• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR KLORIN (Cl 2 ) DALAM BERAS PUTIH DI PASAR TRADISIONAL KLEPU DENGAN METODE ARGENTOMETRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR KLORIN (Cl 2 ) DALAM BERAS PUTIH DI PASAR TRADISIONAL KLEPU DENGAN METODE ARGENTOMETRI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Wahyu Tilawati, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR KLORIN (Cl

2

)

DALAM BERAS PUTIH DI PASAR TRADISIONAL KLEPU

DENGAN METODE ARGENTOMETRI

Wahyu Tilawati, Anita Agustina, Muchson Arrosyid INTISARI

Beras adalah makanan pokok di Indonesia yang mudah diolah, mudah disajikan, enak dan merupakan sumber pemberi energi bagi manusia sehingga dapat berpengaruh besar terhadap aktivitas tubuh. Penambahan klorin sebagai pemutih beras sering dilakukan untuk meningkatkan kualitas beras putih. Klorin dalam beras putih dapat membahayakan kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Klorin sering digunakan dalam berbagai industri untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menentukan kadar klorin dalam beras putih yang dijual di pasar tradisional Klepu.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten pada bulan Maret 2015. Sampel penelitian berjumlah 8 merk beras putih yang diambil dari pasar tradisional Klepu, sampel kemudian diberi label A, B, C, D, E, F, G, H. Identifikasi dilakukan dengan uji reaksi warna dari filtrat air cucian beras kemudian ditambahkan larutan AgNO3. Uji reaksi warna

bertujuan untuk mengetahui kandungan klorin pada sampel. Sampel yang positif mengandung klorin dilanjutkan dengan penetapan kadar secara Argentometri mohr menggunakan larutan AgNO3 dan indikator K2CrO4.

Hasil uji kualitatif dari 8 sampel beras putih menunjukkan 2 sampel positif mengandung klorin pada sampel dengan label B dan G, sedangkan hasil uji kuantitatif kadar klorin yang diperoleh pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan pada sampel G sebesar 18,11 mg/L. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa klorin tidak tercatat dalam kelompok pemutih dan pematang tepung dan menurut Peraturan Menteri Pertanian No.32/Permentan/OT.011/3/7/2007 klorin tercatat sebagai bahan kimia berbahaya pada proses penggilingan padi, huller dan penyosoh beras. Sehingga dalam kadar berapapun klorin dilarang digunakan dalam makanan.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan yang baik merupakan keinginan dari tiap manusia. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan harus terus diupayakan dengan berbagai cara. Kemajuan teknologi sistem informasi juga membantu masyarakat untuk menyadari perlunya mengkonsumsi makanan yang menyehatkan. Makanan atau pangan yang menyehatkan tidak boleh mengandung bahan-bahan atau cemaran yang dapat membahayakan kesehatan, termasuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit atau toksik, sebaliknya pangan harus mengandung bahan-bahan yang mendukung kesehatan (Laksmi, 2001).

Indonesia menjadikan beras sebagai salah satu makanan pokok, karena beras salah satu bahan makanan yang mudah diolah, mudah disajikan, enak, dan mengandung berbagai zat gizi sebagai sumber energi yang berpengaruh besar terhadap aktivitas tubuh atau kesehatan (Ahmad, 1990).

Perkembangan teknologi pengolahan pangan sekarang ini sangat berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya makanan banyak menimbulkan efek negatif bagi manusia. Teknologi pengolahan pangan biasanya dianggap mempunyai nilai sosial yang tinggi, sehingga banyak di sukai oleh para konsumen. Penambahan Bahan Tambahan Makanan (BTM) ke dalam makanan semakin beragam tanpa memperhatikan apakah bahan tambahan pangan yang ditambahkan dilarang atau berbahaya. Dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, banyak makanan dan minuman di Indonesia tidak murni lagi atau mengandung bahan berbahaya.

Salah satu penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang dilarang adalah Klorin (Cl2) digunakan sebagai pemutih beras, yang

dimaksudkan agar beras memiliki kualitas super dengan harga yang tinggi. Klorin adalah bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai desinfektan, pemutih kertas dan proses tekstil. Efek klorin dalam jangka pendek menyebabkan penyakit maag dan dalam jangka panjang mengakibatkan penyakit kanker hati dan ginjal (Adiwisastra, 1989).

Klorin sebagai desinfektan dan pemutih merupakan bahan yang dilarang penggunaanya dalam makanan. Larangan ini dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.772/Menkes/Per/XI/88 dimana klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih atau pematang tepung dan menurut Peraturan Menteri Pertanian No.32/Permentan/OT.110/3/2007, klorin tercatat sebagai bahan kimia berbahaya pada proses penggilingan padi, huller dan penyosoh beras.

Berdasarkan hasil penelitian Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Restu Tjiptaningdyah (Ahli Bidang Teknologi Pangan dan gizi) memastikan ada kandungan klorin pada beras yang banyak beredar

CERATA Journal Of Pharmacy Science 35

(3)

di pasaran. Dari 16 sampel beras yang di uji terdapat 10 sampel mengandung klorin kadarnya kisaran 20 ppm hingga 90 ppm (Gandapurnama, 2013) dan hasil inspeksi mendadak dari Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung di Pasar Simpang Dago oleh staf pemeriksaan dan penyelidikan, Alfazri Anwar mengemukakan bahwa beras jenis Kurmo dan Cianjur mengandung Klorin (Setiawan, 2013).

Sampel penelitian akan diambil dari pasar tradisional Klepu, karena pasar ini merupakan pusat pembelian kebutuhan sehari-hari masyarakat di wilayah Kecamatan Ceper dan sekitarnya, selain itu di pasar Klepu belum pernah dilakukan penelitian tentang kandungan klorin dalam beras putih serta adanya kecurigaan dari peneliti terhadap salah satu sampel beras putih yang mengandung klorin. Sehingga dari penelitian yang akan dilakukan dapat diketahui tingkat penggunaan klorin yang dijual dari pasar tersebut. Permintaan akan beras semakin meningkat seiring dengan keinginan masyarakat untuk mengkosumsi beras yang berkualitas. Penambahan klorin sebagai pemutih beras sering dilakukan untuk meningkatan kualitas beras putih. Penetapan kadar klorin dilakukan dengan metode Argentometri Mohr karena metode ini umum digunakan untuk penentapan kadar halogenida seperti klorida dan bromida yang membentuk endapan perak nitrat pada suasana netral. Keuntungan dari metode ini adalah alat yang digunakan sederhana sehingga mudah dan cepat pelaksanaannya, memiliki keakuratan dan ketelitian yang cukup tinggi dan dapat digunakan pada konsentrasi klorin yang rendah.

B. BAHAN DAN METODE Alat dan bahan

Alat yang digunakan buret 50 mL (RRC), Statif dan klem, labu erlenmeyer 100 mL (Pyrex) dan 250 mL, labu ukur 100 dan 1000 mL (Pyrex), gelas ukur 100mL (Pyrex), pipet volume 25 mL dan 50 mL, pipet ukur 10 mL, gelas piala 250 mL, alat pengukur pH, timbangan analitik, corong, botol coklat, tabung reaksi, kertas saring.

Bahan yang digunakan 8 merk beras putih, Aqua destilata, larutan baku perak nitrat (AgNO3) 0,0141 N, larutan indikator kalium kromat (K2CrO4) 5%,

larutan natrium klorida (NaCl) 0,0141N (Anonim, 2004).

Metode

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable lain (Sugiyono, 2012).

36 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(4)

Cara kerja

1. Pembuatan larutan AgNO3 0,0141 N

Sebanyak 2,395 g AgNO3 ditimbang dan dilarutkan dengan air suling bebas

klorida hingga volume 1 Liter, lalu disimpan dalam botol berwarna gelap (Anonim, 2004).

2. Pembuatan larutan NaCl 0,0141 N

Serbuk NaCl dikeringkan dalam oven pada suhu 140 ℃ selama 2 jam, kemudian didinginkan. Sebanyak 0,824 g NaCl ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar dengan volume 1 Liter dan dilarutkan dengan aquadest hingga garis tanda (Anonim, 2004).

3. Pembuatan larutan Indikator K2CrO4 5% Sebanyak 5,0 g K2CrO4 dengan

sedikit air suling bebas klorida. Tambahkan larutan AgNO3 sampai terbentuk

endapan merah kecoklatan yang jelas. Biarkan 12 jam kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh diencerkan dengan air suling bebas klorida hingga 100 mL (Anonim, 2004).

4. Pembakuan larutan AgNO3 dengan NaCl 0,0141 N dengan mengambil 25 mL

larutan NaCl 0,0141 N dengan pipet volume 25 mL kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Tambahkan larutan K2CrO4 5% sebanyak 1,00 mL

kemudian aduk. Titrasi dengan larutan AgNO3 0,0141N hingga terjadi

perubahan warna menjadi merah kecoklatan. Catat volume AgNO3 0,0141N

yang digunakan dan hitung normalitas larutan baku AgNO3 dengan rumus

sebagai berikut:

N AgNO3

=

V NaCl x N NaCl V AgNO3

5. Identifikasi klorin dengan cara menimbang seksama 10,0 g beras, kemudian ditumbuk. Tambahkan 50,00 mL air aquadest, Kemudian aduk. Saring dan ambil filtratnya sebanyak 1 mL masukkan kedalam tabung reaksi. Tambahkan 1,00 mL larutan AgNO3. Bila terjadi endapan putih menggumpal, maka

sampel positif mengandung klorin.

6. Penetapan kadar klorin dengan menimbang 20,0 g beras putih dengan timbangan analitik, kemudian ditumbuk. Tambahkan 100,0 mL aquadest kemudian aduk dan saring filtratnya. Masukkan filtrat kedalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan indikator kalium kromat (K2CrO4) 5% sebanyak 1,00

mL. Titrasi dengan larutan baku perak nitrat (AgNO3) 0,0141 N, hingga titik

akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya endapan warna merah kecoklatan. Catat dan hitung volume AgNO3 0,0141 N yang digunakan dan ulangi

replikasi sebanyak 3 kali.

Titrasi blanko dengan mengambil 100,0 mL aquadest dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan indikator kalium kromat (K2CrO4)

5% sebanyak 1,00 mL. Titrasi dengan larutan baku perak nitrat (AgNO3)

0,0141 N, hingga titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya endapan

CERATA Journal Of Pharmacy Science 37

(5)

warna merah kecoklatan. Catat dan hitung volume AgNO3 0,0141 N yang

digunakan. Ulangi perlakuan sebanyak 3 kali.

Perhitungan kadar klorin dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar Cl2 (mg/L)

= (A - B) x N x 35,45 x 1000 mL Sampel

A : Volume larutan baku AgNO3 untuk titrasi sampel (mL)

B : Volume larutan baku AgNO3 untuk titrasi blanko (mL)

N : Normalitas larutan baku AgNO3 (mgrek/mL)

35,450 : BM Cl

Analisis Data

Data yang digunakan adalah data primer berupa hasil analisis secara Argentometri Mohr, berdasarkan volume titran yang diperlukan untuk penetapan kadar klorin dalam beras putih. Untuk menarik kesimpulan dari penelitian, data kuantitatif di analisis menggunakan analisis data Mean ( ̅

)

dan Standar Deviasi (SD). Mean adalah rata-rata dari sekelompok data. Standar Deviasi adalah properti data yang menggambarkan keseragaman suatu kumpulan data.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Identifikasi klorin dalam beras putih

Identifikasi klorin dalam beras putih merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya klorin pada beras putih yang diperoleh dari pasar tradisional Klepu. Pengujian dilakukan dengan mengambil filtrat dari beras putih sebanyak 1 mL yang kemudian ditambahkan 1 mL AgNO3,

apabila terdapat endapan putih menggumpal maka sampel menunjukkan hasil positif mengandung klorin. Hasil dari analisis kualitatif klorin menunjukkan 25% sampel positif mengandung klorin dan 75% sampel negatif mengandung klorin. Hasil uji kualitatif dapat dilihat padatabel

Keterangan :

(+) : Larutan menghasilkan endapan putih setelah ditambahkan dengan larutan AgNO3, beras positif mengandung klorin.

(-) : Larutan tidak menghasilkan endapan putih setelah ditambahkan dengan larutan AgNO3, beras positif mengandung klorin.

No. Klorin Jumlah Prosentase (%)

1 Positif (+) 2 25

2 Negatif (-) 6 75

Jumlah 8 100

38 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(6)

2. Pembakuan Larutan AgNO3 dengan

NaCl 0,0141 N

Pembakuan Larutan AgNO3 dengan NaCl 0,0141 N dilakukan sebanyak 3 kali.

Tabel hasil pembakuan AgNO3

Replikasi Volume AgNO3 (mL) Normalitas (N)

I 25,20 0,013

II 25,50 0,013

III 25,40 0,013

Normalitas (N) rata-rata 0,013 Penetapan kadar klorin dalam beras putih

Penetapan kadar dilakukan pada beras putih yang positif mengandung klorin. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing sampel beras putih dengan label B dan G. Dari hasil titrasi penetapan kadar pada sampel B diperoleh kadar sebesar 17,51 mg/L dan pada sampel G diperoleh kadar sebesar 18,11 mg/L.

B. Pembahasan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan atau campuran yang secara alami bukan dari bagian bahan baku pangan, tapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan. Bahan tambahan makanan bermanfaat untuk membuat makanan lebih berkualitas, menarik serta rasa dan teksturnya lebih sempurna (Effendi, 2009).

Penggunaan klorin pada beras bertujuan untuk membuat beras lebih putih dan mengkilap sehingga beras yang berstandar medium terlihat seperti beras berkualitas super selain itu juga memberikan keuntungan bagi pedagang karena dijual dengan harga yang lebih tinggi (Buhrani, 2008).

Penelitian klorin pada beras putih dilakukan mengingat bahaya klorin terhadap kesehatan dan berdasarkan Permenkes No.722/menkes/per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa klorin tidak tercatat sebagai bahan tambahan pangan dalam kelompok pemutih dan pematang tepung.

Klorin sangat mudah larut dalam air, bersifat sangat reaktif dan merupakan jenis oksidator kuat yang mudah bereaksi dengan berbagai unsur lain, dalam suhu kamar berbentuk gas. Pada suhu -34℃ klorin berbentuk cair, pada suhu -130 ℃ berbentuk padatan kristal kekuningan dan bersifat mudah larut dalam air (Hasan, 2006).

Dalam penelitian ini menggunakan 8 sampel beras yang diambil secara acak dari 20 beras, yang dijual oleh 10 pedagang beras di pasar tradisional Klepu dengan kriteria beras berwarna putih dan sudah ditempatkan dalam wadah atau sudah di keluarkan dari karung beras. Data pengambilan beras dari pedagang

CERATA Journal Of Pharmacy Science 39

(7)

dapat dilihat pada lampiran 13. Sampel kemudian diberi label A, B, C, D, E, F, G dan H. Sampel beras kemudian di identifikasi dengan uji kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya kandungan klorin pada beras putih tersebut. Analisis dilakukan dengan cara mengambil filtrat air cucian beras yang sudah ditumbuk sebanyak 1 mL dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 mL larutan AgNO3 sebagai pereaksi yang menghasilkan terjadinya reaksi endapan

putih menggumpal, reaksi menandakan sampel tersebut mengandung klorin. Hasil analisis kualitatif diolah dengan menggunakan deskriptif persentase yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik dari variabel penelitian. Hasil analisis kualitatif yang diperoleh dari 8 sampel beras putih terdapat 2 sampel positif mengandung klorin pada label B dan G dengan prosentase 25%, yang ditandai dengan adanya endapan putih menggumpal karena adanya senyawa klorida setelah penambahan AgNO3 dan terdapat 6 sampel negatif mengandung

klorin dengan prosentase 75% yaitu pada sampel dengan label A, C, D, E, F, dan H.

Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan beras putih yang memakai bahan pemutih dapat dilihat dari ciri fisik yaitu beras berwarna putih mengkilat, licin saat digenggam, berbau zat kimia, dan jika direndam, air berubah menjadi putih pekat (Anonim, 2014).

Analisis kuantitif dilakukan untuk menentukan kadar pemutih klorin pada beras putih yang telah positif mengandung klorin metode yang digunakan adalah Argentometri Mohr dilakukan dengan proses titrasi. Metode ini umum digunakan untuk penetapan kadar halogenida seperti klorida dan bromida yang membentuk endapan perak nitrat pada suasana netral. Prinsip Argentometri Mohr adalah reaksi pengendapan dimana senyawa klorida dalam suasana netral atau sedikit basa dengan larutan baku perak nitrat (AgNO3) dan penambahan

larutan indikator kalium kromat (K2CrO4) pada permulaan titrasi akan terjadi

endapan perak klorida dan setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah kecoklatan. Penambahan Indikator kalium kromat (K2CrO4) bertujuan untuk mengetahui warna dari titik akhir titrasi (Sudjadi,

2007). Berikut reaksi yang terjadi pada analisis Argentometri Mohr : Ag+ + Cl AgCl ( endapan putih )

2Ag+ + CrO4 Ag2CrO4 ( merah kecoklatan)

Sebelum dilakukan analisis kuantitatif, terlebih dahulu melakukan pembakuan larutan AgNO3 dengan NaCl 0,0141N dan titrasi blanko yang

masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali. Pembakuan larutan bertujuan untuk menyamakan larutan yang digunakan untuk titrasi Argentometri dengan larutan standar baku (Brady, 1999). Dalam pembakuan AgNO3 digunakan untuk larutan

standar baku. Dari hasil pembakuan yang diperoleh normalitas rata-rata sebesar

40 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(8)

0,013N. Titrasi blanko merupakan titrasi dimana larutan yang akan dititrasi tidak berisi sampel dan diperlakukan sama seperti prosedur sampel. Hasil titrasi blanko digunakan sebagai standar warna untuk hasil penetapan kadar kadar sampel sehingga dapat mengurangi kesalahan (Cairns, 2009). Dari hasil titrasi blanko diperoleh rata-rata volume AgNO3 sebesar 3,43 mL.

Berdasarkan pemeriksaan kuantitatif yang telah dilakukan diperoleh kadar rata-rata klorin pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan sampel G sebesar 18,11 mg/L. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan rata-rata dan standar deviasi. Dari hasil analisis, diperoleh nilai SD pada sampel B sebesar 0,25 dan G sebesar 0,11 yang menunjukkan nilai kurang dari 3 SD sehingga kedua data dapat diterima.

Hasil ini menunjukkan beras putih yang mengandung klorin yang dijual di pasar tradisional Klepu berbahaya untuk dikonsumsi dan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan klorin tidak tercatat dalam kelompok pemutih dan pematang tepung sehingga dalam kadar berapapun klorin dilarang digunakan dalam makanan. Menurut Food and Drug Administration (FDA) untuk ambang batas klorin yang digambarkan oleh klorin dioksida (ClO2) dapat digunakan secara

langsung untuk pangan tidak melebihi 3 ppm (Darniadi, 2010).

Menurut Adiwisastra (1989) klorin dalam tubuh manusia dapat menganggu kesehatan, dapat menyebabkan penyakit maag dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang secara akumulatif akan menyebabkan penyakit kanker hati dan ginjal. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih teliti dalam memilih beras putih yang aman di konsumsi mengingat beras putih merupakan makanan pokok di Indonesia yang setiap hari di konsumsi sehingga efek klorin dapat menganggu kesehatan.

Penggunaan klorin pada beras merupakan praktek pelanggaran yang membahayakan konsumen. Belum adanya peraturan atau sanksi yang tegas, terbatasnya pengetahuan penjual tentang bahaya klorin dan kemudahan mendapatkan bahan pemutih di berbagai tempat menjadikan faktor pendukung penyimpangan tersebut dilakukan.

KESIMPULAN

Dari 8 sampel beras putih yang diambil dari pasar tradisional Klepu, terdapat 2 sampel positif mengandung klorin, yaitu pada sampel B dan G. Kadar klorin yang terkandung pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan sampel G sebesar 18,11 mg/L

CERATA Journal Of Pharmacy Science 41

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwisastra, A. 1989. Keracunan Sumber, Bahaya Serta Penanggulangannya. Penerbit Angkasa. Bandung.

Ahmad, A.K. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Anonim. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.772/Menkes/Per/XI/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal : 922

Anonim. 2004. Standar Nasional Indonesia No. 06-6989.19-2004. Badan Standarisasi Nasional : Medan.

Anonim. 2007. Peraturan Menteri PertanianNo.32/Permentan/OT.110/3/2007

tentang Pelarangan Bahan Kimia Berbahaya pada proses Penggilingan Padi, huller dan Penyosoh Beras. Departemen Pertanian Republik

Indonesia. Jakarta.

Anonim, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010

Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia : Jakarta.

Anonim. 2014. Begini, Cara Mengenali Beras Impor Berklorin.

http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/090561180/Begini-Cara-Mengenali-Beras-Impor-Berklorin-artikel diakses tanggal 15 Oktober 2014. Jam 21:00 WIB

Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Penerbit Tiga Serangkai. Solo.

Brady, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara. Jakarta. Buhrani, R. 2008. Polisi Grebeg Penggilingan Beras Berklorin.

http://www.antaranews.com/berita/97464/polisi-gerebeg-penggilingan-beras-berklorin. Diakses tanggal 4 April 2015. Jam 19:00 WIB

Cairns, D. 2009. Intisari Kimia Farmasi Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

42 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(10)

Darniadi, S. 2010. Identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pemutih Klorin Pada Beras. Buku Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional Tahun 2010. Buku 3. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian : Bogor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal : 135 Effendi, S. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Penerbit

Alfabeta. Bandung.

Gandapurnama, B. 2013. BBPOM Bandung Temukan Beras Mengandung Pemutih

Pakaian.

http://news.detik.com/read/2013/07/17/130608/2305499/486/2/bbpom-bandung-temukan-beras-mengandung-pemutih-pakaian-artikel. Diakses 15

Oktober 2014. Jam 20:00 WIB

Hadrian. 2006. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Penerbit Sastra Hudaya : Jakarta.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 38-45

Hasan, A. 2006. Dampak Penggunaan Klorin. Jurnal Teknologi Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Vol. 7, No. 1 http://ejurnal.bppt.go.id. Diakses 15 Oktober 2014 Jam 21: 00 WIB

Inove Y. W., Jemmy A., Frenly W. 2014. Analisis Klorin Pada Beras Yang Beredar di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT : Manado.

Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., Wood. J.H. 1993. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Laksmi, S.B. 2001. Potensi dan Prospek Bioteknologi dalam Rangka Penyediaan Pangan Menyehatkan. Orasi Ilmiah Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Marsini. 2013. Penentuan Kadar Residu Klorin Pada Beras Di Pasaran. Karya Tulis

Ilmiah D-III Analis Kesehatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia

Budi : Surakarta.

Moehnyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Penerbit Bharata. Jakarta.

Mubarak, W.I dan Chayanti, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan

Aplikasi. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. Hal : 321-322

CERATA Journal Of Pharmacy Science 43

(11)

Setiawan, D. 2013. 10 Jenis Beras di Surabaya Mengandung Klorin

http://industri.kontan.co.id/news/10-jenis-beras-di-surabaya-mengandung-klorin diakses 15 Oktober 2014. Jam 20:00 WIB

Sinaga, H. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan dan Bahan Kimia Berbahaya pada Sekolah Dasar di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan tahun 2009. Skripsi. Universitas Sumatra Utara.

Sinuhaji, Dian Novita. 2009. Perbedaan Kandungan Klorin (Cl2) Pada Beras

Sebelum Dan Sesudah di Masak. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara: Medan.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Hal : 167

Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal : 146 Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hal : 2 Yuniastuti, A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal : 91

44 CERATA Journal Of Pharmacy Science

Gambar

Tabel hasil pembakuan AgNO 3

Referensi

Dokumen terkait

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dengan judul uji kandungan klorin pada sampel beras yang terdapat di pasar Merjosari Malang dengan menggunakan

Berdasarkan penelitian Uji Klorin Pada Sampel Beras yang Terdapat Di Pasar Merjosari Malang Dengan Menggunakan metode Spektrofotometri, maka dapat disimpulkan bahwa kedelapan

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 10 sampel,didapatkan 5 sampel mengandung Boraks, kadar yang paling rendah didapatkan pada mie yang dijual di pasar Alai,

Analisis Kandungan Formalin Dalam Tahu Putih Yang Dijual Di Pasar Tradisional Dan Supermarket Di Wilayah Kota Jember; Shanty Nugrahiningtyas, 062110101011; 87 halaman;

Tahu yang dijual di Pasar Tradisional dan swalayan daerah Ciputat terdeteksi mengandung boraks dengan kadar yang relatif rendah, yaitu berkisar antara 103,05 ±

Salah satu produk yang ditemukan mengandung formalin yaitu tahu putih yang dijual di salah satu pasar tradisional di Kota Medan.. Maka saat membeli tahu khususnya tahu

Namun, banyak jenis sayuran yang beredar dijual di pasar pinggir jalan tidak aman untuk dikonsumsi karena berbahaya bagi kesehatan manusia, diduga sayuran tersebut

Beras yang dijual di Pasar Tradisional Cik Puan Kota Pekanbaru berasal dari berbagai daerah dengan beragam merek yang berbeda dan beras yang peneliti jadikan sebagai sampel penelitian