• Tidak ada hasil yang ditemukan

Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**, Rusmawardiana***

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**, Rusmawardiana***"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pengaruh Intervensi Edukasi dan Monitoring Personal Foot Hygiene terhadap

Insiden Tinea Pedis pada Pekerja Pemakai Sepatu Boot di Pabrik Pengolahan Karet di Palembang

Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**, Rusmawardiana*** *Dinas Kesehatan Prop Sumsel

**Program Studi Kedokteran Kerja FKUI ***Bagian Kulit Kelamin FK UNSRI

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa pengaruh intervensi edukasi dan monitoring personal foot hygiene terhadap insiden tinea pedis pada pekerja pemakai sepatu boot di pabrik pengolahan karet di Palembang. Penelitian menggunakan disain kuasi eksperimen dengan data primer 86 sampel 72 pekerja laki-laki dan 14 perempuan berusia 18 – 64 tahun. Diagnosa tinea pedis dengan KOH 10%. Intervensi edukasi tentang penyakit tinea pedis meliputi defenisi, penyebab, gejala, cara penularan dan pencegahannya. Hasil penelitian, sebelum intervensi terjadi peningkatan risiko tinea pedis, pada usia > 50 tahun ( p = 0,024 OR = 12,000 95% CI = 1,598 – 90,128). Pada usia 31-50 tahun (p = 0,003 OR = 10,000 95% CI = 2,059 – 48,558). Setelah intervensi, pada usia > 50 tahun (p = 0,024 OR = 12,000 95% CI = 1,598 – 90,128 ). Pada usia 31-50 tahun (p = 0,073 OR = 4,828 95% CI = 0,934 – 24,951). Insiden tinea pedis sebelum intervensi sebesar 19,7%, dan setelah intervensi 13,9%. Berdasarkan statistik tidak ada hubungan bermakna antara intervensi dengan insiden tinea pedis (p = 0,757 OR = 1,478 95% CI = 0,430 – 5,080), namun dengan intervensi dapat menurunkan insiden tinea pedis. Kata kunci : tinea pedis , intervensi edukasi, monitoring personal foot hygiene,

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Karet merupakan komoditas ekspor nonmigas di Sumatera Selatan. Pabrik pengolahan karet di Sumatera Selatan berjumlah 24 buah dan banyak menyerap tenaga kerja yang umumnya merupakan tenaga kerja kasar berpendidikan rendah [1].

Pekerja melakukan aktifitasnya dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri ) sepatu boot dalam waktu yang lama disertai percikan air yang masuk ke dalam sepatu akan menyebabkan media subur untuk tumbuhnya jamur. Namun tidak semua pekerja yang memakai sepatu boot terkena tinea pedis. Oleh karena itu ingin diketahui faktor apa yang mempengaruhi timbulnya tinea pedis pada pemakaian sepatu boot. Apakah faktor pengetahuan dan perilaku kesehatan tentang pemakaian sepatu boot memegang peranan dalam timbulnya penyakit tinea pedis.

1.2. TUJUAN

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengetahuan dan pemakaian sepatu boot terhadap kejadian tinea pedis.

(2)

2

TINJAUAN PUSTAKA

TINEA PEDIS

Tinea pedis disebut juga Athletes foot, ring worm of the foot. sering menyerang orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci, pekerja sawah, atau orang yang setiap hari harus memakai sepatu seperti anggota tentara [2] bahkan pada industri yang pekerjanya menggunakan sepatu tertutup [3].

Di dunia tinea pedis dijumpai dengan prevalensi mencapai 10% dan secara umum dapat mengenai semua umur tetapi pada pekerja lebih banyak mengenai laki-laki[4]. Tinea pedis juga dipengaruhi oleh suhu yang panas dan kelembaban yang tinggi [3,4]. Tinea pedis terutama disebabkan oleh Trichophyton menthagrophytes, Trichophyton rubrum dan Ephydermophyton floccosum. Ada 3 bentuk gejala klinik tinea pedis yaitu:

1. Tipe Intertriginosa [ interdigital ]. Tipe ini yang paling sering dijumpai dan mengenai celah jari kaki terutama celah jari kaki IV dan V.

2. Tipe hiperkeratosis. Biasanya bilateral dan tampak penebalan kulit disertai pengelupasan kulit pada telapak kaki , tepi kaki bagian lateral dan medial serta punggung kaki yang disebut moccasin foot.

3. Tipe Vesiko-bulosa. Ditandai dengan vesikel, vesikopustul, bula pada telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki disertai perasaan gatal yang hebat.

4. Tipe Akut Ulserative. Gambaran berupa vesikopustulosa dan ulcus purulen pada telapak kaki.

Diagnosa penyakit jamur dengan pemeriksaan preparat langsung dengan KOH 10% dan pembiakan [5,6]. Pengobatan umumnya menggunakan griseofulvin. Dosis pemberian 0,5 - 1 gram perhari untuk dewasa sampai sembuh dan dilanjutkan sampai 2 minggu agar tidak residif [2,7]. Obat lain yang berkhasiat yaitu ketokonazol dengan dosis untuk dewasa adalah 200 mgr per hari selama 10 hari. [7].

PERSONAL FOOT HYGIENE

Hal-hal yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan personal foot hygiene yaitu:

1. Setelah melakukan aktifitas di tempat kerja, kaki dicuci dengan sabun dan dibersihkan dengan air mengalir selanjutnya dikeringkan. Prinsipnya kaki dijaga kebersihannya dan sekering mungkin [6,8,9,10].

2. Sepatu yang sudah dipakai dikeringkan dan tidak boleh basah dan yakinkan sebelum dipakai kembali dalam keadaan kering dan pemberian bedak dapat membantu agar kaki tetap kering [6,8,9,10].

3. Pakailah sandal di tempat-tempat yang merupakan habitat jamur seperti kamar mandi, ruang ganti, lantai lembab [6,8,9,11,12]

4. Karena spora jamur dapat hidup berbulan-bulan sampai bertahun-tahun di handuk, sepatu atau alat-alat yang dipakai dan dapat menular maka hindari pemakaian bersama terhadap alat-alat yang dipakai seperti sepatu, handuk baju, topi,kaos kaki [8,10,12].

5. Selalu menjaga kebersihan diri secara keseluruhan terutama setelah bekerja agar tubuh terhindar dari reinfeksi ,dan dapat digunakan anti jamur[8,10]

6. Pada pekerja yang menggunakan sepatu tertutup seperti boot, setiap hari harus diganti agar tetap terjaga kebersihan dan kekeringannya [11,13]. Jadi hendaknya setiap pekerja mempunyai minimal 2 pasang sepatu.

7. Menggunakan kaos kaki yang terbuat dari katun dan selalu menggantinya dengan yang baru bila basah [8,9,10,11,13].

(3)

3

8. Pekerja menggunakan sepatu yang sesuai dengan ukuran kakinya jangan menggunakan yang sempit karena

dapat menimbulkan trauma pada kaki sehingga dapat memudahkan infeksi jamur [9,11]. METODE PENELITIAN

Desain penelitian adalah kuasi eksperimen, dengan menggunakan data primer. Penelitian dilakukan pada perusahaan pengolahan karet di Palembang pada Januari-Mei 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja bagian proses basah (94 orang) dengan besar sampel 86 orang. Pengambilan sampel secara total sampling dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi. Cara pengelompokan sampel untuk kontrol dan perlakuan berdasarkan kelompok shif yang sudah ditetapkan oleh pabri (A = kelompok perlakuan dan B = kontrol). Perlakuan meliputi pengetahuan tentang tinea pedis dan perilaku personal foot hygiene dengan menggunakan kuesioner dan cek list. Data yang sudah dikumpulkan diverifikasi dengan memeriksa kelengkapan dan kebenaran data kemudian data yang sudah diperiksa dimasukkan ke dalam komputer melalui data entry pada program SPSS versi 11.5.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Hubungan antara kelompok umur dengan tinea pedis sebelum intervensi.

Variabel Tinea pedis p OR 95% CI

(+) (-) Usia > 50 tahun 3 5 0,024 12,000 1,598-90,128 37,5% 62,5% 31-50 tahun 12 24 0,003 10,000 2,059-48,558 33,3% 66,7% 18-30 tahun 2 40 4,8% 95,2%

Terjadinya tinea pedis tertinggi yaitu pada kelompok usia > 50 tahun (37,5%), diikuti oleh

kelompok usia 31 – 50 tahun (33,3%) dan selanjutnya usia 18 - 30 tahun (4,8%). Perbedaan proporsi tinea pedis berdasarkan kelompok usia secara statistik bermakna ( p=0,024 OR=12,000 95% CI=1,598-90,128 dan p=0,003 OR=10,000 95%CI=2,059-48,558)

Tabel 2. Pengaruh antara intervensi edukasi dan monitoring personal foot hygiene dengan tinea pedis.

Variabel Tinea pedis P RR 95% CI

(+) (-) Intervensi Intervensi ( - ) 7 36 0,757 1,478 ( 0,430-5,080 ) 16,3% 83,7% Intervensi ( + ) 5 38 11,6% 88,4%

Proporsi sampel yang terkena tinea pedis lebih tinggi pada kelompok yang tidak diintervensi (16,3%) dibandingkan dengan kelompok yang diberikan intervensi (11,6%). Namun secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,757 RR=1,478 95%CI=0,430-5,080 ).

(4)

4

Tabel 3. Hubungan antara kelompok umur dengan tinea pedis setelah intervensi.

Variabel Tinea pedis P RR 95% CI

(+) (-) Usia > 50 tahun 3 5 0,024 12,000 1,598-90,128 37,5% 62,5% 31-50 tahun 7 29 0,073 4,828 0,934-24,951 19,4% 80,6% 18-30 tahun 2 40 4,8% 95,2%

Proporsi tinea pedis setelah intervensi berdasarkan kelompok umur berkurang. Pada usia >50 tahun tetap 3 orang (37,5%), pada usia 31-50 tahun berkurang menjadi 7 orang (19,4%) dan usia 18-30 tahun tetap 2 orang (4,8%). Secara statistik bermakna dengan nilai p=0,024 RR=12,000 95% CI= 1,598 – 90,128 dan p= 0,073 RR=4,828 95% CI=0,934-24,951.

PEMBAHASAN INSIDEN TINEA PEDIS

Insiden tinea pedis sebelum intervensi adalah 19,7% , lebih tinggi dibandingkan dengan insiden tinea pedis pada umumnya dijumpai pada pekerja yang menggunakan sepatu boot sebesar 10 %. Pada penelitian ini jumlah pekerja laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 83,7% sementara perempuan hanya 16,3% . Setelah intervensi insiden berkurang menjadi 13,9%.

HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK UMUR DENGAN TINEA PEDIS SEBELUM DAN SESUDAH INTERVENSI.

Pada penelitian ini, sebelum intervensi insiden tinea pedis meningkat secara signifikan dimana proporsi pada kelompok usia 18-30 tahun sebanyak 4,8%, pada kelompok usia 31-50 tahun sebanyak 33,3% dan pada kelompok >50 tahun sebanyak 37,5%. Perbedaan proporsi tinea pedis berdasarkan kelompok umur secara statistik dinyatakan bermakna ( p<0,05 ).Dengan menggunakan kelompok umur 18-30 tahun sebagai rujukan diperoleh bahwa besar risiko terjadinya tinea pedis meningkat dengan bertambahnya usia yaitu kelompok umur 31-50 tahun memiliki risiko sebesar 10,000 dan kelompok umur >50 tahun memiliki risiko sebesar 12,000. Setelah intervensi sama tetapi besar risiko untuk kelompok umur 31-50 menurun menjadi 4,8 kali. Menurut Hefferman, insiden tinea pedis akan meningkat pada usia dengan penurunan daya tahan tubuh. Umumnya tinea akan terjadi pada usia 20-50 tahun. Dari hasil penelitian ini peningkatan risiko tinea pedis berdasarkan faktor penurunan daya tahan tubuh sesuai dengan Hefferman [9].

HUBUNGAN INTERVENSI EDUKASI DAN MONITORING PERSONAL FOOT HYGIENE TERHADAP TINEA PEDIS

Pada penelitian di pabrik karet ini setelah dilakukan intervensi berupa edukasi tentang penyakit tinea pedis dan monitoring perilaku untuk personal foot hygiene yang sebaiknya dilakukan oleh pekerja yang memaki APD sepatu boot selama 3 minggu ternyata proporsi kejadian tinea pedis pada kelompok yang diberikan intervesi kurang ( 11,6% ) dibandingkan dengan yang tidak diberikan intervensi yaitu sebesar 16,3%. Namun secara statistik hubungannya tidak bermakna (p=0,757 RR=0,677 95%CI=0,197-2,326 ).

