara pendekatan budidaya yang paling ‘efektif’, murah dan aman lingkungan adalah melalui penataan varietas dengan mengembangkan varietas masak awal. Karena itu, agar perubahan paradigma tersebut tidak berhenti pada tataran wacana maka perubahan paradigma tersebut seyogyanya diikuti dua kebijakan, yaitu: penerapan sistem pengukuran rendemen yang mendorong perbaikan kualitas tebu, dan perubahan

dalam penetapan tolok ukur prestasi petugas PG. PEMBUNGAAN 2008?

Salah satu faktor yang mendorong pembungaan tebu adalah panjang hari sekitar 13 jam atau lebih. Di Indonesia, panjang hari tersebut terjadi apabila posisi matahari berada di ujung paling selatan garis khatulistiwa yaitu pada sekitar pertengahan

Desember sampai pertengahan Januari. Hal ini selaras dengan hasil kajian penulis bahwa inisiasi pembungaan tebu khususnya di Jawa dimulai pada minggu kedua – ketiga bulan Desember. Karena itu, apabila dalam kurun waktu tersebut kondisi iklim mendukung, seperti antara lain banyak mendung dan intensitas hujan meningkat sehingga radisasi matahari berkurang, suhu harian menurun atau di bawah normal dan kelembaban udara meningkat akan memacu inisiasi pembungaan sehingga persentase pembungaan tebu meningkat. Bagaimana dengan pembungaan tebu pada tahun ini? Berdasarkan data iklim di sentra-sentra tebu di Indonesia diketahui bahwa awal musim hujan pada umumnya terjadi pada sekitar bulan Nopember - Desember 2007. Selain itu, antara pertengahan bulan Desember 2007 dan pertengahan Januari 2008 di beberapa sentra tebu di Jawa ditemukan intensitas dan jumlah hari hujannya mengalami peningkatan secara signifikan. Berdasarkan data tersebut maka ada kemungkinan pada tahun 2008 akan terjadi peningkatan jumlah pembungaan.

(19)

DIBUTUHKAN PERUBAHAN PARADIGMA

Secara genetik semua jenis tebu berbakat berbunga. Karena itu, masalah pembungaan pada komoditas tebu seyogyanya diterima oleh pelaku industri gula secara ‘legowo’ sebagai sesuatu yang ‘given’. Keberadaan jenis tebu berbunga dapat dimanfaatkan untuk menata varietas dalam rangka memperbaiki kualitas bahan baku tebu (BBT), terutama pada periode giling awal, dan mendukung program peningkatan rendemen. Penanaman jenis tebu yang berbunga ini dapat disinergikan dengan program penyemprotan ZPK untuk memacu kemasakan tebu karena jenis-jenis tebu berbunga pada umumnya lebih responsif terhadap perlakuan ZPK sehingga akan diperoleh rendemen yang lebih baik. Walaupun demikian, pemikiran untuk memperbaiki kualitas BBT dan meningkatkan perolehan rendemen dengan memasukkan jenis atau varietas tebu berbunga lebat dalam program penataan varietas ini akan berhenti sampai pada tataran wacana saja, manakala program tersebut tidak diikuti dengan perubahan paradigma dalam industri gula, yaitu dari ‘mencari tebu sebanyak-banyaknya’ menjadi ‘mencari gula sebanyaksebanyak-banyaknya’. Paradigma baru tersebut akan dapat diwujudkan apabila kualitas BBT dan rendemen meningkat. Namun, untuk mencapai hasil gula sebanyak-banyak tersebut melalui perbaikan kualitas dan rendemen tidak mungkin dapat diwujudkan apabila tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dalam pengukuran rendemen dan perubahan dalam penetapan tolok ukur untuk penilaian kinerja petugas pabrik gula,

terutama pada bagian tanaman. Akhirnya, siapkah pelaku industri gula melakukan perubahan paradigma tersebut dengan memanfaatkan tebu berbunga sebagai sarana untuk penataan varietas dan peningkatan rendemen?

Salam tani disarikan oleh

Dwi Hartoyo,SP

REFERENSI

http://id.wikipedia.org/wiki/Tebu http://www.pgrajawali1.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=43&Itemid=1 http://www.ptpn-11.com/?p=1789 http://budidaya-di.blogspot.com/2009/12/budidaya-tebu.html http://www.blogtopsites.com/outpost/f423e60a3d5fb912ebadce9ccad19480 http://budidaya-di.blogspot.com/2009/12/budidaya-tebu.html http://www.scribd.com/doc/29391636/BUDIDAYA-TEBU http://binaukm.com/2010/06/teknik-budidaya-tebu-budidaya-tebu-sawah/ http://binaukm.com/2010/06/teknik-budidaya-tebu-budidaya-tebu-lahan-kering/ http://binaukm.com/2010/06/teknik-pemeliharaan-tebu-dalam-usaha-budidaya-tebu/ http://binaukm.com/2010/06/penanganan-panen-dalam-usaha-budidaya-tebu/ http://binaukm.com/2010/06/peluang-usaha-budidaya-tebu/ http://binaukm.com/2010/06/karakteristik-komoditas-tebu-pengadaan-bahan-tanaman/ http://blog.beswandjarum.com/rosyidah/2010/06/13/teknik-budidaya-tebu-budidaya-tebu-sawah/ http://eksposnews.com/view/7/15190/PTPN-II-Cari-Varietas-Tebu-yang-Cocok-dengan-Iklim-Sumut.html http://www.surabayakita.com/

(20)

http://www.kabarbisnis.com/aneka-bisnis/agribisnis/ http://ditjenbun.deptan.go.id/perbenpro/index.php http://www.scribd.com/doc/27523271/Deskripsi-Tebu-Varietas-Ps-862 http://agrindonesia.wordpress.com/2009/04/15/budidaya-tanaman-tebu/ http://cerianet-agricultur.blogspot.com/2008/12/konsep-budidaya-tebu.html http://www.koran-jakarta.com/berita-detail-terkini.php?id=8264

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan kerusakan mutu fisik benih dan kerusakan akibat serangan hama kumbang bubuk nampak bahwa per- sentase kerusakan yang tercatat varietas Sri- kandi

Berbagai varietas tebu berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil, sebagaimana ditunjukkan pada paremeter tinggi bibit, jumlah daun, jumlah anakan, diameter

Penularan penyakit pada tanaman dapat terjadi melalui mata tebu, baik mata tebu yang telah tumbuh maupun bagal bibit yang akan ditanam di tanah yang terdapat pada spora penyakit

Varietas padi sawah yang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan sawah pasang surut dapat dilihat pada Tabel 1.. - Tidak tercampur dengan jenis padi atau biji

(2) menjamin bibit mempunyai tingkat keseragaman yang tinggi; (3) menjamin bibit berkualitas dan berproduktivitas tinggi; dan (4) menjamin bibit bebas hama penyakit. Pembibitan

Pembuatan Lubang Tanaman : Penanaman bibit semangka pada lahan lapangan, setelah persemaian berumur 14 hari dan telah tumbuh daun ± 2-3 lembar.. Persiapan pelubangan lahan

3.5 bersih buah bebas dari kotoran dan benda asing lainnya 3.6 bebas dari hama dan penyakit buah tidak terkontaminasi hama dan penyakit dan atau mengalami kerusakan yang

Varietas Sukadame berumur panjang, ta- naman tinggi, rentan terhadap hama dan penyakit utama, namun mempunyai kualitas ketan yang baik, sedangkan Barumun adalah varietas unggul