• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam seluruh aspek kehidupannya tidak pernah lepas dari bahasa. Manusia membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi menyalurkan aspirasi, menyampaikan ide, gagasan dan keinginannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Para ahli bahasa telah menghasilkan berbagai defenisi mengenai bahasa, salah satunya adalah Gorys Keraf (1984:16) yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Hal tersebut didukung oleh pedapat Abdul Chaer (1988:1), beliau berpendapat bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Yang dimaksud arbitrer disini adalah bahasa itu memiliki struktur dan kaidah tertentu dalam penggunaannya. Selain itu bahasa juga bersifat konvensional, maksudnya adalah bahasa itu telah disepakati bersama oleh masyarakat penggunanya.

Kajian bahasa ditelaah dalam linguistik. Abdul Chaer (2007:1) mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Defenisi ini mendukung teori Martinet dalam Abdul Chaer (2007:2) yang mengatakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa.

(2)

Kata linguistik ini pada dasarnya berasal dari bahasa latin lingua yang berarti bahasa. Istilah linguistics dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata language yang berarti bahasa. Seperti dalam bahasa Perancis, istilah linguistique berkaitan dengan kata langage yang juga berarti bahasa. Dalam bahasa Indonesia “linguistik” adalah nama bidang ilmu, dengan kata sifatnya adalah “linguistis” atau “linguistik” (Verhaar, 2008:3). Para ahli bahasa sering menyebut ilmu linguistik sebagai “linguistik umum”. Artinya linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia atau bahasa Jepang saja), tapi linguistik itu menyangkut bahasa pada umumnya.

Linguistik ini dalam bahasa Jepang disebut 言語学 (gengogaku). Sama hal-nya dengan bahasa-bahasa lainnya, bahasa Jepang membagi kajian linguistiknya ke dalam beberapa kategori seperti 音 声 学 (onseigaku) atau ‘fonologi’ yang memfokuskan kajiannya pada bunyi bahasa, 形態論 (keitairon) atau ‘morfologi’ yang memfokuskan kajiannya pada bentuk kata, 統 語 論 (tougoron) atau ‘sintaksis’ yang memfokuskan kajiannya pada kalimat dan 意味 論 (imiron) atau ‘semantik’ yang memfokuskan kajiannya pada makna. Kesemuanya termasuk dalam ruang lingkup linguistik dalam. Kemudian linguistik Jepang juga mengenal istilah 社 会 言 語 学 (shakai gengogaku) atau ‘sosiolinguistik’, sebuah istilah untuk cabang linguistik luar yang mengkaji bahasa dari sudut pandang masyarakat sebagai pengguna bahasanya.

Salah satu cabang linguistik yang telah disebut di atas adalah morfologi. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2008:97). Sedangkan yang

(3)

menjadi pusat kajian morfologi adalah bentuk kata, sesuai dengan pendapat koizumi (1993:89) yang menyatakan bahwa 形態論では、語形の分析が中心 と な る ”keitairon de wa, gokei no bunseki ga chuushin to naru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat berarti : dalam morfologi, yang menjadi pusat kajiannya adalah bentuk kata.

Kata dalam bahasa Jepang, sama hal-nya dengan berbagai bahasa di dunia ini terbagi dalam beberapa jenis. Motojiro dalam Sudjianto (2004:147) mengklasifikasikan kelas kata bahasa Jepang 10 jenis, yaitu :

• Doushi (動詞/verba)

• Keiyoushi (形容詞/adjektiva-i)

• Keiyoudoushi (形容動詞/adjektiva-na) • Meishi (名詞/nomina)

• Fukushi (副詞/adverbia) • Rentaishi (連体詞/pra nomina) • Setsuzokushi (接続詞/kata sambung) • Kandoushi (感動し/kata seru) • Joushi (助詞/partikel)

• Joudoushi (助動詞/verba bantu)

Salah satu jenis kata yang menarik untuk diteliti dari 10 jenis kata tersebut adalah adjektiva-I atau 形容詞 ‘keiyoushi’. Keiyoushi adalah golongan kata sifat yang berakhiran –I dalam bahasa Jepang. Selain karena adjektiva ini sering berperan sebagai predikat dalam kalimat, adjektiva dalam bahasa Jepang juga

