• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

6 A. Tinjauan Pustaka

1. Metode Pembelajaran

Metode berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua suku kata, yaitu metha yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan, sehingga metode memiliki arti jalan yang dilalui (Huda, 2013). Noor Syam dalam Huda (2013) menyatakan bahwa metode adalah suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.

Suryani dan Agung (2012) menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran bersifat prosedural yang berisikan tahapan tertentu (Uno, 2012).

Metode pembelajaran yang berisi tahapan dalam melakukan penyampaian materi ada beberapa macam, yaitu metode konvensional, metode kooperatif, metode kontekstual, serta metode pemecahan masalah.

(2)

Metode pembelajaran ini dapat diterapkan pada berbagai kondisi pembelajaran dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan (Suradji, 2008).

2. Metode Konvensional

Metode konvensional merupakan metode penyampaian materi dari guru kepada siswa dengan cara lisan. Metode konvensional disebut sebagai metode ceramah. Metode ini merupakan metode tertua dan yang paling banyak digunakan dalam proses pembelajaran (Suradji, 2008).

Metode ceramah dianggap sebagai metode yang kurang cocok untuk dunia pendidikan karena tidak sesuai dengan prinsip siswa yang aktif. Pendapat lain menyatakan bahwa metode ceramah memiliki segi negatif, namun metode ini dapat menimbulkan dampak positif jika digunakan pada situasi yang tepat (Suradji, 2008).

Tahapan metode ceramah yaitu persiapan untuk membangkitkan minat peserta didik, tahap penyampaian materi, evaluasi dengan melakukan tanya jawab secara lisan dengan siswa mengenai materi dan tahap terakhir adalah penutup. Metode ceramah sebaiknya digunakan dalam kondisi pembelajaran yang menyajikan materi sukar. Keefektifan metode ini akan meningkat dengan melakukan pengembangan atau kolaborasi dengan metode lain, misalnya diskusi (Uno, 2012).

(3)

3. Metode Pembelajaran Kooperatif

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Slavin (2009), pembelajaran kooperatif merupakan metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat hingga enam orang yang heterogen untuk bekerja secara kolaboratif dalam menguasai suatu materi pelajaran sehingga siswa lebih bergairah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented) dalam menyelesaikan permasalahan terkait keaktifan siswa, kerjasama, dan kepedulian sosial (Isjoni, 2007).

Menurut Johnson dan Johnson dalam Suprihatiningrum (2013), terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) saling ketergantungan positif; 2) interaksi tatap muka; 3) tanggung jawab individual; 4) ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil; 5) proses kelompok.

Metode kooperatif memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1) meningkatkan kepekaan sosial siswa; 2) memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial; 3) menghilangkan sikap mementingkan

(4)

diri sendiri; 4) meningkatkan rasa saling percaya; 5) memberikan latihan mengutarakan dan menerima pandangan; 6) meningkatkan sikap penerimaan akan perbedaan dalam berteman (Suryani dan Agung, 2012). Metode kooperatif memiliki cukup banyak manfaat yang menguntungkan jika diterapkan dalam proses pembelajaran, namun metode ini memiliki beberapa kelemahan, seperti: 1) kurang efisien; 2) kendala pada ruang dan perlengkapan; 3) terjadinya disfungsi group; 4) hilangnya kontrol oleh guru; 5) persiapan guru lebih banyak. Untuk mengurangi kelemahan tersebut perlu dilakukan pendekatan pembelajaran yang menunjang metode kooperatif (Felder dan Brent, 2007).

Pembelajaran kooperatif menekankan pembentukan kelompok dalam pembelajaran. Pembentukan kelompok dapat ditemukan juga dalam pembelajaran konvensional, namun terdapat beberapa perbedaan dengan kelompok pada pembelajaran kooperatif. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional dapat dikemukaan sebagaimana tabel berikut.

