• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

A. Perilaku Seksual Pra Nikah 1. Perilaku

Purwanto (1999), berpendapat bahwa perilaku manusia berasal dari dorongan yang terdapat dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Azwar (2005), menyatakan bahwa perilaku adalah reaksi terhadap stimulus yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda.

Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dalam lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini terjadi melalui

(2)

proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon maka disebut teori “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respon). Selanjutnya teori Skiner (1938), dibedakan menjadi dua respon yaitu:

a. Respondent respons atau refleksif yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional.

b. Operant respons atau instrumental respons yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian di ikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena berfungsi untuk memperkuat respons.

Menurut Notoatmodjo (2005), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh lain.

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

(3)

tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

Perilaku individual yang biasanya dilakukan dipengaruhi sebagian oleh instink, sebagian oleh pengalaman, dan sebagian oleh apa-apa yang dipelajari dari anggota-anggota lain dari lingkungan sosial dimana ia menjadi anggotanya. Perilaku yang terjadi diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor diluar orang tersebut (lingkungan). Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui dan dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku.

Menurut Green (1980) dalam Tindal (2000), menyebutkan bahwa Precede merupakan faktor yang mendahului terbentuknya perilaku terdiri dari faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor pendukung. Terbentuknya perilaku kesehatan manusia terdiri dari beberapa tahap : Tahap 1 adalah identifikasi suatu permasalahan yang menjadi suatu perhatian dalam populasi yang berhubungan dengan pandangan hidup. Titik awal pada tahap ini adalah suatu persepsi hubungan masyarakat. Tahap 2 adalah identifikasi dan pengasingan masalah kesehatan dari masalah sosial lainnya. Masalah kesehatan digambarkan tidak hanya dari acuan persepsi masyarakat tapi juga acuan epidemiologi yang tersedia atau dari data medis.

(4)

Tahap 3 adalah diagnosa perilaku, faktor perilaku perlu dikenali dan diatur untuk menentukan/mengidentifikasi suatu masalah. Faktor yang mempengaruhi perilaku : Faktor predisposisi (Predisposing factors) yang terdiri dari pengetahuan, sikap, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai. Faktor pendukung (Enabling factors) mengacu pada sumber daya dan ketrampilan yang dapat memberi motivasi pada terbentuknya perilaku. Faktor pendorong (Reinforcing factors) merupakan umpan balik penerimaan dari pihak lain yang dapat membantu/menghambat proses perubahan perilaku. Tahap 4 adalah menganalisa ketiga faktor perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor pendukung, kemudian melakukan pemilihan faktor yang paling utama. Tahap 5 adalah memberikan fokus intervensi. Tahap 6 adalah pengembangan dan imlementasi dari suatu intervensi. Tahap 7 adalah evaluasi dari intervensi tersebut.

Green dalam Notoatmodjo (2007), mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Green menyatakan bahwa perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu:

a. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku yang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin) dan sebagainya.

(5)

b. Faktor-faktor Pemungkin (enabling factor)

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku meliputi tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, jamban, dan sebagainya.

c. Faktor-faktor Penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang meliputi orang tua, tokoh masyarakat, petugas kesehatan atau petugas yang lain.

2. Perilaku Seksualitas

Seks mempunyai arti jenis kelamin, sesuatu yang dapat dilihat dan dapat ditunjuk. Jenis kelamin ini memberi kita pengertian tentang suatu sifat atau ciri yang membedakan antara laki-laki dan perempuan secara biologis (PKBI, 2000).

Remaja dikenal sebagai periode yang berada pada tahap perkembangan fisik dimana alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dari pertumbuhan remaja. Sedangkan perubahan psikologis muncul antara lain akibat perubahan fisik itu. Diantara perubahan fisik itu yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh, mulai berfungsinya alat reproduksi yang ditandai dengan menarche (menstruasi yang pertama) bagi remaja perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki (Rohmah, 2005).

(6)

Salah satu tanda pada remaja laki-laki yang menunjukkan bahwa organ reproduksi sudah mulai berfungsi adalah mimpi basah. Mimpi basah adalah pengeluaran cairan sperma yang tidak diperlukan secara alamiah. Mimpi basah pertama terjadi sekitar usia 9-14 tahun. Mimpi basah umumnya terjadi secara periodik berkisar antara 2-3 minggu (Wahyudi, 2000).

Seksualitas merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang kehidupan manusia dimulai saat manusia lahir sebagai bayi hingga secara fisik menjadi mandiri, lepas dari ibunya dan akan berakhir ketika seorang meninggal dunia (PKBI, 2000).

Tujuan seksualitas yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia, sedangkan secara khusus terbagi dua yaitu :

a. Prokreasi yaitu menciptakan atau meneruskan keturunan

b. Rekreasi yaitu memperoleh kenikmatan biologis dan seksual (PKBI, 2000).

Adapun dimensi seksualitas antara lain : a. Dimensi biologis

Seksualitas yang berkaitan dengan organ reproduksi yang digunakan secara optimal sebagai alat untuk berprokreasi atau bereproduksi dan berekreasi dalam mengekspresikan dorongan seksual.

(7)

b. Dimensi psikologis

Seksualitas yang berhubungan erat dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas sendiri dan bagaimana menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual.

c. Dimensi sosial

Berkaitan bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pilihan perilaku seks.

d. Dimensi kultural

Menunjukan tentang bagaimana perilaku seks menjadi bagian dari budaya yang ada dimasyarakat (PKBI, 2000).

3. Perilaku Seksual Pranikah

Perilaku seksual merupakan bagian perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Contohnya, antara lain mulai dari berdandan, merayu, menggoda, bersiul termasuk juga yang berkaitan dengan aktivitas dan hubungan seks. Perilaku seksual remaja di Indonesia melalui berbagai tahap mulai dari menunjukkan perhatian pada lawan jenis, berkencan, lips kissing, deep kissing, genetal stimulor petting dan intercourse (Hasmi, 2001).

Hubungan seksual pra-nikah adalah melakukan hubungan seks sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah, baik hubungan seks yang penetratif maupun yang non penetratif. Hubungan seks pranikah pada remaja biasanya menjadi alasan remaja untuk melanjutkan jalinan cinta

(8)

mereka dan alasan mereka untuk membuktikan ketulusan cinta (Santrok, 2003).

Hubungan seks mempunyai arti hubungan kelamin sebagai salah satu bentuk kegiatan penyaluran dorongan seksual. Hubungan seksual pranikah adalah melakukan hubungan seksual sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah baik hubungan seks yang penetratif (penis dimasukkan kedalam vagina, anus atau mulut) maupun yang non penetratif (penis tidak dimasukkan kedalam vagina) (Munajat, 2000).

Seks pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (PKBI, 2000).

Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri (Kompas, 2003).

Menurut Ma’shum dan Widyandana (2004), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya aktivitas seks pranikah yaitu :

a. Faktor Internal

Hal-hal yang datangnya dari dalam individu yaitu hormon seks. Hormon seks tersebut dapat sangat besar pengaruhnya dalam menimbulkan dorongan seksual karena hormon seksual itu baru saja aktif berfungsi secara optimal. Namun, pada sisi lain kadar hormon ini sering kali belum stabil. Karena itu, dorongan seksual ini sebenarnya

(9)

tumbuh secara alami. Dari peristiwa inilah lalu mulai timbul perilaku seksual, yaitu tindakan atau perbuatan yang dilakukan yang didasari dengan dorongan seksual, antara lain untuk memuaskan hasrat seksual. Salah satu perilaku seksual tersebut yaitu berhubungan seks sebelum menikah.

Hormon yang berperan pada laki-laki disebut testosteron yang diproduksi terus-menerus oleh testis. Hormon seks inilah yang menimbulkan ciri seksual sekunder dan mengakibatkan timbulnya dorongan seksual.

b. Faktor Eksternal

Dari luar diri orang yang bersangkutan antara lain :

1) Pengaruh informasi yang salah dan bahkan menyesatkan berkenaan dengan kesehatan reproduksi dan seksual.

2) Berbagai media seperti VCD maupun buku yang dikategorikan porno.

3) Adanya kesempatan yang dapat mendorong untuk melakukan hubungan seksual.

Bentuk praktek seks bebas menurut Ma’shum dan Widyandana (2004), yaitu :

a. Bersentuhan (touching) contohnya : pegangan tangan, berpelukan. b. Berciuman (kissing) contohnya: ciuman pendek hingga deep kissing.

(10)

c. Bercumbuan (petting) yaitu membelai atau menyentuh bagian yang paling sensitif dari pasangan yang dapat membangkitkan gairah seksual, seperti memegang payudara dan alat kelamin.

d. Berhubungan kelamin (sexsual intercourse) yaitu: adanya kontak antara penis dan vagina dan dapat terjadi penetrasi penis ke dalam vagina.

Ada beberapa akibat yang akan dirasakan bagi yang melakukan hubungan seks pranikah misalnya rasa bersalah karena mendapat cemooh dari masyarakat, merasa melanggar norma agama, kehilangan keperawanan bagi perempuan, sanksi hukum jika itu melibatkan orang-orang yang di bawah umur, bahkan gangguan sosial dan psikologis yang terus terbawa sampai akhirnya menikah. Gangguan seksual yang dapat dialami laki-laki antara lain adanya gangguan ejakulasi dini dan impotensi (Widyandana, 2004).

B. Dukungan Keluarga

Menurut Bailon dan Maglaya dalam Murwani (2007), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan

(11)

tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008).

Friedman (1998), menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah dukungan yang dapat di akses atau diadakan untuk keluarga (bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Sedangkan menurut Setiadi (2008) dukungan keluarga sebagai sesuatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dimensi interaksi dukungan sosial keluarga bersifat reproksitas (timbal balik), aduis atau umpan balik (kualitas komunikasi) dan keterlibatan emosional (kepercayaan) dalam hubungan sosial.

Keluarga inti berfungsi sebagai sebagai pendukung bagi anggota-anggotanya. Keluarga merupakan pelaku aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunikasi keluarga dalam hubungan personal untuk mencapai keadaan berubah. Berbagai bentuk kehidupan keluarga sekarang menunjukkan berbagai kemampuan untuk menyediakan dukungan yang diperlukan selama masa-masa dimana permintaannya besar biasanya menuntut pengorbanan ekonomi, sosial, psikologis yang lebih besar dari keluarga (Friedman, 1998). Sumber kekuatan dalam keluarga ada 5 yaitu : Ketrampilan komunikasi diantaranya yaitu kemampuan mendengar, kemampuan anggota keluarga berdiskusi dengan masalah mereka. Paradigma keluarga yang diungkapkan yaitu pengungkapan persepsi tentang realita hidup yang sama dalam keluarga, keinginan keluarga untuk memiliki harapan dan apresiasi bahwa perubahan mungkin saja terjadi. Dukungan dari dalam keluarga diantaranya kemampuan

(12)

memberikan penguatan satu sama lain, kemampuan anggota keluarga menciptakan suasana memiliki. Kemampuan merawat diri adalah kemampuan anggota keluarga bertanggung jawab terhadap masalah-masalah kesehatan, kemampuan angggota keluarga menjaga kesehatan mereka sendiri. Ketrampilan memecahkan masalah adalah kemampuan angggota keluarga menggunakan negosiasi dan memecahkan persoalan dalam keluarga, kemampuan memusatkan perhatian pada kejadian atau kekecewaan sekarang, bukan pada kejadian atau kekecewaan yang lalu, anggota keluarga memiliki kapasitas untuk menggunakan pengalaman setiap hari sebagai sumber (Friedman, 1998).

Menurut Caplan (1976) dalam Friedman (1998), menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu :

1. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, seperti menyediakan peralatan yang dibutuhkan.

2. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar informasi). Bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi misalnya : pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada

(13)

orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.

3. Dukungan Penilaian (appraisal)

Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga. Bantuan penilaian dapat diberikan seseorang kepada pihak lain dalam bentuk penghargaan berdasarkan kondisi sebenarnya penderita. Penilaian ini bisa positif maupun negatif yang pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.

4. Dukungan Emosional

Keluarga sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

Adapun sumber dukungan keluarga yang berupa dukungan keluarga internal seperti dukungan dari ayah/ibu atau saudara kandung atau dukungan dari keluarga eksternal seperti teman, kerabat, dan lain-lain (Friedman, 1998).

(14)

Dukungan keluarga dalam perilaku seksual pranikah pada remaja laki-laki yaitu dukungan yang diberikan berupa perhatian dan bimbingan. Semakin besar dukungan keluarga maka semakin besar perilaku bermoral serta harga diri dalam diri remaja.

C. Remaja

Menurut Rochmah (2005), menyatakan bahwa Adolesence adalah masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa meliputi masa tergantung terhadap orang tua kearah kemandirian, minat-minat seksual, perenungan diri, perenungan terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

Menurut WHO dalam Sarwono (1997), memberi definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut :

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak sampai dewasa.

3. Terjadi peralihan dan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih relatif mandiri.

Batasan usia masa remaja dari berbagai ahli sangat bervariasi. Menurut WHO batas usia remaja 10-20 tahun (Sarwono, 1997). Pendapat menurut Rochmah menguraikan masa remaja berlangsung antara umur 12 sampai 21

(15)

tahun, dengan pembagian 12/13-17 tahun masa remaja awal, 17-21 tahun masa remaja akhir.

Menurut Ali (2008), perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja yaitu: 1. Perubahan jasmani

a. Wanita

1) Tumbuh rambut di sekitar alat kelamin dan ketiak 2) Payudara mulai membesar

3) Panggul mulai membesar

4) Mengalami haid untuk pertama kalinya (menarche) b. Pria

1) Badan lebih berotot (terutama bahu dan dada) 2) Pertambahan berat badan dan tinggi badan 3) Suara berubah lebih besar

4) Tumbuh rambut di sekitar alat kelamin, kaki, tangan, dada, ketiak wajah

5) Buah zakar (pelir) menjadi lebih besar dan kalau terangsang dapat mengeluarkan sperma (ejakulasi).

6) Mengalami mimpi basah 2. Perubahan kejiwaan

Pada masa remaja, mulai timbul rasa tertarik pada lawan jenis, bagi remaja wanita ingin mempercantik diri, yang pria terdorong untuk menunjukkan kejantanannya. Perubahan kejiwaan lain yang dirasakan

(16)

remaja adalah tidak percaya diri (rendah diri, malu, cemas dan bimbang), remaja menjadi salah tingkah saat menyukai lawan jenis 3. Perubahan tingkah laku

Remaja saat itu lebih senang berkumpul diluar rumah, lebih sering membantah orang tua, ingin menonjolkan diri, kurang pertimbangan. Hal ini menyebabkan remaja mudah terpengaruh teman, sehingga bisa terjadi perilaku menyimpang seperti seks bebas.

Menurut Yusuf (2008), tugas perkembangan remaja meliputi : 1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur yang mempunyai otoritas.

3. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

6. Memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri) atau dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

7. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap atau perilaku) kekanak-kanakan.

Remaja akan mengalami banyak perubahan dari proses pembentukan identitas diri, kebebasan dan ketergantungan terhadap keluarga dalam perkembangan

(17)

menuju kedewasaan. Keterlibatan usia remaja dalam kelompok sebaya ditandai dengan persahabatan dengan teman, terutama teman sejenis. Sedikit demi sedikit remaja akan mulai mengevaluasi perubahan-perubahan yang terjadi disekitar dirinya. Ide tentang bagaimana mereka harus menyesuaikan diri dengan dunia kehidupan semakin banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sendiri daripada pengaruh orang lain.

(18)

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1

Sumber : Lawrence Green (1998) dimodifikasi oleh Notoatmodjo, 2003. Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai 6. Motivasi Faktor Pemungkin :

1.Fasilitas Fisik Kesehatan : Puskesmas, RS

2.Fasilitas Umum : media massa (TV, Radio, Koran)

Faktor Penguat :

1. Dukungan Keluarga 2. Sikap Petugas Kesehatan 3. Perilaku Petugas

Kesehatan

Perilaku Kesehatan

(19)

Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan tinjauan teori, maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 2.2

E. Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2003), variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu.

Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah 1. Variabel independen

Variabel independen adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependen. Variabel independennya adalah dukungan keluarga

2. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku seksual pranikah.

Perilaku seksual Pranikah remaja laki-laki Dukungan keluarga

(20)

F. Hipotesa

Menurut Notoatmodjo (2003), hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dari sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini terdapat hipotesa yaitu :

Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan perilaku seksual pranikah pada remaja laki-laki SMA 1 Wirosari Kabupaten Grobogan

Referensi

Dokumen terkait

Teknik Pengukuran Pada Banyak Form Dengan Class Helper Selain menggunakan interposer class untuk melakukan pengukuran pada banyak form, teknik lain yang dapat digunakan adalah

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisa daya penyerapan air laut pada Material Komposit serat pelepah sawit per 24 jam selama 9 hari

Sehingga al-Sunnah dalam terminologi mereka adalah “perkataan, perbuatan dan taqrir al-Ma’shum.” Rahasia di balik itu semua adalah karena para Imam dari kalangan

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan seluruh nikmat dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan judul “Kajian Sifat Fisik Dan

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang saat ini telah berupaya menata diri menjadi salah satu perguruan tinggi negeri yang dikenal pada skala internasional dengan visi

Dalam hal dipandang perlu, fasilitator dapat melakukan pertemuan terpisah (kaukus) dengan para pihak. Dalam hal Kesepakatan Diversi tanpa memerlukan persetujuan

Pengaruh Internalisasi Nilai Budaya Si Tou Timou Tou, Mapallus Dan Torang Samua Berdasarkan hasil dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa 15 item pertanyaan untuk variabel

Siput gonggong yang ditemukan pada lamun perairan Sekatap Kelurahan Dompak selama penelitan yaitu 2 jenis dengan jenis strombus caranium dan strombus turturella