(4)

mengalami berbagai perubahan bentuk layaknya verba. Dalam kajian yang lebih kompleks, adjektiva juga tidak jarang mengalami perubahan kelas kata ketika terjadi proses morfologis sehingga menjadi kata baru dengan identitas yang berbeda. Contoh : 悲しい(形容詞/adjektiva) + /-がる/  悲しがる(動詞/verba) + /-む/ 悲しむ(動詞/verba) 高い(形容詞/adjektiva) + /-み/  高み(名詞/nomina) + /-さ/ 高さ(名詞/nomina) 広い(形容詞/adjektiva) + /-まる/  広まる(動詞/verba) + /-める/  広める(動詞/verba)

Permasalahan tentang pembentukan kata seperti yang dicontohkan di atas disebut pembentukan kata secara derivatif. Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya (Abdul Chaer, 2007:175). berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah perubahan kelas kata setelah proses morfologi.

Dengan demikian, contoh di atas dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut: kata 悲 し い kanashii ‘sedih’ yang tergabung dalam kelas adjektiva-i atau keiyoushi, setelah mengalami proses morfologi dapat berubah menjadi kata 悲しがる kanashigaru dan 悲しむ kanashimu yang merupakan

(5)

kata yang tergabung dalam kelas doushi atau verba. Kemudian kata 高い takai ‘tinggi’ yang juga merupakan golongan adjektiva-i atau keiyoushi, setelah mengalami proses morfologi dapat berubah menjadi kata 高さ takasa dan 高 み takami yang jelas merupakan kata yang tergabung dalam kelas nomina. Hal yang sama juga terjadi pada kata 広い hiroi ‘luas’ yang berubah menjadi 広まる hiromaru yang merupakan kelas verba.

Pembubuhan akhiran /-さ/、/-み/、/-がる/、/-む/、/-める/ dan / -まる/ dalam istilah linguistik disebut dengan proses afiksasi. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar kata atau bentuk dasar (Chaer, 2007:177).

Terjadinya macam-macam perubahan kelas kata dari kelas adjektiva ke kelas nomina dan kelas verba ini-lah yang melatar-belakangi penelitian berjudul “Analisis Pembentukan Nomina dan Verba yang Berasal dari Adjektiva-I Bahasa Jepang” ini. Selain mengkaji tentang proses pembentukan verba dan nomina dari adjektiva ini, adanya keragaman ini memungkinkan pula adanya perbedaan dalam fungsi gramatikal dalam kata tersebut. Disamping itu, penelitian yang memfokuskan kajiannya pada adjektiva ini tergolong sangat sedikit sehingga penulis mengambil kesempatan ini untuk mengkaji lebih dalam tentang adjektiva ini.

(6)

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, akan dikaji tentang pembentukan kata, khususnya dalam pembentukan verba (doushi) dan nomina (meishi) yang berasal dari adjektiva (i-keiyoushi) bahasa Jepang. Dalam proses penbentukannya, terdapat berbagai jenis perubahan bentuk dalam satu kelas kata. Maksudnya, untuk membentuk nomina dari adjektiva ada berbagai macam cara seperti yang telah disebutkan pada contoh dalam latar belakang masalah. Sama halnya dengan pembentukan verba, juga mempunyai bermacam-macam pola. Hal ini, secara otomatis juga memungkinkan maksud atau fungsi yang bermacam-macam untuk setiap hasil kata bentukan tersebut. Inilah yang akan menjadi objek kajian dalam penelitian ini.

Untuk membahas permasalahan mengenai pembentukan kata serta fungsi gramatikalnya, maka penulis telah membuat suatu rumusan masalah berupa rangkaian pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana pembentukan nomina (meishi) dan verba (doushi) yang berasal dari adjektiva-i (i-keiyoushi) dalam bahasa Jepang?

2. Apakah pembubuhan sufiks-sufiks ini dapat dilakukan pada semua adjektiva atau terbatas pada adjektiva-adjektiva tertentu?

3. Apakah perbedaan antara masing-masing nomina jadian dan verba jadian yang dibentuk dengan pembubuhan sufiks-sufiks tersebut?

(7)

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis membuat ruang lingkup permasalahan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan masalah tidak meluas sehingga objek pembahasan dapat menjadi lebih jelas.