(5)

Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dan konvensional Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional Adanya saling ketergantungan

positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tuga-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

Ketrampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, memepercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Ketrampilan sosial sering secara tidak langsung diajarkan

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antara pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Sumber : Killen dalam Trianto (2010)

Terdapat beberapa jenis metode pembelajaran kooperatif, yaitu STAD, TGT, dan Jigsaw II. Berbagai metode tersebut memiliki langkah-langkah penerapan yang berbeda, namun semuanya menekankan kepada penerapan metode kelompok. STAD menggunakan pembelajaran kelompok dengan evaluasi berupa kuis individu. TGT menggunakan berbagai bentuk permainan dalam melakukan evaluasi, sedangkan jigsaw II menerapkan pembelajaran kelompok dengan pemilihan siswa ahli. Pemilihan metode dapat disesuai dengan keadaan pengajar serta siswa (Slavin, 2009). Student Team Achievement Division (STAD) merupakan

(6)

metode yang dikembangkan Robert Slavin di Universitas John Hopkins. Menurut Slavin dalam Rusman (2014) model ini merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang mudah diadaptasi dan dapat digunakan pada berbagai tingkatan pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 siswa yang heterogen. Pembagian kelompok dapat dilakukan berdasarkan jenis kelamin, tingkat prestasi, dan suku. Pembelajaran diawali dengan penyampaian materi oleh guru, kegiatan kelompok untuk memastikan semua anggota menguasai pelajaran tersebut, kuis yang dikerjakan secara individu, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2010).

Gagasan utama dalam metode STAD adalah memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang diajarkan guru. Apabila para siswa ingin timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari dan menguasai materi yang diberikan. Siswa harus mendukung temannya untuk melakukan yang terbaik dengan menunjukkan bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Siswa bekerja sama setelah guru selesai memberikan penjelasan materi. Mereka bekerja dengan teman satu timnya, menilai kekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu mereka berhasil dalam kuis (Slavin, 2009).

(7)

Meskipun siswa belajar bersama, dalam kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tiap siswa harus menguasai materinya untuk mendapatkan nilai yang baik bagi timnya. Tanggung jawab individu seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan yang baik satu sama lain karena satu-satunya cara untuk membuat tim berhasil yaitu dengan membuat semua anggota tim menguasai materi. Hal ini dikrenakan skor tim didasarkan pada kemajuan yang dibuat anggotanya dibandingkan hasil yang dicapai sebelumnya. Ini yang membedakan STAD dengan kelompok konvensional yang menonjolkan beberapa siswa tertentu. Dalam metode ini semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk sukses dengan memperoleh skor yang lebih baik dari sebelumnya atau dengan membuat jawaban kuis sempurna (Slavin, 2009).

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Rusman (2014), Trianto (2010), dan Slavin (2009) yaitu :

a. Penyampaian tujuan dan motivasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

b. Pembagian kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota yang memprioritaskan heterogenitas (jenis kelamin, prestasi, suku).

(8)

c. Presentasi dari guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pembelajaran serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Dalam proses penyampaian materi guru dibantu dengan media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

d. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembar kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan apabila diperlukan. e. Kuis (evaluasi)

Guru melakukan evaluasi belajar melalui kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Hal ini dilakukan untuk menjamin siswa bertanggung jawab secara individu dalam memahami bahan ajar tersebut.

f. Penghargaan prestasi tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dengan diberikan rentang skor 0-100. Selanjutnya pemberian

(9)

penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan sebagai berikut:

1) Menghitung skor individu

Menurut Slavin (2009), untuk menghitung skor perkembangan individu sebagaimana dapat dilihat pada tabel:

Tabel 2.2 Penghitungan Skor Perkembangan Individu

Skor Kuis Skor

perkembangan Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 0

10 sampai 1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20 Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30 Pekerjaan sempurna (terlepas dari skor awal) 30 2) Menghitung skor kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 2.3 Penghitungan Skor Perkembangan Kelompok

Sumber: Ratumanan dalam Trianto (2010)

Rata-rata Tim Predikat

0 ≤ x ≤ 5 -

5 ≤ x ≤ 15 Tim baik (good team)

15 ≤ x ≤ 25 Tim hebat (great team)

(10)

3) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok

Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya.

