• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum lokasi penelitian3

Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar bagi mahasiswa baru IPB selama tahun pertama. Program TPB dibentuk pada tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru dengan undangan ke sekolah menengah di seluruh pelosok tanah air

Visi dan Misi. TPB IPB memiliki visi “Program Pendidikan TPB merupakan subsistem penyelenggara pendidikan di Institut Pertanian Bogor yang memberikan pelayanan pendidikan dasar berkualitas”, dengan misi Program Pendidikan TPB menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas untuk menghasilkan lulusan TPB yang siap, bersemangat, bermotivasi tinggi untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di IPB dengan mengembangkan sikap dan semangat prima dari dosen, mahasiswa, dan pegawai.

Tujuan. TPB IPB memiliki tujuan antara lain untuk mencetak mahasiswa: (1) Bertaqwa dan beriman kepada Tuhan YME, berwawasan kenegaraan dan kebangsaan. (2) Berfikir logis, sistematis, kuantitatif, dan mampu berkomunikasi ilmiah secara lisan atau tertulis. (3) Kompeten dalam prinsip produksi biomasa dan pengelolaannya untuk keperluan dan kebutuhan manusia. (4) Kompeten dalam prinsip dasar fisika, kimia, dan sosial-ekonomi untuk menguasai aspek pra-produksi, produksi dan pasca produksi biomasa. (5) Memiliki profesionalisme, moral dan etika, kepedulian terhadap masyarakat, nilai-nilai dan lingkungan, serta berjiwa wirausaha.

Pemilihan program studi awalnya dilakukan setelah mahasiswa lulus TPB dengan mata kuliah seragam, namun sejak tahun 1993 pemilihan program studi sudah dapat dilakukan sejak mendaftar ke IPB. Perubahan mendasar sistem pendidikan TPB dimulai sejak tahun 1995, dimana mahasiswa TPB tidak lagi memperoleh mata kuliah yang seragam. Mata kuliah yang diberikan bersifat paket untuk setiap program studi sesuai program studi yang dipilih mahasiswa sejak pertama kali mendaftar di IPB.

Kurikulum baru TPB dihasilkan dari lokakarya kurikulum pada tahun 1999. Kurikulum baru tersebut membagi mata kuliah Matematika, Biologi, dan Fisika menjadi dua jenis. Matematika dibagi menjadi Matematika A (terdiri dari Matematika

(2)

Dasar dan Kalkulus I) dan Matematika B (terdiri dari Pengantar Matematika dan Kalkulus). Biologi menjadi Biologi A, Biologi B, dan Biologi Hewan, serta Fisika Umum menjadi Fisika Umum A dan Fisika Umum B. Mata kuliah Sosiologi Dasar dan Bahasa Inggris II dihapuskan. Pada kurikulum baru tersebut, selain Kimia Dasar dan Kimia Umum, dibuka kelas untuk mata kuliah Kimia Organik.

Pada tahun 2003 diadakan Lokakarya Peningkatan Mutu Pendidikan TPB. Keputusan mendasar dari Lokakarya tahun 2003 adalah perubahan indeks prestasi

drop out (DO) dari < 1.30 menjadi < 1.50. Perubahan mendasar ini tentunya

memberikan konsekuensi kepada Direktorat Pendidikan TPB untuk meningkatkan mutu pelayanan akademiknya. Pada tahun 2004 diberlakukan Kurikulum Mayor Minor, mahasiswa TPB memilih mayor (keahlian utama) setelah lulus TPB, kemudian sejak tahun 2007 pemilihan mayor dilakukan ketika mendaftar ke IPB .

Direktorat TPB merupakan badan yang menyelenggarakan kegiatan administrasi akademik dan kemahasiswaan. Direktorat Pendidikan TPB berkantor di Kampus IPB Darmaga dengan didukung oleh beberapa tenaga administrasi. Direktorat Pendidikan TPB menggunakan ruangan untuk proses perkuliahan seperti aula (auditorium atau teater), kelas besar, ruang seminar atau kelas kecil. Seluruh ruangan tersebut di gunakan juga untuk pelaksanaan ujian selama semester berlangsung. Ruang aula dan kelas besar dapat menampung sebanyak 150 mahasiswa, sedangkan kelas-kelas kecil umumnya digunakan untuk kelas responsi dengan kapasitas 50 sampai 60 mahasiswa. Ruangan tersebut tersebar di Kampus IPB Darmaga, yang sebagian besar juga diperuntukkan bagi proses belajar mengajar Fakultas. Dengan jumlah mahasiswa TPB yang mengakses ruangan tersebut berkisar antara 2.800 sampai 3.000 (tahun akademik 2000-2001 sebesar 2.924, belum termasuk mahasiswa yang mengambil kuliah ulang), maka diperlukan pengaturan jadwal kuliah dan ruang secara ketat dan teratur. Banyaknya ruang-ruang kelas dan laboratorium tidak dapat menunjukkan rasio yang baik terhadap kenyamanan proses belajar mengajar secara utuh di TPB sepanjang tahun.

Saat ini, laboratorium yang digunakan untuk praktikum mata kuliah dasar di TPB (Fisika, Kimia dan Biologi) merupakan fasilitas yang dimiliki dan digu nakan bersama oleh jurusan terkait di FMIPA. Laboratorium merupakan kebutuhan primer, namun demikian TPB belum mampu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan praktikum secara perorangan. Kapasitas tiap laboratorium sangat terbatas, sehingga penjadwalan penggunaan laboratorium menjadi sangat ketat. Material dan peralatan yang dipakai dalam praktikum senantiasa digunakan bersama dalam kelompok besar. Ketersediaan teknisi yang terampil juga sangat terbatas.

(3)

Fasilitas lain yang diberikan oleh IPB untuk mahasiswa TPB yaitu asrama. Asrama TPB dibangun sebagai sarana untuk membangun kebersamaan dalam berbagai perbedaan latar belakang, seperti agama, budaya, suku, dan ekonomi. Mahasiswa TPB diwajibkan tinggal di asrama selama satu tahun, dan mengikuti seluruh kegiatan didalamnya. Mahasiswa TPB tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 3.646 orang, terdiri dari 1.514 (41.5%) mahasiswa laki-laki dan 2.116 (58.5%) mahasiswa perempuan, jumlah ini lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.

Mahasiswa TPB mendapatkan mata kuliah paket yang wajib mereka ambil pada saat Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Jumlah mata kuliah yang mahasiswa ambil pada saat TPB sebanyak 14 mata kuliah, dengan bobot SKS (Sistem Kredit Semester) yang telah ditentukan, dan mahasiswa harus menempuh sebanyak 36 SKS pada saat TPB. Pembagian jadwal mata kuliah ditentukan oleh Direktorat Pendidikan TPB.

Mahasiswa TPB dibagi menjadi dua kelompok kelas, yaitu kelas A dan kelas B. Mahasiswa kelas A mengambil mata kuliah pada saat semester satu berbeda dari mahasiswa kelas B. Pada semester satu, kelompok kelas A mengambil Mata Kuliah sebagai berikut: Agama, Bahasa Indonesia, PIP, Pengantar Matematika, Kimia, Biologi, dan Ekonomi Umum, sedangkan Kelas B mengambil Mata Kuliah PPKn, PIP, Bahasa Inggris, Olah Raga dan Seni, Pengantar Matematika, Fisika dan Sosiologi Umum, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4 yang menampilkan daftar mata kuliah mahasiswa TPB tahun 2010.

Tabel 4 Daftar Mata Kuliah TPB Tahun 2010

No Mata Kuliah SKS Ket Ganjil Sem. Genap Sem.

1 Pendidikan Agama 3 (2-2) Responsi v v

2 PPKn 3 (2-2) Responsi v v

3 Bahasa Indonesia 2 (1-2) Responsi v v

4 PIP 2 (2-0) v

5 Bahasa Inggris 3 (2-2) Responsi v v

6 Olah Raga dan Seni 1 (0-2) v v

7 Pengantar Matematika 3 (2-2) Responsi v

8 Kalkulus 3 (2-2) Responsi v

9 Kimia 3 (2-3) Praktikum v v

10 Biologi 3 (2-3) Praktikum v v

11 Fisika 3 (2-3) Praktikum v v

12 Ekonomi Umum 3 (2-2) Responsi v v

13 Sosiologi Umum 3 (2-2) Responsi v v

14 Pengantar Kewirausahaan 1 (1-0) v

Total SKS 36

(4)

Karakteristik Individu

Karakteristik individu contoh pada penelitian ini dibedakan atas jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, fakultas, indeks prestasi, wilayah tinggal dan daerah asal, tinggal bersama orang tua, pengalaman wirausaha dan kerja, uang saku, pengeluaran, Kepemilikan tabungan. Karakteristik individu contoh ini dapat menjadi sumber informasi yang berharga bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi terutama terkait dangan program pengembangan minat kewirausahaan mahasiswa TPB IPB.

Jenis Kelamin

Contoh pada penelitian ini berjumlah 252 orang mahasiswa TPB IPB yang terdiri dari 40.1 persen mahasiswa laki-laki dan 59.9 persen mahasiswa perempuan (Tabel 5). Azzahra (2009) menyatakan mahasiswa laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar berwirausaha dibandingkan dengan mahasiswa perempuan. Hal ini dikarenakan kaum laki-laki memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap keluarganya, sehingga motivasi untuk menyejahterakan kehidupan keluarga menjadi salah satu motivasi berwirausaha bagi kaum laki-laki. Alma (2000) menyebutkan salah satu penghambat perempuan untuk berwirausaha adalah adanya anggapan bahwa dengan berwirausaha akan menyita banyak waktu dari mengurus dan merawat keluarga.