Pembahasan mengenai pembentukan kata merupakan ruang lingkup dari kajian morfologi, yaitu dalam sub-kajian proses morfologi dan dalam cakupan yang lebih spesifik lagi dalam kajian afiksasi. Dan oleh sebab itu, maka penulis merasa perlu untuk membahas proses morfologi dan afiksasi sebelum masuk ke pembahasan tentang pembentukan kata ini. selain itu, perlu kiranya untuk membahas tentang adjektiva-I atau keiyoushi dan seluk-beluknya sebagai objek kajian dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk lebih memberikan pemahaman tentang objek kajian yang dikaji.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal berikut :

1. Proses morfologi dalam bahasa Jepang 2. Afiksasi dalam bahasa Jepang

3. Adjektiva-I, nomina dan verba bahasa Jepang

4. Pembentukan nomina (meishi) dan verba (doushi) dan yang berasal dari adjektiva-I (keiyoushi)

(8)

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang pembentukan kata ini erat kaitannya dengan kajian linguistik. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa yaang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer, 2003:1). Sedangkan untuk menguasai suatu bahasa, kita harus memahami tata bahasa dari suatu bahasa tersebut. Nagano Masaru dalam Situmorang (2007:1) menyatakan yang dimaksud dengan tata bahasa adalah aturan yang berhubungan dengan struktur pengutaraan bahasa.

Salah satu cabang linguistik yang telah disebut di atas adalah morfologi. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2008:97). Sedangkan yang menjadi pusat kajian morfologi adalah bentuk kata, sesuai dengan pendapat koizumi (1993:89) yang menyatakan bahwa 形態論では、語形の分析が中心 と な る ”keitairon de wa, gokei no bunseki ga chuushin to naru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat berarti : dalam morfologi, yang menjadi pusat kajiannya adalah bentuk kata.

Berbicara tentang pembentukan kata, maka secara otomatis kita harus membicarakan pula tentang proses morfemis atau proses morfologi. Proses morfemis adalah apabila 2 buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan cara 付加 (fuka/penambahan), 消除 (sukujo/penghapusan), 重複 (jufuku/pengulangan) dan ゼロ接辞 (zero setsuji/imbuhan kosong) (Situmorang, 2007:11). Sedangkan menurut Parera (1994:18) proses morfemis merupakan proses pembentukan kata

(9)

bermorfem jamak baik derivatif maupun inflektif. Pada umumnya proses morfemis dibedakan atas :

• Proses morfemis afiksasi

• Proses morfemis pergantian atau perubahan internal • Proses morfemis pengulangan

• Proses morfemis zero • Proses morfemis suplesi

• Proses morfemis suprasegmental

Kemudian proses morfemis ini menghasilkan kata. Pada dasarnya, kata yang terbentuk dari proses morfemis ini adalah verba (doushi), nomina (meishi) dan adjektiva (keiyoushi). Sutedi (2003:44) mengatakan, adjektiva atau keiyoushi, yaitu adjektiiva, mengalami perubahan bentuk, dan bisa berdiri sendiri. Sedangkan Situmorang (2007:25) mendefenisikan keiyoushi berdasarkan huruf kanjinya sebagai kata bentuk keadaan, yang berasal dari kanji 形 (kei/katachi) yang berarti bentuk, kanji 容 (you/youshu) yang berarti keadaan dan kanji 詞 (shi/kotoba) yang berarti kata. Disamping itu terdapat juga kelas nomina atau meishi dan kelas verba atau doushi. Masuoka Takashi (1992:33) mengatakan bahwa : 日本の名詞は、「人名詞」、「物名詞」、「事態名詞」、「場所名詞」、 「方向名詞」、「時間名詞」という基本的な意味に分けて考えることができ る。”Nihon no meishi wa, (hito meishi), (butsu meishi), (jitai meishi), (basho meishi), (houkou meishi), (jikan meishi) to iu kihonteki na imi ni wakete kangaeru koto ga dekiru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti : Nomina bahasa Jepang adalah yang makna dasarnya dapat dibagi atas kata nama orang, nama benda, nama tempat, hal dan waktu. Sedangkan verba bahasa Jepang

(10)

menurut Matsuoka Takashi (1992:12) adalah ; 動詞の基本的な性格は単独で述 語の動きし、文中での動きの違いに応じて活用することである。”Doushi no kihonteki na seikaku wa tandoku de jutsugo no ugokishi, bunchuu de ugoki no chigai ni oujite katsuyou suru koto de aru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti : verba adalah kata yang sifat dasarnya cenderung berperan sebagai predikat dalam kalimat tunggal dan mengalami perubahan bentuk.

Dalam penelitian ini kajian akan difokuskan pada perubahan kelas kata yang terjadi pada adjektiva yang menjadi nomina dan verba akibat dari proses morfologi dalam bahasa jepang.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan landasan berfikir untuk menganalisis dan memecahkan suatu masalah. Sehingga perlu disusun pokok-pokok pikiran yang dimuat dalam kerangka teori yang menjelaskan jenis penelitian dan bidang kajian serta gambaran umum penelitian yang ingin dicapai.

Penelitian ini akan mengkaji tentang proses pembentukan kata yang menyebabkan perubahan kelas kata akibat dari proses morfemis afiksasi atau yang dalam bahasa Jepang tergabung dalam proses morfemis fuka. Afiksasi adalah peleburan afiks (imbuhan) pada morfem dasar (Verhaar, 2008:98). Sejalan dengan teori Verhaar, Abdul Chaer juga berpendapat bahwa afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar kata atau bentuk dasar (2007:177). Sedangkan afiks ini dalam bahasa jepang disebut 接辞 (setsuji).

(11)

Selanjutnya Verhaar membagi afiks ini ke dalam 4 bagian, yaitu :

• Prefiks (awalan) • Sufiks (akhiran) • Infiks (sisipan) • Konfiks (simulfiks)

Sedikit berbeda dengan Verhaar, Koizumi (1993:94-96) membagi afiks (setsuji) berdasarkan pembagian setsuji formal 接辞の形式的分類’setsuji no keishikiteki bunrui’ dan pembagian setsuji berdasarkan isi 接辞の内容的分類 ‘setsuji no naiyouteki bunrui’. Berdasarkan pembagian setsuji formal, setsuji terbagi atas :

• 接頭辞 (settouji), yaitu setsuji yang ditambahkan sebelum gokan.

Contoh :

真 (settouji) + 心 (gokan) → 真心

• 接尾辞 (setsubiji), yaitu setsuji yang ditambahkan setelah gokan.

Contoh :

立たされた → gokan + shieki setsubiji + ukemi setsubiji + kako setsubiji

• 接中辞 (setsuchuuji), yaitu setsuji yang disisipkan di tengah gokan.

Contoh :

見る → 見える

Dengan gokan adalah bagian depan dari sebuah kata yang ditulis dengan huruf kanji dan tidak mengalami perubahan (Sutedi, 2003:43). Sedangkan

(12)

Koizumi sendiri memaknai gokan sebagai 具体的で個別的な意味をもつ形態 素 ”kihonteki de kobetsuteki na imi wo motsu keitaisou” (1993:95) yaitu : morfem yang memiliki satu persatu makna secara praktis.

Sedangkan pembagian setsuji berdasarkan isi, Koizumi membaginya atas :

• 派生接辞 (hasei setsuji) yaitu setsuji yang dapat mengganti kelas kata dan dalam kelas kata yang sama dapat memberi sifat khusus. Terbagi atas setsuji yang dapat mengganti kelas kata dan setsuji yang memberi sifat khusus dalam kelas kata yang sama.

Contoh :

1. Setsuji yang dapat mengganti kelas kata

「女」 (名詞) → 「女らしい」(形容詞の「らしい」)

「広い」(形容詞)→ 「広さ」(名詞化する「さ」)

「広い」(形容詞)→「広まる」(動詞化する「まる」)

2. Setsuji yang memberi sifat khusus dalam kelas kata yang sama 「読む」→ 読ませる/yom-ase-ru/の使役接辞/ase

「読む」→ 読まれる/yom-are-ru/の受身接辞/are

• 屈 折 接 辞 (kussetsu setsuji), yaitu setsuji yang memberikan

perubahan sistematis pada kata dalam kelas kata yang sama berdasarkan kategori gramatikal.

(13)

Kemudian, Verhaar juga menjelaskan (2008:107) bahwa proses afiksasi ini memiliki 2 fungsi utama, yaitu :

1. Fleksi, yaitu afiksasi yang membentukkan alternan-alternan dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsur leksikal, yang sama.

2. Derivasi, yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa infleksi adalah fungsi dari afiksasi yang tidak mengakibatkan perubahan kelas kata dari kata asalnya, sedangkan derivasi adalah fungsi dari afiksasi yang mengakibatkan perubahan kelas kata dari kata asalnya. Derivasi inilah yang akan menjadi topik dalam penelitian ini, karena yang menjadi pembahasan adalah perubahan kelas kata pada adjektiva-I (keiyoushi) setelah terjadi proses morfologi afiksasi menjadi verba (doushi) dan nomina (meishi).

Pembentukan nomina dari adjektiva dalam bahasa Jepang dilakukan dengan menambahkan akhiran (sufiks) /-さ/ ‘/-sa/’ dan /-み/ ‘/-mi/’. Ting-chi dan Yi-chen (2010 : 126) menyatakan bahwa 名詞化接尾辞「-さ」は、前接す る形容詞や形容名詞語幹の語種・語形成・語義内容を問わず、ほとんどす べての語幹に後接する上に、性質・状態・程度などの抽象的な意味を表し て、意味・概念的にも比較的透明であるので、レキシコン(lexicon)の 中に一々リストする必要はなく、「A(N)-さ → N」のような一般的な派生 規則によって処理することができる。”Meishika setsubiji (-sa) wa, zensetsu suru keiyoushi ya keiyoumeishi gokan no goshuu-gokeisei-goginaiyou wo towazu,

(14)

hotondo subete no gokan ni gosetsu suru ue ni, seishitsu-jotai-teido nado no chuushouteki na imi wo arawashite, imi- gainenteki ni mo hikakuteki toumei de aru no de, rekishikon no naka ni ichi-ichi risuto suru hitsuyou wa naku, (A<N>-sa <N> no youna ippanteki na haseikisoku ni yotte shori suru koto ga dekiru”. Dari penjelasan Ting-chi dan Yi-chen diatas dapat diketahui bahwa akhiran /–sa/ dapat dibubuhkan pada hampir semua gokan dari adjektiva bahasa Jepang sehingga tidak perlu dibuat list. Sedangkan makna dari akhiran /–sa/ ini adalah menunjukkan derajat, tingkat dan keadaan sesuatu. Kemudian dijelaskan pula bahwa pembentukan nomina dengan akhiran /–sa/ ini membentuk pola umum A – sa  N.

Kemudian Ting-chi dan Yi-chen (2010 : 127-128) menjelaskan 「-み」は 単純形容詞にしか付加できず。さらに、品詞の種類も形容詞に限られ、形 容名詞には付加されず、語種も大和言葉の固有語彙に限られ、漢語語彙や 外 来 語 語 彙 に は 付 加 さ れ な い 。 「 - み 」 は こ の よ う に 生 産 性 (productivity)が極端に低く、どのような形容詞語幹が「-み」を取る のかについての予測や一般化も難しいので、レキシコンの中に一々リスト しなければならないと思われる。”(-mi) wa tanjun keiyoushi ni shika fuka dekizu. Sara ni, hinshi no shuurui mo keiyoushi ni kagirare, keiyoumeishi ni wa fukasarezu, goshuu mo yamato kotoba no koyuu goi ni kagirare, kango goi ya gairaigo goi ni wa fukasarenai. (-mi) wa kono youni seisansei ga kyokutan ni hikuku, dono youna keiyoushi gokan ga (-mi) wo toru no ka nit suite no yousoku ya ippanka mo muzukashii no de, rekishikon no naka ni ichi-ichi risuto shinakereba naranai to omowareru”. Maksudnya adalah bahwa penambahan

(15)

akhiran /–mi/ memiliki banyak batasan, tidak seperti akhiran /–sa/ sehingga gokan keiyoushi mana yang dapat ditambahkan akhiran /–mi/ ini harus harus dibuat list satu per satu.

Kemudian keduanya juga menjelaskan tentang batasan dalam pembentukan verba dari adjektiva bahasa Jepang, 接尾辞「-ガル」を取るものが もっとも多く、しかもその語幹は感覚と情意形容詞を含む感情形容詞と願 望を表す補助形容詞の「-たい」が連用形の動詞語幹に後接する「動詞-た い」のほとんどすべてに許され、一部の評価形容詞・属性形容詞・次元形 容詞・関係形容詞などにも許される。接尾辞「-ム」を取るものの語例の数 が非常に少なく、その語幹は感情形容詞に限られる。 接尾辞「-マル・-メ ル」を取るものも語例が少なく、その語幹はおもに次元と 評価形容詞に限 られる。”Setsubiji (-garu) wo toru mono ga mottomo ooku, shika mo sono gokan wa kankaku to joui keiyoushi wo fukumu kanjou keiyoushi to ganbou wo arawasu hojou keiyoushi no (-tai) ga renyoukei no doushi gokan ni setsuji suru (doushi-tai) no hotondo subete ni mo yurusare, ichibu no hyouka zokusei keiyoushi-jigen keiyoushi-kankei keiyoushi nado nimo yurusareru . Setsubiji (-mu) wo toru mono no gorei no kazu ga hijou ni sukunaku, sono gokan wa kanjou keiyoushi ni kagirareru. Setsubiji (-maru/-meru) wo toru mono mo gorei ga sukunaku, sono gokan wa omo ni jigen to hyouka keiyoushi ni kagirareru”. Maksudnya adalah dalam pembentukan verba dari adjektiva terdapat berbagai batasan. Untuk akhiran /–garu/ dapat ditambahkan pada kanjou keiyoushi, sebagian zokusei keiyoushi dan adjektiva jadian /–tai/. Sedangkan dalam pembentukan verba yang ditambahkan

(16)

akhiran /–mu/ hanya boleh pada kanjou keiyoushi saja. Dan untuk akhiran /–maru/ dan /–meru/ hanya boleh untuk jigen dan hyouka keiyoushi saja.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1 . Mengetahui proses pembentukan kata kerja dan kata benda yang berasal dari kata sifat.

2 . Mengetahui apakah semua keiyoushi dapat mengalami perubahan bentuk kelas kata atau tidak.

3 . Mengetahui Perbedaan antara masing-masing nomina jadian dan verba jadian hasil pembentukan dari sufiksasi tersebut.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Dan manfaat dari penelitian ini adalah :

1 . Menambah pengetahuan mengenai kata sifat (keiyoushi) beserta perubahannya ke dalam kelas kata yang lain

2 . Membantu menambah referensi yang berkaitan dengan linguistik bahasa Jepang, khususnya dalam bidang kajian morfologi untuk menunjang proses pembelajaran bahasa Jepang.

(17)

1.6. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Peneliitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu (Isyandi, 2003:13)

Data diperoleh dari studi kepustakaan dengan sumber data berasal dari kamus dan berbagai referensi dari buku-buku berbahasa Jepang, bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Kemudian mencatat dan mengumpulkan semua adjektiva-i (keiyoushi) yang muncul dalam buku-buku referensi tersebut.

Data-data dalam penelitian ini adalah adjektiva-i (keiyoushi) yang dikumpulkan melalui berbagai sumber. Buku-buku ini merupakan hasil studi kepustaan di perpustakaan USU, perpustakaan Jurusan Sastra Jepang, perpustaan Konsulat Jendral Jepang di Medan dan koleksi pribadi penulis. Selain itu, penulis juga mengambil beberapa referensi dari beberapa situs web dan blog.

Setelah data terkumpul data dan teori pendukung yang memuat adjektiva (keiyoushi) dan pembentukan verba dan nomina yang berasal dari adjektiva tersebut serta penjelasan mengenai fungsi gramatikalnya, kemudian penulis langsung melakukan analisis deskripsi tentang proses pembentukan kata tersebut serta fungsi gramatikal untuk tiap-tiap bentuk dari hasil pembentukan kata tersebut untuk menentukan perbedaan yang terdapan antara berbagai akhiran tersebut. Dan terakhir menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang telah dianalisis.

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur penelitian sintesis wax ester dari asam lemak miristat dengan oleil alkohol ini dilakukan secara enzimatis dengan beberapa tahap pengerjaan meliputi tahap

Berdasarkan hasil penelitian, indikator peresepan belum memenuhi standar WHO 1993 dan masih ada pasien yang belum puas dengan pelayanan yang diberikan Instalasi

Penerimaan bersih atas biaya variabel (return above variabel cost = RAVC )Penerimaan bersih atas biaya variabel dapat dihutung dengan penyajian sebagai

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sedikitnya ada 39 terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan hakim Syarifuddin selama bertugas di Pengadilan Negeri Makassar dan Jakarta

Website E-Learning saat ini sudah banyak digunakan pada dunia pendidikan, baik sekolah tingkat atas hingga perguruan tinggi.

Berhubung dengan perwakafan daripada harta alih ( movable ) pula, secara dasarnya, perwakafannya adalah tidak sah berdasarkan kepada analogi keperluan syarat kekal yang

Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko

Perhitungan jarak yang dipakai untuk menentukan jarak antar-histogram adalah jarak Euclidean, yang akan menghitung jarak histogram warna dari citra tanah sebagai data uji