4. Pendekatan Quantum Learning

Quantum learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada penciptaan lingkungan belajar yang efektif dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Apabila metode ini diterapkan akan mengoptimalkan interaksi antara guru dan murid serta dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa (Siregar dan Nara, 2011)

Quantum learning berawal dari upaya Dr. Georgi Lozanov yang bereksperimen dengan suggestiology. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Istilah lain dari suggestiology adalah pemercepatan belajar. Pemercepatan belajar adalah proses yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan diimbangi kegembiraan (DePorter, 2009).

Quantum learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum learning mengoptimalkan unsur lingkungan, fisik, suasana, dan interaksi untuk mempercepat proses belajar siswa lewat sugesti positif. Beberapa teknik

(11)

yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar belakang di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, dan menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi (DePorter, 2009). a. Lingkungan belajar yang optimal

Belajar pada lingkungan yang ditata dengan baik, akan lebih mudah untuk mengembangkan dan mempertahankan sikap juara. Cara menata perabot, musik yang dipasang, penataan cahaya, dan bantuan visual di dinding dan papan iklan merupakan kunci menciptakan lingkungan belajar yang optimal (DePorter, 2013). b. Iringan musik : Kunci sukses Quantum Learning

Musik merupakan unsur penting dalam quantum learning karena musik dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan kondisi fisiologis. Selama melakukan pekerjaan mental yang berat, tekanan darah dan denyut jantung cenderung meningkat, gelombang-gelombang otak meningkat, dan otot-otot menjadi tegang. Dalam hal ini seseorang akan sulit berkonsentrasi saat kondisi benar-benar relaks, dan sulit untuk relaks dalam keadaan konsentrasi penuh (DePorter, 2013).

Gerogi Lozanov menemukan bahwa musik adalah kunci untuk mengkombinasikan keadaan relaks dan konsentrasi penuh. Relaksasi yang diiringi musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi. Musik dapat menata suasana hati, mengubah

(12)

keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Penelitian menunjukkan bahwa belajar lebih mudah dan cepat jika pelajar dalam kondisi santai serta reseptif. Penggunaan musik barok dan klasik sesuai dengan keadaan tubuh manusia yang dapat menciptakan kondisi santai tapi dalam keadaan waspada. Musik klasik yang dapat digunakan berupa Mozart Flute Concertos, Relax With The Classic: Andante and Pastorel, Six Duets For Two Flutes, dan Canon in D (Schuster dan Gritton dalam DePorter, 2009).

c. Ikuti tanda-tanda positif

Tanda-tanda positif merupakan faktor terpenting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Ini dapat menunjukkan dan menciptakan gaya belajar yang terbaik dari setiap orang. Tanda-tanda positif ini dapat berupa slogan atau kata-kata mutiara, poster, catatan, hadiah, sertifikat, penghargaan, dan foto saat meraih suatu keberhasilan (DePorter, 2009)

d. Konsilidasi

DePorter (2009) mengemukakan bahwa jeda dalam setiap sesi belajar merupakan hal yang penting. Hal yang paling mudah diingat dengan baik adalah informasi yang dipelajari pertama dan terakhir. Apabila kita sering memberi jeda maka akan banyak informasi yang diingat. Pada saat pikiran menjadi letih, perubahan keadaan mental yang terjadi selama jeda akan menyegarkan kembali sel-sel otak untuk langkah berikutnya.

(13)

5. Metode STAD dengan pendekatan Quantum Learning

Metode ini merupakan pengembangan metode pembelajaran yaitu antara metode STAD dan pendekatan quantum learning. Berdasarkan tinjauan pustaka yang diungkapkan sebelumnya mengenai metode STAD dan pendekatan quantum learning, dapat didefinisikan bahwa metode STAD dengan pendekatan quantum learning adalah metode pembelajaran berkelompok secara kooperatif untuk mendiskusikan materi yang diajarkan dalam suasana belajar yang menyenangkan (Slavin, 2009).

