• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENYELENGGARAN PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PENYELENGGARAN PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

122

MODEL PENYELENGGARAN PAUD INKLUSIF DI

PEDESAAN

Tim Pengembang:

Sri Wahyuningsih, Endang Sutisna,Ryana, Apipudin Reni Anggraeni Sadiah, Asep Saefudin

Kontributor:

Kober Aisyiah Desa Sukahening Kec. Sukahening Kab.Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Kober Nurazizah Kp. Jatimekar Desa Bojongmalaka Kec. Baleendah Kab.Bandung Provinsi Jawa Barat

Tahun: 2013

A. PENDAHULUAN

Di Indonesia, angka anak dengan kebutuhan khusus memang belum terdata secara akurat dan spesifik. Namun secara umum, bila menarik dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus, maka di Indonesia dengan jumlah

▸ Baca selengkapnya: tema pedesaan paud

(2)

123

anak usia sekolah (5-14 tahun) sebesar 46 juta anak, diperkirakan ada kurang lebih 4,6 juta anak dengan kebutuhan khusus. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan ada 351.000 anak berkebutuhan khusus berusia di bawah lima tahun. Selanjutnya, berdasarkan data Hasil sensus penduduk 2010, dari 237 juta penduduk Indonesia, jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah (5-18 tahun) ada 355.859 anak. Dari jumlah itu sebanyak 74,6 persen belum memperoleh layanan pendidikan. Sementara, data dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PPK-LK Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menyebutkan bahwa jumlah ABK dengan disabilitas di Indonesia pada 2011 diperkirakan sebanyak 356.192 anak, sedangkan yang telah memperoleh layanan pendidikan pada 1.600-an SLB di Indonesia hanya sekitar 85.645 anak.

Kondisi di atas tentu sangat memprihatinkan, mengingat pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling fundamental yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. UUD RI Tahun 1945 secara jelas dan tegas menjamin bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan, yang dipertegas dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maupun dalam Peraturan Mendiknas No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Disamping itu juga adanya jaminan dari berbagai instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi Indonesia, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar (2000) dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004). Semua instrumen hukum tersebut ingin memastikan bahwa semua anak, tanpa kecuali, berhak memperoleh pendidikan.

(3)

124

Pendidikan Inklusif merupakan suatu pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus, yaitu anak yang dalam pendidikannya memerlukan pelayanan yang spesifik dan berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan, baik itu disebabkan karena kurang atau terlalu berlebihnya potensi yang dimiliki sang anak. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak. Sekolah umum dengan orientasi Inklusif merupakan media untuk menghilangkan sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang Inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua.

Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undang-undang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak.

Fenomena di lapangan saat ini menunjukkan bahwa pemberian layanan pendidikan bagi anak-anak usia dini (PAUD) berupa pendidikan, pembelajaran dan bermain anak relatif belum memperhatikan keberagaman kemampuan anak, termasuk layanan kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Artinya ada kecenderungan pemberian treatment yang sama kepada semua anak, padahal setiap anak itu unik, baik itu bakat, minat, kemampuan maupun karakteristik-karakteristik yang lainnya, dan keunikannya tersebut merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi anak itu sendiri. Selama ini

(4)

lembaga-125

lembaga pendidikan PAUD yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus, model pembelajaran yang dilaksanakan adalah dengan menggabungkan mereka dengan anak-anak normal, dengan tujuan memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus tersebut agar dapat mengembangkan potensinya sehingga lebih maksimal. Namun, untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus tersebut, lembaga belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai, disamping tidak adanya refrensi tentang bagaimana cara menangani anak-anak berkebutuhan khusus.

Tujuan model penyelenggaraan PAUD Inklusif di pedesaan antara lain : Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD di Pedesaan dalam melakukan identifikasi potensi penyelenggaraan PAUD inklusif ; Memberikan acuan bagi lembaga PAUD dalam melakuka penyiapan Diri menyelenggarakan PAUD inklusif; Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD dalam melakukan Sosialisasi PAUD inklusif; Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD dalam melakukan rekruitmen peserta didik; Memberikan acuan bagi pendidik PAUD dalam melakukan Pelaksanaan pembelajaran pada setting inklusif; Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD dalam melakukan pemberdayaan orang tua; Memberikan acuan bagi lembaga PAUD dalam mengembangkan kemitraan.

Sasaran pengguna model penyelenggaraan PAUD inklusif di pedesaan diprioritaskan pada organisasi pelayanan pendidikan anak usia dini dan pemerhati pendidikan, yaitu meliputi: Lembaga PAUD yang akan, sedang dan/atau telah menyelenggarakan PAUD Inklusif (TK, RA, KB, TPA dan Satuan PAUD sejenis); Pendidik PAUD; Orang tua; HIMPAUDI; Forum PAUD; Pemangku kebijakan, stakeholder di daerah yang peduli dengan pendidikan anak usia dini dan anak berkebutuhan khusus; dan Dinas/instansi/institusi tertentu yang peduli dan menyelenggarakan pendidikan anak usia dini.

(5)

126 B. PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN

1. Konsep PAUD • Hakekat PAUD

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sasaran program PAUD ini adalah anak usia 0 – 6 tahun. Untuk mencapai sasaran akhir ini diperlukan sasaran antara yaitu: orangtua yang memiliki anak usia 0 - 6 tahun, pendidik dan pengelola lembaga pendidikan anak usia dini, serta lembaga atau masyarakat yang menyelenggarakan PAUD.

• Anak Berkebutuhan Khusus  Pengertian

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses tumbuhkembangnya. Selain itu mereka memiliki kebutuhan yang spesifik untuk meningkatkan kemampuannya dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari serta memiliki kelebihan dan kekurangan yang unik. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.

 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Dilihat dari aspek-aspeknya, gangguan/ kelainan dapat meliputi: 1) Gangguan/ kelainan pada Aspek Fisik/ Motorik.

Gangguan/ kelainan pada koordinasi pergerakan tubuh seperti pada anak penderita tunadaksa (celebral palsy). 2) Gangguan/ kelainan pada Aspek Kognitif.

(6)

127

Gangguan/ kelainan pada kecerdasan/ intelegensi/ daya pikir untuk mengetahui/ mengenali/ seperti pada anak penderita tunagrahita yang mengalami keterbelakangan mental.

3) Gangguan/ kelainan pada Aspek Bahasa/ komunikasi.

Gangguan/ kelainan dalam interaksi sosial seperti pada anak penderita Autis/ tunalaras.

4) Gangguan/ kelainan pada Aspek Pendengaran dan Oral. Gangguan/ kelainan pada fungsi indera pendengaran dan oral seperti pada anak penderita tunarungu dan tunawicara. 5) Gangguan/ kelainan pada Aspek Penglihatan.

Gangguan/ kelainan pada fungsi mata seperti pada anak penderita tunanetra/ kekurang pendengaran.

6) Gangguan/ kelainan pada Aspek Sosial Emosional.

Gangguan/ kelainan dalam pengendalian/ stabilitas emosi seperti pada anak penderita hiperaktif dan juga anak-anak berbakat intelektual (gifted children).

 Klasifikasi Menurut Jenis Ketunaan/Disabilitas 1) Tunanetra

2) Tunarungu 3) Tunagrahita 4) Tunadaksa 5) Autisme

6) Anak Berbakat (gifted)

7) Anak Lamban Belajar (slow learner)

8) Anak Berkesulitan Belajar (untuk TK dan SD)

9) Anak Dengan Gangguan/Kelainan Emosi/Tingkah Laku

2. Konsep Pendidikan Inklusif • Pengertian

(7)

128

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas regular bersama teman-teman seusianya (Sopan Shevin dalam O’Neil, 1994). Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pendidikan Inklusif dilaksanakan dalam rangka memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik dengan segala kelebihan dan kekurangannya dalam suatu lembaga pendidikan yang dimodifikasi sarana dan prasarana, kurikulum, dan kegiatan pembelajarannya, serta penilaian perkembangannya, sehingga setiap anak dapat berkembang, belajar, dan berpartisipasi bersama teman sebayanya tanpa hambatan

• Prinsip Dasar PAUD Inklusif

PAUD Inklusif pada prinsipnya adalah:

a. Lingkungan belajar untuk anak usia 0 – 6 tahun yang dapat menerima semua anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

b. Sarana pembelajaran yang dimiliki system pembelajaran yang aktivitasnya dilakukan melalui bermain yang berbasis nilai, sehingga dapat menerima multi aspek dan dimensi (minat, kondisi fisik, kecerdasan, budaya, sosial ekonomi, sosial emosional, dan latar belakang kehidupan) sesuai dengan gaya belajar anak usia dini yang mengembangkan semua potensinya.

(8)

129

1) Mampu menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak, dan melatih keterampilan diri anak untuk dapat mengurus dirinya sendiri dalam rangka keberlangsungan hidupnya.

2) Mampu mengembangkan potensi kecerdasan majemuk. 3) Mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi

pembelajaran yang berpusat pada anak.

4) Mampu menata lingkungan belajar yang ramah dan nyaman bagi semua anak berbasis nilai.

5) Mampu menyelenggarakan ketersediaan beragam media belajar yang mendukung seluruh perbedaan potensi anak. 6) Mampu menyediakan sarana pendukung belajar yang lain

yang dapat dengan mudah dimodifikasi sesuai keberagaman kebutuhan anak, dan mudah diadaptasi dengan bahan yang tersedia di lingkungan serta terjangkau.

7) Mampu menyusun dan melaksanakan program pendidikan individual bersama orangtua anak dengan hambatan.

8) Mampu melakukan aktivitas pembelajaran yang mudah dilaksanakan dan diterima oleh semua anak serta melibatkan semua anak, tanpa adanya pemisahan.

9) Memahami benar karakteristik anak berkebutuhan khusus dan bagaimana mengakomodasi kebutuhannya.

10) Mampu membuat penilaian perkembangan yang tidak menyamaratakan anak, tidak membandingkan anak satu dengan lainnya, bersifat individual, serta mengakomodasi semua aspek perkembangan.

11) Mampu melibatkan orangtua anak dengan hambatan sebagai pendamping utama dalam kegiatan pembelajaran sampai anak mandiri.

(9)

130

d. Lembaga pendidikan anak usia dini yang mengutamakan kualitas daripada kuantitas, sehingga jumlah anak dalam kelompok bersifat rasional.

e. Lembaga pendidikan anak usia dini yang mampu mengembangkan kepekaan setiap anggota komunitas sekolah termasuk orangtua murid, untuk dapat menerima perbedaan setiap anak.

f. Lingkungan belajar yang memiliki aksesibilitas yang tidak membatasi aktivitas anak dalam bergerak menjelajahi lingkungan dalam proses pembelajaran.

g. Sebuah lingkungan belajar yang mengakomodasi dan mengembangkan aspek dalam diri anak secara terintegrasi. 3. Konsep Pedesaan

Desa adalah suatu wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut:

• Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.

• Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan.

• Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti iklim, keadaaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Ciri-ciri masyarakat desa antara lain sebagai berikut:

• Sistem kehidupan umumnya bersifat kelompok dengan dasar kekeluargaan (paguyuban).

• Masyarakat bersifat homogen seperti dalam hal mata pencaharian, agama dan adat istiadat.

(10)

131

• Diantara warga desa mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya.

• Mata pencaharian utama para penduduk biasanya bertani.

• Faktor geografis sangat berpengaruh terhadap corak kehidupan masyarakat.

• Jarak antara tempat bekerja tidak terlalu jauh dari tempat tinggal. Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat Pedesaan atau masyarakat perkotaan. Ciri-ciri tersebut antara lain:

• Jumlah dan kepadatan penduduk • Lingkungan hidup

• Mata pencaharian • Corak kehidupan sosial • Stratifikasi sosial • Mobilitas sosial • Pola interaksi sosial • Solidaritas sosial

• Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional

Karakteristik umum masyarakat Pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa Nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namaun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut

(11)

132

ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.

Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesame, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat Pedesaan.

C. PENYELENGGARAAN PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN 1. Komponen Penyelenggaraan

a. Peserta Didik

1) Kriteria calon peserta didik:

 Rentang usia peserta didik 3 - 6 tahun

 Memiliki dan/atau tidak memiliki hambatan dalam pertumbuhan, perkembangan, pembelajaran dan partisipasi  Anak berkebutuhan khusus, baik yang pernah terdaftar di

sekolah reguler/TKLB, maupun yang belum dan masih berada di lingkungan keluarga.

 Anak berkebutuhan khusus baik yang mengalami hambatan temporer maupun permanen.

2) Rasio

 Secara ideal, rasio anak ABK dengan anak normal per rombongan belajar dalam pembelajaran Inklusif berdasarkan kelompok usia adalah sebagai berikut:

 Kelompok usia 3-<4 th = 1 : 5

(Jika dalam satu kelas Inklusif berjumlah 10 orang, maka jumlah anak ABK-nya maksimal 2 orang).

 Kelompok usia 4-<5 th = 1: 6

(Jika dalam satu kelas Inklusif berjumlah 12 orang, maka jumlah anak ABK-nya maksimal 2 orang).

(12)

133

 Kelompok usia 5-<6 th = 1:7

(Jika dalam satu kelas Inklusif berjumlah 15 orang, maka jumlah anak ABK-nya maksimal 2 orang).

 Secara ideal, rasio anak ABK dengan pendamping/shadow teacher untuk semua kelompok usia sebagaimana di atas adalah 1:1

(Jika dalam satu kelas Inklusif terdapat 2 anak ABK, maka jumlah guru pendamping/ shadow teacher-nya 2 orang). b. Pendidik dan Pengelola

Pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses dan menilai hasil pembelajaran serta melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik. Pendidik yang dimaksud adalah pendidik PAUD Inklusif yang bertugas di berbagai layanan PAUD, baik pada jalur TK/RA, KB, TPA dan bentuk lain yang sederajat, terdiri atas guru, guru pendamping, pengasuh, orang tua, nenek atau keluarga dari ABK dan guru pendamping khusus.

Sementara, pengelola adalah penanggung jawab yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada lembaga PAUD inklusif, terdiri atas pengelola dan tenaga administrasi.

c. Program Belajar/Kurikulum

Implikasi dari penyesuaian kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus pada penyelenggaraan PAUD Inklusif ini, maka secara operasional model kurikulum yang digunakan ada 3 (tiga) jenis, yaitu:

1) Model Kurikulum Reguler

Pada model kurikulum ini peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan

(13)

134

lainnya di dalam kelas yang sama. Jadi model kurikulum reguler ini diperuntukkan bagi peserta didik biasa dan anak berkebutuhan khusus yang dapat mengikuti kurikulum reguler. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya.

2) Model Modifikasi

Pada model kurikulum ini pendidik melakukan modifikasi pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan anak (anak berkebutuhan khusus). Di dalam model ini bisa terdapat anak berkebutuhan khusus yang memiliki program pembelajaran berdasarkan kurikulum reguler dan program pembelajaran individual (PPI). Misalnya seorang anak berkebutuhan khusus yang mengikuti 3 kegiatan belajar berdasarkan kurikulum reguler sedangkan kegiatan belajar lainnya berdasarkan PPI.

