• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011. Ciputra Frida Pratama*, Suprapto, Ph.D 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011. Ciputra Frida Pratama*, Suprapto, Ph.D 1"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS * Corresponding author Phone 085856569282 e-mail: cive_putra@chem.its.ac.id

1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi

10 Nopember, Surabaya.

PENGARUH PENAMBAHAN H

2

O

2

PADA SIANIDASI EMAS DARI BATUAN

MINERAL

Ciputra Frida Pratama*, Suprapto, Ph.D1 Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang sianidasi emas dari sampel batuan yang diperoleh dari Tulungagung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan H2O2 pada sianidasi emas dari batuan mineral. Proses benefisiasi dengan larutan asam klorida dilakukan terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan logam mayor. Hasil XRF menunjukkan bahwa benefisiasi tidak berjalan maksimal karena rasio asam dan lumpur yang terlalu tinggi. Proses sianidasi ini dilakukan dengan tiga macam variasi yaitu tanpa H2O2, menggunakan H2O2 0,04 M dan 0,1 M. Proses sianidasi tanpa H2O2 dan menggunakan H2O2 0,04 M dilakukan selama 24 jam, sedangkan yang menggunakan H2O2 0,1 M dilakukan selama 48 jam. Hasil analisis XRF menunjukkan bahwa endapan yang dihasilkan dari proses sianidasi dengan H2O2 0,1 M menghasilkan kandungan emas yang lebih tinggi yaitu 0,2% daripada sianidasi yang tanpa H2O2 dan menggunakan H2O2 0,04 M dengan kandungan emas berturut-turut 0,05% dan 0,1%. Hasil XRF ini berlawanan dengan hasil ICP-OES yang menunjukkan penurunan kandungan emas dengan semakin banyaknya H2O2 yang digunakan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya kandungan besi dalam filtrat dengan semakin banyaknya H2O2 yang digunakan sehingga menghalangi kendungan emas saat analisis berlangsung.

Kata kunci: Benefisiasi, Sianidasi, H2O2, dan Emas.

I. Pendahuluan

Metode ekstraksi emas yang saat ini banyak digunakan untuk keperluan eksploitasi emas skala industri adalah metode sianidasi dan metode amalgamasi (Hiskey, 1985 dan Lee, 1994). Pada metode amalgamasi, penggunaan merkuri dapat berdampak mencemari lingkungan (Steele et al., 2000). Menurut Greenwood dkk (1989), batuan bijih emas yang layak untuk dieksploitasi sebagai industri tambang emas, kandungan emasnya minimal sekitar 25 g/ton. Oleh karena sedikitnya kandungan emas tersebut maka diperlukan suatu metode khusus untuk memaksimalkan hasil rekoveri emas tersebut. Salah satu metode yang bisa dilakukan adalah benefisiasi.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian benefisiasi pada batuan mineral untuk mengurangi logam mayor. Benefisiasi dilakukan dengan menggunakan larutan asam untuk proses leaching yang berfungsi untuk melarutkan logam mayor pada bijih emas sampai semua logam mayor tersebut berada pada prosentase yang relatif kecil. Pelarut asam yang digunakan untuk benefisisasi pada penelitian ini adalah asam klorida karena

mempunyai daya pelarutan logam mayor yang lebih baik daripada asam sulfat dan asam nitrat (Kurnia, 2011). Pada penelitian ini terlebih dahulu akan dilakukan proses benefisiasi terhadap bijih logam emas yang dimaksudkan untuk mendapatkan prosentase rekoveri logam emas yang maksimal pada proses leaching dengan sianida. Benefisiasi merupakan perlakuan awal sebelum proses leaching dengan sianida untuk menghilangkan pengotor, dalam hal ini logam-logam mayor yang terdapat dalam bijih logam, sehingga akan memaksimalkan proses pelarutan emas dari bijihnya. Dari hasil benefisiasi akan diperoleh bijih logam yang mengandung emas dengan prosentase yang relatif lebih besar.

Rekoveri logam minor seperti emas dan perak untuk skala industri pada umumnya menggunakan teknik hidrometalurgi atau leaching (pelarutan selektif). Banyak reagen atau pereaksi yang bisa digunakan untuk proses leaching guna mengekstrak logam emas dan perak dari bijihnya, diantara reagen-reagen tersebut salah satunya menggunakan reagen sianida. Kelebihan reagen sianida dibandingkan dengan reagen lain adalah rekoveri emas yang diperoleh lebih tinggi (95%), waktu proses yang relatif singkat, dan sampai saat ini merupakan reagen yang paling ekonomis (Bertrand, 1985).

Metode sianidasi banyak digunakan pada industri emas sekarang ini. Metode ini digunakan lebih dari seratus tahun sejak proses metalurgi kimia untuk produksi emas dikembangkan (Bayraktar, 1995; Zhang et al., 1997). Metode ini

(2)

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

didasarkan pada penggunaan larutan sianida basa yang tidak berubah sejak pertama kali dipatenkan. Proses ini banyak digunakan karena prosesnya yang sederhana dan ekonomis (Wadsworth et al., 2000; Tukel et al., 1996).

Oksigen memainkan peran penting dalam proses sianidasi. Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam larutan sianida. Pada umumnya semakin tinggi oksigen terlarut maka reaksi juga semakin cepat. Tetapi ternyata berdasarkan teori limiting rate didapatkan bahwa perbandingan sianida dan oksigen dalam larutan adalah tetap yaitu 6 (enam). Sehingga jika sianida berlebih maka yang menentukan kecepatan reaksi adalah kelarutan oksigen, demikian pula sebaliknya.

Penggunaan hidrogen peroksida (H2O2) dalam larutan sianida berkemungkinan untuk meningkatkan pelarutan emas dari bijihnya. Emas sianida yang menggunakan hidrogen peroksida sebagai agen pengoksidasi akan dipelajari pada penelitian ini. Penambahan hidrogen peroksida dengan volume yang kecil diharapkan dapat membuat laju proses sianidasi lebih cepat. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa penambahan hidrogen peroksida dengan volume yang besar membuat laju proses sianidasi menjadi dua kali lipat. Sedangkan pada suhu yang tinggi, proses ini dikontrol oleh difusi dengan laju tinggi yang sesuai dengan proses sianidasi emas secara konvensional pada tekanan atmosfer (Guzman et al., 1999). Hidrogen peroksida dipelajari sebagai prekursor oksigen dan diharapkan cocok menjadi alternatif untuk pengganti oksigen atmosfer sebagai hasil dekomposisi peroksida pada proses sianidasi emas. Oksigen ini yang nantinya berperan sebagai agen pengoksidasi untuk emas (Guzman et al., 1999). Pengaruh parameter seperti waktu pencampuran, konsentrasi pengoksidasi, dan pH pada pelarutan akan diuji dan batas pemakaian reagen dibawah kondisi umum akan dipelajari. Informasi mengenai komposisi awal cuplikan ataupun komposisi hasil yang terbentuk dianalisa dengan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES) dan X-ray Fluoresence (XRF).

II. Metodologi 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan yang diperlukan pada preparasi bahan laboratorium antara lain: peralatan gelas, seperti gelas kimia, gelas ukur, kaca arloji, pipet tetes, botol ampul, spatula, kertas saring, dan corong. Selain itu digunakan pula peralatan lain yaitu botol semprot, oven, furnace, hot-plate, pompa vakum, neraca analitik dan reaktor sianidasi. Instrumen karakterisasi yang digunakan adalah X-ray Fluoresence (XRF minipal 14

PANalytical) di laboratorium Studi Energi dan Rekayasa, LPPM ITS Surabaya serta ICP-OES di Universitas Surabaya.

2.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain batuan mineral yang sudah dihaluskan, aquades, HCl, NaOH, SnCl2, H2O2, air kapur, dan NaCN.

2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Uji Kuantitatif

Batuan mineral dihaluskan terlebih dahulu sampai ukuran 75 mesh bersama dengan air hingga menjadi lumpur menggunakan penghalus. Lumpur diambil sedikit lalu dikeringkan. Endapan yang telah kering dianalisis kandungannya dengan menggunakan instrumen XRF. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui kandungan-kandungan logam dalam batuan mineral tersebut.

2.2.2 Benefisiasi

Batuan mineral dihaluskan terlebih dahulu sampai ukuran 75 mesh bersama dengan air hingga menjadi lumpur menggunakan penghalus. Lumpur diambil sebanyak 42 L dan dimasukkan dalam bak. Kemudian ditambahkan HCl 32% untuk menghilangkan logam-logam mayor. Cuplikan dibiarkan selama sehari dan setelah itu dipisahkan dengan cara dekantasi. Endapan diambil sedikit dan dikeringkan untuk dianalisis menggunakan XRF.

2.2.3 Sianidasi Emas tanpa H2O2

Lumpur hasil benefisiasi didekantasi lalu dicuci dengan air untuk penetralan. Lumpur diambil sebanyak 14 L dan ditambahkan air kapur untuk menaikkan pH dan diikuti dengan penambahan NaOH agar pH nya mencapai 10-11. Kemudian dimasukkan dalam tangki pengolahan dan dilakukan proses sianidasi dengan menambahkan sianida (NaCN) 1% sambil diaduk dan pH tetap dijaga antara 10-11. Proses sianidasi ini dilakukan selama 24 jam. Lumpur ditampung dalam bak dan diambil filtratnya dengan cara dekantasi untuk dianalisis menggunakan ICP-OES, sedangkan endapannya diambil sedikit dan dikeringkan untuk dianalisis menggunakan XRF.

2.2.4 Sianidasi Emas dengan H2O2 0,04 M

Lumpur hasil benefisiasi didekantasi lalu dicuci dengan air untuk penetralan. Lumpur diambil sebanyak 14 L dan ditambahkan air kapur untuk menaikkan pH dan diikuti dengan penambahan NaOH agar pH nya mencapai 10-11. Kemudian dimasukkan dalam tangki pengolahan seperti pada gambar 3.1 dan dilakukan proses sianidasi dengan menambahkan sianida (NaCN) 1% sambil diaduk dan pH tetap dijaga antara 10-11. Setelah itu ditambahkan H2O2 0,04 M. Proses sianidasi ini dilakukan selama 24 jam. Lumpur

(3)

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

ditampung dalam bak dan diambil filtratnya dengan cara dekantasi untuk dianalisis menggunakan ICP-OES, sedangkan endapannya diambil sedikit dan dikeringkan untuk dianalisis menggunakan XRF.

2.2.5 Sianidasi Emas dengan H2O2 0,1 M

Lumpur hasil benefisiasi didekantasi lalu dicuci dengan air untuk penetralan. Lumpur diambil sebanyak 14 L dan ditambahkan air kapur untuk menaikkan pH dan diikuti dengan penambahan NaOH agar pH nya mencapai 10-11. Kemudian dimasukkan dalam tangki pengolahan seperti pada gambar 3.1 dan dilakukan proses sianidasi dengan menambahkan sianida (NaCN) 1% sambil diaduk dan pH tetap dijaga antara 10-11. Setelah itu ditambahkan H2O2 0,1 M. Proses sianidasi ini dilakukan selama 48 jam. Lumpur ditampung dalam bak dan diambil filtratnya dengan cara dekantasi untuk dianalisis menggunakan ICP-OES, sedangkan endapannya diambil sedikit dan dikeringkan untuk dianalisis menggunakan XRF. 2.2.6 Uji Kualitatif

Filtrat dari ketiga sampel sianidasi diambil sedikit dalam tabung reaksi. Filtrat ditetesi dengan SnCl2 dan diamati endapannya. Jika berwarna ungu maka terdapat kandungan logam emas pada batuan mineral tersebut (Svehla, 1979).

2.2.7 Pengendapan dengan SnCl2

Filtrat dari ketiga sampel sianidasi diambil masing-masing sebanyak 1 L dan dipanaskan dalam gelas beker menggunakan hot plate sampai volumenya menjadi 150 mL. Setelah itu ditambah dengan SnCl2 sebanyak 10 mL dan terbentuk endapan. Endapan disaring dan dikeringkan untuk dianalisis menggunakan XRF.

III. Pembahasan

3.1 Preparasi Cuplikan Awal

Preparasi masing-masing cuplikan diawali dengan penghalusan sampai ukuran 75 mesh. Penghalusan berfungsi supaya ukuran partikel menjadi kecil dan mengurangi rongga antar partikel pereaksi sehingga luas total permukaan yang akan bereaksi menjadi semakin besar dan lebih cepat larut dalam pelarut.

Dari hasil analisa kimia menggunakan XRF, diketahui bahwa emas merupakan komponen kecil dibandingkan logam-logam lain yaitu 0,07% pada cuplikan. Besi merupakan logam mayor yang keberadaannya dalam cuplikan sekitar 27,80%. Logam ini harus dikurangi karena besi akan ikut bereaksi dengan sianida sehingga akan mengkonsumsi banyak sianida pada proses sianidasi. Begitu pula dengan tembaga, walaupun bukan termasuk logam mayor tetapi akan mengganggu proses rekoveri emas, khususnya pada metode sianidasi ini karena tembaga akan mengonsumsi banyak oksigen dan sianida.

Walaupun silika memiliki kandungan yang tinggi yaitu sekitar 34,3%, namun silika ini tidak mempengaruhi proses sianidasi karena silika ini tidak akan ikut bereaksi dengan sianida.

3.2 Pengaruh Benefisiasi

Peningkatan kualitas bijih emas dapat dilakukan dengan metode hidrometalurgi menggunakan pelarutan asam. Logam mayor dan logam minor sebagai pengganggu larut dalam pelarut dan berkurang dalam cuplikan, sehingga kadar bijih emas meningkat dan pada penelitian selanjutnya, proses rekoveri emas dapat maksimal.

Pelarutan asam pada penelitian ini menggunakan asam klorida (HCl) yang bertujuan untuk melarutkan logam-logam yang tidak bisa dilarutkan oleh aquades. Asam klorida telah banyak digunakan sebagai pelarut dalam sistem hidrometalurgi pada proses rekoveri logam berharga (precious metal) sejak beberapa tahun yang lalu (Ucar, 2009). Pelarutan dengan asam ini didiamkan selama 1 hari dan setelah 1 hari filtrat dipisahkan dari endapannya dengan cara dekantasi. Lumpur hasil benefisiasi diambil sedikit dan dikeringkan untuk dianalisa menggunakan XRF.

Dari hasil analisa XRF diketahui bahwa banyak logam yang kandungannya berkurang walaupun pengurangannya tidak terlalu signifikan. Namun ada beberapa logam yang kandungannya naik. Hal ini disebabkan XRF merupakan instrument analisa semikuantitatif yang hasilnya dinormalisasi.

Logam yang akan ikut bereaksi dengan sianida pada waktu proses sianidasi adalah besi, tembaga dan emas. Oleh karena itu yang lebih difokuskan adalah kandungan ketiga logam tersebut.

Gambar 3.1 Diagram Perbandingan kandungan besi, tembaga dan emas sebelum dan sesudah

benefisiasi 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% Fe Cu Au Sebelum Sesudah

(4)

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Gambar 3.2 Diagram Perbandingan kandungan emas sebelum dan sesudah benefisiasi Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa besi dan tembaga memiliki kandungan yang lebih tinggi daripada emas. Setelah benefisiasi ternyata kandungan besi dan tembaga perubahannya tidak terlalu signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rasio antara asam dan lumpur yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan proses benefisiasi tidak berjalan optimal. Kandungan emas sebelum dan sesudah benefisiasi seperti pada gambar 3.2 adalah tetap yaitu 0,07%. Ini menunjukkan bahwa benefisiasi tidak mempengaruhi kandungan emas yang terdapat pada cuplikan.

Proses pelarutan dengan HCl 32% ini menghasilkan filtrat dengan warna hijau muda seperti pada gambar 4.4 yang menunjukan adanya logam Fe berupa Fe2+ yang terlarut dengan bentuk senyawa FeCl2 (Svehla, 1979) sebagaimana reaksi berikut :

FeO (s)+ 4H+Cl-(l)→ 2FeCl2(l) + 2H2O (l) Fe3O4 (s) + 8HCl (l) → FeCl2 (l) + 2FeCl3 (l) + 4H2O (l)

3.3 Sianidasi Emas

Pada penelitian ini proses sianidasi emas dilakukan dengan sistem aliran. Sistem aliran ini berfungsi agar reaksi berjalan sempurna. Selain itu sistem aliran ini juga berfungsi untuk aerasi guna mendapatkan oksigen untuk membantu proses sianidasi ini.

Pada penelitian sianidasi ini dilakukan tiga macam variasi sianidasi emas yaitu tanpa menggunakan H2O2, menggunakan H2O2 0,04 M dan 0,1 M. Proses sianidasi tanpa menggunakan H2O2 dan menggunakan H2O2 0,04 M dilakukan selama 24 jam, sedangkan sianidasi menggunakan H2O2 0,1 M dilakukan selama 48 jam. Hal ini dilakukan untuk membandingkan proses rekoveri emas yang lebih optimal. Pada proses sianidasi ini H2O2 berfungsi sebagai oksidator.

Proses sianidasi ini harus berjalan antara pH 10.5 - pH 11 agar proses pelarutan berjalan optimal. Oleh karena itu, pH lumpur setelah benefisiasi harus dinaikkan terlebih dahulu menggunakan air kapur dan NaOH. Penambahan sianida pun harus ketika pH larutan sudah

dinaikkan ke pH 10.5 - pH 11 untuk menjaga agar tidak terbentuk asam sianida. Hal ini dikarenakan asam sianida adalah racun yang sangat berbahaya. Asam sianida akan menguap pada suhu 26 derajat celcius pada pH di bawah pH 10.

Kondisi pH tinggi atau suasana basa saat berlangsungnya proses sianidasi sangat menentukan keberhasilan proses sianidasi. Penggunaan basa seperti kalsium oksida, akan mencegah dekomposisi dalam larutan sianida untuk membentuk gas hidrogen sianida (HCN). Jika pH terlalu rendah atau asam dapat menghasilkan gas HCN sebagaimana reaksi yang mudah menguap akibat proses hidrolisis, sehingga konsentrasi sianida berkurang.

CN-(aq) + H+(aq) → HCN (g)

Jika pH terlalu tinggi akan menyebabkan proses sianidasi berlangsung lambat, hal ini dikarenakan sianida menjadi terlalu stabil dalam lumpur. Selain itu dengan pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan logam-logam lain larut dalam sianida dan membentuk senyawa kompleks.

Proses sianidasi seperti pada gambar 4.5 bisa dilakukan dengan menggunakan NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran dari ketiganya. Namun pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah NaCN 1%. Konsentrasi sianida yang terlalu rendah akan menyebabkan reaksinya tidak berjalan optimum sehingga emasnya tidak terlarut menjadi emas-sianida. Namun jika konsentrasinya terlalu tinggi maka akan bereaksi dengan logam lain. Persamaan reaksi yang terjadi pada proses sianidasi emas adalah sebagaimana reaksi berikut :

4Au + 8NaCN + O2 + 2H2O → 4Na[Au(CN)2] + 4NaOH

Proses sianidasi ini memerlukan oksigen yang cukup dalam larutan. Penyedia oksigen pada penelitian ini adalah H2O2. Selain itu juga dibantu oleh aerasi dengan sistem aliran ini. H2O2 berfungsi sebagai oksidator. Penggunaan H2O2 dalam larutan sianida telah diuji dan menunjukkan hasil dimana emas dapat terpisah secara cepat. Observasi ini menunjukkan bahwa emas kemungkinan terpisah melalui reaksi yang melibatkan H2O2 sebagaimana reaksi berikut :

2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH + H2O2

Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan emas dan sianida sebagaimana reaksi berikut :

2Au + 4CN- + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH -0.00%

0.05% 0.10%

sebelum sesudah

(5)

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Dekantasi dilakukan setelah proses sianidasi ini selesai. Uji kualitatif dilakukan terlebih dahulu pada filtrat yang diperoleh dengan menambahkan SnCl2 pada filtrat hasil sianidasi. Setelah penambahan dengan SnCl2 ternyata filtrat berwarna ungu. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kandungan emas pada filtrat tersebut. Warna ungu yang nampak pada uji kualitatif ini tidak bertahan lama. Hal ini disebabkan karena kandungan emasnya kecil.

Filtrat yang dihasilkan dari ketiga proses sianidasi memiliki warna yang berbeda-beda. Filtrat yang tanpa menggunakan H2O2 berwarna bening. Filtrat yang menggunakan H2O2 0,04 M berwarna agak kekuningan, sedangkan yang menggunakan H2O2 0,1 M berwarna kuning. Warna yang semakin kuning kemungkinan adalah besi yang ikut larut dalam sianida. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi H2O2 yang digunakan maka logam besi juga akan semakin larut dengan sianida.

Gambar 3.3 Diagram hasil analisa ICP-OES Berdasarkan diagram hasil ICP-OES seperti pada gambar 3.3 maka filtrat yang prosesnya tanpa menggunakan H2O2 kandungan emasnya paling tinggi yaitu sebesar 0,789 ppm, sedangkan yang prosesnya menggunakan H2O2 0,1 M kandungan emasnya paling kecil yaitu 0,647 ppm. Menurut teori seharusnya dengan semakin tingginya oksigen yang digunakan maka rekoveri emas juga akan semakin tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya besi yang ikut terlarut dengan bertambahnya H2O2 yang digunakan. Hal tersebut yang mengakibatkan warna filtrat semakin kuning seiring dengan bertambahnya H2O2 yang digunakan. Dengan semakin bertambahnya warna kuning seiring dengan bertambahnya oksigen yang digunakan maka akan mengganggu analisa kandungan emas dengan ICP-OES. Kandungan emas dalam larutan akan tertutup atau terhalangi oleh besi sehingga kandungan emas pada penambahan H2O2 0,1 M lebih kecil dibandingkan dengan yang lain. Itulah sebabnya kandungan emas semakin menurun pada hasil analisa dengan ICP-OES seiring bertambahnya H2O2 yang digunakan.

Setelah filtratnya dipisahkan, endapan residu sesudah sianidasi dikeringkan untuk dianalisa menggunakan XRF.

Gambar 3.4 Diagram perbandingan kandungan logam pada residu sesudah sianidasi

Gambar 3.5 Diagram kandungan emas pada residu sesudah sianidasi

Dari gambar 3.5 dapat dilihat bahwa kandungan emas pada sampel yang tanpa menggunakan H2O2 sangatlah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa emas masih banyak yang tidak larut dalam sianida atau masih tertinggal dalam endapan karena sedikitnya oksigen yang digunakan. Sedangkan pada sampel yang menggunakan H2O2 0,1 M kandungan emasnya 0%. Ini berarti bahwa emas kemungkinan telah larut semua dalam sianida. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dengan bertambahnya H2O2 yang digunakan akan menyebabkan proses sianidasi emas semakin bagus.

4.4 Pengendapan dengan SnCl2

Pengendapan dengan SnCl2 ini dilakukan untuk mengetahui rekoveri emas yang diperoleh sesudah proses sianidasi ini. Pemanasan dilakukan terlebih dahulu sebelum proses pengendapan agar filtratnya semakin pekat. Terdapat perubahan warna pada filtrat hasil pemanasan. Warna filtrat yang tanpa menggunakan H2O2 berubah dari bening menjadi agak kekuningan. Begitu pula filtrat yang menggunakan H2O2 0,04 M warnanya semakin kuning. Sedangkan pada filtrat yang menggunakan H2O2 0,1 M warnanya berubah dari kuning menjadi kuning kemerahan. Perubahan ini mengindikasikan bahwa filtrat yang diperoleh semakin pekat karena kadar airnya telah berkurang.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Tanpa H2O2 H2O2 0,04 M H2O2 0,1 M

0.00% 50.00% 100.00%

Fe Cu Au

Tanpa H2O2 H2O2 0,04 M H2O2 0,1 M

0.00% 0.02% 0.04% 0.06% 0.08%

Tanpa H2O2 H2O2 0,04 M

H2O2 0,1 M

(6)

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Gambar 3.6 Diagram perbandingan kandungan logam pada endapan hasil pengendapan dengan

SnCl2

Gambar 3.7 Diagram kandungan emas pada endapan hasil pengendapan dengan SnCl2

Dari gambar 3.7 tersebut dapat dilihat bahwa kandungan emas H2O2 paling tinggi dibandingkan dengan yang lain yaitu 0,2%. Kandungan emas semakin tinggi pada endapan seiring dengan naiknya H2O2 yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi H2O2 maka rekoveri emasnya pun semakin tinggi. Selain itu, dengan semakin lamanya waktu yang digunakan maka proses sianidasi akan berjalan lebih optimal.

IV. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa proses benefisiasi tidak berjalan maksimal. Hasil analisa dengan XRF menunjukkan bahwa banyak logam yang kandungannya berkurang setelah proses benefisiasi walaupun pengurangannya tidak terlalu signifikan. Namun ada beberapa logam yang kandungannya naik. Hal ini disebabkan XRF merupakan instrument analisa semikuantitatif yang hasilnya dinormalisasi. Tidak maksimalnya hasil benefisiasi ini karena perbandingan asam dan lumpur sangatlah tinggi.

Hasil analisis XRF menunjukkan bahwa endapan yang dihasilkan dari proses sianidasi dengan H2O2 0,1 M menghasilkan kandungan emas yang lebih tinggi yaitu 0,2% daripada sianidasi yang tanpa H2O2 dan menggunakan H2O2 0,04 M dengan kandungan emas berturut-turut 0,05% dan 0,1%. Hasil XRF ini berlawanan dengan hasil

ICP-OES. Hasil ICP-OES menunjukkan bahwa proses sianidasi dengan H2O2 0,1 M menghasilkan kandungan emas yang lebih rendah yaitu 0,647 ppm. Sedangkan proses sianidasi yang tanpa H2O2 dan menggunakan H2O2 0,04 M menghasilkan kandungan emas yang lebih besar yaitu 0,789 ppm dan 0,704 ppm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya kandungan besi dalam filtrat dengan semakin tingginya oksigen yang digunakan sehingga menghalangi kandungan emas saat analisis berlangsung. Warna yang semakin kuning pada filtrat menunjukkan bahwa banyaknya besi yang ikut larut dalam sianida.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan semakin banyaknya H2O2 yang digunakan maka proses sianidasi akan semakin bagus. Selain itu, waktu sianidasi yang semakin lama juga akan menyebabkan proses sianidasi berjalan lebih optimal.

4.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan benefisiasi dengan rasio asam dan lumpur yang sama agar proses benefisiasi berjalan maksimal dan diperoleh emas dengan kandungan yang lebih tinggi. Selain itu, disarankan pula untuk menggunakan H2O2 yang lebih banyak dan waktu sianidasi yang lebih lama agar perolehan rekoveri emas semakin tinggi.

V. Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Suprapto, Ph.D, selaku dosen

pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan saran

2. Prof. Taslim Ersam, selaku Dosen wali atas semua nasehat dan kemudahan dalam proses akademik

3. Lukman Atmaja, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA-ITS

4. Dra. Yulfi Zetra, MS. selaku koordinator Tugas Akhir Program S1

5. Ayah, ibu, kedua adik serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan penuh dan senantiasa menjadi motivator penulis dalam mengerjakan skripsi ini

6. Seluruh personil Ag+ (C-25), atas semua kebersamaan selama ini

7. Sahabat-sahabatku anak Tanggul Etan, HIMKA, seluruh warga kimia dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini

Daftar Pustaka

Bayraktar, I., (1995), Gold Production from Ores, Gold Mining in Turkey: Potential-Economy-0.00%

50.00% 100.00%

Fe Cu Au

Tanpa H2O2 H2O2 0,04 M H2O2 0,1 M

0.00% 0.10% 0.20% 0.30%

Tanpa H2O2 H2O2 0,04 M

H2O2 0,1 M

(7)

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Technology, Mining in the Country Foundation Publications, Mining in the Country Foundation, Istanbul, pp. 59– 74. Bertrand, C., (1985), Process of Extracting Gold

from Ores. New York.

Greenwood, N.N., and Earnshaw, A., (1989), Chemistry of Element, Pergamon Press, Singapore.

Guzman, L., Segarra, M., Chimenos, J.M., Fernandez, M.A., Espiell, F., (1999), Gold cyanidation using hydrogen peroxide, Department of Chemical Engineering and Metallurgy, Faculty of Chemistry P7, UniÍersity of Barcelona, Mart´ı i Franque`s, 1, 08028 Barcelona, Spain.

Hiskey, JB, (1985), Gold and Silver Extraction : the Application of Heap-Leaching Cyanidation, Arizona Bureau of Geology and Mineral Technology Field Notes, 15 (4), 1 – 5.

Kurnia, A., (2011), Peningkatan kualitas bijih emas kadar rendah dengan metode hidrometalurgi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Lee JD., (1994), Concise Inorganic Chemistry, 4 th ed, Chapman & Hall, London.

Steele, I.M., Cabri, L.J., Gaspar, J.C., McMahon, G., Marquez, M.A. and Vasconcellos, M.A.Z., (2000), Comparative Analysis of Sulfides for Gold using SXRF and SIMS, The Canadian Mineralogist, 38, 1 – 10. Svehla, G., (1979), Textbook of macro and

semimicro qualitative inorganic analysis, University of Queen, Belfast, Longman group limited, London.

Turkel, C., Celik, H., I˙pekogˇlu, U¨., Tanrıverdi, M., Mordogˇan, H., (1996). Leaching of Ovacık gold ore with cyanide and thiourea. Changing Scopes in Mineral Processing, Proceedings of the 6th International Mineral Processing Symposium, Kus_adası/Turkey, September 24–26.

Ucar. G., (2009), Kinetics of spahlerite dissolution by sodium chlorate in hydrochloric acid, Hydrometallurgy, 96, 39-43.

Wadsworth, M.E., Zhu, X., Thompson, J.S., Pereira, C.J., (2000). Gold dissolution and activation in cyanide solution:kinetics and mechanism. Hydrometallurgy 57, 1 – 11. Zhang, Y., Fang, Z., Muhammed, M., (1997), On

the solution chemistry of cyanidation of gold and silver bearing sulphide ores. A critical evaluation of thermodynamic calculations. Hydrometallurgy 46, 251– 269.

Referensi

Dokumen terkait

“Pengembangan Model Media Video Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Media Video/TV Program Studi Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Permohonan bantuan diajukan oleh Masyarakat/Pemerintah Daerah kepada Menteri Pemuda dan Olahraga selaku Pengguna Anggaran dengan tembusan Sekretaris Kementerian

Pola tanam monokultur bawang daun, monokultur bawang daun dengan ekstrak wortel, dan tumpang sari antara bawang daun dengan wortel tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap

Setelah permintaan pembelian telah disetujui, sistem akan mencari file induk persediaan untuk mengidentifikasi pemasok yang cocok untuk barang tersebut.. Sistem tersebut

Sosialisasi prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG serta kebijakan terkait lainnya, seperti corporate values dan corporate behaviours

Jelaskan bahwa menurut peraturan yang berlaku pemegang izin berkewajiban memberikan informasi yang diminta oleh inspektur (PP No. 10) dan jelaskan bahwa dokumen tersebut sudah

Prokuvati 1 čašu (od kiselog mleka) šećera, 1 čašu vode, pola margarina, 100 grama čokolade (kuvati Prokuvati 1 čašu (od kiselog mleka) šećera, 1 čašu vode, pola margarina,

Metode spektrofotometri ultraviolet konvensional dengan pengukuran pada panjang gelombang maksimum tidak dapat digunakan secara langsung untuk penentuan terfenadin dalam