• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kotler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kotler"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Di Indonesia terdapat banyak kota-kota besar yang sangat berpotensi untuk bisnis restoran tradisional, salah satunya kota bandung sebagai ibukota Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat berdasarkan Sensus Penduduk Nasional 2008 adalah 2.229.267 jiwa.

Berbicara mengenai restoran di era globalisasi ini para pelaku bisnis berlomba-lomba untuk mengembangkan inovasi tidak hanya dari faktor makanan utama. Tetapi dari faktor-faktor lain yang membuat konsumen loyal dan bersedia untuk berkunjung kembali.

Bisnis Boga (makanan) atau yang saat ini lebih dikenal dengan istilah bisnis kuliner, merupakan jenis usaha yang selalu marak ditawarkan di kota Bandung. Bila kita ingat sepintas lalu kota Bandung sempat dipenuhi dengan cafe-cafe tenda artis di pinggir jalan yang saat itu tumbuh bagai jamur dimusim hujan. Hingga saat ini pun bisnis café masih sangat digemari, namun perubahan gaya hidup, selera dan tata cara dalam menikmati atau mengkonsumsi makanan pada masyarakat perkotaan khususnya kota Bandung, membawa para pengusaha kuliner ini kepada ide-ide baru mengenai cafe yang dianggap lebih modern dan akan lebih disukai. bagi seorang konsumen baik tua ataupun muda, dalam memilih tempat untuk bersantap Suasana yang diinginkan nyaman dan homey menjadi bahan pertimbangan utama. Bahkan tidak sedikit konsumen yang lebih memilih makan di sebuah cafe dari pada makan di rumah dengan alasan menyukai atmosphere (suasana) pada cafe yang bersangkutan. Kotler (1973) mengatakan identitas sebuah toko dapat dikomunikasikan kepada konsumen melalui dekorasi toko atau secara lebih luas dari atmosfernya. Meskipun sebuah atmosfer toko tidak secara langsung mengkomunikasikan kualitas produk dibandingkan dengan iklan, atmosfer toko merupakan komunikasi secara diam-diam yang dapat menunjukkan kelas sosial dari produk-produk yang ada didalamnya. Sehingga

(2)

menurut Kotler (1973), hal ini dapat dijadikan sebagai alat untuk membujuk konsumen menggunakan jasa atau membeli barang yang dijual di toko tersebut.

Atmosphere (suasana toko) adalah suasan terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan yang dapat menarik konsumen untuk membeli (Kotler 2005). Cakupan store atmosphere bisa dijelaskan salah satunya oleh desain ruangan yang disajikan oleh restoran-restoran yang ada, sebagai konsep dari rumah makan tersebut yang membedakan rumah makan tersebut termasuk dalam kategori Rumah Makan Tradisional atau Rumah Makan Modern.

Pada saat ini kita ketahui bahwa bisnis rumah makan tradisional khusunya di kota Bandung cukup banyak, yang membedakan antara rumah makan tradisional dan rumah makan modern adalah menu makanan dan dari desain ruangan, music yang disajikan. Biasanya restoran tradisional kebanyakan menyajikan desain seperti lesehan, mengapa lesehehan? Karena dengan judul tradisional para pemilik restoran pasti akan menyajikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh segelintir orang yang melakukan cara tradisional untuk bersantap saji.

Sedangkan yang membedakan pada restoran modern adalah dari desain ruangannya yang lebih glamour seperti sofa, kursi, meja, lukisan yang lebih elegan, selain itu ada lagi musik yang disajikan di rumah makan modern lebih ke masa kini (modern).

Tabel 1.1

Perbedaan Konsep Rumah Makan Tradisional dan Rumah Makan Modern Konsep Rumah Makan Tradisional Konsep Rumah Makan Modern 1. Suara

- Musik yang disajikan rumah makan tradisional biasanya menyajikan musik-musik tradisional seperti alunan musik sunda (angklung, suling, gamelan, dll)

2. Internal Layout

- Pengaturan dari berbagai fasilitas yang ada di dalam ruangan, biasanya rumah makan tradisionalselain menyediakan kursi, rumah makan ini menyediakan tempat lesehan

1. Suara

- Musik yang disajikan rumah makan modern adalah musik masa kini (mengikuti perkembangan jaman) 2. Internal Layout

- Pengaturan dari berbagai fasilitas yang ada dalam ruangan biasanya rumah makan modern selain menyediakan kursi dan meja mereka menyediakan sofa yang lebih nyaman untuk duduk.

(3)

Konsep Rumah Makan Tradisional Konsep Rumah Makan Modern 3. Bau

- Wangi-wangian yang biasa disajikan oleh rumah makan tradisional seperti wangi aroma terapi

4. Tekstur

- Kursi, meja dari restoran tradisional biasanya dari kayu, dan dindingnya didesain sedemikian rupa agar para konsumen merasanyaman

5. Desain Interior

- Lesehan yangdisediakan biasanya memberikan ruang yang cukup sesuai dengan jumlah pengunjung yang datang, selain itu penataan kursipun di buat nyaman dengan ditambah tatanan lampu yang atau penggantinya seperti lilin.

3. Bau

- Wangi-wangian yang disajikan oleh rumah makan modern seperti aroma-aroma buah

4. Tekstur

- Restoran modern biasanya meja yang ditampilkan dari kaca, dan diding yang berwarna- warni 5. Desain interior

- Jarak yang disediakan oleh rumah makan modern memberikan jarak yang cukup leluasa untuk para pengunjung untuk dibuat nyaman danselain itu biasanya lampu penerangan yang disediakan lebih terang dan berbagai warna.

Jika menyinggung faktor yang membuat konsumen loyal, maka terdapat beberapa faktor yang membuat konsumen loyal terhadap restoran, yaitu diantaranya faktor persepsi gerai (Fiore, 2000) dan faktor motivasi belanja yang dibedakan menjadi dua yaitu hedonis dan utilitarian (Babin et al., 1994).

Pentingnya setiap restoran khusunya restoran tradisional menyadari bahwa pentingnya loyalitas konsumen sebagai salah satu kunci suatu perusahaan dibidang makanan untuk bertahan di era globalisasi ini.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh restoran tradisional untuk meningkatkan loyalitas konsumen adalah melalui persepsi gerai (Fiore, 2000) dan mengetahui tipe berbelanja, maka diharapkan restoran tradisional mampu melakukan pendekatan yang tepat bagi konsumen maupun calon konsumen sehingga terjadi tindak lanjut berupa pembelian produk bahkan pembelian berulang dari restoran tersebut (Holbrook dan Hirschman, 1982).

Persaingan bisnis restoran tradisional di kota Bandung semakin menurun dari tahun 2008 hingga 2010. Akan tetapi restoran tradisional ini berpeluang sangat terbuka dan cukup menjanjikan. Hal ini terlihat pada gambar di bawah ini :

(4)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2010

Gambar 1.1

Perkembangan Populasi Rumah Makan di Bandung Tahun 2008-2010 Dari data di atas bisa kita lihat pada tahun 2008 jumlah Rumah Makan di Kota Bandung berjumlah 260.Dari 260 Rumah Makan itu sebanyak 49 buah adalah Rumah Makan Sunda. Pada Tahun 2009 Rumah Makan di Kota Bandung bertambah menjadi 258 dan sebanyak 43 buah adalah Rumah Makan Sunda. Dan pada tahun 2010 Rumah Makan Sunda di Kota Bandung jumlahnya berkurang menjadi 37 buah.

Bisnis Rumah Makan ini menurun bisa di sebabkan oleh semakin banyaknya pesaing, lokasi yang tidak strategis, store atmosphere yang kurang menarik serta perilaku utilitarian shopping value yang beralih kepada hedonic shopping value dan mengakibatkan konsumen berpindah selera atau dengan kata lain tidak loyal, selain itu dengan penurunan jumlah rumah makan tradisional yang dialami di kota bandung adalah dengan perkembangan jaman yang saat ini mengacu ke barat-baratan yang mengutamakan makan cepat saji. Selain perkembanga jaman penurunan rumah makan tradisional diakibatkan oleh perubahan selera, gengsi yang dimiliki konsumen khususnya remaja dewasa ini.

0 50 100 150 200 250 300 2008 2009 2010

Rumah Makan di Kota Bandung

Rumah Makan Sunda di Kota Bandung

(5)

Store Atmosphere

Desain store atmosphere sebagai atmospheric stimuli ini juga perlu dirumuskan pada tatanan yang strategis. Hal ini sejalan dengan pendapat Levy dan Weitz (1998). Desain desain store atmosphere haruslah memperhatikan elemen strategis lainnya seperti halnya lokasi, pilihan barang, dan positioning atas konsep toko, keragaman produk , dan harga serta pelayanan pelanggan.

Shamdasani dan Balakhrisnan (2000), menyatakan dimensi lingkungan fisik adalah semua faktor fisik yang dapat dikendalikan perusahaan untuk memicu meningkatkan (atau memaksa) tindakan karyawan dan pelanggan. Faktor-faktor tersebut adalah Symbol dan artifacts, barang-barang seperti kualitas material yang digunakan, kecanggihan teknologi dalam perlengkapan, dan sertifikat prestasi merupakan symbol yang mengomunikasikan arti dan kesan keindahan seluruhnya (Bitner, 1992); Ambient adalah faktor kondisi suasana yang mengacu kepada faktor-faktor yang memengaruhi panca indera termasuk karakteristik latar lingkungan termasuk temperatur, pencahayaan, kebisingan, musik, dan wewangian (Bitner, 1992).

Shopping Value

Babin et al, (1994), motivasi berbelanja dikategorikan dalam dua aspek yaitu aspek utilitarian dan hedonic. Perilaku berbelanja utilitarian merupakan karakteristik yang berkenaan dengan tugas individu yang harus dipenuhi, berorientasi produk, rasional, dan didorong oleh adanya motivasi ekstrinsik. Sedangkan perilaku berbelanja hedonic lebih mengarah pada rekreasi, kesenangan, intrinsik, dan stimulasi yang berorientasi motivasi.

Atas dasar uraian di atas maka penyusun tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul :

“PENGARUH HEDONIC SHOPPING MOTIVE DAN STORE

ATMOSPHERE TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN PADA

(6)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian difokuskan kepada aspek loyalitas pengunjung yang dapat dipengaruhi oleh hedonic shopping motive dan store atmosphere yang ditawarkan rumah makan tradisional Ampera. Untuk bertahan di era krisis ekonomi global ini Ampera harus memiliki strategi yang efektif agar mendapatkan keunggulan dalam persaingan. Maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Seberapa besar pengaruh hedonic shopping motive dari pengunjung rumah makan tradisional tersebut?

2. Seberapa besar pengaruh store atmosphere mempengaruhi loyalitas pengunjung rumah makan tradisional?

3. Seberapa besar loyalitas dari pengunjung rumah makan tradisional yang dipengaruhi oleh hedonic shopping motive dan store atmosphere?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud diadakannya penelitian ini adalah untuk mengolah, menganalisa, dan menginterpretasikan data dalam rangka menyusun skripsi sebagai satu syarat dalam menempuh Ujian Strata-1 pada Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana hedonic shopping motive dari konsumen rumah makan tradisional.

2. Mengetahui seberapa besar pengaruh store atmosphere dari rumah makan tradisional tersebut terhadap loyalitas pengunjung.

3. Mengetahui seberapa besar tingkat loyalitas pengunjung restoran tradisional yang dipengaruhi oleh hedonic shopping motive dan store atmosphere.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan-kegunaan sebagai berikut:

(7)

1. Penulis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan serta wawasan yang berkaitan dengan hedonic shopping motive, Store atmosphere, dan loyalitas pengunjung.

2. Perusahaan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyusun suatu informasi sebagai bahan rekomendasi sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan hedonic shopping motive, Store atmosphere, dan loyalitas pengunjung.

3. Pihak Lain

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dibidang pemasaran khususnya perilaku pembelian, persepsi gerai dan loyalitas konsumen.

1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Dalam menghadapai persaingan bisnis Restoran, yang harus dilakukan perusahaan adalah memberikan sesuatu yang menarik konsumen agar mau mengunjungi toko, melakukan pembelian ulang. Salah satunya adalah dengan cara menampilkan store atmosphere yang unik berbeda dengan yang lainnya yang dipadukan dengan perpaduan unsur-unsur tampilan di dalam maupun luar restoran dengan segala suasananya. Diharapkan konsumen akan datang dan tidak akan beralih pada pesaing.

Dalam upaya memuaskan kebutuhan pada suatu toko, konsumen tidak hanya merespon terhadap produk yang ditawarkan, tetapi juga memberikan responnya terhadap lingkungan tempat pembelian, seperti yang dikemukakan dalam “Manajemen Ritel”, Utami (2008:168) bahwa:

“Store atmosphere adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon emosional dan persepsi pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli barang .”

(8)

Menurut Berman dan Evan (2010:509) dalam bukunya “Retail

Management (Strategic Approach)” membagi elemen-elemen store atmosphere

ke dalam 4 (empat) elemen, yaitu:

Sumber: Berman and Evans (2010:509) dalam bukunya “Retail Manajemen” Gambar 1.2

Elemen-elemen Store atmosphere Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bagian depan Toko (Exterior)

Bagian depan toko merupakan keseluruhan physical exterior dari sebuah toko, didalamnya termasuk pintu masuk, jendela, teras, papan nama toko, dan konstruksi material lainnya. Terkadang konsumen menilai sebuah toko dari bagian exteriornya.

2. Bagian dalam Toko (General Interior)

Perasaan dan emosi konsumen di dalam sebuah toko dipengaruhi oleh general interior dari toko tersebut, maka hendaknya dapat diciptakan kesan yang nyaman dan menyenangkan kesan ini dapat diciptakan, misalnya dengan space yang cukup lebar untuk menampung lalu lintas konsumen, penerangan yang baik, loteng yang cukup tinggi, dan pajangan yang berwarna-warni. Berpengaruh disini adalah cat lantai, peralatan, dan perabotan toko termasuk penerangan tangga berjalan dan lain-lain.

Exterior Store

layout

Store atmosphere created by the retailer

Interior displays General

(9)

3. Tata Letak (Store Layout)

Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari peralatan barang dagangan di dalam toko serta fasilitas toko.

4. Papan Pengumuman (Interior Display)

Sangat menentukan bagi suasana toko karena memberikan informasi kepada konsumen. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan penjualan dan laba bagi toko. Yang termasuk interior displayialah: poster, tanda petunjuk lokasi, displaybarang-barang pada hari-hari khusus seperti hari raya dan tahun baru

Kepuasan store atmosphere yang dibuat oleh perusahaan dapat dijadikan salah satu kegiatan pemasaran produknya untuk mengkomunikasikan store atmosphere yang sesuai di mata konsumen, dilihat dari faktor-faktor store atmosphere (exterior, general interior, store layout, interior displays) sehingga akan timbul persepsi tertentu pada konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, yang diinginkan oleh produsen dan sesuai dengan harapan konsumen akan berpengaruh pada persepsi pelanggan, apakah ia mempunyai respon yang positif atau negatif terhadap perusahaan.

Akibat terdapatnya faktor tersebut maka pemasar harus lebih kreatif untuk memenuhi kebutuhan konsumen hal tersebut dikarenakan karena keinginan dan kebutuhan konsumen selalu berubah-ubah akan suatu produk dan untuk mencapai pemenuhan keinginan dan kebutuhan konsumen tersebut maka perusahaan harus mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana konsumen melakukan tindakan keputusan pembelian.

Sumber: Robert J. Donovan dan John R. Rossiter (1982:42) An Environmental Psychology Approach Journal of Retailing, Spiring

Gambar 1.3

Model dari Dampak Suasana Toko Perangsang Lingkungan Status Emosi: Senang Bergairah Menguasai Tanggapan mendekati atau menghindar

(10)

Hubungan antara ketiga status emosi yang ditunjukan Gambar 1.3 (senang, bergairah, dan menguasai) dan keinginan yang diungkapkan untuk melakukan perilaku tertentu yang berkaitan dengan toko. Senang (pleasure) mengacu pada sejauh mana konsumen merasa senang, suka cita, atau puas di dalam toko. Bergairah (arousal) mengacu pada sejauh mana konsumen merasa meluap-luap, waspada, atau aktif di dalam toko. Menguasai (dominance) mengacu pada sejauh mana konsumen merasa dikontrol atau bebas berbuat sesuatu di dalam lingkungan toko.

Kebutuhan hedonic ini lebih menjadi sorotan utama karena dalam memperhatikan kondisi dari pengunjung terlihat bahwa ada suatu misteri yang harus diungkap untuk dapat dijadijkan sebagai dasar dalam penyusunan strategi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Menurut Babin, Darden dan Griffin (1994) nilai berbelanja berorientasi pada dua motivasi, yaitu utilitirian dan motivasi hedonic. Nilai utilitirian mewakili untuk orientasi pada tugas yang harus dilakukan,sedangkan nilai hedonic mengungkap kepuasan dari seseorang dan pergaulan seseorang dengan pengalaman berbelanja

Menurut Mayer dan Wilkinson (2003,p.1) enam kategori besar darimotivasi hedonic shopping ini adalah sebagai berikut:

a. Adventure Shopping

The first category is labeled “adventure shopping” which refers to shopping for stimulation, adventure and the feeling of being in another world social shopping. (Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja didasarkan pada rangsangan, petualangan dan perasaan yang menyenangkan).

b. Social Shopping

“a second category is labeled ‘social shopping’ which refers to the enjoyment of shopping with friend and family, socializing while shopping, and bounding with other while shopping”. (Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja didasarkan untuk suatu kegembiran dengan anggota keluarga, teman, dan bersosialisasi ketika berbelanja).

(11)

c. Gratification Shopping

“a third category is labeled ‘gratification shopping’ which involves shopping fortress relief, shopping to alleviate a negative mood, and shopping as a special treat to oneself”. (Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk mengurangi mood yang buruk atau stress dan berbelanja sebagai cara istimewa untuk memanjakan diri).

d. Idea Shopping

“A fourth category we label “idea shopping”, which refers to shopping to keep up a with trends and new fashion and to see a new product and innovation”. (Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk tetap mengikuti trend dan mode terbaruyang sedang berlangsung juga untuk melihat inovasi terbaru).

e. Role Shopping

“A fifth category of shopping is labeled “role shopping”, which reflect the enjoyment that shoppers drive from shopping for other, the influence intrinsic joy felt by shoppers when finding the perfect gift for other”. (Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk suatu kesenangan sebagai individu yang memiliki peranan dan arti penting dalam suatu komunitas dan ketika berbelanja untuk orang lain).

f. Value Shopping

“The final category is labeled “value shopping”, which refers to shopping for sales, looking for discount, and hunting for bargains”. (Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk penjualan, mencari potongan harga dan berburu tawar menawar, sehingga individu tersebut merasa adanya suatu keuntungan dalam berbelanja).

Loyalitas

Prilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau ketidakpuasan akan suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana sikap pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang telah dirasakannya.

(12)

Setiap perusahaan pasti menginginkan konsumen yang loyal karena konsumen yang loyal akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, konsumen yang loyal merupakan tujuan akhir dari setiap perusahaan.

Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2005;110) dalam bukunya Service Quality Satisfaction, yaitu:

“Loyalitas adalah situasi konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai polapembelian ulang yang konsisten.”

Sedangkan menurut Lovelock (2004;352) dalam Service Marketing loyalitas adalah:

“Loyalty is describe a customers willingness to continue patronizing a firm over the long term, purchasing and using its goods and services on a repeated and preferably exclusive basis and recommending the firm product to friends and associates.”

(Loyalitas menggambarkan keinginan konsumen untuk terus berlangganan dalam waktu yang panjang, melakukan pembelian dan menggunakan barang dan jasa secara berulang dan merekomendasikan produk perusahaan kepada teman atau koleganya).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merupakan suatu sikap positif konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang disertai dengan perilaku pembelian secara berulang dan bersikap konsisten, yang selanjutnya konsumen merekomendasikan produk atau jasa perusahaan tersebut kepada orang lain.

Karakteristik Loyalitas Pelanggan

Konsumen yang loyal merupakan aset tak ternilai bagi perusahaan. Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, Tjiptono (2006;108) mengemukakan beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, diantaranya adalah:

(13)

1. Melakukan pembelian ulang yang konsisten

Pelanggan membeli kembali produk yang sama yang ditawarkan perusahaan. 2. Merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain

Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut kepada orang lain.

3. Konsumen tidak mudah beralih pada produk pesaing

Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis dari pesaing.

Hedonic shopping motive (X1)

1. Adventure Shopping 2. Social Shopping 3. Gratification shopping 4. Idea Shopping 5. Role Shopping 6. Value Shopping Store atmosphere (X2) 1. Exterior 2. General interior 3. Store lay out 4. Interior displays

Gambar 1.4 Paradigma Penelitian

Loyalitas konsumen (Y) 1. Repeat purchase (kesetiaan

terhadap pembelian) 2. Retention (ketahanan

terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan)

3. Referrals (mereferensikan secara total esistensi perusahaan)

(14)

1.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Hipotesis satu :

- Ho : tidak adapengaruh signifikan antara Hedonic shopping dengan Loyalitas konsumen

- Ha : Ada pengaruh signifikan antara Hedonic shopping dengan Loyalitas konsumen

Hipotesis dua :

- Ho : tidak ada pengaruh signifikan antara Store atmosphere dengan Loyalitas konsumen

- Ha : Ada pengaruh signifikan antara Store atmosphere dengan Loyalitas konsumen

1.7. Metode Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan suatu kondisi atau fenomena tertentu. Sedangkan untuk menganalisis hubungan antara variable digunakan metode verifikatif, menurut Nazir dalam bukunya yang berjudul metode penelitian (2003;74) menyatakan bahwapenelitian verifikatif adalah suatu penelitian untuk menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang juga berarti menguji kebenaran teori.

Sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang ada di lapangan. Penelitian verifikatif juga digunakan untuk meneliti hubungan atau pengaruh variabel independen dan variabel dependen yaitu antara hedonic shopping motive dan store atmosphere terhadap loyalitas konsumen. Setelah itu dianalisis dengan menggunakan analisis statistik untuk akhirnya diambil kesimpulan.

Data yang berhasil dikumpulkan selama penelitian kemudian dianalisi lebih lanjut dengan menggunakan dasar-dasar teori yang ada, sehingga dapat memperjelas gambaran objek yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi :

(15)

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dengan turun langsung untuk meninjau dan mewneliti ke perusahaan yang diteliti oleh penulis serta melakukan :

a. Observasi

Yaitu pengamatan langsung pada perusahaan yang menjadi objek penelitian dengan jalan mengamati objek penelitian tersebut guna kelengkapan data dan memperoleh gambaran mengenai perusahaan sehingga diharapkan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

b. Wawancara

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung dengan pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga dapat diperoleh keterangan dan data-data yang diperlukan.

c. Kuesioner

Data diperoleh dengan cara menyebarkan suatu daftar pertanyaan/ pernyataan yang cukup terperinci dan lengkap tetang obyek yang diteliti pada responden.

2. Penelitian Pustaka (Library Research)

Dalam mengumpulkan data ini penelitian memperoleh data melalui litelatur yang sesuai dengan pokok-pokok masalah untuk mendapatkan landasan teori sebagai dasar dalam melakukan penelitian.

1.8. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam rangka pengumpulan data skripsi ini, penulis melakukan penelitian di Restoran AMPERA yang berlokasi Jl. PHH Mustopa Bandung. Waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Februari 2013.

Gambar

Gambar 1.4  Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kewenangan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 94, tetapi Tidak

Peneliti tertarik pada aspek kajian ini karena dari hasil evaluasi tes tertulis mengenai soal-soal yang berhubungan dengan struktur gramatikal atau jabatan kalimat

Untuk itu guna mengantisipasi akan adanya kegagalan proses maka PT.XYZ menerapkan Quality management System ISO/TS 16949 dengan tools yang digunakan seperti FMEA (

Dari hasil analisis diperoleh grain size pelet U02 sinter Cirene sebesar 7,9 11mdan pelet PWR sebesar 6,9 11m.Sedangkan porositas pelet Cirene adalah 12,4% dan pelet PWR adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gliserol terhadap karakteristik edible film dan konsentrasi yang terbaik yang ditambahkan dalam pembuatan

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Sehati Gas dalam hal pengarsipan dan pencatatan penjualan dan produksi tabung.Sistem pengarsipan dan pencatatan sebelumnya menggunakan sistem manual sehingga

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau