BAB IV
PENGAKUAN TERHADAP DEBORA
4.1. Pengakuan di Lingkup Sosial dan Agama
Fakta bahwa Debora bisa sedemikian besarnya menarik perhatian dari bangsa Israel
menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana mungkin Debora menjadi nabiah sekaligus
hakim. Perempuan menjadi nabiah bukan suatu hal yang asing dalam kehidupan bangsa
Israel mengingat pernah ada Miryam dan Hulda sebagai nabiah namun jabatan sebagai
hakim bagi perempuan baru tercatat ketika Debora hadir dalam kehidupan bangsa Israel.
Selain itu, nabiah sama seperti nabi merupakan suatu karunia yang diberikan Tuhan
kepada orang-orang tertentu yang kepadanya Tuhan berkenan untuk menyampaikan
kehendak Tuhan kepada umatNya1 dengan demikian menjadi nabiah atau nabi bukan
jenis pekerjaan yang bisa dipilih orang. Lain halnya dengan menjadi hakim yang
kemungkinan bisa menjadi pilihan.
Debora menjadi satu-satunya perempuan yang tercatat dalam sejarah bangsa Israel
yang terlibat dan berperan dalam lingkup sosial dan agama. Debora pengecualian dari
tugas perempuan di dunia domestik menurut Soewondo yang dikutip Achmad2 dalam
masyarakat patriarkhi karena ia terlibat dalam dunia publik. Debora mendobrak budaya
patriarkhi Israel dengan peranannya sebagai nabiah dalam lingkup agama dan hakim
dalam lingkup sosial yang keduanya berhadapan dengan publik. Peranan yang sulit
1
Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung, 2005, 346
2
dicapai perempuan Israel pada masa itu, mengingat sebelumnya belum ada perempuan
lain dari bangsa Israel yang mendapat peran ganda dalam dunia publik Israel.
Kemungkinan besar, Debora merupakan sosok yang mempunyai kecakapan dalam kedua
bidang tersebut sehingga ia diberi kepercayaan memegang jabatan ganda. Kecakapan
dalam bernubuat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi orang Israel.
Dilihat dari catatan sejarahnya, Debora terlebih dahulu disebut seorang nabiah
(Hakim-hakim 4:4). Nabiah sebagaimana nabi mempunyai tugas yang sama sebagai
penyampai pesan Tuhan kepada umatNya. Jabatan Debora sebagai nabiah sebelum
menjadi hakim merupakan suatu babak baru yang penulis lihat dari sejarah bangsa Israel.
Alasannya, sebelum Debora, ada Otniel yang sudah berpengalaman dalam perang
(Hakim-hakim 1:11-13) dan Ehud, pengantar upeti Israel kepada raja Moab yang
memiliki pedang bermata dua (Hakim-hakim 3:15-16) serta Samgar, gembala yang
memiliki tongkat penghalau lembu. Dibandingkan ketiga orang ini, Debora tidak
memiliki pengalaman dalam lingkup sosial masyarakat. Debora hanya menjabat sebagai
nabiah yang bernubuat menyampaikan kehendak Tuhan dan memperhatikan kehidupan
rohani bangsa. Asumsi penulis, perhatian dan nubuat Debora akan nasib orang-orang
bangsanya menarik simpatik yang besar dari bangsanya sehingga mereka menyebut
Debora sebagai hakim, sehingga ia satu-satunya hakim perempuan dalam sejarah Israel
yang patriarkhal. Satu-satunya perempuan yang mendapat peran ganda dalam lingkup
sosial dan agama bangsa Israel yang sulit ditembus oleh seorang perempuan.
Singgih mengemukakan tafsirannya mengenai Debora menjadi hakim merupakan
sebelumnya dibangkitkan Tuhan untuk membebaskan Israel dari penindasan bangsa lain,
sedangkan dalam kisah Debora tidak diceritakan bahwa Tuhan membangkitkan seseorang
untuk menjadi hakim di Israel namun Debora telah menjadi hakim di Israel.3 Dari
penafsiran ini, penulis berasumsi bahwa Debora menjadi hakim bukan karena terjadi
masalah politik dengan adanya penindasan terhadap bangsa Israel melainkan Debora
menjadi hakim karena ia biasa didatangi orang Israel untuk berhakim (Hakim-hakim 4:5).
