• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelarut dan Temperatur terhadap Tranport Europium (III) melalui Membran Cair Berpendukung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Pelarut dan Temperatur terhadap Tranport Europium (III) melalui Membran Cair Berpendukung"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Pelarut dan Temperatur terhadap Tranport Europium (III)

melalui Membran Cair Berpendukung

Buchari, Eti Testiati, dan Aminudin Sulaeman Departemen Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia

Diterima April 2003, disetujui untuk dipublikasikan Juli 2003

Abstrak

Penelitian tentang pengaruh pelarut dan pengaruh temperatur terhadap transport Eu(III) melalui membran cair berpendukung (supported liquid membrane, SLM) diawali dengan menentukan kondisi terbaik pemisahan. Membran politetrafluoroetilen (PTFE) merupakan membran pendukung yang memiliki diameter pori 0,45µm dan tebal 47µm. Membran terlebih dulu direndam dalam larutan pengemban campuran asam di(2-etilheksil)fosfat (D2EHPA)-tributil fosfat (TBP) selama 2 jam. Konsentrasi Eu(III) dalam fasa umpan adalah 100 ppm, sedangkan fasa penerima berupa larutan asam nitrat 0,1 M. Kondisi terbaik pemisahan didapat pada pH fasa umpan sebesar 3, dengan pengemban berupa campuran 0,8 M D2EHPA dan 0,2 M TBP dalam kerosen. Setelah kontak selama 300 menit, jumlah Eu(III) yang tertransport melalui SLM mencapai 71,74 %. Persen transport meningkat menurut urutan penggunaan pelarut: kerosen>toluen>kloroform>n-heksan>1,2-dikloroetan. Pelarut campuran 75% volum kerosen dengan 25 % volum kloroform mampu meningkatkan transport Eu(III) dari 71,74% menjadi 79,10% bila dibandingkan dengan penggunaan kerosen saja. Peningkatan temperatur proses dari 25oC menjadi 60oC meningkatkan transport Eu(III) dari 71,74 % menjadi 92,26%. Profil permukaan membran dikarakterisasi dengan mikroskop elektron (SEM).

Kata kunci : europium, membran cair berpendukung, politetrafluoroetilen, senyawa pengemban. Abstract

Study of the influence of solvents and temperature on the transport of Eu(III) through supported liquide membrane (SLM) has been undertaken. The first step of this work was to determine the best conditions for the extraction. Polytetrafluoroethylene (PTFE) membrane has been used in this research. The thickness of the film is 47 µm and the average pore size is 0.45 µm.The membrane was impregnated in the carrier solutions for 2 hours. The carrier used were di 2-ethylhexyl phosphoric acid (D2EHPA) and tributylphosphate (TBP). Feed compartment contained 100 ppm Eu(III) in a buffer solution. Receiver compartment contained 0.1 M nitric acid. The optimum result has been achieved at feed pH of 3 and a mixture of 0.8 M D2EHPA and 0.2 M TBP in kerosene. At this conditions, 71.74 % of Eu( III) was transported through SLM. The transport percentase ncreased in the solvent order of kerosene>toluena>chloroform>n-hexane>1,2-dichloroethane. The mixture of 75% of kerosene and 25% of chloroform increased the Eu(III)’s transport from 71.74 % to 79.1% compared with the kerosen as a solvent. The elevation of temperature from 25oC to 60oC increased the transport of Eu(III) from 71.74 to 92.26 %. The profile of membrane surface was characterized by scanning electron microscope (SEM).

Keywords : europium, supported liquide membrane, polytetrafluoroethylen, carrier.

1. Pendahuluan

Transport europium(III) melalui membran cair berpendukung (supported liquid membrane, disingkat dengan SLM) telah dipelajari antara lain oleh Nakamura dan Akiba1,2), Kapunec dan Manh3,4), Sugiura dan Kikhawa5) serta oleh Sulaeman6). Para peneliti tersebut umumnya mengutamakan pencarian senyawa-senyawa untuk dijadikan pengemban (carrier) serta meneliti mekanisme transpornya. Namun, pengaruh jenis pelarut dan temperatur terhadap transport europium(III) melalui SLM ternyata luput dari perhatian.

Tujuan pertama penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pelarut terhadap transport Eu(III) melalui SLM. Membran pendukung dalam

teknik SLM berperan sebagai kerangka, sehingga cairan yang terperangkap di dalamnya dapat membentuk film bebas. Kestabilan film ini antara lain dipengaruhi oleh jenis pelarut, jenis pengemban serta komposisi fasa umpannya. Beberapa kriteria pemilihan pelarut organik bagi SLM, antara lain : kelarutan yang rendah dalam fasa air, volatilitas rendah, mampu melarutkan senyawa pengemban dan senyawa kompleks antara pengemban dengan ion logam serta viskositas yang relatif tinggi. Nilai viskositas diharapkan semakin meningkat dengan adanya senyawa pengemban atau kompleks senyawa pengemban dengan ion logam. Pengaruh viskositas (η) dan temperatur (T) terhadap koefisien difusi (D) dinyatakan oleh persamaan Stokes-Einstein berikut ini :

(2)

D = kT/6Πηr (1) Pada persamaan itu, k adalah tetapan Boltzman (1,38x10-16 g.cm2.detik-2.K-1) dan r adalah jari-jari partikel. Karena kriteria tersebut di atas dipengaruhi oleh temperatur, maka tujuan kedua dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh temperatur terhadap transport Eu(III) melalui SLM. Umumnya, pelarut yang digunakan dalam teknik SLM memiliki tegangan permukaan antara 20 hingga 30 dyne/cm. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh pelarut yang sifat hidrofobiknya semakin menurun, yakni : n heksan, destilat kerosen fraksi 200-220oC, toluen, kloroform, dan 1,2-dikloroetan (DCE). Tabel 1 berikut memperlihatkan beberapa sifat fisik dari pelarut yang digunakan dalam penelitian ini.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pada penelitian ini digunakan campuran senyawa asam di(2-etilheksil) fosfat (D2EHPA), dan tributil fosfat (TBP). Di dalam media dodekan atau kerosen, D2EHPA membentuk struktur dimer dengan tetapan dimerisasi sebesar 4,47 dan berat jenisnya sebesar 0,975 g/mL. Saat membentuk kompleks dengan ion logam, dimer memutuskan salahsatu ikatan hidrogennya. Di sisi lain, TBP merupakan molekul netral yang tidak mengalami ionisasi, momen dipol sebesar 3,0 Debye, koefisien dielektrik relatif tinggi dan berat jenis sebesar 0,9727 g/mL. Perbandingan mol antara TBP dengan D2EHPA yang bersenyawa dengan ion logam tanah jarang adalah 1: 46). Transport Eu(III) melalui SLM yang menggunakan pengemban campuran D2EHPA-TBP diasumsikan mengikuti mekanisme transport tandingan (counter

transport7). Pada antarmuka fasa umpan dengan membran, terjadi reaksi pembentukan kompleks antara ion Eu3+ dengan D2EHPA yang mengikuti persamaan reaksi berikut ini :

Eu3+ +3(D2EHPA)2'Eu[H(DEHPA)2]3+3H+ (2)

Kompleks yang terbentuk terdistribusi di antara kedua fasa, dengan tetapan distribusi:

Kd,f =[Eu3+]/[Eu3+]f=[Eu(H(DEPA)2]/[Eu3+]f (3)

Tanda bar di atas konsentrasi zat menandakan konsentrasi zat dalam fasa membran dan subskrip f menyatakan fasa umpan. Pada antarmuka fasa umpan membran dengan fasa penerima terjadi pelepasan (stripping) Eu3+ dengan reaksi berikut ini :

Eu[H(DEPA)2]3+3H+'Eu3++3(D2EHPA)2 (4)

Tetapan distribusi pada antarmuka fasa membran dengan fasa penerima diungkapkan menurut persamaan :

Kd,r=[Eu(III)]/[Eu(III)r=[Eu(H(DEPA)2]/[Eu3+]r (5)

Subskrip r menyatakan fasa penerima (receiver). Bila digunakan larutan asam nitrat sebagai fasa penerima, maka reaksinya dengan D2EHPA adalah sebagai berikut :

H+ + NO3- + 2H2O + (D2EHPA)2 ' (DEHPA.H2O)2.

HNO3 (6)

Karena TBP merupakan molekul netral, maka reaksi dengan Eu3+ memerlukan lebih dulu spesi ionik, yang dalam hal ini dipenuhi oleh ion NO3-.

Eu3+ + 3NO3- + 3 TBP ' Eu(NO3)3(TBP)3 (7)

Sedangkan reaksi antara asam nitrat dengan TBP adalah sebagai berikut ini.