3) Model Program Pembelajaran Individual (PPI)

Pada model kurikulum ini pendidik mempersiapkan Program Pendidikan Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru pendamping, guru pendidikan khusus, pengelola, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. Model ini diperuntukan pada anak yang mempunyai hambatan belajar yang tidak memungkinkan untuk mengikuti proses belajar berdasarkan kurikulum reguler. Anak berkebutuhan khusus seperti ini dapat dikembangkan potensi belajarnya dengan menggunakan PPI dalam seting kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti proses belajar sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhannya. Jadi model kurikulum modifikasi ini adalah perpaduan antara kurikulum reguler dengan kurikulum PPI, untuk

(14)

135

anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat mengikuti kurikulum umum secara penuh.

d. Sistem Penilaian

Penilaian untuk menentukan tingkat pencapaian perkembangan anak dalam setting penyelenggaraan PAUD Inklusif adalah mengacu pada model pengembangan kurikulum yang dipergunakan, yaitu:

1) Apabila anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler yang berlaku untuk peserta didik pada umumnya di lembaga PAUD tersebut, maka penilaiannya menggunakan sistem penilaian yang berlaku pada lembaga PAUD tersebut.

2) Apabila anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum modifikasi, maka menggunakan sistem penilaian yang dimodifikasi sesuai dengan kurikulum yang dipergunakan.

3) Apabila anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum program pembelajaran individualisasi (PPI), maka penilaiannya bersifat individual dan didasarkan pada kemampuan dasar awal

e. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Jenis sarana dan prasarana pendidikian yang dapat digunakan pada penyelenggaraan PAUD Inklusif di Pedesaan yakni sebagai berikut: 1) Sarana Pendidikan

Berupa ketersediaan peralatan dan perlengkapan pendidikan yang dimiliki di tempat aktivitas belajar (ruang belajar/bermain) sebagai berikut :

 Jenis Ketersediaan Peralatan di Masing-masing ruang  Jam dinding

 Cermin  Tape recorder  APE

(15)

136  Alat bantu adaptif  Dan lain-lain

 Buku, Media, dan Sumber Belajar Pendidikan

Ketersediaan buku ajar dan sumber bacan lain yang tersedia di Lembaga PAUD Inklusif

 Jenis Buku dan Sumber Bacaan Lain 2) Prasarana Pendidikan

 Prasarana gedung dan lingkungan penyelenggaraan, yaitu berupa:

 Arena/tempat belajar dan bermain (dalam ruangan)  Arena/tempat belajar dan bermain (luar ruangan)

 Bangunan memiliki ruang bermain dan halaman bermain yang memenuhi persyaratan,a.l:

(1) Keamanan (2) Kebersihan (3) Kesehatan (4) Kenyamanan

 Jenis ruang lain yang dimiliki lembaga PAUD Inklusif anda (1) Ruang administrasi

(2) Kamar mandi/WC f. Pembiayaan

1) Pemanfaatan biaya.

Jenis pemanfaatan biaya pada penyelenggaraan PAUD inklusif antara lain untuk:

 Pengadaan sarana prasarana,

 Pengembangan SDM (peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan)

 Gaji pendidik dan pengelola

(16)

137

 Biaya konsultasi ke psikolog/dokter  Biaya operasional pendidikan tak langsung 2) Sumber pembiayaan

Sumber biaya penyelenggaraan PAUD inklusi dapat diperoleh dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, yayasan, partisipasi masyarakat, dana pendidikan desa, PNPM, jimpitan, kencleng dan/atau pihak lain yang tidak mengikat.

3) Pengawasan dan pertanggungjawaban

Dalam hal keuangan, pengelola/penyelenggara PAUD inklusif perlu menerapkan prinsip-prinsip berikut:

 Transparansi, artinya ada keterbukaan dan kejelasan dalam hal sumber, jumlah, rincian pengunaan dan bukti pertanggungjawabannya, sehingga memudahkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya.

 Akuntabilitas, artinya pemanfaatan uang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan serta dapat dipertanggungjawabkan

 Efektivitas, artinya pengelola mampu mengatur keuangan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

 Efisiensi, artinya penggunaan dana dilakukan seminimal mungkin tanpa mengurangi mutu hasil yang telah ditetapkan. 2. Langkah-langkah Penyelenggaran PAUD Inklusif di Pedesaan adalah

sebagai berikut :

a. Identifikasi Potensi Penyelenggaraan PAUD Inklusif

Identifikasi bertujuan untuk mencari, menemukan, dan menentukan potensi-potensi (dukungan, hambatan) bagi penyelenggaraan PAUD Inklusif seperti peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, sumber dana, kemitraan, dsb.

(17)

138 b. Penyiapan Diri

Penyiapan diri lembaga PAUD dapat dilakukan melalui kegiatan In House Training(IHT) yang

meliputi:

1) Pembekalan wawasan ABK Kegiatan ini untuk membekali para pengelola dan pendidik dengan

pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pengasuhan dan pengajaran pada Anak Berkebutuhan Khusus. Selain itu juga guru harus mengetahui persyaratan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Anak Berkebutuhan Khusus. 2) Deteksi Dini

Deteksi Dini merupakan kegiatan/ pemeriksaan untuk menemukan secara dini

adanya penyimpangan tumbuh kembang pada anak usia dini sehingga penanganannya mudah dilakukan. Data hasil deteksi dini ditujukan untuk: (1) Penyaringan

awal dalam mengidentifikasi anak usia dini yang berpotensi mengalami keterbatasan dan keterlambatan perkembangan;(2) Dasar pertimbangan untuk pengembangan potensi anak, layanan bimbingan dan konseling, dan program pembelajaran individual (PPI) secara menyeluruh; dan (3) Mengevaluasi kemajuan/ dampak kegiatan program pembelajaran individual (PPI) yang

(18)

139

telah dilaksanakan. (Instrumen deteksi dini dapat merujuk pada panduan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan).

c. Pengembangan Program Pembelajaran Individual (PPI) 1) Apa itu PPI?

Program Pembelajaran Individual (PPI) adalah suatu rencana program tertulis yang berisi apa, siapa dan bagaimana program pembelajaran dilaksanakan. Dalam PPI tercantum tujuan yang akan dicapai, apa yang telah dicapai oleh anak dan yang belum dicapai, metode, media, evaluasi, waktu pembelajaran, tempat pembelajaran, penguatan, dan siapa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program.

2) Siapa pengembang PPI ini ?

Pengembangan PPI pada awanya dilakukan oleh tim oleh guru PAUD, kepala sekolah/pengelola dengan bimbingan guru SLB/ orthopedago

3) Aspek-aspek apa yang perlu ada dalam PPI?

Format dari PPI minimal berisi: a) Tujuan satu semester yang akan dicapai, b) Tujuan setiap aktivitas yang akan dikerjakan dalam kegiatan harian, c) Nama anak, d) Nama sekolah/kelas, e) Alamat anak / sekolah, f) Tanggal lahir , g) Tanggal pertemuan PPI, h) Tanggal penempatan anak di kelas regular dan atau penempatan anak di kelas pengembangan individu (bidang orientasi dan mobilitas, bina komunikasi dan persepsi serta irama, bina wicara), i) Tanggal berakhir, j) Kesimpulan dari informasi tentang anak pada saat ini. Contoh PPI terlampir.

d. Menyusun /Pengadaan Bahan Belajar dan Alat Peraga

Pengadaan Bahan belajar dan alat peraga dapat dibeli atau dibuat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dilingkungan sekitar. 1) Jenis bahan belajar apa saja dapat disusun atau dibuat?

(19)

140

Bahan ajar dapat berbentuk buku, poster, brosur, alat- permainan edukatif, dan lain sebagainya. 2) Siapa yang menyusun/mengadakan

bahan dan alat permainan edukatif?

 Pengelola dan pendidik berkewajiban mengadakan bahan ajar. Bila memungkinkan, dapat menyusun sendiri, bila tidak, dapat menggunakan bahan ajar

yang sudah dikembangkan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan TK&PLB

(P4TK TK&PLB), PP-PAUDNI, UPTD BPKB, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan Subdin PLB, Asosiasi PAUD Inklusif (API) maupun SLB terdekat dll

 Pengelola dan pendidik yang dibantu oleh orangtua anak membuat APE kreatif dari lingkungan sekitar yang sesuai dengan kebutuhan ABK.

e. Sosialisasi PAUD Inklusif

Dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

• Pada forum pertemuan formal yang biasa dilakukan, misalnya rapat minggon (mingguan)desa,pertemuan Gugus PAUD,majlis taklim,arisan RW/Desa,Posyandu, Pertemuan bulanan dengan Bunda PAUD/Himpaudi Kecamatan, Pos Yandu, dsb.

(20)

141

• Mengundang orangtua, masyarakat sekitar, dan pemerintah setempat pada suatu acara khusus misalnya gebyar PAUD , atau kunjungan rumah.

f. Rekruitmen Peserta didik • Dilakukan observasi terhadap

calon anak, dari hasil observasi akan di ketahui apakah anak yang

bersangkutan termasuk ada hambatan atau tidak

• Sebaiknya dilampirkan hasil test psikologi dari anak yang bersangkutan (apakah sesuai

dengan tahap

perkembangan anak)

• Jika ada kelainan pada anak yang bersangkutan,maka di konsultasikan dengan orang tua anak, khususnya yang

berkaitan dengan kebutuhan pendamping bagi ABK ,atau tentang kemungkinan anak tersebut ikut terapi di luar sekolah.Terapi di luar sekolah akan sangat membantu bagi pembelajaran di PAUD,selain itu juga tentang

pola pembelajaran individual • Jumlah ABK yang akan di

terima di sesuaikan dengan kouta (misalnya paling banyak 2 dalam satu kelas).

g. Pelaksanaan pembelajaran

Proses pembelajaran pada lembaga PAUD Inklusif dilakukan dengan pendekatan individual dan kelompok berdasarkan PPI. Dalam

(21)

142

pembelajaran, guru PAUD Inklusif diharapkan menggunakan metode dan media yang sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi ABK. Proses pembelajaran ABK dapat dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas. Jika memungkinkan ABK ditangani oleh tenaga ahli

yang sesuai dengan kebutuhannya seperti fisioterapi, terapi wicara, dan terapi okupasi.

i. Pemberdayaan orang tua

Cara memberdayakan orangtua adalah Dengan cara mendorong dan memotivasi para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk berperan aktif sebagai pendamping ABK, dimana dalam beberapa kasus dan tahapan serta tingkat kesulitan, anak berkebutuhan khusus memerlukan pendampingan sampai pada waktu-waktu tertentu pada saat anak dapat ditinggal tanpa pendampingan khusus dalam berpartisipasi di kegiatan pembelajaran. Peran aktif orangtua anak berkebutuhan khusus sangat menentukan dalam penyelenggaraan PAUD Inklusif. Orang tua adalah pihak yang pertama dalam memahami, dan menemukan permasalahan tentang kondisi anak baik pada segi sosial, emosional, maupun fisik.

j. Pengembangan kemitraan

Bagaimana Langkah-langkah Pengembangan kemitraan?

1) Menyusun daftar prioritas lembaga calon mitra berdasarkan hasil identifikasi umum;

2) Menelaah keterkaitan fungsi lembaga calon mitra dengan penyelenggaraan program PAUD Inklusif;

(22)

143

3) Menelaah potensi program kegiatan kemitraan;

4) Menyusun rencana induk dan program kegiatan kemitraan; 5) Melakukan pendekatan formal (kelembagaan) maupun informal

(kontak personal/pribadi) kepada lembaga calon mitra;

6) Melaksanakan atau mengorganisir pertemuan untuk menyusun kesepakatan jaringan kemitraan.

(23)
(24)

145 D. PENUTUP

Penyelenggaraan PAUD Inklusif merupakan kegiatan penyelenggaraan yang masih baru. Mengapa PAUD Inklusif perlu mendapat perhatian khusus? Hal ini dikarenakan banyak anak berkebutuhan khusus (ABK) yang belum tertangani secara luas dimasyarakat. Pelayanan yang ditawarkan di pusat terapi memerlukan biaya yang sangat mahal dan jumlah lembaganya terbatas di pusat perkotaan. Sementara sasaran ABK ada dimana-mana dari perkotaan sampai di Pedesaan. Jika hal ini tidak ditangani secara serius dan luas, maka para orang tua akan mengalami kesulitan berkepanjangan dengan kehadiran ABK. Akibatnya ABK tidak dapat mandiri dan hidup bermasyarakat, tetapi justru akan menjadi beban orang tua, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu akan sangat bijaksana jika pelayanan PAUD IInklusif bagi anak usia dini dapat diselenggarakan dimasyarakat secara luas. Untuk dapat diselenggarakan pelayanan PAUD Inklusif, diperlukan perangkat model yang dapat dijadikan referensi atau panduan. Proses untuk dapat membuka lembaga PAUD yang memberi pelayanan Inklusif.

Model Penyelenggaraan PAUD Inklusif di Pedesaan adalah salah satu model penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dengan karakteristik sasaran masyarakat Pedesaan yang memiliki berbagai keterbatasan sumberdaya, baik sumberdaya manusia, alam, social maupun sarana dan prasarana. Model ini mencakup komponen penyelenggaraan PAUD Inklusif, langkah-langkah penyelenggaraannya dan pengendalian.Namun demikian, PTK PAUD dapat mengadaptasikannya sesuai dengan kebutuhan lingkungan.

Model ini diharapkan dapat memaksimalkan penyelenggara PAUD dalam memberikan layanan pendidikan Inklusif kepada anak dengan segala keterbatasannya, sehingga tumbuh kembang anak menjadi optimal sesuai dengan apa yang diharapkan.

Referensi

Dokumen terkait

Term yang tidak diambil untuk proses pelatihan maka akan membuat hasil klasifikasi menjadi benar, tetapi term-term yang diambil ini relevan dengan data uji yang

Ada beberapa hal yang harus dirancang dalam rangka implementasi algoritma Bellman-Ford ini, yaitu fungsi obyektif (cost function), penentuan titik asal dan titik

Jika Lembar Data Keselamatan kami telah diberikan kepada Anda beserta persediaan tinta Asli yang diisi ulang, diproduksi ulang, dan kompatibel atau non-HP, harap diketahui

Hal ini sesuai dengan teori bahwa karsinoma sel skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral.3 Hasil pemeriksaan sputum baik dengan

Dari hasil Penelitian dapat di interpretasikan bahwa jumlah ibu hamil dengan Abortus Inkomplit berdasarkan riwayat abortus sebelumnya yaitu lebih dari setengahnya pada belum

Dengan adanya perjanjian kerjasama atau penawaran antara pihak perusahaan dengan karyawan maka perusahaan tidak boleh sewenang-wenang dalam memperlakukan karyawannya,

Dari proses pembelajaran dan hasil evaluasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran aktif tipe Learning Contracts dengan bantuan Work Sheet dapat

Lalu disini data karyawan masi dicatat dengan cara yang sangat sederhana, sehingga kadang kita tidak mengetahui karyawan harian / bagian lapangan yang sudah keluar sehingga kita