Dalam metode pembelajaran ini pendekatan quantum learning digunakan dalam hal pengkondisiian lingkungan belajar, serta penciptaan kondisi belajar yang menyenangkan. Penyampaian materi pelajaran menggunakan metode STAD (DePorter, 2013).

6. Hasil Belajar Kognitif

Menurut Sudjana (2010), hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mendapatkan pengalaman belajar. Winkel dalam Purwanto (2013) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakuknya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom.

(14)

Menurut Bloom dalam Purwanto (2013), salah satu ranah dari penilaian hasil belajar adalah ranah kognitif. Hasil belajar ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan, yaitu:

a. Pengetahuan (knowledge), merupakan kemampuan untuk mengingat kembali informasi yang telah didapatkan, meliputi pengetahuan terhadap fakta, definisi, nama, tahun, dan daftar. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain mengidentifikasi, mendeskripsikan, mengemukakan arti, menyebutkan dan menyusun daftar.

b. Pemahaman (comprehension), merupakan kemampuan untuk memahami arti dari suatu konsep, hubungan antar faktor dan sebab-akibat. Tingkatan ini digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mencari perbedaan, membandingkan, mengungkapkan gagasan dengan bahasanya sendiri, dan menjelaskan mekanisme sebuah konsep.

c. Aplikasi (aplication), merupakan kemampuan untuk menerapkan konsep atau ide dalam situasi yang baru atau dalam kenyataan. Tingkatan ini meliputi kemampuan untuk menerapkan, merancang strategi dan menghitung.

d. Analisis (analysis), merupakan kemampuan untuk menguraikan suatu konsep, menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, mendiagnosis, dan menunjukkan hubungan antar bagian.

(15)

e. Sintesis (synthesis) merupakan kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian menjadi suatu konsep baru meliputi kemampuan untuk merekonstruksi, mensintesis dan membuat proposal.

f. Evaluasi (evaluation), merupakan tingkatan tertinggi yaitu kemampuan menilai dan memutuskan suatu fakta yang didasari oleh teori.

Keberhasilan belajar peserta didik dapat dilihat dari nilai hasil belajar. Untuk mengukur hasil belajar dilakukan melalui kegiatan evaluasi. Sasaran evaluasi hasil belajar adalah penguasaan kompetensi yang diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (SK. Mendiknas No. 045/U/2002).

Hasil belajar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat penguasaan seseorang terhadap bahan yang telah diajarkan. Untuk tingkat hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Alat evaluasi yang digunakan dalam pengukuran hasil belajar dapat menggunakan instrumen tes dan non tes. Dalam pengukuran hasil belajar kognitif digunakan instrumen tes untuk mengetahui pengetahuan pada siswa (Purwanto, 2013).

(16)

7. Pengaruh Penerapan Metode STAD dengan Pendekatan Quantum Learning Terhadap Hasil Belajar Kognitif

Menurut Simsek, dkk (2013), pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana mahasiswa saling membantu belajar satu sama lain dengan meningkatkan rasa percaya diri, ketrampilan komunikasi individu, memperkuat daya pemecahan masalah, berfikir kritis, dan berpartisipasi aktif dalam proses pendidikan.

Relevansi teoritis pembelajaran kooperatif dapat mempengaruhi prestasi akademik didasarkan pada asumsi bahwa pembelajaran kooperatif membuat mahasiswa merasa perannya sangat penting serta diperlukan dalam penyelesaian masalah kelompok. Peran peserta didik sebagai sumber informasi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh kelompok mereka (Khan dan Ahmad, 2014). Dengan metode pembelajaran kooperatif akan lahir tanggung jawab individu dan antusiasme dalam suasana pembelajaran (Dikkici dan Yasemin, 2006).

Menurut Jebson (2014), faktor yang menyebabkan adanya pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar antara lain: a. Saling ketergantungan

Ketika siswa belajar dengan pembelajaran kooperatif yang berarti “semua belajar untuk satu” dan “satu belajar untuk semua”, anggota kelompok menerima semangat dan dukungan akademik yang membantu mereka tekun menghadapi kesulitan belajar.

(17)

b. Interaksi alami

Siswa akan memiliki alasan untuk mendengarkan satu sama lain, mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi isu-isu dan mencari sudut pandang. Hal tersebut dapat menstimulasi dan mengembangkan kemampuan kognitif individu. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat membantu semua siswa mencapai standar kompetensi dan kemampuan interpersonal dalam kesuksesan belajar. Sejalan dengan penelitian Wirasanti dkk (2012), kecerdasan interpersonal dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar.

Penerapan metode kooperatif untuk mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menguasai materi perlu diimbangi dengan suatu pendekatan yang mampu mendorong kerja otak siswa. Pendekatan quantum learning adalah metode yang menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode pembelajaran. Metode ini dapat meningkatkan kerja otak lewat sugesti positif, pengaturan informasi dalam otak, serta pemanfaat otak kanan dan kiri secara optimal (DePorter, 2009).

Penggunaan metode STAD dengan pendekatan quantum learning akan memicu siswa untuk berinteraksi positif dengan teman kelompok sehingga akan menimbulkan ketergantungan positif dalam kelompoknya. Pendekatan quantum learning akan membantu siswa dalam mengoptimalkan kerja otak untuk menangkap materi dari kerja kelompok, serta meningkatkan perilaku individu yang akan berdampak

(18)

pada pencapaian hasil belajar (Bahadin dan Yusuf, 2014).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Atik Sartini (2010) tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan quantum learning pada sub pokok bahasan persamaan garis lurus ditinjau dari gaya belajar matematika siswa kelas di SMP Negeri 2 Karanganyar, menunjukkan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode STAD dengan pendekatn quantum learning terhadap prestasi belajar siswa namun tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode STAD dengan pendekatan quantum learning terhadap gaya belajar siswa.

B. Kerangka Pemikiran

Metode kooperatif tipe STAD dengan pendekatan quantum learning

1. Jenjang pendidikan 2. Ketersediaan waktu 3. Jumlah peserta didik Peserta didik sebagai pusat

(19)

Keterangan :

: Variabel independen : Variabel dependen

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka konsep penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan quantum learning dapat mempengaruhi hasil belajar kognitif mahasiswa

C. Hipotesis

(20)

dengan pendekatan Quantum Learning terhadap hasil belajar kognitif mahasiswa D III Kebidanan STIKES Aisyiyah Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok kerja Unit Layanan Pengadaan Barang Jasa, telah melaksanakan tahapan Pemberian Penjelasan (Aanwijzing) Dokumen Pengadaan dengan metode tanya jawab secara elektronik

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Bidang adalah Bidang-Bidang pada Dinas Daerah Kabupaten Buleleng yang dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui

Dari hasil perhitungan jarak antara warna image yang diuji dengan dengan warna image yang menjadi acuan dapat memperkirakan respon emosi yang mungkin muncul

Berdasarkan observasi, objek kajian belum memiliki sertifikasi dari Lembaga Ekolabel Indonesia, sehingga hasil yang dicapai dari kriteria kayu bersertifikat adalah

Sejalan dengan pemikiran itu, maka teori hukum prismatik yang dimaksud oleh penulis ada- lah hukum yang merajut dan mengakomodasi nilai-nilai baik sistem hukum tertulis

Project : Embankment Rehabilitation and Dredging Work of West Banjir Canal and Upper Sunter Floodway of Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP/JEDI) – ICB Package

Sekalipun banyak perbedaan konsep pendidikan multikultural, ada sejumlah ide yang dimiliki bersama dari semua pemikiran dan merupakan dasar bagi pemahaman pendidikan