H+ + NO3- + n TBP ' HNO3.nTBP (8)

Laju transport suatu senyawa melalui SLM dapat diikuti dengan menentukan perbandingan konsentrasi senyawa itu pada waktu tertentu (Ct) terhadap

konsentrasi zat semula (Co) yang mengikuti hukum

pertama Ficks, menurut persamaan :

ln (Ct/Co) = -(S/V).P.t (9)

Pada persamaan itu, V adalah volume larutan umpan, S adalah luas permukaan membran dan t adalah waktu. Jika (S/V)P=k, maka persamaan (9) menjadi :

ln(Ct/Co) = -k.t (10)

Tabel 1. Sifat fisik dari pelarut organik. Sifat fisik Pelarut

Titik didih (0C) Indek polaritas (Snyder)

Koefisien dielektrik

Tegangan permukaan pada 20oC (dyne/cm) n-heksan 68,9 0,0 1,88 18,4 Kerosen 200-220 - 2,02 ∼ 20 Toluen 110,6 2,3 2,38 28,5 Kloroform 61,7 4,4 4,79 27,1 DCE 83,5 3,7 10,55 24,2

(3)

Ketergantungan P terhadap temperatur mengikuti persamaan Arrhenius berikut ini:

P = A eks.(-Ep/RT) (11)

A adalah tetapan laju difusi dan Ep adalah energi

pengaktifat permeasi (J.mol-1). 2. Percobaan

Sel pemisahan terdiri dari 2 kompartemen terbuat dari gelas yang dilengkapi dengan pengaduk. Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran. Membran pendukung terbuat dari politetrafluoroetilen (PTFE) buatan S&S yang berdiameter 47 mm, dan porositas 0,45 µm. Sebagai pengemban adalah asam di-2-etilheksilfosfat (D2EHPA) dan tributilfosfat (TBP) yang diperoleh dari SIGMA. Pelarut yang dipelajari pengaruhnya adalah n-heksan, destilat kerosen fraksi 200-220oC, kloroform, toluen dan 2-dikloroetan. Kecuali kerosen, pelarut-pelarut tersebut serta bahan kimia pendukung lainnya merupakan produk Merck.Variabel percobaan yang dibuat tetap adalah lama perendaman membran selama 2 jam, konsentrasi total D2EHPA dan TBP sebesar 1 M, fasa penerima berupa larutan asam nitrat 1 M, dan kecepatan pengadukan sebesar 700 rpm. Variabel percobaan yang dibuat berubah adalah : pH fasa umpan, komposisi campuran senyawa pengemban yang diisikan ke dalam membran pendukung, jenis pelarut, komposisi pelarut campuran kerosen dengan kloroform, serta temperatur proses. Volume fasa umpan dan volume fasa penerima masing-masing 100 mL dan konsentrasi semula Eu(III) dalam fasa umpan sebesar 100 ppm. Proses transport dipantau dengan menentukan konsentrasi Eu(III) dari sejak dimulainya proses pemisahan dan selama proses dengan mengambil 1 mL larutan umpan setiap 60 menit. Konsentrasi Eu(III) ditentukan secara spektrofotometri pada 526 nm dengan natrium alizarin sulfonat (NAS) sebagai senyawa pewarna. Membran PTFE kering direndam selama 2 jam dalam larutan pengemban. Setelah perendaman, membran dikeringkan dengan kertas tisu. Karakterisasi dengan mikroskop elektron (SEM) terhadap membran

pendukung sebelum dan sesudah perendaman dilakukan di LPP3G Bandung. Pengaruh pH fasa umpan dipelajari pada kondisi larutan pengemban D2EHPA:TBP sebesar 0,8M:0,2M serta konsentrasi Eu(III) dalam fasa umpan sebesar 100 ppm. pH fasa umpan yang memberikan transpor terbaik digunakan untuk mengoptimasi komposisi D2EHPA:TBP dalam larutan perendam.

Variasi perbandingan molar kedua senyawa tersebut adalah : 0,8:0,2; 0,6:0,4; 0,4:0,6; dan 0,2:0,8. Komposisi larutan perendam yang memberikan transpor terbaik digunakan untuk mempelajari pengaruh pelarut. Selain pelarut murni, dipelajari pula pengaruh pelarut campuran kerosen dengan kloroform dengan perbandingan volume 75:25; 50:50 dan 25:75. Kondisi pH, komposisi D2EHPA:TBP, serta pelarut yang memberikan transport terbaik digunakan untuk mempelajari pengaruh pelarut terhadap transport Eu(III). Secara eksperimen, dengan mengalurkan –ln(Ct/C0) terhadap waktu t ,

akan diperoleh harga k sebagai kemiringan kurva. Berdasarkan persamaan (9), dengan diketahuinya harga S sebesar 10,75 cm2, maka harga P dapat ditentukan.

3. Hasil dan pembahasan 3.1 Profil membran

Permukaan kasar membran PTFE merupakan permukaan yang kontak dengan larutan umpan sedangkan permukaan halus adalah membran PTFE yang bagian luarnya berlapis polipropilen (PP) merupakan permukaan yang kontak dengan larutan penerima. Pemotretan dengan SEM dilakukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh permukaan kasar, gambaran menyeluruh permukaan halus, permukaan halus yang terlapisi PP, permukaan halus yang tidak terlapisi PP dan penampang lintang membran, baik sebelum direndam maupun sesudah direndam dalam kerosen. Gambar 1 memperlihatkan 6 hasil pemotretan permukaan kasar dan halus membran PTFE. Struktur membran PTFE memperlihatkan simpul-simpul memanjang yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh serat-serat berbentuk sarang laba-laba.

(4)

a b

c d

e f

Gambar 1. Profil permukaan kasar membran PTFE, sebelum direndam (a), sesudah direndam (b), profil seluruh permukaan halus, sebelum direndam (c), sesudah direndam (d), dan profil permukaan halus bagian yang putih, sebelum direndam (e), sesudah direndam (f).

Di antara simpul dan jaringan serat-serat itu terbentuk celah-celah atau pori-pori yang umumnya berbentuk sumuran dengan permukaan berbentuk lingkaran atau oval. Pori yang permukaannya bebentuk lingkaran memiliki garis tengah berkisar antara 0,45 µm hingga 1,20 µm. Antar pori dihubungkan oleh serat dengan panjang antara 2,75 hingga 3,50 µm. Pelarut kerosen mampu membasahi permukaan membran dengan baik dan menyebabkan penggembungan (swelling) terhadap membran. Ukuran pori, serat penghubung dan permukaan penghubung mengalami peningkatan rata-rata dari sekitar 0,17 µm menjadi sekitar 0,56 µm atau lebih dari 3 kali, seperti tampak pada Gambar 1b dan 1f.

Kerosen yang digunakan adalah fraksi bertitik didih 200-220oC, dan dianggap memiliki sifat fisik dan kimia yang mirip dengan dodekan. Permukaan kasar yang dipenuhi oleh lorong-lorong yang berisi larutan pengemban dalam kerosen memberikan peluang bagi kompleks Eu(III)-senyawa pengemban untuk berdifusi menuju fasa penerima.

3.2 Pengaruh pH dan komposisi pengemban Gambar 2 dan 3 memperlihatkan kurva pengaruh pH dan komposisi larutan pengemban terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM. Berdasarkan reaksi 2, 4, 6 dan 8, tampak peranan pH sangat besar. Transport terbaik diperoleh pada pH 3.

(5)

Pada pH kurang dari 3, konsentrasi ion H+ cukup besar, sehingga reaksi (6) cukup berarti untuk mengurangi jumlah Eu3+ yang bereaksi dengan pengemban. Pada pH lebih tinggi dari 3, transport Eu(III) kembali menurun yang disebabkan mulai terbentuknya senyawaan kompleks terlarut antara Eu(III) dengan ion hidroksida. Selain itu, harga tetapan hasilkali kelarutan (Ksp) dari Eu(OH)3 yang

relatif rendah akan menyebabkan mulai mengendapnya senyawa tersebut. Kondisi pH umpan sebesar 3 ini digunakan untuk mempelajari pengaruh komposisi pengemban D2EHPA-TBP terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM Hasil optimasi ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Laju transport terbaik diperoleh pada penggunaan pengemban campuran 0,8 M D2EHPA dengan 0,2 M TBP.

Gambar 2. Pengaruh pH terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM

Gambar 3. Pengaruh komposisi D2EHPA-TBP terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM

Bila dibandingkan dengan transport yang menggunakan senyawa pengemban murninya, tampak adanya efek sinergis di antara kedua senyawa itu. D2EHPA merupakan senyawa yang mampu membentuk dimer dalam kerosen. Dengan adanya gugus hidroksil, senyawa ini memiliki kemampuan berdisosiasi dalam medium yang relatif polar. Senyawa TBP, praktis merupakan molekul netral. Peranannya adalah mengisi sisa koordinasi yang terbentuk ketika D2EHPA bersenyawa dengan ion Eu3+.

3.3 Pengaruh pelarut

Optimasi yang menghasilkan pH umpan sebesar 3 dan komposisi D2EHPA-TBP sebesar 0,8M-0,2M digunakan untuk mempelajari pengaruh

pelarut. Gambar 4 memperlihatkan pengaruh jenis pelarut terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM, sedangkan Gambar 5 memperlihatkan pengaruh komposisi pelarut campuran kerosen-kloroform terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM.

Gambar 4. Pengaruh pelarut terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM

Gambar 5. Pengaruh pelarut campuran kerosen-kloroform terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM

Penggunaan pelarut kerosen memberikan transport terbaik, diikuti oleh toluen dan kloroform yang keduanya memiliki koefisien permeasi hampir sama. Semakin besar harga tetapan dielektrik, semakin polar sifat pelarut tersebut. N-heksana memiliki koefisien dielektrik yang kecil, namun koefisien permeasinya justru kecil. Hal ini berarti bahwa, walaupun pembasahan membran PTFE oleh heksan berlangsung baik, namun heksan mudah menguap, sehingga selama proses pemisahan berlangsung, banyak pelarut heksan yang hilang. Konsekuensinya adalah kurangnya pembentukan kompleks Eu(III) dengan pengemban dan berakibat kurang baiknya transport Eu(III) melalui SLM.

Pembasahan yang sempurna pada membran memberikan peluang yang besar bagi terjadinya

swelling (penggembungan) pori-pori pada membran.

Penggembungan pori-pori mempermudah permeasi senyawa kompleks Eu(III)-pengemban menuju fasa penerima. Tidak terjadinya pembasahan yang baik seperti halnya bila menggunakan pelarut 1,2-dikloroetan menyebabkan rendahnya koefisien

(6)

permeasi senyawa kompleks Eu(III)-senyawa pengemban. Hasil pengamatan terhadap pengaruh komposisi campuran pelarut kerosen dengan kloroform terhadap koefisien permeasi diperlihatkan oleh Gambar 5. Permeabilitas Eu(III) melalui SLM yang terbaik terjadi pada penggunaan pelarut campuran 75% volume kerosen dengan 25% volume kloroform yang mencapai harga 0,0446 mL.cm2. Harga ini melebihi permeabilitas yang diperoleh jika menggunakan pelarut kerosen murni. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk mendapatkan permeabilitas terbaik pada pemisahan secara SLM, senantiasa diperlukan prosedur penentukan kondisi terbaik setiap parameter secara bertahap, karena koefisien permeasi ditentukan antara lain oleh beberapa faktor yang berasal dari sifat fisik pelarut.

Bagian terahir dari penelitian ini, adalah mempelajari pengaruh temperatur terhadap permeasi Eu(III) melalui SLM pada kondisi terbaik yang telah ditetapkan terdahulu.

Gambar 6. Pengaruh temperatur terhadap oefisien permeasi Eu(III) melalui SLM

Pada penelitian ini, temperatur kerja hanya maksimal 60oC karena memperhatikan sistim larutan umpan dalam air (titik didih sekitar 100oC), sifat fisik membran cair dengan kerosen sebagai pelarut serta membran PTFE yang mengalami pelenturan berlebihan pada temperatur lebih tinggi dari 60oC. Bentuk lain dari persamaan (13) adalah :

lnP = lnA – (Ep/R) (1/T) (14)

Bila dibuat alur antara –lnP terhadap 1/T, dapat ditentukan harga A serta harga energi aktivasi permeasi kompleks Eu(III)-pengemban melalui SLM. Dari penelitian ini didapat hubungan antara –lnP terhadap 1/T mengikuti persamaan berikut ini :

-lnP = -2,8325 + 1797,3/T (15) dengan koefisien regresi sebesar 0,9763.Tetapan laju difusi A berharga 16,98 dengan energi pengaktifan permeasi Ep sebesar 14,94 kJ.K-1.mol-1. Bila

dibandingkan koefisien permeasi (P) pada temperatur 25oC sebesar 0,0370 dengan pada 60oC yang berharga 0,0740, tampak adanya peningkatan 100 %. Dari data koefisien permeasi pada menit ke 300,

jumlah Eu(III) yang tertransport sebanyak 71,74 % bila bekerja pada 25oC sedangkan pada 60oC, jumlah Eu(III) yang tertransport mencapai 92,26%.

4. Kesimpulan

Berdasarkan seluruh hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa jenis dan komposisi pelarut menentukan hasil transport kompleks Eu(III)-pengemban melalui SLM. Dari beberapa pelarut yang dipelajari, kerosen merupakan pelarut yang terbaik. Jika dibandingkan dengan penggunaan pelarut kerosen saja, penggunaan pelarut campuran 75% kerosen dengan 25% kloroform mampu meningkatkan tranasport Eu(III) dari 71,74 % menjadi 79,10 %. Lebih lanjut, peningkatan temperatur proses pemisahan dari 25oC menjadi 60oC, mampu meningkatkan transport Eu(III) dari 71,74 % menjadi 92,26 %. .

Pustaka

1. Nakamura, S., & Akiba, K., “Transport of Europium Through Supported Liquid Membrane Containing Dihexyl-N,N-diethylcarbamoylmethyl Phosphonate”, Separation Science and Technology, 24, 1317 (1989).

2. Nakamura, S., Sato, A., & Akiba, K., “Transport of Europium Through Supported Liquid Membrane Containing di(2,4,4-trimenthylpentyl) phosphinic Acid (DTMPPA)” J.Radioanal. Nucl.

Chem., 178, 63 (1994).

3. Kopunec, R., & Manh, T.N., “Carrier Mediated Transport of Rare Earth Element Through Liquid Membrane. III. Transport of Sc, Y, Ce, Eu, Gd, Tm, Yb Through Supported Liquid Membrane Containing DEHPA”, J.Radioanal. Nucl. Chem., 170, 51 (1993).

4. Kopunec, R., & Manh, T.N., “Carrier Mediated Transport of Rare Earth Elements Through Liquid Membrane. IV. Transport of Sc, Y, Ce, Eu, Gd, Tm, Yb Through Supported Liquid Membrane Containing TBP”, J.Radioanal. Nucl. Chem., 163, 131 (1992).

5. Sugiura, M., & Kikkawa, M., “Carrier Mediated Transport of Rare Earth Element Ions Through Supported Liquid Membrane”, Separation

Science and Technology, 24, 685 (1989).

6. Sulaeman, A., “Pola Transport Pada Ekstraksi dan Pemisahan Unsur Tanah Jarang dengan Teknik Membran Cair Berpendukung Menggunakan Pengemban Campuran asam-(2-etilheksil)fosfat (D2EHP) dan Tributil fosfat (TBP)”, Disertasi

doktor, Program Pasca Sarjana ITB, Indonesia

(2002).

7. Xingrong, L., & Zhang, X., “Simplified Model for Extraction of Rare Earth Ions Using Emulsion Liquid membrane”, J.Memb. Sci., 128, 223 (1997).

Gambar

Tabel 1. Sifat fisik dari pelarut organik.
Gambar 1. Profil permukaan kasar membran PTFE, sebelum direndam (a), sesudah direndam (b), profil seluruh  permukaan halus, sebelum direndam (c), sesudah direndam (d), dan profil permukaan halus bagian yang putih,  sebelum direndam (e), sesudah direndam (f
Gambar 3. Pengaruh komposisi D2EHPA-TBP  terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM

Referensi

Dokumen terkait

Hasil simulasi pembangkit yang baru dengan variasi jumlah feedwater heater didapatkan hasil saat kondisi setelah dimodifikasi ditambahkan 1 feedwater heater didapatkan

As the conclusion, this research proved that Teaching vocabulary by using English comic as media could improve the ability in mastery vocabulary furthermore,

Mikrokontroler ini kompitabel dengan keluarga yang diproduksi oleh In- tel Inc USA. Untuk tipe 89C51 merupakan versi dengan EEP- ROM. Kode C menyatakan mikrokontroler dibuat

Penelitian ini dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh pengaruh negatif dari arus globalisasi yang membuat manusia tuna karakter (berkarakter baik – lemah, jelek – kuat).

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

 Ketepatan pemanfaatan syntax python,  Kemampuan merancang script secara efektif,  Kemampuan menerapkan dialog pada aplikasi,  Kerapihan dan kelengkapan penyajian laporan,

BCA pertama kali didirikan di Semarang dengan nama NV Perseroan Dagang dan Industrie Semarang Knitting Factory yang didirikan pada tanggal 10 Agustus 1955 dengan akte notaris

Diskripsi Matakuliah : Matakuliah ini bertujuan Mahasiswa mampu memahami tentang algoritma, flowchart dan bahasa pemrograman, sehingga mahasiswa mampu