(5)

5

Pemberian intervensi berupa edukasi tentang penyakit tinea pedis dan monitoring perilaku yang benar dalam pemakaian APD sepatu boot kepada kelompok intervensi ternyata menurunkan insiden kejadian tinea pedis. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja dapat memahami dan melaksanakan perilaku yang benar dalam pemakaian APD sepatu boot. Seperti yang dijelaskan dalam Asian journal of Medical Sciences, pemberian edukasi dan instruksi simpel seperti bagaimana pentingnya menjaga hygiene kaki merupakan pencegahan terhadap kejadian tinea pedis[10].

KESIMPULAN KESIMPULAN

1. Sebelum dilakukan intervensi, insiden pekerja basah dengan tinea pedis berjumlah 19,7% dan setelah intervensi insiden berkurang menjadi 13,9%.

2. Sebelum intervensi, insiden tinea pedis tertinggi pada kelompok usia >50 tahun sebanyak 37,5% (RR=12,000), pada kelompok usia 30-50 tahun sebanyak 33,3% (RR=10,000) dan terendah pada kelompok usia 18-30 tahun sebanyak 4,8%. Jadi semakin tua kelompok usia maka semakin tinggi insiden tinea pedis.Setelah intervensi proporsi pada kelompok usia 31-50 berkurang menjadi 19,4% (RR= 4,828). 3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara intervensi edukasi dan monitoring perilaku personal

foot hygiene dengan tinea pedis. Namun dengan edukasi dan monitoring perilaku personal foot hygiene dapat nenurunkan insiden kejadian tinea pedis.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bankominfo. Sumsel programkan peremajaan karet. Badan Komunikasi dan Informatika Summatera Selatan. Palembang. 2007.

2.

Budimulya, U. Mikosis. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999:87-95.

3.

Verma S, Heffernan M. superficial fungal infection. Dermatologys in General Medicine. Seventh edition:1807-1827.

4.

Siregar, R. Penyakit jamur kulit. Penerbit buku kedokteran Palembang,2005:22.

5.

Rejeki S, Subakir, Budi tjahyono. Dermatomikosis superfisial. Balai penerbit FKUI,2001:38-3.

6.

Tinea pedis . http://dermnetnz.org/fungal/tinea-pedis.html

7.

Siregar, R. Saripati Penyakit Kulit. Penerbit buku kedoteran Jakarta, 1996 :25-28.

8.

Atheletes foot. http://en.wikipedia.org/wiki/atheletes-foot.

9.

Mc. Graw.Diseases due to microbial agents section 13 Cutaneus fungal infections.Fitzpatrick dermatology Atlas. Access Medicine.

10.

Kumar V, Tilak r, Prakash p, Nigam C, Gupta R. Tinea pedis an update. Asian Journal of medicine sciences. 2011:134-138

11.

Gupta AK. Update in Antifungal therapy of Dermatophytosis. Springer Science+Business Media B.V.2008.

(6)

6

12.

Infeksi jamur kronis. http://en.wikipedia.org/wiki/Athletes%27_foot

13.

Wahab MA, Begum R, Hassan BS. Tinea pedis : a clinical dilemma in Bangladeshi population.Journal of Pakistan Assosiation of Dermatologists. 2010:23-27.

Referensi

Dokumen terkait

sehingga  perhitungan  program  HELP  memberikan  akurasi  perhitungan  yang  lebih  baik.  Hasil  kedua  perhitungan  memang  menunjukan  pola  yang  mirip 

3. Menjadikan seminar ilmiah seperti ini sebagai wahana komunikasi antar peneliti BATAN dengan peneliti daTi luar BATAN, dalam rangka memperluas wawasan loutward

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah apakah katekese model permainan dapat membantu mengembangkan iman anak usia Taman Kanak- Kanak, bagaimana guru menggunakan metode

annuus menggunakan instrumen UPLCMS sehingga dapat diketahui profil metabolit senyawa kimia yang terkandung di dalam setiap bagian tanaman tersebut, sehingga dapat digunakan

melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).Pembelajarantematik memiliki ciri khas, antara lain: 1)Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat

Oozie clients, users, and other applications interact with the Oozie server using the oozie command-line tool, the Oozie Java client API, or the Oozie HTTP REST API.. The oozie

Gambar 26. Grafik Jumlah Industri Kecil Obat Tradisional di Indonesia pada Tahun 2008 – 2010.. d) Produksi Alat Kesehatan. Berdasarkan data cakupan sarana kesehatan bidang

Operasionalisasi kebijakan-kebijakan tersebut tidak dapat dilepaskan dari tersedianya data dan informasi yang lengkap, akurat dan mutakhir terkait bidang kefarmasian dan