• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Pelarut fosfat

Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri tanah yang memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat agar dapat diserap oleh tanaman. Selain itu, terdapat peran lain pada bakteri pelarut fosfat yaitu pada metabolisme vitamin D untuk memperbaiki pertumbuhan akar dan meningkatkan serapan hara pada tanaman. Fosfat berfungsi sebagai elemen struktural asam nukleat dan fosfolipid serta dapat menghasilkan energi dalam aktivasi zat antara metabolik sebagai komponen dalam kaskade transduksi sinyal, serta regulasi enzim dalam proses metabolisme (Sugianto, 2018). Bakteri pelarut fosfat dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat serta diketahui dapat memproduksi asam amino, asam organik seperti asam asetat, glikolat, format, fumarat, laktat, propionate, suksinat, vitamin, dan substansi pemacu pertumbuhan seperti Indole Acetic Acid (IAA) serta giberelin yang dapat membantu pertumbuhan tanaman (Ponmurugan and Gopi, 2006). Pengaruh mikroorganisme pelarut fosfat terhadap tanaman tidak hanya memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan fosfat akan tetapi dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh, terutama oleh mikroorganisme yang hidup pada permukaan akar (Asril, 2019).

Bakteri pelarut fosfat memiliki kemampuan dalam memproduksi metabolit sekunder berupa antibiotik, asam organik, dan enzim fosfatase. Berdasarkan hasil penelitian Setiawati (2008) dilaporkan bahwa bakteri pelarut fosfat strain P.putida dan

P.diminuta mampu menghambat Rhizoctonia solani karena memiliki kemampuan

memproduksi antibiotik dalam spektum luas yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme lain. Perbedaan penghambatan pada masing-masing agen antagonis dikarenakan memiliki kemampuan menghasilkan metabolit yang berbeda dalam jumlah maupun potensi yakni seperti lisis pada sel patogen.

(2)

Penelitian lainnya dilaporkan beberapa bakteri pelarut fosfat memiliki kemampuan menghasilkan enzim seperti kitinase, dehidrogenase, lipase, fosfatase, protease, dan lainnya (Joshi et al., 2012). Enzim yang dihasilkan bersifat hiperparasit pada patogen yang memiliki kemampuan dalam mendegradasi dinding sel patogen.

2.2 Fusarium oxysporum

Jamur F.oxysporum memiliki klasifikasi penyebab penyakit layu pada tanaman sebagai berikut (Soesanto, 2013):

Kingdom : Fungi

Devisi : Ascomycota

Class : Sordariomycetes

Ordo : Hypocreales (Moniliales)

Family : Nectriaceae

Genus : Fusarium

Spesies : Fusarium oxysporum

Jamur F.oxysporum termasuk kedalam fungi yang bereproduksi secara aseksual dengan menghasilkan tiga macam spora antara lain mikrokonidia yang merupakan jenis spora dengan bersel satu atau dua dihasilkan pada semua kondisi serta dapat menyerang tanaman, makrokonidia merupakan spora dengan bentuk sabit memiliki sel tiga sampai lima yang dapat dijumpai pada bagian permukaan, dan klamidospora merupakan spora yang dapat menyerang tanaman pada waktu dormansi serta mampu berkembang di dalam air. F.oxysporum memiliki bentuk konidiofor dengan banyak cabang, ukuran tangkai kecil, dan sering kali berpasangan. Pada tumbuhan hifa dapat tumbuh dan berkembang di antara jaringan sel vaskular, yaitu di parenkim kulit dekat infeksi (Hikmah, 2018).

(3)

Gambar 2.1 Morfologi F.oxysporum (Damayanti, 2009)

Jamur F.oxysporum salah satu patogen yang ditularkan melalui tanah dan menggunakan tanah sebagai media pertumbuhan dan perkembangan. F.oxysporum hidup dengan waktu yang lama dengan menghasilkan klamidospora (Wu et al., 2015). Jamur F.oxysporum dapat hidup dengan baik pada tanah dengan pH 4,5-6,0 serta pH optimum dalam menghasilkan spora yaitu sekitar 5,0 (Djaenuddin, 2011). Jamur F.oxysporum menyerang tanaman di sekitar wilayah perakaran yang menyebabkan salah satu dari tanaman cabai layu hal itu dikarenakan jamur patogen mensekresikan enzim penyebab layu (Godinho et al., 2010). Layu yang disebabkan

F.oxysporum pada tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal hingga menyebabkan

kematian pada saat fase vegetatif, sedangkan fase generatif mengakibatkan pembentukan buah tidak dapat optimal. Menurut Rostini (2011) serangan

F.oxysporum dapat menurunkan produksi hingga 50% yang mengakibatkan kualitas

hasil panen pada cabai rendah. Kualitas hasil panen pada cabai yang rendah perlu dilakukan upaya pengendalian untuk menekan serangan F.oxysporum yang dapat menurunkan produksi cabai.

2.3 Penyakit Layu Fusarium

Penyakit layu F.oxysporum diawali dengan warna kuning di bagian bawah pada daun dikarenakan jaringan pada daun mati (gejala nekrosis daun) sehingga daun menjadi kering. Gejala selanjutnya diikuti dengan layu tanaman pada bagian atas, ketika intensitas serangan tinggi tanaman akan mengalami rebah atau mati (Putri et al., 2014).

(4)

Layu pada tanaman yang disebabkan jamur F.oxysporum memungkinkan hanya terjadi pada sebagian atau dapat terjadi keseluruhan pada tanaman (Diniyah, 2010). Pada tanaman layu terjadi dari daun terbawah yang terus menuju ke bagian daun teratas. Sehingga lambat laun daun yang layu akan mudah lepas. Keefektifan jamur dalam menyerang tanaman dapat dilihat dari jumlah spora yang dihasilkan oleh jamur. Persebaran dari jamur F.oxysporum dapat dilihat melalui kemampuan mengalokasikan di dalam lingkungan inang serta daya tahan patogen pada tanaman bergantung pada agen biotik yang berasosiasi di dalam tanaman tersebut (Diniyah, 2010).

2.4 Daur Penyakit Layu Fusarium pada Cabai

Jamur patogen F.oxysporum tumbuh melalui perkecambahan spora dengan membentuk struktur hifa yang memiliki dinding pemisah dan sebagian tidak. Kumpulan dari beberapa hifa pada jamur F. oxysporum disebut dengan miselium. Miselium yaitu bagian pada jamur yang berperan dalam proses penyerapan dan eksploitas nutrisi sehingga memproduksi spora reproduktif (Saragih, 2009). Spora pada jamur masuk melalui propagul spora dengan melewati luka pada akar tanaman sehingga memudahkan pertumbuhan jamur F. oxysporum. Jamur F. oxysporum mensekresikan enzim yang dapat menguraikan atau mempermudah proses penetrasi spora.

Spora pada F. oxysporum akan tumbuh membentuk miselium pada korteks akar yang selanjutnya akan menembus endodermis dan menghasikan pektolitik yang dapat menguraikan pektin pada lamela tengah dan dinding xylem. Setelah menguraikan pektin spora akan masuk kedalam xylem melalui jari-jari empelur. Spora yang dihasilkan F. oxysporum salah satunya mikrokonidia yaitu organ reproduksi yang berada di dalam xylem akan terbawa secara vertikal melalui aliran air sehingga mikrokonidia akan tersebar di seluruh saluran xylem.

(5)

Mikrokonidia di dalam xylem akan tumbuh dan membentuk hifa sehingga membuat koloni (Okungbowa dan Shittu, 2016). Hifa yang berkumpul akan membentuk koloni di dalam xylem dapat menyebabkan terhambatnya mobilisasi air dan unsur hara ke bagian atas sehingga tanaman tidak berfungsi secara normal dalam proses penyerapan nutrisi. Hal tersebut dapat mengakibatkan organ pada tanaman menjadi kurang baik dalam tumbuh dan berkembang (Susanna et al., 2009).

2.5 Agen Pengendali Hayati

Pengendalian hayati sebagai salah satu mekanisme yaitu antagonisme yang dapat menimbulkan kerugian bagi organisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya serta secara tidak langsung mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Aktivitas antagonisme meliputi : a. Persaingan antara nutrisi dan ruang yang dibutuhkan oleh OPT dalam jumlah terbatas, b. antibiosis yang dikeluarkan berupa antibiotik atau senyawa lain oleh mikroorganisme tertentu tapi berbahaya bagi OPT, dan c. predasi, hiperparasitisme, mikroparasitisme atau bentuk interaksi lainnya, resistensi yang kuat terhadap OPT dan mikroorganisme lainnya (Istikorini, 2002). Mekanisme pengendalian hayati terhadap aktivitas antagonisme bakteri terhadap jamur patogen penyebab penyakit pada tanaman dilaporkan pada beberapa hasil penelitian menurut Sinaga (2009) yaitu jamur endofit mengganggu tanaman pada jaringan tertentu sehingga mampu mengeluarkan mikotoksin, enzim serta antibiotika yang merupakan mekanisme antagonis berupa antibiosis. Menurut Abidin et al., (2015) golongan bakteri Bacillus sp. memiliki aktivitas mekanisme antagonis berupa antibiosis dengan menghasilkan senyawa antifungi yang mengakibatkan perubahan bentuk atau malformasi pada hifa patogen. Dilaporkan pada hasil penelitian Netti dalam Hutauruk (2018) bahwa bakteri kitinolitik dapat menguraikan kitin sebagai salah satu penyusun dinding sel fungi sehingga sangat berpotensi dalam penghambatan fungi patogen yang berada pada tanaman.

(6)

2.6 Bakteri Pelarut Fosfat sebagai Agen Antagonis

Mikroorganisme antagonis yang dimaksud adalah bakteri yang mampu hidup dalam jaringan tanaman serta tidak menimbulkan penyakit bagi tanaman. Beberapa genus mikroba pada tanah bersifat antagonis dan dapat melarutkan fosfat. Mikroorganisme pelarut fosfat adalah bakteri yang dapat mengubah fosfat organik dan anorganik yang tidak terlarut menjadi fosfat terlarut sehingga tanaman dapat menggunakannya untuk pertumbuhan dan perkembangan (Chen et al., 2006). Simbiosis antara bakteri terhadap tanaman bisa terjadi secara mutualisme atau komensalisme dimana terjadi ketika bakteri dapat memproteksi tanaman terhadap serangan patogen dengan mengeluarkan senyawa metabolit sekunder dan tanaman menyediakan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman (Simarmata, 2007).

Mekanisme kerja bakteri dalam pengendalian hayati yaitu dengan menghasilkan senyawa antimikroba, produksi siderofor dan menginduksi proses ketahanan pada tanaman (Amaria et al., 2013). Selain sebagai agen pengendali hayati bakteri ini juga mampu menghasilkan asam amino, vitamin, dan zat pemacu pertumbuhan seperti

Indole Acetic Acid (IAA) serta hormon giberelin yang membantu pertumbuhan pada

tanaman (Ponmurugan and Gopi, 2006). Interaksi antara bakteri dengan tanaman inang dapat terjadi dengan beberapa mekanisme yaitu tanaman menghasilkan zat-zat penting yang diperlukan untuk tumbuhan, siklus hidup, dan pertahanan diri bagi mikroba serta mampu memproduksi senyawa yang dapat melindungi dari serangan patogen pada tanaman.

Gambar

Gambar 2.1 Morfologi F.oxysporum (Damayanti, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Tapi salah satu hal menariknya adalah walaupun santriwati tidak dipulangkan, santriwati pondok modern An-Najah Cindai Alus puteri tidak terdapat kasus positif

2 Proses kedukaan dapat dikatakan selesai apabila orang yang berduka sudah dapat mengingat dan menceriterakan dengan jelas peristiwa kehilangan tanpa perasaan

Hasil perhitungan efisiensi lintasan produksi saat ini menghasilkan efisiensi lintasan sebesar 36% yang dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan hasil susunan stasiun

Hasil penelitian menunjukkan Tipomorfologi arsitektur suku Banjar dapat dijelaskan berdasar beragam tema yang mempengaruhi perkembangan arsitektur Suku Banjar, yaitu;

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit berdasarkan pola keragaman kerja, dan menentukan waktu baku

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang dalam Peraturan Bupati Pemalang Nomor 53 Tahun 2008 pasal 102 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mempunyai tugas

LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG Sesuai Undang-UndangNomor 26 Tahun 2007 tentang Sesuai Undang-UndangNomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,Pasal 11 ayat (2),

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih