• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Quality Function Deployment

Bangsa Jepang mengembangkan suatu pendekatan yang disebut pemberdayaan fungsi kualitas (Quality Function Deployment-QFD) untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Istilah ini merupakan terjemahan dari karakter kanji yang digunakan untuk menggambarkan proses tersebut, mungkin terdengar membingungkan. QFD ini di temukan oleh Yoji Akao pada tahun 1966. QFD merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk menghubungkan perusahaan atau lembaga dengan konsumen. Melalui QFD, setiap keputusan dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang diekspresikan oleh pelanggan. Pendekatan ini menggunakan sejenis diagram matriks untuk mempresentasikan data dan informasi (Evans et al, 2007).

QFD dimulai pada tahun 1972 di lokasi anjungan kapal Mitsubishi di Kobe. Toyota kemudian mulai membangun konsep ini tidak lama kemudian, dan telah menggunakannya sejak 1977 dengan hasil yang amat mengagumkan. Xerox dan Ford memulai penggunaan QFD pada tahun 1986 (pada waktu itu , lebih dari 50 persen perusahaan Jepang telah menggunkan pendekatan ini). Kini QFD berhasil digunakan oleh banyak perusahaan seperti General Motors, Ford, Mazda, Motorola, Xerox, Kodak IBM, Procter & Gamble, Hewlett Packard, dan AT&T. Dua organisasi, American Supplier Institute, Inc., organisasi nirlaba, dan GOAL/QPC, perusahaan konsultan di Massachusetts telah mempublikasikan dan mengembangkan konsep ini di Amerika Serikat.

Dengan QFD, operasional perusahaan didorong oleh suara pelanggan dan bukan oleh perintah manajemen ataupun opini/keinginan dari para ahli. Penggunaan

(2)

QFD berfokus pada penyebab-penyebab utama kepuasan serta ketidakpuasan pelanggan, sehingga menjadikannya alat yang berguna untuk analisis kompetitif kualitas produk oleh manajemen.

2.1.1 Pengertian Quality Function Deployment

Quality Function Deployment (QFD) adalah metode perencanaan dan pengembangan secara terstruktur yang memungkinkan tim pengembangan mendefinisikan secara jelas kebutuhan dan harapan pelanggan, dan mengevaluasi kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan tersebut (Ariani, 2002). Menurut Subagyo dalam Marimin 2004, Quality Function Deployment adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa ditiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan.

QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkann kebutuhan-kebutuhan itu ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, di mana masing-masing area fungsional dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak. Ia mencakup juga pemantauan dan pengendalian yang tepat dari proses manufacturing menuju sasaran (Gaspersz, 1997).

QFD digunakan untuk memperbaiki pemahaman tentang pelanggan dan untuk mengembangkan produk, jasa serta proses dengan cara yang lebih berorientasi kepada pelanggan (Rampersad, 2006).

(3)

2.1.2. Manfaat Quality Function Deployment

Ada 3 manfaat utama yang diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD, yaitu:

1. Mengurangi Biaya: Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen dan harapan konsumen sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan dan pembuangan bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh konsumen. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian bahan baku, biaya overhead atau pengurangan upah dan penyederhanaan proses produksi.

2. Meningkatkan Pendapatan: Dengan pengurangan biaya, untuk hasil yang kita terima akan lebih meningkat. Dengan QFD produk atau jasa yang dihasilkan akan lebih dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.

3. Mengurangi Waktu Produksi: QFD akan membuat tim pengembangan produk atau jasa untuk memfokuskan pada program pengembangan kebutuhan dan harapan konsumen (Ariani, 2002).

Manfaat lain yang diperoleh dari penerapan QFD ini juga meliputi:

a. Fokus pada pelanggan (Customer focused) yaitu mendapatkan input dan umpan balik dari pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini penting, karena performansi suatu organisasi tidak bisa lepas dari pelanggan.

b. Efisien waktu (Time Efficient), dengan menerapkan QFD maka program pengembangan akan memfokuskan pada harapan dan kebutuhan pelanggan.

(4)

c. Orientasi kerjasama (Cooperations Oriented), QFD menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kelompok. Semua keputusan didasarkan pada konsensus dan keterlibatan semua orang dalam diskusi dan pengambilan keputusan.

d. Orientasi pada dokumentasi (Documentation Oriented), QFD menggunakan data dan dokumentasi yang berisi proses mendapatkan seluruh kebutuhan dan harapan pelanggan. Data dan dokumentasi ini digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu.

2.1.3 Tahap-tahap Implementasi Quality Function Deployment

Menurut Subagyo dalam Marimin (2004), tahapan QFD adalah:

1. Mengidentifikasikan kemauan pelanggan. Dalam hal ini, pelanggan atau konsumen ditanya mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.

2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal ini didasarkan data yang tersedia. Aktivitas dan sarana yang digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa, dalam rangka menentukan mutu pemenuhan kebutuhan pelanggan.

3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan ini dapat berpengaruh kuat, sedang atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap mutu produk.

4. Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing.

(5)

5. Evaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. Menggunakan Skala Likert dengan pendekatan distribusi Z, kemudian dibuat rasio antara target dengan mutu setiap kategori.

6. Trade off untuk memberikan penilaian pengaruh antar aktivitas atau sarana yang satu dengan lainnya.

2.1.4 Matrix House of Quality

Matrix House of Quality (HoQ) atau rumah mutu adalah bentuk yang paling dikenal dari representasi QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen dan disebut dengan customer table, bagian vertikal dan matriks berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut dengan technical table. Dua aspek utama matriks rumah kualitas dapat dilihat pada gambar 2.1. (Gaspersz dalam Marimin, 2004).

(6)

HoQ digunakan oleh tim di berbagai bidang untuk menerjemahkan persyaratan konsumen (customer requirement), hasil riset pasar dan benchmarking data kedalam sejumlah target teknis prioritas. Jenis matriks HoQ bentuknya bermacam-macam. Bentuk umum dan matriks ini terdiri dari enam komponen utama, yaitu:

1. Voice of Customer “WHATs”, daftar persyaratan terstruktur yang berasal dari persyaratan konsumen.

2. Voice of Organization “HOWs”, daftar karakteristik produk terstruktur yang relevan dengan persyaratan konsumen dan terukur.

3. Relationship Matrix, matriks ini menggambarkan persepsi tim QFD mengenal keterkaitan antara technical dan customer requirement. Skala yang cocok diterapkan dan digambarkan dengan menggunakan simbol berikut:

= melambangkan hubungan kuat = melambangkan hubungan sedang = melambangkan hubungan lemah

4. Planning Matrix “WHYs”, menggambarkan persepsi konsumen yang diamati dalam survei pasar, termasuk di dalamnya kepentingan relatif dari persyaratan konsumen, perusahaan, kinerja perusahaan dan pesaing dalam memenuhi persyaratan tersebut.

5. Technical Corelation “ROOF matrix”, digunakan untuk mengidentifikasikan, dimana technical requirement saling mendukung atau saling mengganggu satu dengan lainnya di dalam desain produk. Matriks ini dapat mengetengahkan kesempatan untuk inovasi.

6. Competitive Analysis “Technical priorities, benchmarks and targets”, digunakan untuk mencatat prioritas yang ada pada matriks technical requirement, mengukur kinerja teknik yang diperoleh oleh produk pesaing dan tingkat kesulitan yang timbul dalam mengembangkan requirement. Output akhir dan matriks adalah nilai target untuk setiap technical requirement.

(7)

Adapun langkah yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan QFD adalah:

1. Mendengarkan suara konsumen (atribut) untuk menentukan harapan pelanggan.

Caranya:

a. Penentuan konsumen ahli dengan judgment sampling b. Wawancara dengan konsumen ahli

Hasil wawancara adalah atribut kualitas.

2. Membuat karakteristik proses yang ada dalam perusahaan.

3. Menentukan hubungan karakteristik antara atribut dengan karakteristik proses dengan nilai yang sudah ditetapkan.

4. Menentukan kepuasan konsumen dan juga perbandingan kinerja perusahaan. Untuk mengetahui kepuasan konsumen dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana untuk setiap pertanyaan diberikan pilihan jawaban dalam bentuk skala likert yang bersifat ordinal. Skor butir pernyataan pada skala ordinal tidaklah tepat dilakukan penjumlahan dari sejumlah skor, tetapi penjumlahan skor dapat dilakukan bila skor pernyataan merupakan skala interval atau skala rasio. Untuk memperoleh skor butir pernyataan yang sifatnya interval diperlukan transformasi data dengan pendekatan distribusi Z. 5. Menentukan trade off atau keterkaitan antara karakteristik proses yang satu

dengan yang lainnya. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan hubungan kuat positif (++) apabila salah satu karakteristik proses naik maka akan berdampak kuat pada kenaikan proses yang berkaitan tersebut. Hubungan kuat (+) pengaruhnya akan sama dengan hubungan kuat positif hanya saja dampak yang dihasilkan tidak sekuat hubungan kuat positif. Hubungan negatif (-) apabila hubungan berjalan tidak searah, hal ini terjadi bila suatu karakteristik mengalami penurunan tetapi karakteristik yang lainnya akan mengalami

(8)

kenaikan. Hubungan kuat negatif (--) apabila dampak yang dihasilkan lebih kuat dari hubungan negatif.

6. Menentukan tingkat kepentingan kebutuhan teknis

2.2 Validitas dan Reliabilitas

Salah satu pokok perhatian dalam setiap kegiatan penelitian adalah masalah cara memperoleh data informasi yang akurat, cerman dan objektif. Hal tersebut menjadi sangat penting artinya dikarenakan hasil dan kesimpulan penelitian dapat dipercaya apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya. Sifat valid dan reliable diperlihatkan oleh tingginya akurasi dan kecermatan alat ukur. Intrumen ukur atau tes disebut sebagai tidak valid bila tidak mampu menghasilkan informasi yang akurat mengenai atribut atau variabel yang diukurnya, yaitu skornya tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Keputusan dan kesimpulan yang tepat hanya dapat dicapai bila datanya diperoleh dengan cara yang benar dan menggunakan instrument ukur yang memenuhi persyaratan. Disinilah pentingnya peranan reliabilitas dan validitas.

Sebelum data hasil kuesioner dipergunakan untuk pengujian statistik, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu untuk memperoleh data yang valid dan andal. Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability. Suatu pengukuran yang mampu menghasilkan data yang memiliki tingkat reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Reliabilitas dapat diartikan sebagai tingkat keandalan suatu alat ukur dalam mengukur nilai pada subjek dengan kondisi yang sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Menduga reliabilitas suatu alat ukur dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain yaitu test-retest dan internal consistency.

Test-retest menduga nilai reliabilitas alat ukur dengan mengukur subyek atau obyek yang sama pada dua waktu yang berbeda. Internal consistency menduga nilai reliabilitas alat ukur dengan melakukan perhitungan ragam terhadap jawaban pertanyaan dalam satu kelompok pertanyaan. Cara umum digunakan untuk mengukur

(9)

reliabilitas kuesioner dengan metode internal consistency adalah Cronbach’s Alpha, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

(2.1) Keterangan:

= reliabilitas instrumen = banyaknya butir pertanyaan

= ragam skor butir ke-i = ragam skor total

Kriteria keandalan kuesioner di bidang sosial adalah jika nilai koefisien reliabilitasnya lebih besar atau sama dengan 0,6. (Ghozali, 2005).

Validitas berasal dari kata validity. Validitas diartikan sebagai ketepatan suatu alat ukur dalam memperoleh informasi yang ingin diukur. Validitas adalah pertimbangan yang paling utama dalam mengevaluasi tes sebagai instrument ukur. Metode untuk menguji validitas suatu kuesioner ada empat, yaitu face validity, content validity, criterion validity, dan constract validity. Face validity adalah pengujian secara statistik yang paling sederhana karena hanya didasarkan pada pendapat orang yang ahli di bidang penelitian tersebut mengenai ketepatan alat ukur yang digunakan. Content validity mengukur kemampuan suatu pengukuran dalam mengukur semua aspek yang harus diukur dari bidang penelitian tertentu. Criterion validity mengukur kemampuan suatu pengukuran sebagai indicator dari kejadian tertentu. Construct validity mengukur kemampuan suatu pengukuran dalam mengukur konsep yang ingin diukur.( Key, J.P. 1997)

Adapun langkah-langkah dalam pengujian validitas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Mendefenisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga operasionalnya dapat dilakukan.

(10)

b. Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal.

c. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.

d. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total.

Untuk mengetahui tiap instrumen pernyataan valid atau tidak, maka nilai korelasi tersebut dibandingkan dengan 0,3. dimana jika nilai korelasi ( r ) lebih besar dari 0,3 maka, intrumen tersebut dinyatakan valid, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana yang dinyatakan Masrun yang dikutip oleh Sugiyono (2008) bahwa: “Item yang mempunyai korelsi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid”.

2.3 Skala Likert

Skala likert pertama kali dikembangkan oleh Rensis Linkert pada tahun 1932 dalam mengukur sikap masyarakat. Dalam skala ini hanya menggunakan item yang secara pasti baik dan secara pasti buruk. Total skor merupakan penjumlahan skor responsi dari responden yang hasilnya ditafsirkan sebagai posisi responden. Skala ini menggunakan ukuran ordinal sehingga dapat membuat ranking walaupun tidak diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya.

Untuk menjelaskan skala likert sebagai skala ordinal, maka kita perlu melihat definisi dari skala ordinal terlebih dahulu. Skala ordinal adalah skala yang sudah memiliki tingkatan namun jarak antar tingkatan belum pasti. Pada skala likert dengan

(11)

skala lima terdapat lima alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pada skala likert lima skala tersebut maka sangat setuju pasti lebih tinggi daripada yang setuju, yang setuju pasti lebih tinggi daripada yang netral, yang netral pasti lebih tinggi daripada yang tidak setuju, sedangkan yang tidak setuju pasti lebih tinggi daripada yang sangat tidak setuju. Namun jarak antara sangat setuju ke setuju dan dari setuju ke netral dan seterusnya tentunya tidak sama, oleh karena itu data yang dihasilkan oleh skala likert adalah data ordinal. Sedangkan cara scoring bahwa sangat setuju 5, setuju 4, netral 3, tidak setuju 2 dan sangat tidak setuju 1 hanya merupakan kode saja untuk mengetahui mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Dari cara scoring tersebut kita tidak bisa memaknai bahwa sangat setuju adalah netral ditambah setuju (Sewindu Statistika, FMIPA UNDIP 2011).

Tabel 2.1. Transformasi Z-skor

Tabel yang diadaptasi dari Edwards (1957) dalam bukunya Techniques of Attitude Scale Contruction.

Dengan menggunakan Tabel 2.1. dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama. Menghitung frekuensi (f) jawaban responden pada setiap kategori.

Kedua. Menentukan proporsi (p), yaitu dengan membagi setiap frekuensi dengan banyaknya subyek.

Ketiga. Menentukan proporsi kumulatif (cp), yaitu proporsi suatu kategori ditambah dengan proporsi-proporsi kategori di kirinya.

Keempat. Menentukan titik tengah proporsi kumulatif (m-cp).

Kelima. Nilai z diperoleh dengan membandingkan tabel z untuk masing-masing titik tengah prporsi kumulatifnya.

Keenam. Penambahan suatu bilangan sedemikian hingga nilai z yang negatif menjadi satu.

(12)

Keterangan:

f = frekuensi jawaban pada setiap kategori. p = proporsi setiap kategori.

cp = proporsi kumulatif.

m-cp = titik tengah proporsi kumulatif Z skor = skor dari distribusi normal baku.

2.4 Koefisian Korelasi Berperingkat Spearman

Charles Spearman, ahli statistik Inggris, memperkenalkan sebuah hubungan antara dua variable untuk data berperingkat atau data ordinal. Koefisian korelasi Spearman berkisar dari -1 sampai 1. Apabila koefisian mendekati 1 dan -1 menunjukkan hubungan yang semakin kuat. Sebaliknya apabila mendekati nilai 0, maka hubungan semakin lemah. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan dua variabel apakah positif atau negatif (Suharyadi, 2009).

Koefisien korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui derajat keeratan dua variabel yang memiliki skala pengukuran minimal ordinal. Bila pada perhitungan korelasi Pearson data observasinya yang dikorelasikan, maka pada korelasi Spearman adalah data peringkatnya (rangking) yang dikorelasikan (Siagian, Dergibson dan Sugiarto, 2000).

Berikut beberapa langkah dalam menghitung keofisien korelasi Spearman: a. Menyusun peringkat data, yaitu menyusun data menjadi ururtan dari terkecil

sampai terbesar. Setelah data berurut diberikan peringkat. Untuk data yang mempunyai nilai sama diberikan peringkat rata-rata.

b. Mencari selisih peringkat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Selisih ini biasa dilambangkan dengan “d”.

(13)

c. Menghitung koefisien korelasi Spearman, dengan rumus:

)

1

(

6

1

2 2

n

n

di

r

s (2.2) Keterangan:

rs= koefisien korelasi Spearman

Σ = notasi jumlah

di= perbedaan rangking antara pasangan data

n = banyaknya pasangan data

Jika terdapat Rank Kembar dalam perangkingan untuk kedua variabel (baik X maupun Y), harus digunakan faktor koreksi yang mengharuskan kita menghitung ∑ X 2 dan ∑Y 2terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya rs.

Xn n   TX 12 ) 1 ( 2 2 (2.3)

Besarnya T dalam perumusan diatas merupakan faktor korelasi bagi tiap kelompok dengan angka yang sama dirumuskan sebagai berikut :

12

3 t

t

T   (2.4)

Keterangan:

t = Jumlah variabel yang mempunyai angka yang sama.

Maka Korelasi Spearman kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut: rs=

 

  2 2 2 2 2 . 2 X Y di Y X (2.5)

Yn n   TY 12 ) 1 ( 2 2

(14)

Besarnya koefisien Korelasi Spearman ( rs ) bervariasi yang memiliki batasan

batasan antara – 1 ≤ r ≤ 1, interprestasikan dan nilai koefisien korelasinya adalah :

a. Jika nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu makin besar nilai variabel X (independent) maka besar pula nilai variabel Y (dependent), atau makin kecil nilai variabel X (independent) maka makin kecil pula nilai variabel Y (dependent).

b. Jika nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin kecil nilai variabel X (independent) maka makin besar nilai variabel Y (dependent), atau makin besar nilai variabel X (independent) maka makin kecil pula nilai variabel Y (dependent).

c. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X (independent) dengan variabel Y (dependent).

d. Jika nilai r = 1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan linier sempurna berupa garis lurus, sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0 maka garis makin tidak lurus.

Gambar

Gambar 2.1 Gambar Dua aspek utama matriks rumah kualitas
Tabel 2.1. Transformasi Z-skor

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan harus menciptakan hubungan yang lebih erat dengan pelanggan dengan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan dengan produk atau jasa komplemen. Direct Marketing

Telah di jelaskan di atas bahwa kualitas produk merupakan keunggulan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang akan memenuhi kebutuhan

• Penyusunan konsep: Yang menggali lebih jauh area konsep-konsep produk yang mungkin sesuai dengan kebutuhan pelanggan. • Pemilihan konsep: Dimana, pemilihan konsep

(1995) QFD adalah metode struktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen,

- Ekspresikan kebutuhan sebagai “Apa yang harus dilakukan produk”, bukan “Bagaimana melakukannya”. - Pelanggan sering mengekspresikan kesenangannya dengan menguraikan

Satu atau lebih konsep diuji untuk mengetahui apakah kebutuhan pelanggan telah terpenuhi, memperkirakan potensi pasar dari produk, dan mengidentifikasi beberapa

Lalu jika pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tidak memenuhi harapan pelanggan, maka pelanggan akan merasa tidak puas terhadap kualitas dari pelayanan yang

Sebagus apapun suatu produk, tetapi tidak disertai dengan tulisan dan desain yang menarik, tentunya akan mengurangi minat pelanggan dalam membuka website