• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perjalanan dan pariwisata (István Kövári dan Krisztina Zimányi, 2011).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perjalanan dan pariwisata (István Kövári dan Krisztina Zimányi, 2011)."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kenyamanan dan keamanan menjadi kondisi yang sangat penting dalam industri pariwisata. Aspek tersebut pada dua dekade terakhir telah menjadi isu yang semakin besar dan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap keberlangsungan aktivitas perjalanan dan pariwisata (István Kövári dan Krisztina Zimányi, 2011). Ancaman kenyamanan dan keamanan wisatawan dapat dipengaruhi dan disebabkan oleh beragam faktor, seperti aksi teroris, konflik lokal, bencana alam, perilaku sosial masyarakat dan penyakit menular sehingga hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya rasa aman bagi wisatawan. Kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan merupakan salah satu faktor yang menentukan keputusan untuk melakukan suatu perjalanan ke suatu destinasi pariwisata.

Pesatnya pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia merupakan tantangan yang cukup kompleks dalam memberikan rasa nyaman dan rasa aman (comfort and safety) bagi wisatawan. Pada kenyataannya dalam suatu destinasi wisata, banyak wisatawan tidak mendapatkan rasa aman yang disebabkan oleh sikap dan perilaku tuan rumah atau host (pedagang asongan, pelayanan parkir, penawaran jasa pijat (massage) yang terlalu agresif, dan yang lainnya. Kasus seperti ini sering terjadi di kawasan pariwisata yang sedang berkembang.

(2)

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki daya tarik wisata yang tidak kalah indahnya dengan destinasi wisata yang ada di provinsi lain di Indonesia. Sebagai destinasi pariwisata yang sedang berkembang, pemerintah provinsi menekankan pada penataan objek wisata masing-masing kabupaten dalam acara Rapat Koordinasi (Rakor) Keterpaduan Program Provinsi dan Kabupaten/Kota di Hotel Lombok Raya, pada 7 Februari 2013 (http://www.portalkbr.com/nusantara/nusatenggara/2454763_4265.html). Dalam RPJPD Kabupaten Lombok Tengah tahun 2011-2013, telah menganalisis isu-isu strategis pariwisata terkait pemberdayaan masyarakat dan desa yaitu: 1) Belum optimalnya peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan untuk turut berperan serta dalam proses pembangunan, dan 2) Masih terdapatnya kesenjangan gender adalah hal akses manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan dan penguasaan terhadap sumber daya belum optimal.

Faktor kenyamanan dan keamanan pada suatu kawasan pariwisata merupakan nilai tambah dan perluang untuk dikunjungi oleh wisatawan. Sebagaimana yang dimaksudkan UNWTO (2004) bahwa destinasi wisata di negara berkembang sudah saatnya untuk memberikan alternatif berwisata dengan jaminan keselamatan dan rasa aman bagi wisatawan selama berwisata.

Pada sisi lain, pembangunan sarana dan prasarana pariwisata telah dibangun seperti Bandara Internasional Lombok (BIL) yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2011, perbaikan infrastruktur jalan, peningkatan kualitas pelayanan pada pelabuhan, serta dibangunnya akomodasi yang bertaraf

(3)

internasional. Pembangunan bertaraf internasional tersebut bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan yang berkunjung ke Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Lombok.

Pesatnya pertumbuhan pariwisata di Indonesia dengan daya tarik wisata yang beragam membuat jumlah kunjungan wisatawan terus mengalami peningkatan. Berdasarkan jumlah tingkat kunjungan wisatawan ke kabupaten Lombok Tengah pada lima tahun terakhir, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara mengalami peningkatan yaitu tahun 2008-2012. Pada tahun 2008 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 42.294 orang, terdiri dari wisatawan mancanegara yang mencapai 30.326 orang dan 11.968 wisatawan nusantara. Tahun 2009 sebesar 50.028 wisatawan, tahun 2010 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan sebesar 50.266 wisatawan mancanegara dan nusantara. Pada tahun berikutnya (2011) jumlah kunjungan wisatawan terjadi peningkatan yaitu 66.798 dari jumlah wisatawan. Program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 memberikan keuntungan bagi peningkatan jumlah wisatawan ke Lombok Tengah, hal tersebut terbukti jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 121.482 orang dan 218.991 wisatawan nusantara pada tahun 2012 (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, 2013). Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menyadari bahwa peningkatan yang terjadi tidak terlapas dari partisipasi para pelaku wisata (masyarakat lokal). Sehingga pemerintah melakukan pembinaan masyarakat dengan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan wisatawan baik terlibat secara perorangan maupun secara bersama-sama.

(4)

Pada sisi lain, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Mei 2013 mencapai 700 ribu kunjungan atau naik 7,65% dibandingkan jumlah kunjungan wisman pada Mei 2012, yang sebanyak 650.900 kunjungan. Begitu pula jika dibandingkan April 2013 yang naik sebesar 8,45 persen. Kenaikan jumlah kunjungan wisman terjadi disebagian besar pintu masuk utama, dengan persentase tertinggi tercatat di pintu masuk Bandara Internasional Lombok (BIL), Nusa Tenggara Barat sebesar 66.64 persen yang kemudian diikuti Bandara Adi Sucipto DI Yogyakarta 42.21 persen. Sedangakan posisi ketiga menurut data resmi statistik nasional mencatat Bandara Minangkabau, Sumatera Barat sebesar 30,93 persen (BPS. Perkembangan pariwisata dan Transportasi Nasional Mei 2013: No. 43/07/Th.XVI, 1 Juli 2013).

Peningkatan jumlah kunjungan yang terjadi merupakan cermin dari terus berkembangnya kepariwisataan Pulau Lombok. Dengan demikian untuk mempertahankan dan menambah jumlah kunjungan wisatawan pada tahun berikutnya, hal tersebut tidak terlepas dari pentingnya faktor kenyamanan dan keamanan. Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat, dalam Peraturan Daerah No 9 tahun 1989 menetapkan 15 kawasan pariwisata yang berada di dua pulau, yaitu Pulau Lombok Tengah 9 kawasan pariwisata dan Pulau Sumbawa dengan 6 kawasan pariwisata (RPJMD NTB 2009-2013), salah satu kawasan pariwisata tersebut adalah kawasan pariwisata Kuta Lombok yang memiliki keindahan alam sebagai daya tarik wisata. Penyusunan RPJPD bertujuan untuk memberikan pemerataan dalam sektor pariwisata yang memiliki potensi. Dalam perancanaan tersebut terdapat permasalahan

(5)

yang dapat mengancam pembangunan dalam sektor pariwisata. Parmasalahan seperti, kurangnya pemahaman masyarakat akan sadar wisata - sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan), masih kurangnya penataan dan pengamanan objek wisata, dan belum terkaitnya sektor pariwisata dengan sektor-sektor lainnya.

Isu lain yang berkembang pada destinasi wisata (Kawasan Pariwisata Kuta adalah terjadinya tindakan asusila yang dilakukan salah seorang masyarakat lokal terhadap wisatawan asal Amerika “Michelle Elizabeth Gonzales” (Doc.Lombok Post-28/Juli/2011). Pencurian motor, pedangang asongan yang agresif, pembuangan sampah di sembarang tempat juga menyebabkan suasana yang tidak nyaman pada kasawan pariwisa Kuta Lombok.

Hasil observasi sementara yang dilakukan mendapatkan informasi dari salah seorang warga desa (Riun) yang bekerja sebagai satpam pantai menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat masih belum maksimal. “Keterlibatan masyarakat sementara ini yang terlihat hanya sebagai satpam” (Observasi, 12 Oktober2013). Partisipasi masyarakat secara langsung dapat dilihat dari penerimaan terhadap wisatawan, yang lebih berorientasi kepada keuntungan semata tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan.

Penentuan kawasan pariwisata Kuta sebagai lokasi penelitian dilatar belakangi perkembangan kepariwisataan yang begitu pesat. Keindahan alam yang belum ditata secara maksimal dan masyarakat lokal yang belum merasakan sepenuhnya dampak positif dari kagiatan kepariwisataan.

(6)

Pada fase pengembangan, kawasan pariwisata tersebut masih memerlukan beragam penelitian yang diambil dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian penelitian yang akan dilakukan difokuskan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ketidak-nyamanan dan ketidak-keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok, tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata, dan partisipasi yang masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok. Dengan demikian, penelitian tentang kajian kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok dipandang sangat penting dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mendapatkan jalan keluar permasalahan dari sudut kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan destinasi wisata selama ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi nyamanan dan ketidak-keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok?

2. Bagimana tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata di kawasan pariwisata Kuta Lombok?

3. Bagaimana partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok?

(7)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indikator yang menyebabkan kurangnya rasa nyaman dan aman serta aspek-aspek yang berkaitan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Merujuk pada rumusan masalah yang dikemukakan maka tujuan dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ketidak-nyamanan dan ketidak-keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

3. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

1.4 Manfaaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat akademis maupun praktis sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan dan pembangunan keilmuan khususnya dalam Ilmu Kepariwisataan dimana informasi mengenai ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan wisatawan merupakan aspek yang sangat penting dalam kelangsungan aktivitas wisata pada suatu kawasan pariwisata. Serta penelitian

(8)

ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan penelitian pariwisata yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Memberi masukan kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah terkait pentingnya kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan pariwisata yang telah ditentukan, khususnya kawasan pariwisata Kuta Lombok.

b. Memberi masukan kepada Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah untuk dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai petunjuk praktis dalam menjaga dan mengembangkan kualitas kepariwisataan kabupaten.

c. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang sadar wisata serta pentingnya kenyamanan dan keamanan di kawasan pariwisata Kuta Lombok, sehingga wisatawan berkinginan untuk datang kembali.

(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Bagian ini menguraikan berbagai hasil penelitian sebelumnya dan pendekatkan relevan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan melalui mengelaborasikan metode, konsep, teori, dan pendekatan yang digunakan dengan penelitian yang dilakukan. Berikut uraian kajian pustaka dan pendekatan yang digunakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nompumelelo Mthembu (2009). Penelitian dengan judul “Tourism Crime, Safety and Security in the Umhlathuze District Municipality, Kwazulu-Natal” bertujuan untuk mengetahui apakah wisatawan merasa aman dan terjamin keselamatannya di kawasana Umhlathuze, untuk mengetahui apakah masyarakat lokal memahami pentingnya kenyamanan dan keamanan di kawasan Umhlathuze, mengetahui tingkat pengimplementasian dan praktik di kawasan Umhlathuze.

Metode penelitian yang digunakan melalui interview dan menyebarkan kuesioner yang berkaitan dengan kejahatan dalam pariwisata, kenyamanan dan keamanan, serta pengaruhnya terhadap pariwisata domestik dan internasional. Data yang didapat diolah menggunakan Statistical Package for the Social Science (SPSS) dengan alasan metode analisis informasi lebih efektif karena hasil yang didapatkan

(10)

dapat diterima. Temuan yang dihasilkan adalah terdapat aksi kriminal yang terjadi pada Umhlathuze dan sebagian dari aktivitas tersebut tidak dilaporkan dan aturan yang tidak diketahui oleh anggota masyarakat dan pejabat serta otoritas pariwisata. Relevansi dalam penelitian terdapat pada kajian dalam ilmu kepariwisataan tentang pentingnya kenyamanan dan keamanan pada suatu kawasan wisata. Sehingga hal tersebut dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian ini. Akan tetapi, dalam penelitian yang dilakukan ini, menfokuskan pada pengidenfikasian faktor-faktor yang memengaruhi, tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata dan partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

Penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Jumail (2011) tentang “Pencitraan Kawasan Wisata Kuta Lombok Tengah”. Penelitan tersebut mengemukakan tiga permasalahan yaitu bagaimanakah pencitraan wisatawan terhadap kawasan wisata Kuta Lombok Tengah, mengidentifikasi komponen pencitraan kawasan wisata Kuta Lombok Tengah, serta bagaimana proses terbentuknya (formasi) pencitraan kawasan wisata Kuta Lombok Tengah. Hasil atau temuan yang didapat bahwa pencitraan wisatawan menunjukkan bahwa adanya trend positif. Pencitraan positif tersebut dapat berpengaruh terhadapa penurunan pencitraan negatif. Komponen fungsional-psiokologis pada penelitian tersebut lebih dominan di kawasan wisata Kuta yang diatributkan dengan unik holistik oleh sebagian wisatawan asing serta atribut yang sama juga diberikan oleh wisatawan nusantara. Temuan lain dalam pencitraan

(11)

kawasan wisata Kuta adalah aksesibilitas, fasilitas pendukung, kebersihan pantai dan perilaku agresif pedagang asongan.

Metode analisis data yang digunakan berupa analisis data kualitatif dengan mengembangkan deskripsi dari data yang didapatkan dan kemudian dilanjutkan dengan mengklarifikasi data yang dideskripsikan. Jika dilihat dengan seksama, penelitian yang dilakukan memiliki relevansi dengan penelitian tentang kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok serta sama-sama meneliti fenomena kepariwisataan dalam era global. Salah satu hasil penelitian yang menjadi acuan adalah adanya rasa kurang aman bagi wisatawan akibat sikap pedagang asongan. Maka penelitian yang dilakukan mengangkat masalah tersebut yang terfokus dari sudut pandang kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

Penelitian yang dilakukan Jumail (2011) lebih cenderung kepada pencitraan yang dilihat dari keseluruhan aspek yang mendukung kelangsungan hidup suatu kawasan wisata. Penelitian yang dilakukan tersebut tidak membahas secara mendalam terhadap aspek kenyamanan dan keamanan, akan tetapi memasukkan komponen keamanan kedalam pencitaraan yang diberikan wisatawan terhadap masyarakat lokal. Sedangkan penelitian yang dilakukan ini berkonsentrasi kepada penciptaan rasa nyaman dan aman kepada wisatawan (wisnus dan wisman) yang berkunjung dan menginap di kawasan pariwisata Kuta Lombok. Penelitian ini menggunakan pendekatan partisipatoris untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam keberlanjutan destinasi wisata.

(12)

Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan Ira Resmayasari (2011) dengan topik “What is the Preception of French Tourists about “The Island of Paradise”?”. Penelitian tersebut menemukan bahwa persepsi yang diberikan wisatawan Perancis tentang The Island of Paradise mendapatkan respon positif. Respon tersebut memperlihatkan bahwa wisatawan Perancis memiliki karakteristik wisatawan yang sengan dengan keindahan budaya, alam, dan keunikan lainnya.

Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana orang Perancis mengenal Bali, bagaimana persepsinya terhadap keindahan alam, lingkungan, masyarakat dan kondisi pariwisata di Bali. Metode yang digunakan berupa penyebaran kuesioner kepada wisatawan yang telah datang ke Bali, yang kemudian dianalisis dengan cara mendeskripsikan hasil kuesioner yang didapat. Penelitian tersebut dilakukan di Perancis terhadap wisatawan yang telah mengunjungi Bali.

Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Ira Resmayasari (2011) sebagai berikut. Pertama, perbedaan terletak pada objek penelitian secara geografis. Kedua, terletak pada objek yang diteliti dan responden. Penelitian sebelumnya menitik beratkan pada wisatawan Perancis yang telah berkunjung ke Bali, sedangakan penelitian ini kepada wisatawan (sudah – sedang – akan) berkunjung ke kawasan pariwisata Kuta Lombok serta partisipasi masyarakat mengenai rasa nyaman dan aman bagi wisatawan. Secara garis besarnya persamaan terdapat pada keingintahuan persepsi atau pendapat dari wisatawan terhadap suatu kawasan wisata yang (sudah – sedang – akan) dikunjungi.

(13)

2.2 Konsep

Bagian ini membatasi sejumlah konsep yang digunakan sebagai suatu istilah teknis. Semua konsep itu merupakan subuah abstraksi dari aspek kenyamanan dan keamanan, wisatawan, kawasan pariwisata dan konsep partisipasi. Definisi operasional dari konsep-konsep tersebut sebagai berikut:

2.2.1 Konsep Kenyamanan dan Keamanan

Keamanan (security) adalah keadaan bebas dari bahaya. Secara umum keamanan adalah status seseorang dalam keadaan aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politik, emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kerusakan, kecelakaan, atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan (http://.en.wikipedia.org/wiki/safety). Pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Poin (a) dalam Sarsiti dan Taufik (2012: 35) menerangkan tentang hak seorang konsumen bahwa: “konsumen (wisatawan) berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

Menurut Craven (2000) dalam Widodi dan Indarto (2010) keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan cedera tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktifitasnya serta dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan umum. Potter dan Perry (2006) mendefinisikan keamanan sebagai kadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram. Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.

(14)

Talbot dan Jakeman (2009: 64), Suryana (2013) menjelaskan bahwa konsep keamanan manusia sekarang ini banyak digunakan untuk menggambarkan ancaman kompleks yang terkait dengan perang sipil, pembunuhan atau pembantaian, serta intimidasi terhadap penduduk. Sedangkan nyaman adalah perasaan segar, nikmat, dan menyenangkan. Jika dihubungkan dengan zona nyaman maka pengartian tersebut berubah menjadi keadaan perilaku dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa kecemasan, dengan perilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat kinerja stabil, biasanya bebas dari resiko (http://suksesituindah.com/2012/11/21 /pengertian-zona-nyaman/).

Kenyamanan dari sudut pantang kesehatan (Setiawan, 2012) adalah suatu keadaan yang telah terpenuhi kebutuhan dasar klien. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan keterampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan yang terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi rasa nyeri). Kenyamanan sering diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari nyeri (Kolcaba, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial. 3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri

yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).

4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.

(15)

Empat kemungkinan generator dari mengingat situasi keamanan yang mungkin akan menimpa pada sistem pariwisata yaitu terkait dengan insiden-kejahatan, teroris, perang, dan sipil / kerusuhan politik. Seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, pembajakan, dan penculikan (Pizam and Mansfeld, 2005;3-4). Pengertian kenyamanan dan keamanan dalam penelitian ini adalah dimana wisatawan tidak terganggu dengan hal-hal yang dapat menyebabkan ketidak-nyamanan atas aktivitas wisata yang dilakukan.

2.2.2 Konsep Wisatawan

Pariwisata ada karena adanya wisatawan (Pitana dan Gayatri, 2005; 53), wisatawan pada intinya adalah orang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur, dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang “lain” (Smith, 1977).

K. Cage (2002) mendefinisikan wisatawan (tourist) sebagai berikut:

“A tourist is defined as a person who travels away from his or her home for whatever reason, be it for holiday, to do business, to represent his country in sport, to attend a religious function or to attend a conference.”

The United Nations Conference on International Travel and Tourism (Rome, 1963) merekomendasikan definisi wisatawan menggunakan istilah pengunjung (visitor) kepada setiap orang yang melakukan perjalanann ke suatu negara yang bukan tempat tinggalnya yang biasa untuk keperluan apa saja, selain melakukan perjalanan yang digaji (UNWTO, 1994: 7). Pendifinisian tersebut menjelaskan pengunjung yang dimaksud ke dalam dua katagori, yaitu:

(16)

1) Wisatawan yaitu pengunjung yang datang ke suatu negara yang dikunjunginya dan tinggal selama 24 jam dan dengan tujuan untuk bersenang-senang, berlibur, kesehatan, belajar, keperluan agama dan olahraga, bisnis, keluarga, utusan dan pertemuan.

2) Execurtion yaitu pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang

dikunjunginya tanpa bermalam.

Menurut Cooper (1996: 16) seorang wisatawan melakukan perjalanan sendiri dengan tujuan luar rumah tempat tinggal dan tempat biasa kerja. Di sisi lain Tourism White Paper (DEAT, 1996; 3) mendeskripsikan wisatawan sebagai seseorang yang melakukan perjalanan yang jauh dari rumah dan tinggal setidaknya selama satu malam. Contohnya, wisatawan domestik yang tinggal di Bali datang ke Lombok serta tinggal di sebuah hotel atau sejenisnya salama satu malam atau lebih serta wisatawan yang tinggal di Australia datang dan menginap di Lombok dalam jangka waktu lebih dari 24 jam. Berdasarkan pendefinisian konsep wisatawan yang dikemukakan, bahwa wisatawan yang berkunjung akan memberikan interpretasi terhadap destinasi wisata yang dikunjungi. Dengan demikian dalam penelitian ini, wisatawan merupakan objek penelitian yang ditujukan untuk mengetahui persepsi mereka tentang Kawasan Pariwisata Kuta Lombok yang akan diambil dari sudut pandang kenyamanan dan keamanan mereka selama tinggal.

2.2.3 Konsep Kawasan Pariwisata

Kawasan diartikan sebagai daerah tertentu dengan ciri tertentu, yang dikenakan dengan peraturan khusus kepabean (KBBI, 2003: 518). Sedangkan

(17)

kawasan menurut Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tentang Rencana Zonasi Kawasan Pesisir dan Laut (2004: 3) adalah suatu wilayah dengan luas tertentu yang diperuntukkan untuk tujuan tertentu. Undang-undang kepariwisataan R.I. No. 10/2009, Pasal 1 menetapkan kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan (Hadi Setia Tunggal, 2009: 3). Pendefinisian daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata sebagai kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

Pengertian kawasan pariwisata juga diungkapan oleh Inskeep (1991: 77) sebagai area yang dikembangkan dengan penyediaan fasilitas dan pelayanan lengkap (untuk rekreasi/relaksasi, pendalaman suatu pengalaman/kesehatan). Sedangkan pengertian kawasan pariwisata secara umum adalah suatu kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata dan jasa wisata.

2.2.4 Konsep Partisipasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa partisipasi artinya perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Secara umum, partisispasi

(18)

mempunyai pengertian sebagi salah satu usaha berkelanjutan yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam perbangunan baik secara aktif maupun pasif (2005).

Participation in the development context is a process through which all members if a community or organization are involved in and have influence on decisions related to development activities thet will affect them. That implies that development projects will address those community or group needs ain which members have chosen to focus, and that all phases of the development pricess will be characterized by active involvement of community or organization mambers (www.usadf.gov/2011).

Partisipasi dalam konteks pembangunan adalah proses dimana semua anggota masyarakat atau organisasi terlibat, memiliki pengaruh pada keputusan yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan yang akan berdampak kepada mereka. Itu berarti bahwa proyek-proyek pembangunan akan memenuhi kebutuhan masyarakat atau kelompok yang anggotanya telah memiliki untuk fokus, dan semua tahapan proses pembangunan akan ditandai dengan aktif oleh anggota masyarakat atau organisasi (2011).

Tikare, Youssef, et al (2001; 3) expend the scope of decision-making in their definition: participation is the process through which steakhorlders influence and share control over priority setting, policy-making, resources allocations and access to public goods and services. Brita Mikkelsen (2001), partisipasi yang sesungguhnya adalah partisipasi yang menghasilkan pemberdayaan, yaitu partisipasi yang merupakan sebuah tujuan dalam proses demokrasi. Berasal dari masyarakat dan dikelolah oleh masyarakat. Pelling (1998; 469-486) dan Tristan (2013) mengidentifikasi bahwa partisipasi merupakan perebutan konsep ideologi yang

(19)

menghasilkan berbagai persaingan makna dan penerapannya. Hasilnya adalah berbagai pandangan tentang bagaimana partisipasi didefinisikan, siapa yang diharapkan terlibat, apa yang diharapkan untuk dicapai, dan bagaimana cara penerapannya (Agarwal, 2001; 1623-1648).

Konsep tersebut menggambarkan bahwa pelaku perubahan partisipasi masyarakat dalam pada suatu pembangunan yang dilakukan untuk mengikutsertakan masyarakat lokal. Lebih lanjut Oakley (1991: 9) memberikan pemahaman tentang konsep partisipasi dengan mengelompokkan ke dalam tiga pengertian pokok, yaitu partisipasi sebagai kontribusi, partisipasi sebagai organisasi, dan partisipasi sebagai pemberdayaan. Sebelumnya Oakley (1991: 6) menjelaskan:

“Participation is considered a voluntary contribution by the people on one or another of the public programmers supposed to contribute to national development, but the people are not expected to take part in shaping the programme or criticizing its contents.”

Definisi konseptual variabel partisipasi masyarakat adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam penanganan masalah kenyaman dan keamanan lingkungan yang meliputi kontribusi masyarakat, pengorganisasian masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan definisi konseptual tersebut diperoleh tiga dimensi kajian, yaitu: 1) Dimensi kontribusi masyarakat dengan indikator; (a) kontribusi pemikiran, (b) kontribusi dana, (c) kontribusi tenaga, dan (d) kontribusi saran. 2) Dimensi pengorganisasian masyarakat meliputi; (a) model pengorganisasian, (b) struktur pengorganisasian, (c) unsur-unsur pengorganisasian, dan (d) fungsi pengorganisasian. 3) Dimensi pemberdayaan masyarakat dijabarkan

(20)

dengan indikator; (a) peran masyarakat, (b) aksi masyarakat, (c) motivasi masyarakat, dan (d) tanggungjawab masyarakat (Anonim, 2011).

Berdasarakan uraian tersebut, yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengindentifikasian masalah dan potensi yang ada dimasyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2008). Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah keterlibatan atau peran serta masyarakat dalam penciptaan rasa nyamanan dan aman di kawasan Pariwisata Kuta Lombok.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini dalam mengkaji masalah kenyamanan dan keamanan kawasan pariwisata Kuta Lombok maka teori yang relevan sebagai alat dan dasar yang digunakan untuk pemetaan masalah adalah fungsionalisme struktural Talcott Parson dan teori motivasi dari Abraham Maslow. Berikut uraian, asumsi dasar dan cara kerja kedua teori tersebut:

2.3.1 Teori Fungsionalisme Struktural

Teori fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgent dan sangat bemanfaat dalam suatu kejadian tentang analisa masalah sosial dan memiliki pengaruh yang besar dalam ilmu sosial di abad sekarang (Arina, 2012). Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan teori fungsionalisme yaitu August Comte (Perancis, 1798 – 1857),

(21)

Herbet Spencer (Inggris, 1820 – 1903), Emile Durkheim (Perancis, 1858 – 1917), Anthony Giddens (1938 – sekarang), dan Talcott Parsons (Amerika, 1950-an). Pemikiran structural functional sangat dipengruhi oleh pemikiran biologis seperti menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yang terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.

Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kotemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat. Menurut Parson terdapat empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua sistem sosial, yaitu Adaptation (A), pencapaian tujuan atau Goal attainment (G), Integration (I), dan Latency (L) atau dengan singkatan AGIL (Sarif, 2009). Menurutnya, semua fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua sistem agar tetap bisa bertahan. Adaptation merupakan fungsi yang sangat penting, sistem harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan sistem harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya. Goal attainment yaitu pencapaian tujuan yang sangat penting, dimana sistem harus bisa mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Integration artinya sebuah sistem harus bisa mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGL). Latency yaitu sistem harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, subuah sistem harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural.

(22)

Parsons (1951: 5-6) mendefinisikan sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti kecenderungan untuk mengoptimalkan kepuasan yang hubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term system simbol bersama yang terstruktur secara cultural (Trevi o, 2001). Hal yang paling penting dalam sistem sosial diantranya:

1. Sistem sosial harus terstruktur (tertata) sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lain.

2. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya sistem sosial harus mendapatkan dukungan dari sistem lain.

3. Sistem sosial harus mampu memnuhi kebutuhan aktornya dalam proporsi yang signifikan.

4. Sistem sosial harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.

5. Sistem sosial harus mampu mengendalikan prilaku yang berpotensi mengganggu.

6. Bila konflik akan menimbulkan kekacauan maka harus bisa dikendalikan. 7. Sistem sosial memerlukan bahasa.

Para ahli seperti George Ritzer (1980), Margaret M. Poloma (1987), dan Turner (1986) Soetomo (1995) yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan serta menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang

(23)

struktural dengan mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori struktural fungsionalisme dikembangkan dari paradigma fakta sosial (Arina, 2012). Kondisi masyarakat yang dianggap telah berhasil adalah dapat menghindari perpecahan antar anggota masyarakat, ketidak-pastian dari anggota masyarakat, peperangan sosial (konflik), dan pemerasan masyarkat terhadap anggota masyarakat yang lain (Zeitlin, 1995). Hubungan dengan penelitian tentang partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan di kawasan pariwisata Kuta Lombok bahwa kenyamanan dan keamanan wisatawan dapat dilihat dari lingkungan maupun sosial masyarakat lokalnya.

Menurut Garna (1996: 54) dalam Cahyo (2011) bahwa teori struktural fungsional yaitu: Pertama, bahwa fungsionalisme sebagai kaidah atau teori dapat menjelaskan gejala-gejala dan institusi sosial dengan memfokuskan kepada fungsi yang dibentuk dan disusun oleh gejala sosial dan institusi sosial tersebut. Dari sisi kaidah tersebut, maka fungsional memperhatikan sistem dan pola komunikasi sebagai fakta sosial (social facts). Kedua, struktur sosial merujuk pada pola hubungan dalam setiap satuan sosial yang mapan dan sudah memiliki identitas sendiri; sedangkan fungsi merujuk pada kegunaan atau manfaat dari tiap satuan sosial tadi.

Berdasarkan teori fungsionalisme struktural, rumusan masalahan dalam penelitian ini dipandang tepat untuk mengidentifikasi faktor ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan serta mengindikasikan partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

(24)

2.3.2 Teori Motivasi (Teori Hirarki Kebutuhan – Abraham H. Maslow, 1943-1970) Motivasi merupakan satu penggerak dalam hati seseorang utuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan, dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistens dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik) (Sudrajat, 2008).

Abraham Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hierarki kebutuhan” (Lianto, 2013: 26-27). Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak akan lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow menyebut teori kebutuhannya sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Pernyataan terhadap teorinya mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Alder (Maslow, 1984: 39).

Teori kebutuhan yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada lima tingkatan (hierarki) kebutuhan manusia yang menjdai dasar dalam penelitian ini untuk menganalisi tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata di kawasan pariwisata Kuta Lombok, lihat Gambar 2.1.

(25)

Gambar 2.1

Maslow’s Hierarchy of Needs (original five-stage model)

Sumber: Alan Chapman (2001: 4), based on Maslow’s Hierarchy Needs.

1. Kebutuhan Fisiologis yakni kebutuhan yang dasariah seperti rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.

2. Kebutuhan akan Rasa Aman yakni mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.

3. Kebutuhan Sosial yakni mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.

4. Kebutuhan akan Penghargaan yakni mencakup faktor penghormatan seperti harga diri, otonomi, dan prestasi serta faktor eksternal seperti status, pengkuan, dan perhatian.

Self-actualisation personal growth and

fulfilment

Belongingness and Love needs family, affection, relatiuonships, work

groups, etc. Safety needs

protection, security, order, law, limits, stability, etc.

Biological and Phsycological needs

basic life needs (air, food, drink, shelter, warmth, sex, sleep, etc.

Esteem needs acheivement, status, responsibility, reputation

(26)

5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri yakni mencakutp hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.

Penggunaan toeri motivasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok. Dimana motivasi dalam penelitian ini diartikan sebagai kecenderungan dalam diri seseorang secara sadar atau tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapati tunuan yang dikehendaki.

Berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan wisatawan, maka teori motivasi dijadikan sebagai penganalisa faktor sehingga terjadinya ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan wisatawan selama berada di kawasan pariwisata Kuta Lombok serta tingkat tingkat kesadaran wisata masyarakat yang diukur melalui unsur-unsur sapta pesona.

2.4 Model Penelitian

Perbedaan antara budaya global dan budaya lokal pada daerah tujuan wisata membawa berbagai dampak pada suatu kawasan wisata. Perbedaan tersebut menjadi latar belakang pengkajian terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok. Hal tersebut sebagai pemicu atau penarik untuk mendalami permasalahan tentang topik dalam penelitian ini yaitu faktor kenyamanan dan

(27)

keamanan wisatawan sehingga terbentuknya kawasan pariwisata Kuta Lombok yang nyaman dan aman, tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata, serta bagaimana partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

Langkah pertama yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis faktor-faktor kenyamanan dan keamanan. Kedua, mengkaji persmasalahan dengan teori struktural fungsionalisme. Pengkajian atas indikator-indikator dalam analisis yang dilakukan secara mendalam sehingga akan menghasilkan penemuan-penemuan yang berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok. Dengan demikian, penemuan dari penelitian ini akan dijadikan sebagai kesimpulan. Berikut bagan ilustrasi utuh model pada Gambar 2.2

(28)

Gambar 2.2 Model Penelitian Keterangan: : : Pengaruh : Relasi : Unit Analisis Pemahaman Sadar Wisata (Sapta Pesona) Penataan dan

kemanan pada objek pariwisata

Keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor-sektor yang

lain

Kajian Kenyamanan dan Keamanan Wisatawan di kawasan Pariwisata Kuta Lombok

Partisipasi Masyarakat

Faktor yang Memengaruhi Kenyamanan dan Keamanan di Kuta Lombok

Tingkat Pemahaman Masyarakat tentang Sadar Wisata Teori Struktural-Fungsional Pembahasan Dan Temuan-temuan Kesimpulan dan Saran Teori Motivasi

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian mengenai kajian kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok dikerangakan berdasarkan rumasan masalah yaitu; Faktor-faktor apa yang memengaruhi ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok, bagaimana tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata di kawasan pariwisata Kuta Lombok, serta bagaimana partisipasi masyarakarat terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan.

Pendekatan yang digunakan melalui pendekatan kualitatif dengan mendeskripsikan fenomena sosial yang terjadi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan, tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata, serta partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan di kawasan pariwisata Kuta Lombok. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen. Sehingga dengan menggunakan pendekatan ini, diharapkan akan dapat membantu dalam mendapatkan variabel-variabel penelitian secara mendalam yang berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kawasan Pariwisata Kuta Lombok, destinasi wisata tersebut berdasarkan Perda Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 9 Tahun 1989

(30)

telah dijadikan sebagai kawasan pariwisata nasional. Dalam Perda tersebut ditetapkan 15 kawasan pariwisata, dimana 9 (sembilan) kawasan pariwisata terletak di Pulau Lombok dan 6 (enam) kawasan pariwisata lainnya terletak di Pulau Sumbawa. Berikut peta lokasi penelitian.

Gambar 3.1 Peta Pulau Lombok

Sumber: Lombok Island (The Mandalika Resort Area) a BTDC Project (2010)

Pemilihan kawasan pariwisata Kuta Lombok sebagai lokasi penelitian didasarkan isu dan kendala pengembangan pariwisata di Pulau Lombok khususnya Lombok Tengah, yaitu pada:

1. Isu konflik yang terjadi antar desa di kawasan pariwisata.

(31)

3. Kurangnya penataan dan fasilitas keamanan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

4. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat lokal yang kurang menyadari pentingnya pariwisata.

Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian: Kawasan Pariwisata Kuta, Seger, Aan dan sekitarnya (Kawasan Mandalika Resort)

Sumber: Lombok Island (The Mandalika Resort Area) a BTDC Project (2010)

3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data

Pada dasarnya, semua jenis penelitian mengacu pada dua kelompok yaitu jenis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat dan uraian. Sedangakan jenis data kuantitatif dicirikan dengan data yang berbentuk angka (Nawawi, 2007: 103).

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka seperti data jumlah

(32)

kunjungan wisatawan ke destinasi wisata Lombok Tengah, data jumlah usaha akomodasi yang tersedia, serta data lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data kualitatif diperoleh dari informasi responden yang tertuang dalam variabel penelitian. 3.3.2 Sumber Data

Setiap penelitian tentu membutuhakan berbagai sumber yang digunakan sebagai objek yang dijadikan tempat pengambilan data. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama yang dipergunakan sebagai sampel, seperti data hasil wawancara. Sumber data primer merupakan sumber data yang langsung diberikan kepada pengumpul data (Sugiyono, 2007: 62). Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi berwenang seperti Dinas Pariwisata Lombok Tengah, Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lombok Tengah, dan dinas yang terkait dengan topik yang diteliti.

3.4 Teknik Penentuan Informan

Koentjaraningrat (1993: 130) mengemukakan dua perbedaan dalam menyeleksi individu yang dijadikan subjek wawancara dalam penetelitian kemasyarakatan, yaitu; 1) Informan, adalah subjek penelitian yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk memberikan informasi berkaitan dengan penelitian, dan 2) Responden, yaitu subjek wawancara yang dapat memberikan keterangan tentang diri pribadi, pendirian atau pandangan, yang penting untuk penyusunan sampel yang presentatif.

(33)

Pengambilan data mengenai partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan dilakukan dengan purposive sampling. Purvposive sampling dilakukan atas dasar pertimbangan unsur-unsur yang dikehendaki oleh peneliti (Nasution, 2003:5). Dalam hal ini peneliti menentukan sendiri informan dan responden dengan pertimbangan bahwa mereka mampu memberikan data yang berkaitan dengan topik yang diteliti.

Penelitian dilakukan dengan mewawancara orang yang dipercaya dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Seperti Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah dan 2 orang staff, Kepala Resor Kuta Lombok dan 1 orang Anggota, Kepala Desa Kuta Lombok dan 9 orang anggota masyarakat. Jumlah keseluruhan nara sumber yaitu 15 orang. Mereka dianggap mampu memberikan keterangan mengenai partisipasi masyarakat terhadap kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta, Lombok.

3.5 Instrumen Penelitian

Arikunto (2000: 134) dalam Hasibuan (2007), instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data. Pada jenis penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitan terpenting adalah peneliti sendiri (Sugiyono, 2007: 59). Sebagai instrument utama, peneliti kemudian menentukan alat pengambilan data lainnya, seperti pedoman wawancara mendalam, alat elektronik (kamera dan alat rekam suara), alat tulis, dan buku catatan (note book). Fungsi dan tujuan instrumen tersebut untuk memaksimalkan data yang dapat diambil ketika peneliti turun ke lokasi

(34)

penelitian tentang kajian kenyamanan dan keamanan wisatawan di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Selain menggunakan metode penelitian yang tepat, diperlukan pula kemampuan untuk memilih dan teknik pengambilan data. Berikut uraian teknik pengambilan data yang dilakukan dalan penelitian ini:

3.6.1 Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Peneliti mengobservasi kegiatan kepariwisataan di kawasan pariwisata Kuta Lombok, gejala sosial serta interaksi masyarakat dengan wisatawan, serta bentuk partisipasi sementara masyarakat di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

3.6.2 Wawancara

Wawancara yaitu proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010: 50). Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian.

(35)

Menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Aziz (2013) terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara, setidaknya terdapat dua jenis wawancara, yakni: 1). wawancara mendalam (in-depth interview), di mana peneliti menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat langsung dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasananya hidup, dan dilakukan berkali-kali. 2). wawancara terarah (guided interview) di mana peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah disiapkan sebelumnya. Teknik penentuan responden melalui pusposive sampling.

3.6.3 Dokumen

Pengambilan data melalui dokumentasi pada penelitian ini berupa surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi pada masa sebelumnya. Dalam pengambilan data melalui dokumentasi ini, peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna (Faisal, 1990: 77).

3.7 Analisis Data

Langkah yang digunakan dalam menganalisis data yang telah didapatkan melalui analisis data kualitatif. Miles dan Huberman (1992) memberikan tiga kesimpulan dalam proses analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dalam penelitian ini adalah proses pemilihan data yang didapat melalui observasi di kawasan pariwisata Kuta Lombok, hasil

(36)

pengumpulan dokumentasi dan wawancara yang dilakukan tentang kenyamanan dan keamanan wisatawan. Pemusatan perhatian dari hasil data yang didapat kemudian disederhanakan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di kawasan pariwisata Kuta Lombok.

Penyajian data pada penelitian ini dilakukan setelah reduksi data dilakukan, yaitu penguraian atas data yang didapatkan di kawasan pariwisata Kuta Lombok mengenai kenyamanan dan keamanan, tingkat pemahaman masyarakat tentang sadar wisata, dan bentuk partisipasi masyarakat yang diuraikan berupa teks narasi atau pernyataan-pernyataan yang diperkuat dengan foto. Tahap terakhir adalah pengambilan kesimpulan dari hasil penyajian data yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Moleong (1989) mengemukakan bahwa dalam analisis kualitatif terjadi tahapan yang dimulai dari tahap dimulainya penelitian, proses, pengumpulan data, penyederhanaan data kasar (reduksisasi data), penyajian dan pengolahan data, hingga pada akhir tahapan dengan pembuktian data (verifikasi data).

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil merupakan tahap akhir dalam penelitian, penyajian hasil dilakukan dengan cara formal dan informal. Penyajian formal merupakan teknik penyajian hasil menggunakan tabel, bagan, grafik, gambar foto, dan lainnya. Sedangkan penyajian informal, hasil penelitian disajikan dengan kata-kata atau kalimat verba sebagai sarana, dengan ragam bahasa ilmiah.

(37)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Letak Geografis

Secara geografis wilayah Kabupaten Lombok Tengah terletak pada posisi 8o241 – 8o571 LS dan 116o051 – 116o241 BT dengan luas wilayah 1.208,39 km2, Kota Praya sebagai Ibu Kota Kabupaten dengan ketinggian 100 sampai dengan 200 meter dari permukaan laut (Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2012).

Kondisi geografi Kabupaten Lombok Tengah cukup bervariasi, terdiri atas perbukitan yang daerahnya termasuk dalam kawasan Gunung Rinjani yang terletak di tengah-tengah Pulau Lombok. Kemudian daratan rendah yang merupakan pusat kegiatan pertanian yang tehampar di bagian tengah, membujur mulai dari utara ke selatan. Sedangkan garis pantai membentang mulai dari pantai Torok Aiq Beleq (Kecamatan Praya Barat Daya), pantai Selong Belanak (Kecamatan Praya Barat), sampai desa Bilelando (Kecamatan Praya Timur) (Statistik Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2013).

Batas administratif Kabupaten Lombok Tengah sebagai berikut seperti terlihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:

Batas Utara : Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Timur Batas Selatan : Samudra Indonesia / Samudra Hindia

(38)

Batas Barat : Kabupaten Lombok Barat Batas Timur : Kabupaten Lombok Timur

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah Sumber: Buku Putih Sanitasi (BPS) Kab. Lombok Tengah 2012.

Kabupaten Lombok Tengah memiliki penduduk sebanyak 860.209 jiwa, dengan kepadatan penduduk 712 jiwa/km². Kecamatan yang terpadat adalah Kecamatan Praya dengan kepadatan penduduk 1.688 jiwa/km² dan kecamatan yang paling rendah tingkat kepadatannya adalah kecamatan Batukliang Utara dengan kepadatan penduduk 260 jiwa/km². Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten

(39)

Lombok Tengah pertahun periode 2000-2010 sebesar 1,45 persen, dimana angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk pertahun periode 1990-2000 yaitu sebesar 0,98% (Buku Putih Sanitasi (BPS) Kab. Lombok Tengah 2012).

4.1.2 Iklim dan Topografi

Kabupaten Lombok Tengah memiliki iklim tropis dengan musim kemarau yang kering. Musim hujan mulai sekitar bulan April dengan curah hujan pada bulan-bulan tersebut rata-rata diatas 100 mm, sementara curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yang mencapai 382 mm. Curah hujan dengan rata-rata dibawah 100 mm bahkan 50 mm terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan September (Statistik Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2013).

Topografi Kabupaten Lombok Tengah pada bagian utara merupakan daerah pegunungan, termasuk kawasan Gunung Rinjani dengan ketinggian sekitar 1000 mdpl. kawasan ini sangat cocok untuk areal perkebunan seperti kopi, kayu, cengkih, dan lain-lain yang berpotensi untuk pengembangan kepariwisataan berbasis alam. Bagian tengah merupakan daerah daratan rendah yang diperuntukkan sebagai daerah pertanian dengan hasil utama padi, palawija, dan tembakau. Selain sebagai pusat pemerintahan kabupaten, juga memiliki potensi menjadi pusat wisata kuliner tradisional dan souvenir khas Lombok Tengah dan Pulau Lombok secara umum. bagian selatan adalah daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 sampai 355 mdpl serta kawasan pantai sebagai kawasan pariwisata. Sementara jenis tanah

(40)

dominan adalah Komfleks Mediteran Coklat 41.635 ha (34%), Gromusol Kelabu 34.306 ha (28%), serta Regusol Kelabu 20.387 (17%).

4.2 Konsep Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah 4.2.1 Visi

Visi kepariwisataa Kabupaten Lombok Tengah adalah terwujudnya Kabupaten Lombok Tengah sebagai daerah tujuan wisata yang berdaya saing tinggi. 4.2.2 Misi

Misi kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah yaitu meningkatkan penataan, penggalian, dan pengembangan objek daya tarik wisata, meningkatkan kunjungan wisata, meningkatkan kualitas sumber daya manusia kepariwisataan. 4.2.3 Konsep Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu destinasi wisata di Indonesia dengan karagaman potensi alam maupun budya yang unik dan kekhasan serta kelokalannya, dimana kedua unsur tersebut dikombinasikan dalam pengembangannya.

Pariwisata merupakan industri alternative untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian daerah dan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Dengan demikian, industry pariwisata diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan dan alat pemerataan pembangunan daerah dan masyarakat. Lebih lanjut melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mempaparkan visi pariwisata, yaitu:

(41)

“terwujudnya Kabupaten Lombok Tengah sebagai daerah tujuan wisata yang berdaya saing tinggi.”

Berdasarkan visi dan misi tersebut, dapat dianalisis bahwa daya saing, berkelanjutan, posisi strategis, pembangunan dan kesejahteraan merupakan kata kunci yang harus dijadikan tolok ukur pengembangan pariwisata daerah. Omerzel (2006, 168) menyatakan bahwa untuk menciptakan daya saing, indicator seperti adanya visi yang jelas, menejemen yang profesional, kebijakan yang efisien, dan mampu memberikan nilai tambah harus diimplementasikan dan dibuktikan secara nyata dan konsisten.

Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menerangkan empat misi kepariwisataan dalam pembangunannya, yaitu:

1. Mengembangkan industri pariwisata yang efisien, berdaya saing, kredibel, menyinergikan kemitraan usaha antar usaha, bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya dan mensejahterakan masyarakat.

2. Mengembangkan destinasi pariwisata yang berdaya saing, berkelanjutan, memiliki posisi strategis nasional, mampu meningkatkan pembangunan daerah dan mensejahterakan masyarakat.

3. Mengembangkan pemasaran pariwisata yang unggul, efektif dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.

4. Mengembangkan kelembagaan dan tata kelola kepariwisataan yang mampu mendorong terwujudnya pengembangan industri pariwisata, pemasaran pariwisata yang bedaya saing dan berkelanjutan.

(42)

4.3 Potensi Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Lombok Tengah memiliki potensi wisata yang cukup banyak dan bervriasi. Potensi tersebut merupakan modal yang berharga dalam menunjang kepariwisataan di Lombok Tengah apalagi diberikan sentuhan teknologi sehingga akan memberikan nilai tambah yang cukup berarti dan sangat signifikan dalam mendongkrak pendapatan dan perekonomian daerah.

Kesenian dalam konteks pariwisata merupakan sesuatu hal yang tidak terpisahkan dan merupakan dua kegiatan yang komplementer yaitu saling membutuhkan. Pariwisata akan memiliki daya tarik tersendiri jiaka didukung oleh kegiatan kesenia yang dapat dinikmati setiap saat. Secara umum dapat dipaparkan beberapa jenis kesenian tradisional utama yang ada di Lombok Tengah, seperti Gendang Beleq, Rudat, Kecimol, Jaran Kamput, Drama, Dilokaq, Macapat, Wayang Kulit, serta Meniting Melakaq. Pada tahun 2012, kelompok kesenian tradisional yang terbentuk di Kabupaten Lombok Tengah sekitar 274 kelompok kesenian yang hampir tersebar di setiap desa dan kelurahan (Statistik Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2013).

Zonasi pengembangan pariwisata Kabupaten Lombok tengah terbagi kedalam tiga zona sebagaimana yang dijelaskan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.

“1. Pengembangan pariwisata wilayah selatan dengan potensi wisata bahari, desa tradisional, seni, dan kerajinan. 2. Pengembangan pariwisata wilayah tengah dengan potensi wisata kuliner tradisional, wisata tirta,

(43)

wisata belanja, dan lain-lain. dan 3. Pengembangan pariwisata wilayah Kabupaten Lombok Tengah bagian utara dengan potensi wisata seperti ekowisata, air terjun, dan trekking (H. Lalu Moh. Putria: wawancara 11 Maret 2014)

Dengan demikian, pembagian zona pengembangan pariwisata di Kabupaten Lombok Tengah sudah terpapar jelas, seperti tampak pada Gambar 4.2 berikut”.

Gambar 4.2 Zona Pengembangan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah. Sumber: Dokumen Peneliti, 2014.

1

2

(44)

Pembagian zona pengembangan pariwisata pada Gambar 4.2 bertujuan untuk meratakan pembangunan pariwisata bagi masyarakat Lombok Tengah. Sebagaimana tujuan diselenggarakannya kepariwisataan dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009 Bab II yaitu, a) Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata, b) Memperlutas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, dan c) Meningkatkan pendapatan nasioanl dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

4.4 Potensi Pariwisata di Kawasan Pariwisata Kuta Lombok

Desa Kuta merupakan salah satu desa yang berada di kawasan pantai sehingga memiliki potensi yang besar dalam pengembangan aktivitas pariwisata. Luas desa Kuta yaitu 2.366 ha dengan ketinggian tanah 5-10 mdpl, memiliki curah hujan 125 mm pertahun sehingga rata-rata suhu udara berkisar antara 18oC-34oC. Jenis dari dataran rendah, tinggi, pengunungan dan pantai adalah datar dan bergelombang (Profil Desa Kuta Tahun 2012-2013).

4.4.1 Atraksi Pariwisata

Pantai Kuta disebut juga sebagai Pantai Mandalika mempunyai potensi wisata yang sangat tinggi. Potensi yang dimiliki merupakan anugrah yang tidak ternilai, sehingga perlu penataan dan pengemasan untuk mendapatkan simpati wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Sebagai zona yang diperuntukkan untuk kawasan pariwisata, maka keindahan alam bahari perlu dijaga dengan baik. Berikut

(45)

objek dan atraksi wisata yang dapat dinikmati wisatawan di Kawasan Pariwisata Pantai Mandalika pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1

Objek dan Daya Tarik Wisata di Kawasan Pariwisata Kuta Lombok Objek Wisata Daya Tarik Aktifitas

Pantai Kuta Pasir putih Sunrise Sunset Terumbu karang Kampung nelayan Perbukitan Photography

Pengamatan matahari terbit Pengamatan matahari terbenam Sunbathing Tour Wind surfing Fishing Parasailing Swimming Soft trekking Pantai Seger Pasir putih

Sunset Perbukitan Terumbu karang

Photography

Pengamatan matahari terbenam Soft trekking

Sunbathing

Surfing, Wind surfing Parasailing

Pantai Aan Pasir putih Terumbu karang Sunset

Ombak

Photography Sunbathing

Pengamatan matahari terbenam Swimming Fishing Parasailing Pantai Serenting Pasir putih Sunset Photography

Pengamatan matahari terbenam Fishing

Sunbathing Swimming Festival Bau Nyale dan

Peresean

Photography

Pengamatan acara tradisional Sumber: Statistik Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2008.

Atraksi wisata sebagai potensi dominan pada kawasan pariwisata Kuta Lombok adalah kawasan pantai yang terbentang dengan hamparan pasir putih.

(46)

Sehingga aktivitas yang yang dilakukan sangat banyak, seperti mengambil gambar, berenang, menyelam, dan lain-lain. Sedangkan potensi wisata budaya disimbolkan dengan acara “Bau Nyale” dengan cerita kerajaan suku sasak yaitu Putri Mandalika sebagai acara annual event yang disemarakkan dengan adu tangkas yang disebut dengan “Peresean” dari partisipasi masyarakat lokal.

4.4.2 Akses Pariwisata

Kabupaten Lombok Tengah yang hanya memiliki luas keseluruhan sekitar 1.208,39 Km2 sangat kecil jika dibandingkan luas daerah lainnya. Sehingga untuk mencapai setiap Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) yang ada tidak memerlukan waktu lama, cukup meluangkan waktu sehari untuk mencapai hampir sebagian banyak ODTW.

Akses menjadi salah satu aspek terpenting pada pengembangan kepariwisataan. Kondisi jalan menuju tiga lokasi pariwisata yaitu Pantai Kuta, Pantai Seger, dan Pantai Aan seperti pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2

Kondisi Akses Menuju ODTW di Kawasan Pariwisata Kuta Lombok dari Ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah

Lokasi Kelas Jalan Kondisi Jalan Waktu Tempuh Pantai Kuta Jalan Provinsi Baik 33-60 menit

Pantai Seger Jalan Kabupaten Rusak ringan 36-65 menit Pantai Aan Jalan Kabupaten Rusak berat 35-90 menit Sumber: Statistik Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2013

(47)

Gambar 4.3 Kondisi Jalan Raya Menuju Kawasan Pariwisata Kuta Lombok Sumber: Dokumen Peneliti, 2014

Jalan sebagai akses untuk menjangkau kawasan wisata seharusnya lebih memadai sehingga potensi atraksi wisata mudah dijangkau. Kondisi di atas merupakan bukti bahwa syarat aksesibilitas belum dapat dipenuhi. Jika pemerintah daerah tidak segera mengambil sikap, maka kenyamanan wisatawan menuju lokasi wisata yang ada mengalami penurunan minat sehingga menyebabkan rendahnya daya saing dibandingkan dengan destinasi wisata di tempat lain. Akses menuju objek wisata Pantai Seger memiliki kondisi jalan yang cukup baik, akan tetapi membutuhkan perbaikan yang lebih serius. Begitu juga dengan kondisi jalan menuju Pantai Aan yang memberikan kesan tidak terurus. Kondisi jalan yang berlubang membuat wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara untuk memilih berkunjung ke objek wisata yang lain.

Keberlangsungan aktivitas pariwisata dan laju pertumbuhannya tidak terlepas dari peran serta alat transportasi. Alat transportasi yang dapat digunakan untuk

(48)

mencapai ODTW adalah, 1) Transportasi Udara, yaitu terbukti dari beroperasinya Bandara Internasional Lombok (BIL) pada tahun 2011. 2) Transportasi Laut, yaitu menggunakan Ferry yang semakin banyak dan di gemari khususnya bagi wisatawan dengan tipe bagacker. Dan 3) Transportasi Darat, yang memegang peranan yang sangat penting untuk menjangkau ODTW yang ingin dituju. Seperti taksi, bus pariwisata, limosine, cidomo (alat transportasi tradisional masyarakat sasak/lombok). 4.4.3 Fasilitas Pendukung Pariwisata

Salah satu unsur penting dalam upaya meningkatkan arus wisatawan terutama macanegara ke suatu daerah adalah tersedianya sarana dan parsarana akomodasi yang mamadai baik secara kualitas maupun kuantitas. Menyongsong Visit Lombok – Sumbawa 2011-2015, Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu daerah tujuan wisata (termasuk Lombok Tengah) telah melakukan berbagai aktivitas terkait dengan pariwisata.

Perhotelan dan akomodasi sebagai bagian yang paling melekat dengan pariwisata, juga tidak ketinggalan. Kondisi ini diharapkan akan memberi pengaruh positif bagi peningkatan kunjungan wisatawan, yang pada gilirannya akan dapat merambat kepada kemajuan sektor lainnya. Namun demikian upaya perhotelan dan akomodasi yang ada belumlah cukup tanpa dukungan pihak lain yang dapat menciptakan rasa aman, juga diperlukan dukungan sarana dan prasarana terkait yang memadai (Lombok Tengah Dalam Angka Tahun 2012).

Peranan akomodasi di kawasan pariwisata seperti hotel dan jenisnya sebagai penyedia jasa penginapan merupakan salah satu faktor penentu keamanan dan

(49)

kenyamanan yang diberikan kepada wisatawan. Medlick (1989:4) mengemukakan bahwa wisatawan biasanya tinggal lebih lama dan menhabiskan uang lebih banyak jika dibandingkan dengan menginap di rumah sendiri.

Jumlah sarana akomodasi berupa hotel di Lombok Tengah dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Terlebih setelah beroperasinya Bandara Internasional Lombok (BIL). Akan tetapi perkembangan jumlah akomodasi belum merata di setiap ODTW, pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan masih terfokus pada wilayah selatan, yaitu di sekitar kawasan pariwisata Kuta dan sekitarnya.

Perkembangan akomodasi yang begitu pesat menimbulkan wacana yang sulit dalam mengklasifikasikan sarana akomodasi. Hal lain yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah faktor yang membedakan dalam pengklasifikasiannya, standar pelayanan yang diberikan, budaya tuan rumah (host culture) yang berbeda, standar fasilitas, dan menejemen yang digunakan (Gee, 1994). Berikut Tabel 4.3 yang menunjukkan perkembangan akomodasi di Kabupaten Lombok Tengah.

Tabel 4.3

Perkembangan Jumlah Penginapan di Kabupaten Lombok Tengah dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012

Tahun Hotel dan Lain-lain Jumlah Kamar Tempat Tidur

2008 24 359 413

2009 24 359 413

2010 40 416 481

2011 40 416 481

2012 46 540 605

(50)

Berdasarkan tabel di atas, laju perkembangan pariwisata Lombok Tengah yang pesat diikuti dengan bertamhnya jumlah akomodasi dari tahun ke tahun. Pada lima tahun terakhir, jumlah pertumbuhan jumlah sarana akomodasi meningkat. Pada 2008, sebanyak 24 akomodasi (semua klasifikasi hotel) hingga pada tahun 2012 mengalami peningkatan dua kali lipat yaitu sebanyak 46 akomodasi dengan total kamar sebanyak 540 kamar dan 605 fasilitas tempat tidur.

Pembangunan sarana akomodasi tidak lain bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan selama tinggal di Kawasan Pariwisata Kuta Lombok. Jumlah sarana akomodasi di Kabupaten Lombok Tengah seperti pada Lampiran 2 (Hal. 113). Diketahui bahwa sebagian besar sarana akomodasi berada di Desa Kuta yaitu pada Kawasan Pariwisata Kuta Lombok sebanyak 35 akomodasi. Ini menunjukkan bahwa saran vital industri pariwisata telah dibangun dengan kualitas dan kualifikasi dari masing-masing akomodasi.

4.4.4 Sarana dan Prasarana Lainnya 1. Restoran dan Rumah Makan

Selain fasilitas berupa penginapan, unsur lain yang tidak kalah pentingnya dalam usaha jasar pariwisata adalaha ketersediaan restoran dan rumah makan, fasilitas tersebut diluar fasilitas yang diberikan oleh akomodasi tempat mereka tinggal. Ketersediaan restoran dan rumah makan terutama yang memiliki ciri khas tradisional (glokalisasi) akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang senang berwisata kuliner dan senang mencoba sesuatu cita rasa makanan setiap daerah (Statistk Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2013).

(51)

Jenis makanan khas Pulau Lombok yang terkenal, seperti Ayam Bakar Taliwang, Pelecing, Nasi Balap Puyung, dan masih banyak lainnya merupakan potensi daya tarik wisatawan yang telah dikenal oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Seiring dengan perkembangan pariwisata dan semakin digemari makanan tradisional tersebut, berkembang pula jumlah restoran dan rumah makan dengan tujuan memberikan cita rasa khas Pulau Lombok. Berikut jumlah restoran dan rumah makan di Kabupaten Lombok Tengah sebagai saran pendukung aktivitas kepariwisataan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Jumlah Restoran dan Rumah Makan serta Tenaga Kerja di Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2012

Jenis Jumlah Jmlh Fasilitas Jmlh Tenaga Kerja Meja Kursi Berugak Lokal Asing Restoran Rumah Makan Lesehan Cafe 13 17 12 31 110 40 68 61 425 116 268 213 - 11 38 5 179 35 42 110 - - - 4 Jumlah Total 73 279 1.022 54 366 4

Sumber : Dinas Budpar Kabupaten Lombok Tengah, Tahun 2012 (Statistik Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2013).

Jika ditinjau dari sudut pandang perkembangan pariwisata, jumlah fasilitas tersebut belum memadai dari jumlah kunjungan wisatawan ke yang selalu mengalami peningkatan. Sehingga wisatawan mempunyai banyak pilihan untuk wisata kuliner yang tentu memiliki standar yang layak untuk diberikan kepada wisatawan nusantara maupun mancanegara.

(52)

2. Listrik, Telepon, dan Air

Ketersediaan fasilitas berupa jaringan listrik, telepon, dan air merupakan prasyarat utama yang harus ada dan tersedia di setiap ODTW agar dapat memenuhi kebutuhan wisatawan. Kebutuhan fasilitas primer, tersedianya air bersih, jaringan listrik, dan telepon menjadi prasyarat pengembangan pariwisata. Ketergantungan destinasi terhadap air sangat besar, fakta membuktikan bahwa konsumsi air yang diminum wisatawan, 2 atau 3 kali lebih banyak dari pada konsumsi air yang diminum oleh penduduk lokal. Khususnya daerah yang perseidaan airnya terbatas, air seringkali menjadi kendala serius pengembangan pariwisata (UNWTO, 2004).

3. Usaha Jasa Travel dan Biro Perjalanan

Laju perkembangan pariwisata dan peningkatan jumlah kunjungan ke suatu Objek Daya Tarik Wisata, tidak terlepas dari peran serta usaha travel dan biro perjalanan. Jumlah usaha travel dan biro perjalanan yang terdata di Lombok Tengah sebanyak sebanyak 54 buah, sebagaimana yang tertera pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Usaha Jasa Pariwisata

di Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2012 No Jenis Jumlah

Jumlah Fasilitas Jumlah Tenaga Kerja Mobil Motor Lokal Asing

1 Tour & Travel 54 26 12 28 -

Jumlah Total 54 26 12 28 -

Gambar

Gambar 2.2  Model Penelitian  Keterangan:  :  :  Pengaruh   : Relasi  : Unit Analisis  Pemahaman  Sadar Wisata  (Sapta Pesona) Penataan dan
Gambar 3.1 Peta Pulau Lombok
Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian: Kawasan Pariwisata Kuta, Seger, Aan dan  sekitarnya (Kawasan Mandalika Resort)
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah  Sumber: Buku Putih Sanitasi (BPS) Kab
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan penelitian yang dilakukan sekarang dibandingkan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menguji kompetensi yang harus dikuasai dalam melaksanakan

Filsafat sekalipun mendasarkan pada Weda, tetapi dapat menerima komentar-komentar dari penafsir Weda (Wedantin). Filsafat India mempunyai kecenderungan bersifat

Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar .Peningkatan pertumbuhan akar di bawah kondisi cekaman air ringan sampai

Hal ini didasarkan pada proposisi bahwa transformasi hunian dilakukan untuk menyesuaikan kondisi hunian terhadap kebutuhan keluarga yang bersifat dinamis (senantiasa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air Sungai Gandong dengan menggunakan bioindikator makroinvertebrata dan memanfaatkan hasil penelitian ini untuk

Judul Tesis : Analisis Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Sebagai Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan6. (Studi Kasus Putusan

Kemudian,dengan menggunakan analisis anova 2x2 (General Linier Models) SPSS 22 IBM for Windows dan menggunakan MS.Excel ditemukan bahwa Modifikasi Task-based

Hasil uji paired sample t-test didapatkan nilai p value 0,000< 0,05 yang artinya ada pengaruh pemberian aroma terapi lavender terhadap pengurangan nyeri