Pada masa Debora menjabat sebagai hakim itulah, bangsa Israel ditindas oleh raja
Kanaan dan panglima tentaranya. Jadi, jabatan Debora sebagai hakim di sini hanyalah
untuk menyelesaikan sengketa orang-orang Israel bukan karena masalah politik dengan
bangsa lain. Asumsi ini diperkuat dengan bukti yang diberikan Lind dalam analisisnya
mengenai arti kata bahasa Ibrani sapat yang bisa diartikan sebagai ‘memutuskan’ sama
seperti ‘menghakimi’.4 Makna kata ini jelas tertulis dalam Hakim-hakim 4 bahwa Debora
memberikan keputusan untuk berperang melawan Sisera.5
Di sisi lain, Barth berpendapat bahwa dalam kitab Hakim-hakim hanya mengenal
Debora sebagai satu-satunya pemimpin yang benar-benar menghakimi Israel. Para
pemimpin yang lain hanya bertindak sebagai penyelamat.6 Artinya jika ditelusuri makna
kata untuk kata hakim, maka para hakim yang lain itu merupakan orang-orang yang
memberi keadilan dengan melepaskan orang Israel atau singkatnya membela hak orang
Israel. Para hakim ini diutus Tuhan untuk membela umat Tuhan terhadap ancaman
3
Emmanuel Gerrit Singgih, Dua Konteks, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009, 20
4
Millard C. Lind, Yahweh Is a Warrior,Scottdale: Herald Press, 1980, 75
5 ibid
6
musuh. Hal menegakkan hukum dan keadilan dalam negeri bagi para hakim hanya tugas
sampingan, di mana satu-satunya yang dikatakan benar-benar memegang jabatan hakim
adalah Debora.7 Dengan demikian, Debora memang sosok yang sangat berbeda dengan
yang lain. Tanggung jawabnya yang besar kepada bangsa Israel dalam lingkup sosial dan
agama membuatnya layaknya mendapat pengakuan dalam sejarah Bangsa Israel sebagai
nabiah dan hakim.
4.2. Pengakuan dalam Konflik antara Israel dan Kanaan
Sesuai karakternya yang berapi-api dan penuh semangat menurut Newsom dan
Ringe,8 Debora sebagai nabiah yang sering menyampaikan kehendak Tuhan kepada
bangsa turut prihatin dengan keadaan bangsanya yang ditindas. Apalagi dengan
jabatannya sebagai nabiah, ia sering didatangi orang-orang untuk dimintai nasihat atas
masalah mereka sehingga kemudian Debora juga menjadi hakim atas Israel. Sebagai
seorang hakim di tengah konflik, Debora mau tidak mau harus bertindak seperti para
hakim pendahulunya yang membebaskan bangsa dari tekanan bangsa lain. Tanggung
jawab Debora menjadi lebih berat. Di satu sisi, ia seorang nabiah yang harus meminta
petunjuk dari Tuhan atas keselamatan bangsanya yang tertindas dan menyampaikan
kepada bangsanya. Di sisi lain, ia juga seorang hakim yang harus berani memimpin
bangsanya dalam keadaan damai maupun perang.9
7
ibid, 95-96
8
Carol A. Newsom and Sharon H. Ringe, The Women’s Bible Commentary, Kentucky: Westminster/John Knox Press, 1992, 69
9
Debora bukan tidak ingin maju memimpin peperangan namun Debora sadar
bahwa meskipun ia pemimpin, ia hidup dalam suatu budaya patriarkhal yang lebih
mempercayai laki-laki menjadi pemimpin. Dalam budaya Israel menurut King dan
Stager, laki-laki dalam bangsa Israel mempunyai peran yang sangat penting untuk
mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dengan menjadi pemimpin/kepala dalam
keluarga maupun kaumnya. Laki-laki yang telah berkeluarga merupakan seorang tuan
dalam keluarganya, tuan atas perempuan (istrinya), anak-anak, hamba-hambanya, ternak
dan harta miliknya. Singkatnya, laki-laki yang berkuasa atas semua yang bergerak
maupun tak bergerak.10 Penulis berpendapat mungkin ini menjadi salah satu alasan
Debora memanggil Barak untuk memimpin pertempuran. Mungkin saja apabila Debora
sebagai perempuan yang mengajukan diri untuk memimpin, Debora akan dipandang
sebelah mata oleh bangsa Israel karena berani mengajukan diri memimpin mereka,
menimbang situasi duapuluh tahun terakhir dalam penindasan tanpa bisa diselamatkan
oleh seorang laki-laki pun, apalagi seorang perempuan yang dianggap lemah dan perlu
dilindungi dalam masyarakat.
Debora tetap menghormati budaya bangsanya. Ia tidak tergesa-gesa untuk
menunjukkan bahwa ia bisa memimpin. Dilihat dari catatan sejarahnya, jabatannya
sebagai nabiah mengantarnya menjadi hakim yang memerintah Israel bukan karena ia
yang meminta tetapi orang-orang bangsanya yang datang kepadanya untuk mencari
pemecahan atas masalah mereka. Penulis menemukan karakter baru Debora dalam
10
sikapnya ini. Selain bijaksana, Debora adalah seorang yang rendah hati dan menghormati
budaya. Debora merupakan seorang tipe adaptif. Ia tahu membaca situasi dengan tepat
dan menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Ia tahu bahwa bangsanya perlu digerakkan
hatinya agar semangat mereka bangkit untuk melakukan perlawanan terhadap penindasan
yang dialami. Debora paham akan situasi bahwa bangsanya yang menyimpang dari
Tuhan masih menjadi umat pilihan Tuhan dan masih ditunggu pertobatannya kembali.
Debora menyadari kewajibannya sebagai seorang nabiah dan hakim mempunyai
pengaruh untuk menggerakkan hati bangsanya. Peran Debora yang berlipatganda ini juga
membawa pengaruh besar dalam semangat berjuang pasukan Israel yang akan maju
berperang.
Otoritasnya sebagai nabiah yang meminta petunjuk Tuhan sebelum melaksanakan
segala sesuatu dalam komunitas bangsanya membuatnya yakin terhadap apa yang akan
terjadi di masa depan dan menunjang otoritasnya sebagai hakim yang membuat
keputusan bagi bangsanya tanpa sedikitpun keraguan akan apa yang dikatakannya.
Tindakan Debora ini merupakan tindakan kepemimpinan yang menurut Keating
memahami bahwa kepemimpinannya sebagai pelayanan bagi kesejahteraan orang-orang
yang dipimpinnya dan memandang kepemimpinannya sebagai fasilitas agar dapat
melayani dengan lebih baik lagi.11
Debora benar-benar diuji kepemimpinannya dalam konflik yang terjadi antara Israel
dan Kanaan. Debora menunjukkan bahwa ia memang seorang pemimpin bangsa yang
harus melepaskan bangsanya dari situasi apapun. Ia harus bertanggungjawab atas
11
kestabilan sosial bangsanya sehingga ia harus melepaskan bangsanya dari cengkraman
penindas. Permintaan Barak agar Debora turut maju bersamanya dalam perang melawan
Kanaan membuktikan pengakuan akan peran Debora sebagai pemimpin bangsa Israel
sangat dibutuhkan dalam perlawanan bangsa. Keputusannya sebagai pemimpin tidak
diperlukan hanya sekedar teori di belakang layar saja melainkan juga tindakan dalam
memimpin bangsanya untuk kestabilan nasional.
4.3. Pengakuan sebagai Pemimpin
Debora sama sekali tidak berpengalaman dalam memimpin suatu pertempuran.
Peran Debora sebagai pemimpin tidak lepas dari tugasnya yang lain sebagai seorang
nabiah dan hakim. Jabatan sebagai nabiah, hakim dan pemimpin militer bahkan disebut
sebagai ibu di Israel. Debora bangkit menjadi pemimpin bangsa ketika bangsa Israel tidak
berdaya lagi menghadapi musuh mereka bangsa Kanaan yang menindas mereka selama
duapuluh tahun (Hakim-hakim 4:3). Debora membuat suatu terobosan di zamannya.
Debora menunjukkan bahwa perempuan juga makhluk publik sesuai dengan De Beauvoir
yang menyatakan bahwa pada hakekatnya perempuan tidak diciptakan sebagai makhluk
inferior tetapi ia menjadi inferior karena struktur kekuasaan dalam masyarakat berada di
tangan laki-laki.12 Ia merupakan contoh nyata bahwa meskipun hidup dalam budaya
patriarkhi yang menjunjung laki-laki sehingga perempuan dihormati karena
ayah/suami/saudaranya, Debora diakui kemampuan dan dihormati sebagai pemimpin
bukan karena semua itu. Debora adalah Debora, perempuan yang diakui keberadaannya
12
di tengah bangsa patriarkhalnya sebagai pemimpin mereka tanpa didukung nama
ayah/suami/saudaranya.
Debora menjadi pemimpin ketika laki-laki dalam bangsa Israel merasa putus asa
dengan nasib yang dialami dan tidak ada keberanian untuk melawan para penindas.
Debora menjadi pemimpin ketika para laki-laki kehilangan semangat untuk melakukan
sesuatu demi melepaskan diri dari penderitaan dan ketika seakan tidak ada jalan keluar
bagi permasalahan bangsa. Debora menjadi seorang pemimpin bukan karena ia
mengangkat dirinya menjadi pemimpin. Debora sadar atas budaya bangsanya yang
patriarkhal. Ia tidak mencoba mendapatkan pengakuan dari bangsanya untuk menobatkan
dirinya sebagai pemimpin. Debora menjadi pemimpin karena kharisma yang ada di dalam
dirinya.
Debora menjadi pemimpin tanpa melupakan statusnya sebagai perempuan dalam
tatanan masyarakat yang patriarkhal. Debora menyadari bahwa pengakuan laki-laki atas
keberadaan perempuan dalam masyarakat secara publik masih sangat rendah dan
minoritas. Sebagai yang minoritas ini, Debora diam-diam menunjukkan bahwa
perempuan dan laki-laki mempunyai peluang yang sama dan kesamaderajatan di mata
Pencipta. Kesamaderajatan itu terbukti dengan adanya nabi dan nabiah, manusia yang
dipakai sebagai media perantara untuk memberitahukan kehendakNya kepada umatNya.
Hal ini mendukung komentar Martin Noth seperti yang dikutip Evans mengenai
lain antara laki-laki dan perempuan.13 Kesamaderajatan yang telah ada sejak semula itu
telah terkikis oleh budaya dunia yang lebih mementingkan laki-laki.
Debora mendapat pengakuan atas kepemimpinannya atas bangsa Israel. Debora
yang bertindak sebagai nabiah dan hakim bersama dengan Barak sebagai pemimpin
pasukan bekerjasama membangun relasi yang baik untuk kemenangan pasukan Israel.
Keduanya memimpin bangsa Israel dengan baik sehingga dapat mengalahkan pasukan
Sisera. Debora yang memberikan arahan, dukungan dan kehendak Allah kepada pasukan
Israel bersama Barak yang bertindak sebagai pemimpin militer bangsa Israel. Kerjasama
yang dilakukan Debora ini mungkin yang memberikan ide kepada Friedan yang
mendorong laki-laki dan perempuan untuk bekerja menuju masa depan yang androgini,
yang di dalamnya semua manusia akan mengkombinasikan di dalam dirinya sifat mental
dan perilaku yang maskulin dan feminin.14
Debora menunjukkan bahwa ia memang perempuan yang hidup dalam budaya
patriarkhi. Budaya yang mengharuskan perempuan untuk berperan dalam sektor domestik
sehingga ia memiliki keterampilan dalam mengatur rumah dan mengasuh anak.
Keterampilan yang ia terapkan kepada bangsa yang dipimpinnya sehingga ia dapat
mengorganisir dengan baik serta mengetahui bagaimana cara untuk merangkul suku-suku
Israel menjadi satu. Debora memang layak mendapat sebutan sebagai ibu di Israel
(Hakim-hakim 5:7). Kaitannya dengan sebutan yang diberikan kepada Debora sebagai
ibu di Israel, dapat penulis lihat dari perjuangannya menjadi pemimpin yang dapat
13
Mary J. Evans, Woman in The Bible, Illinois: Intervarsity Press Downers Grove, 1983, 22
14
merangkul suku-suku bangsa Israel untuk bersatu melawan penindas mereka. Sebutan
yang pantas diberikan kepada Debora mengingat keikutsertaannya dalam perang
melawan Kanaan membangkitkan semangat suku-suku Israel untuk bersatu melawan
Kanaan. Beberapa suku bergabung menjadi satu bagai anak-anak yang berkumpul atas
panggilan ibunya untuk melawan musuh mereka.
Debora bisa saja menolak untuk tidak maju bersama Barak dengan alasan bahwa
dirinya adalah seorang perempuan yang lemah. Alasan yang bisa diterima kala itu, tetapi
kewajiban sebagai hakim yang memerintah Israel lebih unggul. Debora turut maju karena
permintaan Barak agar Debora ikut serta menuju medan perang menunjukkan bahwa
meskipun sebagai perempuan, kehadiran Debora dalam pasukan Israel memberikan suatu
keberanian dan semangat bagi pasukan bangsa Israel untuk bertempur melawan pasukan
Kanaan yang berkereta perang dan memang tidak sia-sia, keputusan Debora untuk turut
maju membawa kemenangan yang gemilang bagi bangsa Israel. Kemenangan yang
membuktikan bahwa kepemimpinan patrnership yang terjalin antara Debora dan Barak
sukses terjalin. Kemitraan antara Debora dan Barak membawa Israel kepada
kemenangan. Debora dengan petunjuk akan strategi perang dan Barak yang mengerahkan
pasukan Israel ke titik perlawanan. Dengan demikian, Debora dan Barak membuktikan
bahwa laki-laki dan perempuan dapat berpartner dalam masyarakat untuk kemajuan
bangsa.
Kesempatan sebagai pemimpin secara utuh yang diberikan kepada Debora dan
diterimanya pada kenyataannya tidak mengecewakan meskipun Debora adalah seorang
perang dengan Kanaan menunjukkan kepemimpinannya yang patut diakui. Debora bukan
sekedar pemimpin di belakang layar yang hanya memberi perintah namun turut maju
memimpin secara langsung para anggotanya. Pengakuan akan peran Debora sebagai
pemimpin memberikan suatu sumbangan keteladanan dalam kepemimpinan perempuan.
Sumbangan Debora sebagai perempuan dalam kepemimpinan di tengah-tengah
budaya patriarkhi yang patut diteladani ialah bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin
dengan tetap menunjukkan kekhasannya sebagai perempuan yang mempunyai sikap
melakukan segala sesuatu dengan hati, disamping karakter-karakter lain yang harus
dimiliki seperti rendah hati, bertanggungjawab, berani mencoba, percaya diri dan
menghormati orang lain. Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya, perempuan harus
bisa menjalin relasi yang baik dengan laki-laki sebagai partner dalam menjalani
kepemimpinan yang baik.
4.4. Refleksi Teologis
Kisah penciptaan manusia dalam Kejadian 1:26–27 berbunyi, “Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka
berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas
seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Ayat tersebut memberikan
pernyataan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambarNya. Ditegaskan
kemudian, manusia yang dimaksudkan ialah laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti
dan rupa Allah. Dengan demikian menegaskan bahwa manusia, baik laki-laki maupun
perempuan diciptakan dalam waktu yang sama dan masing-masing menurut gambar dan
rupa Allah yang menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesamaan
derajat dihadapan Allah sejak awal mula diciptakan.
[image:12.595.86.515.231.602.2]Perempuan dan laki-laki sejak awal mula diciptakan oleh Sang Pencipta sesuai
gambar dan rupaNya sehingga laki-laki dan perempuan harus dipandang setara dalam hak
dan kewajibannya. Manusia yakni laki-laki dan perempuan diciptakan Allah menurut
gambar dan rupaNya yang berarti bahwa laki-laki dan perempuan ini, masing-masing
mewakili image Allah yang sempurna karena itu laki-laki dan perempuan yang
mewarisinya perlu berpartner untuk menghasilkan sesuatu yang sempurna. Dengan kata
lain, apa yang terjadi dalam masyarakat perlu dibangun pemahaman bahwa perempuan
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh peluang-peluang kerja yang diperoleh
laki-laki. Rencana Tuhan yang indah ketika Ia menciptakan manusia ialah agar laki-laki
dan perempuan yang diciptakanNya bekerjasama memelihara seluruh ciptaan Tuhan yang
lain. Rencana yang hampir terlupakan ketika muncul budaya patriarkhi yang
mengunggulkan laki-laki sehingga laki-laki berkuasa atas segalanya termasuk
perempuan.
Patriarkhi merasuk kehidupan manusia dalam hubungan sosial dan agama. Agama
Kristen salah satunya juga yang dipengaruhi kekuatan patriarkhi. Mempelajari sejarah
agama Kristen, lebih banyak disebutkan mengenai peran laki-laki sebagai bapa-bapa
gereja yang dikenang. Perempuan tidak ditampakkan perannya dalam sejarah penyebaran
agama Kisten. Walaupun ada yang ditampilkan, hanya segelintir perempuan yang
dari apa yang kurang bisa ditampilkan laki-laki. Laki-laki lebih berkuasa dan berperan
penting. Kehidupan sejarah yang masih dipertahankan hingga sekarang dalam gereja.
Perkembangan gereja dari zaman ke zaman hingga sekarang tidak begitu berubah
mengenai perilaku terhadap perempuan. Perempuan tetap merasa dinomorduakan baik
dalam budaya maupun dalam kehidupan agama khususnya gereja. Laki-laki tetap
memegang peran penting dalam struktur organisasi gereja meskipun pada kenyataannya,
lebih banyak perempuan yang terlibat dalam pelayanan di gereja. Perempuan tetap
menjadi cadangan dalam struktur kepemimpinan. Perempuan lebih banyak berperan
dalam pelayanan konsumsi pertemuan-pertemuan gereja atau acara yang lain dalam
gereja. Perempuan mungkin dilibatkan dalam susunan kepanitiaan/organisasi gereja
tetapi masih dalam taraf anggota. Kalaupun ada yang menjadi pemimpin,
perbandingannya dengan laki-laki bisa satu berbanding seribu. Dengan kata lain sedikit
sekali kesempatan yang diberikan kepada perempuan untuk menjadi pemimpin karena
masih ada pemikiran bahwa perempuan itu lemah dan tidak bisa memimpin dan menjadi
pemimpin. Karena itulah, pemahaman tersebut harus diluruskan dengan pemahaman baru
bahwa perempuan juga bisa memimpin dengan meneladani Debora yang menjadi hakim
Israel.
Debora muncul di tengah-tengah budaya patriarkhi sebagai perempuan yang begitu
berperan penting dalam masyarakat. Peran-peran yang diberikan kepadanya memberikan
warna baru bagi sejarah bangsa Israel yang patriarkhi. Jika sebelumnya laki-laki yang
begitu berperan memimpin bangsa dan perempuan tidak diberikan peran besar dalam
memimpin, Debora sebagai perempuan membuka mata bangsa dengan peran yang ia
perempuan bisa melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan laki-laki. Karakter kuat
yang ditunjukkannya dalam menjalankan perannya sebagai nabiah, hakim, pemimpin
militer dan ibu bangsa menguatkan pentingnya kehadirannya bagi bangsa Israel dengan
kepemimpinannya. Kepemimpinan Debora yang turut melibatkan Tuhan dalam setiap
perencanaan kepemimpinannya.
Kisah Debora mengingatkan kembali manusia bahwa manusia yakni laki-laki dan
perempuan adalah makhluk yang setara di hadapan Tuhan. Manusia yang menguasai
ciptaan yang lain dan bukan saling menguasai. Manusia laki-laki dan perempuan harus
bekerjasama membangun komunitas tempat tinggalnya. Tuhan yang menciptakan
manusia dan Tuhan menyertai setiap aspek kehidupan manusia. Ia selalu mengawasi
manusia dan memakai siapa saja sebagai media keselamatanNya. Setiap manusia
diberikan pengawasan yang sama. Tuhan tidak seperti manusia yang membedakan
perilaku seorang terhadap yang lainnya dan sebagai manusia ciptaannya yang telah
mengerti akan maksud Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan, kita harus
melakukan melakukan kehendakNya dengan menjalin kerjasama yang baik antara
laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat karena semua manusia bisa berperan
dalam membangun kehidupan masyarakat yang harmonis.
Kisah Debora memberikan kontribusi bagi para perempuan Kristen untuk
meneladaninya dalam kepemimpinan yang akan dan mungkin sedang dijalani. Debora
menunjukkan kepada perempuan Kristen bagaimana seharusnya menjadi perempuan
yang menjadi pemimpin. Perempuan menjadi pemimpin bukan dengan kekuatan fisik
dalam kepemimpinannya baik dalam kehidupan gereja maupun masyarakat serta