Usia

Usia contoh antara 17 tahun hingga 21 tahun dengan rataan usia 18.7 tahun. Hampir seluruh contoh (98,8%) tergolong dalam fase remaja akhir (18-21 tahun), itu berarti contoh sedang mengembangkan indentitas pribadi, mencari pasangan dan mulai menentukan arah kehidupan di masa mendatang, termasuk penguatan minat karir dan pekerjaan, seperti yang dinyatakan BKKBN (2009), Hurlock (1991), Monks (1999), Muharrifah (2009), Nasution (2007), Sarwono (2007), Al-Migwar (2006), Retnowati (2005), dan Thornburgh (1982) bahwa fase remaja akhir adalah masa yang mendekati kedewasaan, ditandai dengan pencapaian minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual dan ego mencari peluang bersatu dengan orang lain semakin kuat, termasuk mencari pasangan.

Selain itu, Yusnita (2008) menyatakan usia 17-18 tahun merupakan fase dimana interaksi mahasiswa dengan keluarga masih cukup kerap dibandingkan dengan interaksi dengan teman, sedangkan disaat usia 19-21 tahun mahasiswa mulai renggang dengan keluarga dan mulai kerap dengan teman. Berdasarkan kreteria tersebut, terdapat 66.4 persen contoh laki-laki dan 63.6 persen yang

(5)

kemungkinan mulai jarang berkomunikasi dengan keluarga dan lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman mereka. Hal ini berarti semakin besar pengaruh teman dalam kehidupan contoh.

Tabel 5 Sebaran Jenis Kelamin, Usia, dan Urutan Kelahiran Contoh

Karakteristik n % Laki-laki Perempuan Total n % n %

Jenis Kelamin Laki-laki 101 100.0 - - 101 40.1 Perempuan - - 151 100.00 151 59.9 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Usia (Tahun) Usia 17 2 2.0 1 0.7 3 1.2 Usia 18 32 31.7 54 35.8 86 34.1 Usia 19 55 54.5 93 61.6 148 58.7 Usia 20 11 10.9 3 2.0 14 5.6 Usia 21 1 1.0 0 0.0 1 0.4 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Rata-Rata ± SB 18.8 ± 0.71 18.6 ± 0.53 18.7 ± 0.61 Urutan Kelahiran Anak Sulung 43 42.6 80 53.0 123 48.8 Anak Tengah 32 31.7 36 23.8 68 27.0 Anak Bungsu 25 24.7 29 19.2 54 21.4 Anak Tunggal 1 1.0 6 4.0 7 2.8 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Urutan Kelahiran

Urutan kelahiran anak dalam keluarga dapat memperkirakan perilaku remaja (Santrock, 2007). Setiap anak dalam keluarga memiliki kedudukan masing-masing sesuai dengan urutan kelahirannya, yaitu anak tunggal, anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan urutannya dalam keluarga. Hal ini dapat disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orangtua yang berbeda (Gunarsa dan Gunarsa, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan hampir separuh contoh (48.8%) merupakan anak sulung (Tabel 5). Santrock (2007) menggambarkan anak sulung sebagai anak yang berorientasi lebih dewasa, penolong, mengalah, lebih mudah cemas, mampu mengendalikan diri, dan kurang agresif dibandingkan dengan saudaranya. Smith (1982) dalam Santrock (2007) menyatakan anak bungsu biasanya dianggap ”bayi” dalam keluarga, walaupun tidak bayi lagi, dan menghadapi resiko ketergantungan lebih besar, sedangkan anak tengah cenderung lebih diplomatis, sering berperan sebagai penengah dalam pertengkaran. Anak tunggal populer dengan konsep anak manja dengan sifat-sifat buruk, seperti tergantung pada orangtua, kurang pengendalian diri, dan sifat ingin menang sendiri. Berdasarkan karakter tersebut, ada kemungkinan anak pertama dan anak tengah memiliki peluang minat kewirausahaan lebih besar dibandingkan urutan kelahiran lainnya.

(6)

Fakultas

Morello et al., (2003) menyatakan terdapat perbedaan minat kewirausahaan mahasiswa dan pilihan jurusan yang diambil, seperti minat kewirausahaan mahasiswa jurusan teknik lebih tinggi dibandingkan minat mahasiswa jurusan ekonomi. Indarti et al. (2008) menemukan mahasiswa Indonesia yang mempunyai latar belakang bisnis dan ekonomi memiliki intensi (minat) kewirausahaan lebih rendah dibandingkan mahasiswa dengan latar belakang non ekonomi dan bisnis.

Berdasarkan Tabel 6, contoh paling banyak (25.4%) berasal dari Fakultas Matematika dan IPA dan paling sedikit berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan (4,0%). Latar pendidikan seseorang memegang peranan penting dalam pencapaian karir dan pekerjaan tertentu, namun Suparman (1980) menegaskan kewirausahaan hanya dapat dipelajari dari seorang wirausaha, itu berarti kewirausahaan dapat diajarkan, dibentuk, dan ditempa, asal pada alamat dan wadah yang tepat. Pendidikan kewirausahaan merupakan pendidikan minimun yang harus didapatkan calon wirausaha.

Tabel 6 Sebaran Fakultas dan Indeks Prestasi Contoh

Karakteristik Laki-Laki Perempuan Total

n % n % n %

Fakultas

Pertanian 12 11.9 23 15.2 35 13.9

Kedokteran Hewan 2 2.0 8 5.3 10 4.0

Perikanan dan Ilmu Kelautan 9 8.9 10 6.6 19 7.5

Peternakan 5 5.0 11 7.3 16 6.3

Kehutanan 11 10.9 17 11.3 28 11.1

Teknologi Pertanian 14 13.9 13 8.6 27 10.7

Matematika dan IPA 28 27.7 36 23.8 64 25.4

Ekonomi dan Manajemen 16 15.8 17 11.3 33 13.1

Ekologi Manusia 4 4.0 16 10.6 20 7.9 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Indeks Prestasi < 2.01 3 3.0 3 2.0 6 2.4 2.01 – 2.50 12 11.9 18 11.9 30 11.9 2.51 – 3.00 29 28.7 46 30.5 75 29.8 3.01 – 3.50 43 42.6 59 39.1 102 40.5 > 3.50 14 13.9 25 16.6 39 15.5 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Rata-Rata ± SB 3.03 ± 0.47 3.03 ± 0.49 3.03 ± 0.48 Min-Mak 1.90 – 4.00 1.74 – 4.00 1.74 – 4.00 p-value 0.489

Seluruh contoh pada penelitian ini memperoleh mata kuliah pengantar kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib mahasiswa tingkat pertama di IPB, hal ini berarti setiap mahasiswa contoh memiliki pendidikan minimun untuk menjadi seorang wirausaha. Hal ini juga yang menjadi alasan tidak adanya perbedaan semangat kewirausahaan mahasiswa di IPB berdasarkan fakultas, seperti yang ditemukan

(7)

Azzahra (2009) bahwa mahasiswa IPB yang terlibat dalam program kewirausahan (PKMK/PPKM) paling banyak berasal dari Fakultas Teknologi Pertanian (36%), lebih banyak bila dibandingkan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (24%), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (12%), dan Fakultas Ekologi Manusia (12%).

Indeks Prestasi

Paling banyak contoh (40.5%) memiliki indeks prestasi antara 3.01–3.50 (Tabel 6). Hal ini senada dengan temuan Azzahra (2009) bahwa motivasi berwirausaha paling banyak dimiliki oleh mahasiswa dengan IPK antara IPK 3.01– 3.50, meskipun IP yang tinggi tidak menjamin seorang mahasiswa memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan wirausaha yang baik. Pada kenyataannya, banyak para pengusaha sukses yang tidak memiliki prestasi akademis cemerlang, bahkan ada yang di-drop out dari universitas, namun memiliki mental yang kuat dan visi yang jelas dalam berwirausaha, sehingga dapat berkembang dengan sangat baik.

Wilayah Tinggal dan Daerah Asal

Lebih separuh dari contoh (53.6%) bertempat tinggal di wilayah pedesaan, dan sisanya (46.4%) tinggal di wilayah perkotaan Tabel 7. Hal ini berarti bahwa motivasi dan kemampuan remaja pedesaan mengakses perguruan tinggi mulai meninggkat, karena Saleh (1986) menemukan calon mahasiswa yang berasal dari wilayah perkotaan memiliki motivasi lebih kuat untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan calon mahasiswa dari wilayah pedesaan, saat melakukan penelitian guna mengetahui faktor-faktor penentu akses remaja pada pendidikan yang lebih tinggi di Indonesia tahun 1986.

Fakta lain menunjukkan mahasiswa TPB IPB memiliki keragaman wilayah tinggal dan daerah asal, seperti terlihat pada Tabel 7 bahwa hampir tiga perempat contoh (71.4%) berasal dari Pulau Jawa dan Madura (63.3% berasal dari daerah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten), serta 21.6 persen berasal dari Sumatera dan Kepulauan. Selain itu, terdapat 7.1 persen yang berasal dari wilayah lainnya, seperti Kalimantan dan Kepulauan (3.6%), Sulawesi dan Kepulauan (2.0%), Bali dan Nusa Tenggara (1.2%), dan Papua (4.0%). Daerah asal yang beragam menunjukkan mahasiswa TPB IPB dibentuk dari kebudayaan dan lingkungan lokal yang beragam. Keberagaman cara dan perilaku dalam lingkungan sosial tersebut diharapkan mampu membentuk karakter dan kepribadian yang beragam pula. Fatimah (2006) menyatakan lingkungan sosial memberi banyak pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiopsikologisnya.

(8)

Tabel 7 Sebaran Contoh Menurut Wilayah Tinggal, Daerah Asal, dan Hidup Bersama Orangtua

Karakteristik n Laki-laki% Perempuann % n Total % Wilayah Tinggal

Perkotaan 48 47.5 69 45.7 117 46.4

Pedesaan 53 52.5 82 54.3 135 53.6

Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

Daerah Asal

Sumatera dan Kepulauan 21 20.8 33 21.9 54 21.4

Jawa dan Madura 71 70.3 109 72.2 180 71.4

Lain-lain 9 8.9 9 6.0 18 7.1

Total 101 100.00 151 100.00 252 100.00

Hidup Bersama Orangtua

Tidak 19 18.8 27 17.9 46 18.3

Ya 82 81.2 124 82.1 206 81.7

Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

Hidup Bersama Orangtua

Hasil penelitian menunjukkan 81.7 persen contoh tinggal bersama dengan orangtua mereka sewaktu sekolah menengah atas (Tabel 8). Mahasiswa perempuan lebih banyak (82.1%) Hidup bersama orangtua dibandingkan contoh laki-laki (81.2%). Sebanyak 18.3 persen contoh yang tidak hidup bersama orangtua, hidup bersama dengan nenek/kakek, paman/bibi, dan asrama. Kedekatan antara orangtua dan anak berhubungan dengan efektivitas fungsi sosialisasi nilai-nilai dalam keluarga. Desmita (2005) menyatakan kelekatan hubungan antara orangtua dan anak merupakan dasar bagi perkembangan emosi dan sosial anak.

Pengalaman Wirausaha dan Pengalaman Kerja

Tabel 9 menunjukkan sebagian besar contoh (84.5%) belum memiliki pengalaman wirausaha dan sebanyak 79.0 persen belum memiliki pengalaman kerja. Hal ini berarti hanya terdapat 15.5 persen contoh yang memiliki pengalaman wirausaha, dan sebanyak 21.0 persen contoh yang memiliki pengalaman kerja, sedangkan contoh yang memiliki pengalaman wirausaha dan sekaligus memiliki pengalaman kerja hanya terdapat 5.2 persen, dan terdiri dari 3.6 persen mahasiswa laki-laki dan 1.6 persen mahasiswa perempuan.

Tabel 8 Sebaran Contoh Menurut Pengalaman Wirausaha, Pengalaman Kerja, dan Jenis Kelamin

Pengalaman Berwirausaha

Pengalaman Kerja

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Belum Pernah Belum Pernah 62 61.4 111 73.5 173 68.6 Pernah/Sedang 19 18.8 21 13.9 40 15.9 Total 81 80.2 132 87.4 213 84.5 Pernah/Sedang Belum Pernah 11 10.9 15 9.9 26 10.3 Pernah/Sedang 9 8.9 4 2.6 13 5.2 Total 20 19.8 19 12.7 39 15.5 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

(9)

Selain itu, Tabel 9 menunjukkan jumlah contoh yang berwirausaha lebih sedikit (5.6%) dibanding jumlah contoh yang memiliki pengalaman bekerja. Hal ini menggambarkan kegiatan wirausaha dikalangan mahasiswa TPB IPB masih rendah, namun pada penelitian ini, mahasiswa laki-laki masih dua kali lebih tinggi dibandingkan mahasiwa perempuan dalam hal pengalaman wirausaha dan atau pengalaman kerja. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar berwirausaha dibandingkan dengan mahasiswa perempuan, disebabkan karena persepsi negatif perempuan bahwa wirausaha dapat menjauhkan perempuan dari keluarga (Azzahra, 2009; Alma, 2009).

Meskipun Rudy (2010) menyatakan pengalaman kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap minat kewirausahaan mahasiswa, namun secara rasional pasti berbeda mahasiswa yang memiliki pengalaman wirausaha dan kerja dengan mahasiswa yang tidak memiliki keduanya dalam hal jiwa dan minat kewirausahaan. Dahama dan Bhatnagar (1980) mengatakan pengalaman seseorang akan memberikan kontsribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak.

Uang Saku

Uang saku yang dimaksud adalah gabungan uang rata- rata yang diperoleh contoh setiap bulan, baik yang bersumber dari orangtua, kakak/saudara, beasiswa, hasil wirausaha atau kerja sendiri. sebanyak 43.3 persen contoh memiliki uang saku antara Rp 333,000-Rp 666,000, dan sebanyak 35.3 persen memiliki uang saku antara Rp 666,001–Rp 999,000. Rataan uang saku mahasiswa laki-laki ± Rp 765,049.50 dan mahasiswa perempuan ± Rp 747,185.43. Kisaran uang saku laki-laki antara Rp 200.000–Rp 3.000.000 dan uang saku perempuan antara Rp 250.000-Rp 2.000.000 (Tabel 10).

Proporsi rataan uang saku bulanan terbesar (71.4%) diperoleh dari orangtua, kemudian beasiswa (24.7%), kerja atau wirausaha (2.0%), saudara dan kerabat (1.9%). Hasil uji beda menunjukkan perbedaan (p<0,10) uang saku contoh laki-laki dan perempuan, dimana contoh perempuan rata-rata memiliki uang saku lebih tinggi dibandingkan contoh laki-laki. Azzahra (2009) menemukan mahasiswa dengan uang saku kurang dari Rp 700,000 lebih termotivasi berwirausaha, karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Lebih dari separuh contoh (55.6%) memiliki penghasilan kurang dari Rp 700,000, itu artinya minimal terdapat 140 contoh yang berpeluang memiliki minat berwirausaha.

(10)

Tabel 9 Sebaran Contoh Menurut Uang Saku, Pengeluaran, Rasio Pengeluaran-Uang Saku, Kepemilikan tabungan

Karakteristik Laki-laki Perempuan Total

n % n % N % Uang Saku (Rp/bulan)

Kurang dari 333.000 3 3.0 2 1.3 5 2.0 333.000 – 666.000 45 44.5 64 42.4 109 43.3 666.001 – 999.000 35 34.6 54 35.8 89 35.3 999.001 – 1.332.000 11 10.9 24 15.9 35 13.9 1.332.001 – 1.665.000 2 2.0 6 4.0 8 3.2 Lebih dari 1.665.000 5 5.0 1 0.7 6 2.4 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Rataan 765,049.50 747,185.43 754345.24 SB 407,162.43 270,543.02 331461.01 p-value 0.068* Pengeluaran (Rp/bulan) Kurang dari 350.000 6 5.9 4 2.6 10 4.0 350.000-700.000 76 75.3 112 74.2 188 74.6 700.001-1.050.000 16 15.8 32 21.2 48 19.0 Lebih dari 1.050.000 3 3.0 3 2.0 6 2.4 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Rataan 595841.58 625728.48 613750.0 SB 254355.14 204702.55 225903.95 p-value 0.137

Rasio Uang Saku-Pengeluaran

Kurang (<1.00) 0 0.0 6 4.0 6 2.4 Impas (1.00) 29 28.7 46 30.4 75 29.8 Lebih (>1.00) 72 71.3 99 65.6 171 67.8 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 p-value 0.032** Kepemilikan tabungan Tidak 33 32.7 47 31.1 80 31.7 Ya 68 67.3 104 68.9 172 68.3 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 p-value 0.396

Keterangan: ** = berbeda nyata (α≤0,05); * = berbeda nyata (α≤0,10)

Pengeluaran

Hampir tiga perempat contoh (74.6%) memiliki pengeluaran antara Rp 350,000–Rp 700,000, dimana rataan pengeluaran mahasiswa laki-laki per bulan ± Rp 595,841.58 dan mahasiswa perempuan ± Rp 626,192.05. Kisaran pengeluaran mahasiswa laki-laki antara Rp 180,000 hingga Rp 2,000,000 dan Kisaran pengeluaran mahasiswa perempuan antara Rp 300,000-Rp 2,000,000 (Tabel 9).

Proporsi rataan pengeluaran terbesar (70.5%) dipergunakan untuk pemenuhan konsumsi, dan sekitar 29.5 persen sisanya dialokasikan untuk buku dan bahan kuliah, hiburan dan rekreasi, internet, pelatihan dan pengembangan diri , investasi, dan lain-lain. Hasil uji beda tidak menunjukkan adanya perbedaan (p>0,10) antara

(11)

pengeluaran contoh laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti mahasiswa laki-laki memiliki alokasi pengeluaran, aktivitas belajar, kebutuhan bahan kuliah, rekreasi, tempat belanja dan makan yang hampir sama dengan mahasiswa perempuan.

Rasio Uang Saku dan Pengeluaran

Lebih dari dua pertiga contoh (67.8%) memiliki rasio uang saku dan pengeluaran lebih besar dari satu (>1.00). Hal tersebut berarti sebagian besar contoh memiliki kelebihan uang saku setiap bulannya, besaranya berkisar antara Rp 20,000–Rp 1,500,000, dengan rataan ± Rp 210,118.3. Rasio uang saku dan pengeluaran kurang dari satu (<1.00) berarti uang saku defisit dan hanya terjadi pada mahasiswa perempuan (2.4%), sedangkan yang impas (=1.00) terdapat 29.8 persen (Tabel 9).

Mahasiswa laki-laki (71.3%) memiliki kelebihan uang saku (>1.00) lebih banyak dibandingkan mahasiswa perempuan (65.6%). Hasil uji beda yang menunjukkan adanya perbedaan rasio selisih uang saku dan pengeluaran (p≤0.05), dimana mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan. Ada peluang sisa uang saku tersebut dapat dimanfaatkan untuk investasi atau wirausaha, namun hal tersebut sangat bergantung pada karakter/jiwa wirausaha individu, lebih suka ditabung atau digunakan untuk investasi (Faisol, 2002).

Kepemilikan Tabungan

Tabel 9 menunjukkan sebanyak 68.3 persen mahasiswa memiliki tabungan, dan 31.7 persen tidak. Mahasiswa perempuan (68.9%) lebih banyak memiliki tabungan dibandingkan mahasiswa laki-laki (67.3%). Bila dibandingkan dengan rasio uang saku-pengeluaran, persentase total Kepemilikan tabungan contoh hampir sama (67.8%), namun berbeda jika dibandingkan dengan kategori jenis kelamin. Hal ini berarti ada mahasiswa yang memiliki kelebihan uang saku (>1.00), namun tidak memiliki tabungan, dan ada juga mahasiswa yang memiliki tabungan, namun memiliki uang saku pas atau kurang. Hal ini berarti tidak selamanya kelebihan uang saku menentukan seorang mahasiswa memiliki tabungan. Tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal Kepemilikan tabungan (p≥0.10).

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah, tinggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sama (Guhardja et al., 1992). Keluarga memiliki posisi yang penting bagi pembentukan sumberdaya

(12)

manusia, karena tempat pertama manusia berinteraksi dimulai dari keluarga. Berdasarkan penelitian dan pengalaman klinis, orangtua merupakan faktor utama dalam belajar anak (Hawadi, 2001). Karakteristik keluarga meliputi usia orangtua, status pernikahan orangtua, ukuran keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, serta penghasilan orangtua.

Usia Orangtua

Pengkategorian usia pada penelitian ini mengacu pada Hurlock (1991) yang mengategorikan usia menjadi tiga kelompok: dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa lanjut atau lanjut usia (>60 tahun). Berdasarkan klasifikasi tersebut, umur ayah contoh paling banyak tergolong dewasa madya (93.4%) dengan sebaran antara 33-68 tahun dan rata-rata 49.7 tahun, sedangkan sebaran umur ibu antara 31-62 tahun dan rata-rata 45.3 tahun. Sebagian besar umur ibu (82.1%) tergolong dewasa madya (Tabel 10). Fase dewasa madya merupakan masa transisi dan paling ditakuti diantara fase kehidupan lainnya. Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial. Sebanyak 4.0 persen ayah dan 0.8 persen ibu contoh sudah meninggal dunia. Jumlah ini sudah dikeluarkan dari penghitungan rentang dan rataan umur orangtua contoh.

Status Pernikahan

Status pernikahan orangtua contoh berdasarkan Tabel 10 menunjukkan sebagian besar (91.3%) berstatus menikah (92.1% mahasiswa laki-laki dan 90.7% mahasiswa perempuan), hal itu berarti hampir seluruh contoh memiliki keluarga utuh. Keluarga yang utuh memberikan peluang besar bagi anak untuk membangun kepercayaan terhadap kedua orang tuanya yang merupakan unsur esensial dalam membantu anak memiliki dan mengembangkan diri (Putri, 2008). Situasi kehidupan orangtua, seperti status pernikahan, pekerjaan, dan keadaan sosial ekonomi sangat mempengaruhi kualitas hubungan antara remaja dan orangtuanya (Papalia et al., 2009).

Status orangtua yang utuh (menikah) cenderung memiliki kehangatan yang tinggi dibandingkan dengan orangtua tunggal. Selain itu, remaja laki-laki dan perempuan yang orangtuanya bercerai lebih menunjukkan masalah akademis, psikologis, dan perilaku, dibandingkan teman sebaya yang orangtuanya tidak bercerai (Sun dalam Papalia et al., 2009). Tidak terdapat perbedaan status pernikahan orangtua antara contoh laki-laki dan perempuan (p>0,05).

(13)

Tabel 10 Sebaran Usia, Status Pernikahan, Ukuran Keluarga Contoh

Karakteristik Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Usia Ayah

Dewasa muda (18 - 40 tahun) 3 3.0 5 3.3 8 3.2

Dewasa madya (41 - 60 tahun) 90 89.1 136 90.1 226 89.7

Dewasa akhir (> 60 tahun) 5 5.0 3 2.0 8 3.2

Meninggal 3 3.0 7 4.6 10 4.0

Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

Usia Ibu

Dewasa muda (18 - 40 tahun) 20 19.8 20 13.2 40 15.9

Dewasa madya (41 - 60 tahun) 78 77.2 129 85.4 207 82.1

Dewasa akhir (> 60 tahun) 2 2.0 1 0.7 3 1.2

Meninggal 1 1.0 1 0.7 2 0.8 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Status Pernikahan Menikah 93 92.1 137 90.7 230 91.3 Janda/Duda 6 5.9 9 6.0 15 6.0 Menikah Lagi 2 2.0 5 3.3 7 2.8 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 Ukuran Keluarga

Keluarga Kecil (≤4 orang) 62 61.4 110 72.9 172 68.3

Keluarga Sedang (5-7 orang) 28 27.7 31 20.5 59 23.4

Keluarga Besar (≥8 orang) 11 10.9 10 6.6 21 8.3

Total 101 100.0 151 100.00 252 100.00

p-value 0.008***

Keterangan: *** = berbeda nyata (α≤0,01)

Ukuran Keluarga

Ukuran keluarga dalam penelitian ini merupakan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga menurut Hurlock (1991) dan BKKBN (1997) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Ukuran keluarga contoh dalam penelitian ini berkisar antara 2-11 orang, dengan rata-rata 5.2 orang (Tabel 10), dan lebih dari dua pertiga keluarga contoh termasuk kategori keluarga kecil (68.3%). Ukuran keluarga contoh laki-laki lebih besar dibandingkan contoh perempaun (p<0.01).

Murdaningsih (2001) menyatakan salah satu penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah jumlah anggota keluarga yang banyak. Hal ini disebabkan karena perhatian dan kasih sayang orangtua menjadi semakin terbagi pada beberapa anak, seperti yang diungkapkan Pulungan (1993) diacuh oleh Ardawati (2004), semakin besar suatu keluarga maka semakin sedikit perhatian yang diperoleh anak dari orangtua.

(14)

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan kepribadian. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang dapat menjadi faktor penentu dalam komunikasi keluarga. Oleh karena itu, meningkatnya pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung akan menentukan baik buruknya interaksi antar anggota keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2008). Selain itu, orangtua dengan pendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya, lebih terbuka mengikuti perkembangan masyarakat dan informasi, serta sanggup memberikan rangsangan-rangsangan fisik maupun mental sejak dini, mereka juga akan melatih anak-anaknya untuk memiliki sikap sosial yang baik, dan membiasakan untuk hidup disiplin, sehingga anak-anak memiliki sikap atau nilai sosial yang tinggi dibandingkan orangtua berpendidikan rendah (Gunarsa & Gunarsa 2008).

Tabel 11 Sebaran Contoh Menurut Pendidikan Orangtua dan Jenis Kelamin Pendidikan

Orangtua

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Ayah Tidak Sekolah 10 9.9 6 4.0 16 6.4 SD 12 11.9 9 6.0 21 8.3 SMP 12 11.9 16 10.6 28 11.1 SMA 24 23.8 45 29.8 69 27.4 Akademi/Diploma 9 8.9 14 9.3 23 9.1 Perguruan Tinggi 34 33.7 61 40.4 95 37.7 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 p-value 0.009*** Ibu Tidak Sekolah 9 8.9 7 4.6 16 6.3 SD 15 14.8 16 10.6 31 12.3 SMP 11 10.9 14 9.3 25 9.9 SMA 31 30.7 54 35.7 85 33.7 Akademi/Diploma 10 9.9 16 10.6 26 10.3 Perguruan Tinggi 25 24.7 44 29.1 69 27.4 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 P-value 0.040**

Keterangan: ** = berbeda nyata (α≤0,05); * = berbeda nyata (α≤0,10)

Pendidikan orangtua contoh berkisar antara tidak sekolah sampai dengan tamat perguruan tinggi. Tingkat pendidikan ayah contoh dalam penelitian ini paling banyak (37.7%) adalah lulusan perguruan tinggi, dan sebanyak 27.4 persen menamatkan SMA, hanya terdapat 6.3 persen yang tidak bersekolah, 8.3 persen yang menamatkan SD, 11.1 persen menamatkan SMP, dan 9.1 persen mencapai tingkat akademi/diploma (Tabel 11). Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.01) pendidikan ayah contoh laki-laki dan ayah contoh perempuan, dalam hal ini pendidikan ayah contoh perempuan lebih tinggi dibandingkan pendidikan ayah contoh perempuan.

(15)

Berdasarkan Tabel 11 di atas, tingkat pendidikan ibu contoh (33.7%) paling banyak lulusan SMA, 27.4 persen menamatkan Perguruan Tinggi, 12.3 persen hanya menamatkan SD, dan 10.3 persen menamatkan akademi/diploma, dan terdapat 6.3 persen ibu contoh yang tidak bersekolah atau belum tamat SD, serta 9.9 persen mencapai pendidikan sampai SMP. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan ayah contoh lebih tinggi daripada ibu contoh. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05) pendidikan ibu contoh laki-laki dan contoh perempuan, dimana pendidikan ibu contoh perempuan lebih tinggi dibandingkan ibu contoh laki-laki.

Penghasilan Orangtua

Penghasilan orangtua adalah sejumlah dana yang dihasilkan orangtua contoh per bulan, baik yang diperoleh dari hasil bekerja maupun non bekerja yang dinilai dalam bentuk uang. Tabel 12 menunjukkan pendapatan ayah contoh 25.8 persen berada pada rentang Rp 1,000,000–Rp 2,000,000, kemudian 24.6 persen berpenghasilan di bawah Rp 1,000,000, dan 22.6 persen berpenghasilan antara Rp 2,000,001–Rp 3,000,000. Terdapat 15.1 persen ayah contoh berpenghasilan antara Rp 3,000,001–Rp 5,000,000, 3.6 persen berpenghasilan antara Rp 5,000,001–Rp 10,000,000, dan 2.0 persen yang berpenghasilan di atas Rp 10,000,000, serta terdapat 6.3 persen yang tidak berpenghasilan disebabkan karena tua atau telah meninggal dunia (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran Contoh Menurut Tingkat Penghasilan Orangtua

Tingkat Penghasilan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Ayah Tidak berpenghasilan 7 6.9 9 6.0 16 6.3 < Rp 1,000,000 31 30.7 31 20.5 62 24.6 Rp 1,000,000 – Rp 2,000,000 26 25.7 39 25.8 65 25.8 Rp 2,000,001 – Rp 3,000,000 20 19.8 37 24.5 57 22.6 Rp 3,000,001 – Rp 5,000,000 12 11.9 26 17.2 38 15.1 Rp 5,000,001 – Rp 10,000,000 4 4.0 5 3.3 9 3.6 > Rp 10,000,000 1 1.0 4 2.6 5 2.0 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 p-value 0.027** Ibu Tidak berpenghasilan 33 32.7 61 40.4 94 37.3 < Rp 1,000,000 30 29.7 33 21.9 63 25.0 Rp 1,000,000 – Rp 2,000,000 18 17.8 17 11.3 35 13.9 Rp 2,000,001 – Rp 3,000,000 12 11.9 24 15.9 36 14.3 Rp 3,000,001 – Rp 5,000,000 6 5.9 14 9.3 20 7.9 Rp 5,000,001 – Rp 10,000,000 2 2.0 2 1.3 4 1.6 > Rp 10,000,000 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0 p-value 0.371

(16)

Berbeda dengan ayah, ibu contoh lebih banyak berpenghasilan di bawah Rp 1,000,000 (25.0%), 14.3 persen berpenghasilan antara Rp 2,000,001–Rp 3,000,000, 13.9 persen berpenghasilan antara Rp 1,000,000–Rp 2,000,000. Terdapat 7.9 persen berpenghasilan antara Rp 3,000,001–Rp 5,000,000, dan 1.6 persen berpenghasilan antara Rp 5,000,001–Rp 10,000,000. Tidak terdapat ibu yang berpenghasilan di atas Rp 10,000,000, dan terdapat 37.3 persen ibu yang tidak berpenghasilan, disebabkan sebagian besar mereka adalah ibu rumah tangga.

Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) pada variabel penghasilan ayah dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada variabel penghasilan ibu di kedua kelompok contoh (Tabel 12). Hal ini kemungkinan karena penghasilan ibu contoh memiliki penghasilan yang beragam dan tersebar pada seluruh kategori penghasilan dalam penelitian ini.

Stabilitas ekonomi yang baik dalam keluarga sangat mempengaruhi praktik pengasuhan dan pembentukan karakter anak. Orangtua dengan keadaan ekonomi baik memiliki lebih banyak waktu untuk membimbing anak, karena tidak lagi memikirkan keadaan ekonomi. Sebaliknya, orangtua yang berasal dari keluarga yang miskin, kurang memiliki waktu untuk membimbing anak, karena terlalu memikirkan keadaan ekonominya. Hal ini berdampak pada kurangnya perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik mengikuti peraturan, kurangnya latihan dan penanaman nilai moral (Gunarsa & Gunarsa 2004; Hapsari 2005). Selain itu, keadaan ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap tingkah laku anak. Keadaan ekonomi yang baik akan memberi kesempatan yang luas pada anak untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan dan kesempatan pendidikan yang lebih baik (Gerungan, 1999).

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan utama ayah contoh paling banyak menjadi PNS/BUMN (35.3%), sisanya ada yang bekerja sebagai persen menjadi pengusaha/pedagang (22.6%), pegawai swasta/honorer (22.3%), petani/nelayan (11.5%), tidak bekerja atau telah pensiun (2.0%), dan TNI/POLRI (0.8%). Sekitar 5.6 persen contoh tidak memberi keterangan terkait pekerjaan ayah contoh (Tabel 12). Selain itu, dalam hal pekerjaan sampingan ayah, sebagian besar ayah contoh tidak memiliki pekerjaan lain (91,7%) selain pekerjaan utama. Terdapat 4.8 persen sebagai pengusaha/pedagang, 1.6 persen sebagai buruh (tani, nelayan, atau bangunan), dan 2.0 persen lain-lain.

(17)

Tabel 13 Sebaran Contoh Menurut Pekerjaan Orangtua

Karakteristik Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Pekerjaan Utama Ayah

Tidak Menjawab 2 2.0 12 7.9 14 5.6 PNS/BUMN 30 29.7 59 39.1 89 35.3 Pegawai Swasta/Honorer 23 22.8 33 21.9 56 22.2 TNI/POLRI 0 0.0 2 1.3 2 0.8 Wirausaha/Pedagang 27 26.7 30 19.9 57 22.6 Petani/Nelayan 16 15.8 13 8.6 29 11.5 Tidak Bekerja/Pensiun 3 3.0 2 1.3 5 2.0 Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

Pekerjaan Sampingan Ayah

Tidak Punya 95 94.1 136 90.1 231 91.7

Wirausaha/Pedagang 4 4.0 8 5.3 12 4.8

Lain-lain 2 2.0 7 4.6 9 2.6

Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

Pekerjaan Utama Ibu

Tidak Menjawab 0 0.0 1 0.7 1 0.4 PNS/BUMN 20 19.8 44 29.1 64 25.4 Pegawai Swasta/Honorer 10 9.9 5 3.3 15 6.0 TNI/POLRI 0 0.0 1 0.7 1 0.4 Wirausaha/Pedagang 21 20.8 30 19.9 51 20.2 Petani/Nelayan 11 10.9 3 2.0 14 5.6

Ibu Rumah Tangga (IRT) 39 38.6 67 44.4 106 42.1

Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

Pekerjaan Sampingan Ibu

Tidak Punya/IRT 98 97.0 143 94.7 241 95.6

Wirausaha/Pedagang 3 3.0 8 5.3 11 4.4

Lain-lain 1 1.0 0 0.0 1 0.4

Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0

Pekerjaan utama ibu paling banyak (42.1%) adalah ibu rumah tangga (IRT), pensiunan atau tidak bekerja diluar rumah lagi. Terdapat 25.4 persen menjadi PNS/pegawai BUMN, 20.3 persen menjadi pengusaha/pedagang, 6.0 persen sebagai pegawai swasta/honorer, 5.6 persen memiliki pekerjaan sebagai petani/nelayan, dan 0.4 persen bekerja sebagai TNI/POLRI, serta terdapat 0,4 persen contoh tidak memberi keterangan terkait pekerjaan utama ibu mereka (Tabel 13). Adapun pekerjaan sampingan ibu, hampir seluruh ibu contoh (95.6%) tidak memiliki pekerjaan sampingan, namun terdapat 4.4 persen berwirausaha dengan membuka tempat kursus, kios/toko, catering, kerajinan sepatu/sandal, warung makan, dan rental mobil (3.0% laki-laki dan 5.3% perempuan), dan sekitar 0.4 persen menjadi buruh tani musiman.

(18)

Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi minat seseorang untuk berwirausaha. Lingkungan keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini antara lain: kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan latar belakang budaya.

Kualitas Pengasuhan

Cara orangtua mendidik anak berpengaruh besar terhadap cara belajar dan berpikir anak. Mustofa (1996) mengatakan bahwa pengalaman masa kecil, serta pola asuh keluarga, tuntutan keluarga, kemungkinan besar ikut berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan meskipun hal ini kadang-kadang tidak disadari oleh individu yang bersangkutan. Tabel 14 memberikan informasi mengenai sebaran persentase contoh yang setuju indikator kualitas pengasuhan.

Tabel 14 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Kualitas Pengasuhan (%)

No Indikator Kualitas Pengasuhan Perempuan(n=151) Laki-laki (n=101) (n=252) Total

1 Kesedian orangtua memberikan nasehat dan saran

bila dibutuhkan 94.7 100.0 96.8

2 Sikap hangat, penuh perhatian dan kasih sayang 96.0 97.0 96.4

3 Kesempatan untuk mengemukakan alasan 96.7 93.1 95.2

4 Penjelasan akibat melanggar sebuah peraturan 92.7 94.1 93.3

5 Kontrol dan pemantauan sewajarnya terhadap

berjalannya sebuah peraturan 93.4 92.1 92.9

6 Ruang berkembang sesuai bakat 93.4 91.1 92.5

7 Penjelasan atas manfaat sebuah peraturan 93.4 90.1 92.1

8 Kesepakatan bersama terjadi melalui negosiasi

antara orang tua dan anak 92.7 91.1 92.1

9 Fasilitas untuk mengembangkan bakat dan minat 89.4 88.1 88.9

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh mendapatkan sikap hangat penuh perhatian dan kasih sayang dari orangtua (96.4%), mendapatkan nasehat dan saran dari orangtua saat diminta (96.8%), mendapatkan keluasaan ruang berkembang sesuai bakat (92.5%) serta fasilitas untuk mengembangkan minat dan bakat (88.9%). Selain itu, contoh mendapatkan penjelasan atas manfaat (92.1%) dan akibat dari melanggar sebuah peraturan (93.3%), memiliki kesempatan bernegosiasi tentang kesepakatan bersama dengan orangtua (92.1%), kesempatan mengemukakan alasan/pendapat (95.2%), serta mendapatkan kontrol dan pemantauan sewajarnya terhadap sebuah peraturan yang sedang dijalankan (92.9%).

Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan pada dua indikator kualitas pengasuhan antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih baik dalam hal tersedianya kesempatan untuk mengemukakan

(19)

alasan/pendapat (p=.093) dibandingkan mahasiswa laki-laki, sedangkan mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan dalam hal kesedian orangtua memberikan nasehat dan saran bila dibutuhkan (p<0.01), bahkan seluruh mahasiswa laki-laki setuju bahwa orangtua mereka selalu bersedia jika diminta memberikan nasehat dan saran bila menghadapi persoalan. Hal ini yang mungkin jadi penyebab mahasiswa laki-laki lebih sedikit mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan alasan/pendapat karena mahasiswa laki-laki diberikan kesempatan untuk meminta nasehat dan saran dari orangtua saat dibutuhkan, sehingga tidak memerlukan alokasi waktu khusus mendapatkan penjelasan tentang sebuah peraturan dan kesempatan mengemukan alasan. Mahasiswa laki-laki seolah-olah diberikan lebih banyak kebebasan untuk melakukan sesuatu dan menjalani hidup, sehingga mereka lebih sedikit mendapatkan pengarahan seperti yang terjadi pada mahasiswa perempuan.

Kualitas pengasuhan yang semakin baik mengarah pada pengasuhan otoritatif dan semakin kurang baik mengarah pada gaya pengasuhan otoriter. Orang tua yang otoritatif (demokratis) akan menghasilkan anak bahagia, memiliki rasa percaya diri, memiliki regulasi emosi dan kemampuan sosial yang baik, sedangkan orang tua yang permisif (acuh tak acuh) akan menghasilkan anak yang memiliki regulasi emosi yang rendah, pemberontak, menunjukkan tingkah laku yang anti-sosial dan memiliki ketahanan yang rendah dalam menghadapi hal-hal yang menantang (Brooks, 2001 dan Slameto, 2003).

Relasi Antar Anggota Keluarga

Relasi antar anggota keluarga yang dimaksudkan pada penelitian ini antara lain: perilaku untuk selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain antar anggota keluarga, ketiadaan rasa tertekan untuk memgungkapkan perasaan di dalam keluarga, dan kemudahan untuk mengungkapkan semua perasaan yang sebenarnya pada orangtua. Persentase sebaran contoh yang setuju indikator relasi antar anggota keluarga disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Relasi Antar Anggota Keluarga (%)

No Indikator Relasi antar Anggota Keluarga Perempuan(n=151) Laki-laki (n=101) (n=252) Total

1 Anggota keluarga selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain 94.7 98.0 96.0

2 Ketiadaan rasa tertekan untuk mengungkapkan perasaan di dalam keluarga. 83.4 75.2 80.2

(20)

Sebanyak 94.7 persen mahasiswa perempuan dan 98.0 persen mahasiswa laki-laki menyatakan terdapat perilaku antar anggota keluarga untuk selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain (Tabel 15). Meskipun terdapat 83.4 persen mahasiswa perempuan dan 75.2 persen mahasiswa laki-laki mengaku tidak ada rasa tertekan untuk mengungkapkan perasaannya di dalam keluarga, namun tidak semua dari contoh, baik mahasiswa perempuan (36.4%) dan mahasiswa laki-laki (39.6%) setuju tentang kemudahan untuk mengungkapkan semua perasaan yang sebenarnya pada orangtua. Hal ini berarti bahwa meskipun mahasiswa yakin bahwa antar anggota keluarga selalu akan menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain, namun masih ada kesulitan untuk mengungkapkan semua perasaan yang sebenarnya pada orangtua.

Hasil uji beda pada setiap indikator menunjukkan terdapat dua indikator relasi antar anggota keluarga yang berbeda nyata (p ≤0.01) antar kedua kelompok contoh. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal perilaku untuk selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain antar anggota keluarga, dimana mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan, dan dalam hal ada atau tidaknya perasaan tertekan untuk mengungkapkan perasaan pada keluarga, mahasiswa perempuan lebih banyak menjawab tidak ada rasa tertekan dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin karena mahasiswa perempuan lebih terbiasa mengungkapkan perasaannya kepada orang lain, lebih ekspresi, dan emosional.

Suasana Rumah

Suasana rumah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suasana rumah yang memberikan ketenangan dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugas, perhatian orangtua pada pekembangan belajar dan bergaul, persepsi tentang rumah sebagai tempat yang paling tepat untuk belajar, dan keterlibatan orangtua membantu kesulitan belajar saat di rumah. Menurut Ardawati (2004), suasana rumah yang menyenangkan, hubungan baik antar anggota keluarga, dan melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama keluarga dapat mempengaruhi perasaan betah dan nyaman anak di rumah. Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hubungan dalam keluarga. Hampir seluruh mahasiswa perempuan (92.1%) dan mahasiswa laki-laki (93.1%) menganggap rumah memberikan ketenangan dalam menyelesaikan pekerjaan, dan menganggap rumah adalah adalah tempat paling tepat untuk belajar (82.1% mahasiswa perempuan dan 71.3% mahasiswa laki-laki). Hal ini membuktikan bahwa rumah masih menjadi tempat menyenangkan yang mempengaruhi perasaan betah dan nyaman contoh di rumah. Sebaran persentase contoh pada indikator suasana rumah disajikan pada Tabel 16.

(21)

Tabel 16 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Suasana Rumah No Indikator Suasana Rumah Perempuan(n=151) Laki-laki (n=101) (n=252) Total

1 Rumah memberikan ketenangan dalam

menyelesaikan pekerjaan. 92.1 93.1 92.5

2 Perhatian orangtua pada pekembangan

belajar dan bergaul 91.4 86.1 89.3

3 Rumah adalah tempat paling tepat untuk

belajar 82.1 71.3 77.8

4 Orangtua membantu kesulitan belajar 65.6 58.4 62.7

Selain itu, perhatian orangtua terhadap perkembangan belajar dan bergaul dirasakan oleh 91.4 persen mahasiswa perempuan dan 86.1 persen mahasiswa laki-laki. 65.6 persen mahasiswa perempuan mendapatkan bantuan dari orangtua saat mengalami kesulitan belajar, sedangkan mahasiswa laki-laki hanya 58.4 persen yang mendapatnya. Hasil uji beda menunjukkan terdapat tiga indikator suasana rumah yang berbeda antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Indikator yang dimaksud antara lain: (1) perhatian orangtua pada pekembangan belajar dan bergaul, (2) rumah adalah tempat paling tepat untuk belajar, dan (3) orangtua membantu kesulitan belajar contoh, dimana mahasiswa perempuan lebih baik dari mahasiswa laki-laki pada ketiga indikator.

Kondisi Ekonomi Keluarga

Keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah akan memaksa ayah sebagai kepala keluarga bekerja lebih keras. Begitupun dengan ibu, turut bertanggung jawab terhadap keluarga, ikut bekerja mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Megawangi, 1993). Kondisi ekonomi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan keluarga dalam memperoleh pendidikan, memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti pangan, sandang dan papan, ukuran rumah yang cukup untuk dijadikan tempat tinggal yang layak, dan memberikan uang jajan yang cukup pada anak. Sebaran persentase contoh yang setuju pada indikator kondisi ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 17.

Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan 90.7 persen mahasiswa perempuan dan 94.1 persen mahasiswa laki-laki mengaku bahwa keluarga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan menyatakan penghasilan keluarga dapat mencukupi kebutuhan untuk memperoleh pendidikan (78.1% mahasiswa perempuan dan 74.3% mahasiswa laki-laki). Bila dibandingkan persentase antara kedua indikator tersebut di atas terlihat bahwa keluarga mahasiswa laki-laki kurang memproritaskan pemenuhan kebutuhan akan pendidikan dibandingkan mahasiswa perempuan, padahal kemampuan untuk memenuhi

(22)

kebutuhan sehari-hari lebih besar pada keluarga mahasiswa laki-laki. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan pendidikan orangtua, dimana orangtua mahasiswa perempuan memiliki pendidikan lebih tinggi dibandingkan orangtua mahasiswa laki-laki (Tabel 11).

Tabel 17 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Ekonomi Keluarga (%)

No Indikator Ekonomi Keluarga Perempuan(n=151) Laki-laki(n=101) (n=252) Total

1 Penghasilan keluarga dapat mencukupi

kebutuhan memperoleh pendidikan. 78.1 74.3 76.6

2 Keluarga mampu memenuhi kebutuhan

sehari-hari 90.7 94.1 92.1

3 Ukuran rumah yang layak bahkan lebih 90.1 92.1 90.9

4 Keluarga memberikan uang jajan yang

cukup saat ingin pergi ke sekolah dulu 92.1 86.1 89.7

Selain itu, terdapat 92.1 persen mahasiswa perempuan dan 86.1 persen mahasiswa laki-laki telah mendapatkan uang jajan yang cukup saat ingin pergi ke sekolah dulu, dan 90.1 persen mahasiswa perempuan dan 92.1 persen mahasiswa laki-laki mengaku memiliki rumah dengan ukuran yang layak bahkan lebih (Tabel 17). Hasil uji beda menunjukkan terdapat dua indikator ekonomi keluarga yang berbeda antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal kemampuan keluarga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari (p ≤ 0.10), dan kemampuan keluarga dalam memberikan uang jajan yang cukup saat ingin pergi ke sekolah (p ≤ 0.01). Hastuti (2008) menyatakan orangtua yang telah stabil secara ekonomi lebih memiliki peluang untuk dapat memberikan pengasuhan yang relatif lebih baik dibandingkan orangtua yang masih lemah secara ekonomi.

Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kebiasaan keluarga yang mempengaruhi sikap seorang anak dalam kehidupannya. Oleh karena itu, menurut Slameto (2003) seorang anak perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasan dan teladan yang baik, agar mendorong anak menjadi semangat dalam meniti karier dan masa depannya. Kebiasaan-kebiasan yang dimaksud antara lain: orangtua dapat memberikan teladan yang baik bagi anaknya, keluarga dapat menjadi inspirasi setiap anggotanya dalam menjalani setiap aktivitas, orangtua dapat mendorong anak untuk sukses dan mandiri, dan keluarga memiliki hubungan baik dengan keluarga luas lainnya (Paman, Bibi, Kakek, Nenek). Persentase sebaran contoh yang setuju pada indikator latar belakang budaya disajikan pada Tabel 18.

(23)

Tabel 18 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Latar Belakang Budaya (%)

No Indikator Latar Belakang Budaya Perempuan(n=151) Laki-laki (n=101) (n=252) Total

1 Orangtua memberikan teladan yang baik 94.0 96.0 94.8

2 Keluarga menjadi inspirasi dalam menjalani

setiap aktivitas 95.4 93.1 94.4

3 Orangtua mendorong sukses dan mandiri 98.7 98.0 98.4

4 Keluarga memiliki hubungan baik dengan

keluarga luas lainnya (Paman, Bibi, Kakek,

dan Nenek) 92.7 95.0 93.7

Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh contoh mendapatkan dorongan orangtua untuk sukses dan mandiri (98.7% mahasiswa perempuan dan 98.0% mahasiswa laki-laki), serta menjadikan keluarga sebagai inspirasi dalam menjalani setiap aktivitas contoh, baik mahasiswa perempuan (95.4%) maupun mahasiswa laki-laki (93.1%). Selain itu, orangtua juga telah memberikan teladan yang baik bagi mahasiswa perempuan (94.0%) dan mahasiswa laki-laki (96.0%), terutama dalam menjalin hubungan baik dengan keluarga luas, seperti dengan paman, bibi, kakek, dan nenek (92.7% mahasiswa perempuan dan 95.0% mahasiswa laki-laki). Hal ini berarti sebagian besar contoh memiliki orangtua yang dapat menjadi tauladan dan menunjukkan kebiasaan-kebiasaan baik bagi contoh.

Lingkungan Keluarga Total

Lingkungan keluarga total diperoleh dari penjumlahan total skor kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, ekonomi keluarga, dan latar belakang budaya. Hasil tabulasi silang menunjukkan sebanyak 70.3 persen contoh memiliki lingkungan keluarga dengan kategori cukup baik (Tabel 19), dalam hal ini mahasiswa perempuan (66.2%) maupun mahasiswa laki-laki (76.2%) juga terkategori cukup baik.

Tabel 19 Sebaran Contoh Menurut Lingkungan Keluarga dan Jenis Kelamin

Lingkungan Keluarga Perempuan Laki-laki Total n % n % n %

Kurang Baik (<33.3) 12 7.9 12 11.9 24 9.5

Cukup Baik (33.3-66.7) 100 66.2 77 76.2 177 70.2

Baik (>66.7) 39 25.8 12 11.9 51 20.2

Total 151 100.0 101 100.0 252 100.0

Rataan ± SB (Indeks) 53.5 ± 15.73 50.1 ± 13.66 52.1 ± 15.00

Min – Maks (Indeks) 0.0 – 100.0 36.1 – 100.0 0.0 – 77.4

p-value 0.039**

Keterangan: ** = nyata pada p ≤ 0.05

Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan lingkungan keluarga total antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki (p ≤0.05), dalam hal ini mahasiswa perempuan memiliki lingkungan keluarga yang lebih baik dibandingkan

(24)

mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan mendapatkan lebih baik kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, kondisi ekonomi keluarga, dan latar belakang budaya dibandingkan mahasiswa laki-laki.

Lingkungan Pendidikan

Lingkungan pendidikan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenjang pendidikan, yaitu lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan universitas. Masing-masing jenjang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi integrasi akademis dan integrasi sosial mengacu pada prasetyo (2005), Pascarella dan Terenzini (1986), Davis dan Murrell (1993), dan Weidman (1989).

Lingkungan Pendidikan Sekolah

Integrasi Akademik Sekolah. Integrasi akademik sekolah merupakan pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan akademis sekolah, baik di kelas dan luar kelas, terutama mengenai interaksi dengan guru, staf konseling, dan rekan-rekan, namun bersifat akademik. Sebagai contoh: mengulang pelajaran, pergi ke perpustakaan, menghadiri seminar ilmiah, mengikuti kelompok belajar, berdiskusi dengan guru tentang pelajaran dan permasalahan aktual, berdiskusi dengan teman sekelas tentang pelajaran, menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan, menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan, serta mengikuti lomba kreativitas siswa, karya ilmiah remaja, dan pentas seni budaya (Nora, 1993). Sebaran presentase contoh pada indikator integrasi akademis sekolah disajikan pada Tabel 20.

Aktivitas terbesar yang dilakukan contoh, baik mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki hampir setiap hari atau beberapa kali dalam sepekan adalah: (1) belajar malam hari mengulang pelajaran yang diterima pagi harinya, (2) mengikuti kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas pelajaran dari guru, dan (3) berdiskusi materi pelajaran dengan teman sekelas setelah pelajaran usai. Adapun aktivitas terbesar yang dilakukan contoh (mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki) beberapa kali sebulan atau beberapa bulan sekali, antara lain: (1) pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku, (2) menghadiri seminar ilmiah di dalam maupun di luar sekolah, (3) berdiskusi dengan guru tentang pelajaran, (4) menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan, (5) menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan, dan (6) mengikuti lomba kreativitas siswa, karya ilmiah remaja, pentas seni budaya, dll.

(25)

Tabel 20 Sebaran Persentase Contoh Indikator Lingkungan Pendidikan Sekolah (%)

No Pernyataan Perempuan (n=151) Laki-laki (n=101)

TP JR SR TP JR SR Integrasi Akademik

1 Belajar malam hari mengulang pelajaran pagi

hari. 0.7 37.7 61.6 8.9 40.6 50.5

2 Pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku 6.6 64.9 28.5 19.8 62.4 17.8

3 Menghadiri seminar ilmiah 38.4 54.3 7.3 43.6 50.5 5.9

4 Mengikuti kelompok belajar 2.6 48.3 49.0 7.9 43.6 48.5

5 Berdiskusi dengan guru tentang pelajaran 6.6 51.7 41.7 13.9 49.5 36.6

6 Berdiskusi dengan teman sekelas setelah

pelajaran usai 1.3 27.2 71.5 4.0 41.6 54.5

7 Menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan

kepemimpinan 32.5 57.0 10.6 24.8 60.4 14.9

8 Menghadiri seminar, workshop dan magang

kewirausahaan. 47 49.7 3.3 42.6 49.5 7.9

9 Ikut serta lomba kreativitas siswa, karya ilmiah

remaja, pentas seni budaya, dll. 29.1 66.2 4.6 34.7 50.5 14.9

Integrasi Sosial

1 Menghadiri kegiatan ekstra kurikuler atau

organisasi kesiswaan yang ada di sekolah 3.3 19.9 76.8 5.0 19.8 75.2

2 Bertamu ke tempat guru di luar jam sekolah, mengulas masalah-masalah aktual, atau

sekedar minum teh atau kopi. 29.1 47.0 23.8 23.8 48.5 27.7

3 Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh

sekolah maupun teman satu kelas, diluar akademik.

4.0 55.6 40.4 2.0 56.4 41.6

4 Menonton bioskop, konser atau hiburan

kesenian dengan teman satu kelas atau sekolah 21.2 64.2 14.6 27.7 59.4 12.9

5 Membantu kegiatan sosial yang diadakan oleh

kelas, OSIS atau sekolah 8.6 60.3 31.1 5.9 59.4 34.7

Keterangan: TP (Tidak pernah), JR (Jarang), SR (Sering)

Hasil uji beda menunjukkan beberapa indikator integrasi akademik sekolah yang berbeda nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. mahasiswa perempuan lebih sering melakukannya dibandingkan mahasiswa laki-laki dalam hal: (1) belajar malam hari mengulang pelajaran pagi hari; (2) pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku; (3) berdiskusi dengan guru tentang pelajaran; dan (4) berdiskusi materi pelajaran dengan teman sekelas setelah pelajaran usai; dan (5) dalam hal keikutsertaan lomba kreativitas siswa, karya ilmiah remaja, pentas seni budaya, dll., sedangkan dalam hal keikutsertaan pada seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan, mahasiswa laki-laki lebih sering dibandingkan mahasiswa perempuan (p≤.10).

Integrasi Sosial Sekolah. Integrasi sosial sekolah merupakan pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan sosial sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, termasuk interaksi dengan guru, staf konseling, dan rekan-rekan, namun yang bersifat sosial: kelompok interaksi sebaya, kontak informal dengan sekolah, dan keterlibatan dalam organisasi di sekolah (Nora, 1993). Sebaran persentase contoh integrasi sosial sekolah disajikan pada Tabel 20.

(26)

Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh contoh pada semua indikator integrasi sosial sekolah berkategori jarang, artinya contoh, baik mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan, hanya beberapa kali sebulan atau beberapa bulan sekali dalam satu semester sewaktu masih di SMA untuk: (1) bertamu ke tempat guru di luar jam sekolah, meminta bimbingan belajar, mengulas masalah-masalah aktual, atau sekedar minum teh atau kopi; (2) menghadiri kegiatan yang diadakan oleh sekolah maupun teman satu kelas; (3) menonton bioskop, konser atau hiburan kesenian dengan teman satu kelas atau sekolah; dan (4) membantu kegiatan sosial yang diadakan oleh kelas, osis atau sekolah. Ada satu indikator yang nilainya hampir mendekati nilai tertingginya (sekitar 40%) dan terkategori sering, yaitu indikator keikutsertaan dalam kegiatan yang diadakan oleh sekolah maupun teman satu kelas. Hal ini menunjukkan mahasiswa ikut serta dalam kegiatan sekolah maupun teman sekelas hampir setiap hari/beberapa hari dalam sepekan. Selain itu ada indikator lain yang berkategori sering, yaitu menghadiri kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kesiswaan yang ada di sekolah. Kegiatan ini dilakukan hampir setiap hari atau beberapa hari sepekan. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan nyata indikator integrasi sosial sekolah antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan (p>.10). Hal ini berarti mahasiswa perempuan maupun mahasiswa laki-laki memiliki integrasi sosial yang sama.

Lingkungan Pendidikan Universitas

Integrasi Akademik Universitas. Integrasi akademik universitas merupakan pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan akademis pendidikan, baik di kelas dan luar kelas. Termasuk interaksi dengan dosen, staf akademik, dan rekan-rekan, tetapi bersifat akademik (Nora, 1983). Sebaran pesentase contoh pada indikator integrasi akademis universitas disajikan pada Tabel 21.

Aktivitas terbesar yang dilakukan contoh hampir setiap hari atau beberapa kali dalam sepekan, baik mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki adalah: (1) belajar malam hari mengulang bahan kuliah yang diperoleh pagi harinya; (2) mengerjakan tugas dari dosen bersama dalam kelompok; (3) melakukan diskusi akademik dengan dosen atau teman; dan (4) berdiskusi dengan teman sekelas setelah kuliah berakhir. Adapun aktivitas yang dilakukan beberapa kali sebulan atau beberapa kali dalam satu semester oleh contoh paling banyak dalam hal: (1) pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku; (2) menghadiri seminar ilmiah; (3) menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan; (4) menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan. Indikator keikutsertaan dalam lomba kreatifitas mahasiswa, dan seni budaya hanya dilakukan oleh mahasiswa laki-laki dengan

(27)

kategori jarang, sedangkan mahasiswa perempuan sebanyak 55.6 persen tidak pernah melakukannya.

Tabel 21 Sebaran Persentase Contoh pada Indikator Lingkungan Pendidikan Universitas (%)

No Pernyataan Perempuan (n=151) Laki-laki (n=101)

TP JR SR TP JR SR Integrasi Akademik

1 Belajar malam hari mengulang pelajaran pagi

hari. 0.7 35.8 63.6 9.9 33.7 56.4

2 Pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku 13.9 70.2 15.9 14.9 70.3 14.9

3 Menghadiri seminar ilmiah 4.6 80.1 15.2 8.9 79.2 11.9

4 Mengerjakan tugas dari dosen bersama dalam

kelompok 2.0 38.4 59.6 4.0 43.6 52.5

5 Melakukan diskusi akademik dengan dosen atau

teman 5.3 44.4 50.3 5.9 41.6 52.5

6 Berdiskusi dengan teman sekelas setelah kuliah

berakhir 7.9 27.2 64.9 6.9 39.6 53.5

7 Menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan

kepemimpinan. 9.9 81.5 8.6 4.0 76.2 19.8

8 Menghadiri seminar, workshop dan magang

kewirausahaan. 13.2 78.1 8.6 9.9 75.2 14.9

9 Mengikuti lomba kreatifitas mahasiswa, seni

budaya, dll. 55.6 38.4 6.0 39.6 50.5 9.9

Integrasi Sosial

1 Menghadiri kegiatan ekstra kurikuler atau

organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus 8.6 41.1 50.3 5.9 34.7 59.4

2 Menemui dosen selama lima belas menit atau

lebih sehubungan dengan komunikasi informal, meminta bimbingan akademik atau mengulas masalah-masalah aktual.

58.3 35.8 6.0 46.5 37.6 15.8

3 Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh

kampus maupun teman kuliah. 0.0 75.5 24.5 1.0 63.4 35.6

4 Menonton bioskop, konser atau hiburan

kesenian dengan teman kuliah atau teman satu

asrama 15.9

76.2 7.9 25.7 60.4 13.9

5 Membantu kegiatan amal yang diadakan oleh

fakultas atau kampus 16.6 67.5 15.9 13.9 67.3 18.8

Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, * = nyata pada p ≤ 0.10; TP = Tidak pernah; JR = Jarang; SR = Sering

Hasil uji beda menunjukkan beberapa indikator integrasi akademik universitas yang berbeda nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih sering melakukannya dibandingkan mahasiswa laki-laki dalam hal: (1) belajar malam hari mengulang bahan kuliah yang diperoleh pagi harinya; (2) menghadiri seminar ilmiah yang diadakan di fakultas maupun universitas; dan (3) berdiskusi dengan teman sekelas setelah kuliah berakhir, sedangkan aktivitas yang lebih sering dilakukan mahasiswa laki-laki dibandingkan mahasiswa perempuan antara lain: (1) menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan; (2) menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan; dan (3) keikutsertaan dalam lomba kreatifitas mahasiswa, dan seni budaya, dll.

(28)

Integrasi Sosial Universitas. Integrasi sosial universitas adalah pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan sosial universitas, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, termasuk interaksi dengan dosen, staf akademik, dan rekan-rekan mahasiswa, tapi yang bersifat sosial: kelompok interaksi sebaya, kontak informal dengan fakultas, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan (Nora 1993). Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator integrasi sosial universitas disajikan pada Tabel 21.

Hasil penelitian pada Tabel 21 menunjukkan hanya ada satu indikator integrasi sosial yang dilakukan mahasiswa contoh hampir setiap hari atau beberapa kali dalam sepekan, baik mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki, yaitu intensitas kehadiran dalam kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus, dan terdapat 58.3 persen mahasiswa perempuan dan 46.5 persen mahasiswa laki-laki yang tidak pernah menemui dosen sehubungan dengan komunikasi informal, meminta bimbingan akademik atau mengulas masalah-masalah aktual. Selain itu, ada tiga indikator integrasi sosial tertinggi yang dilakukan mahasiswa contoh beberapa kali sebulan atau beberapa kali dalam satu semester, yaitu (1) Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh kampus maupun teman kuliah; (2) Menonton bioskop, konser atau hiburan kesenian dengan teman kuliah atau teman satu asrama; dan (3) Membantu kegiatan amal yang diadakan oleh fakultas atau kampus.Hasil uji beda menunjukkan terdapat tiga indikator integrasi sosial universitas yang berbeda nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki, dimana mahasiswa laki-laki melakukannya lebih sering dibandingkan mahasiswa perempuan. Ketiga indikator tersebut antara lain: (1) Intensitas kehadiran dalam kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus; (2) menemui dosen sehubungan dengan komunikasi informal, meminta bimbingan akademik atau mengulas masalah-masalah aktual; dan (3) Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh kampus maupun teman kuliah.

Lingkungan Pendidikan Total

Lingkungan pendidikan total diperoleh dari penjumlahan total skor lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan universitas yang masing-masing terdiri dari integrasi akademik dan integrasi sosial. Hasil tabulasi silang menunjukkan lebih dari separuh contoh (52.4%) dan mahasiswa perempuan (56.3%) memiliki lingkungan keluarga dengan kategori cukup baik, sedangkan mahasiswa laki-laki (48.5%) memiliki lingkungan keluarga dengan kategori kurang baik (Tabel 22). Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua contoh (mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan) dalam hal lingkungan pendidikan

(29)

(p≤0.10). Hal ini berarti, baik mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan memiliki lingkungan pendidikan total yang hampir sama.

Tabel 22 Sebaran Contoh Menurut Lingkungan Pendidikan dan Jenis Kelamin

Lingkungan Pendidikan Perempuan Laki-laki Total

n % n % n % Kurang Baik (<33.3) 63 41.7 49 48.5 112 44.4 Cukup Baik (33.3-66.7) 85 56.3 47 46.5 132 52.4 Baik (>66.7) 3 2.0 5 5.0 8 3.2 Total 151 100.0 101 100.0 252 100.0 Rataan ± SB (%) 36.3 ± 13.75 36.4 ± 17.40 36.3 ± 15.29 Min – Maks (%) 9.5 – 96.4 5.9 – 95.2 5.9 – 96.4 p-value 0.477

Apabila dibandingkan antara integritas akademik sekolah (Tabel 20) dan integrasi akademik universitas (Tabel 21) dan antara integrasi sosial sekolah (Tabel 20) dan integrasi sosial universitas (Tabel 21), maka dapat ditemukan perbedaan antara keduanya. Pada kebiasaan belajar setiap malam ada kemungkinan contoh masih mempertahankan gaya belajar saat masih sekolah dulu, sedangkan interaksi dengan pengajar mengalami penurunan, dimana intensitas bertemu dengan guru lebih sering dibandingkan bertemu dengan dosen. Bekerja sama dalam kelompok dalam menyelesaikan tugas belajar/kuliah dan intensitas kehadiran dalam seminar ilmiah menjadi lebih sering saat di universitas dibandingkan saat masih di sekolah. Begitu juga dengan menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan, dan menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan lebih sering dilakukan saat di universitas dibandingkan di sekolah. Namun terjadi penurunan intensitas saat kuliah dalam hal mengikuti lomba kreatifitas mahasiswa, seni budaya, dan lain-lain. Hal ini mungkin disebabkan karena orientasi saat menjadi mahasiswa, berbeda dengan saat menjadi siswa. Penduga lainya adalah dorongan yang diberikan oleh pengajar atau keluarga saat di universitas tidak sebesar saat berada di sekolah dulu.

Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa dimensi antara lain: dukungan teman, akses informasi kewirausahaan, kepemilikan jaringan sosial, akses modal, dukungan masyarakat, dan dukungan guru. Menurut Gunarsa & Gunarsa (2008), lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya, memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada individu. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Yusniati (2008) menyebutkan intensitas interaksi mahasiswa TPB TA. 2007/2008 sebagian besar dilakukan dengan temannya (56%)

Gambar

Tabel 4 Daftar Mata Kuliah TPB Tahun 2010
Tabel 5 Sebaran Jenis Kelamin, Usia, dan Urutan Kelahiran Contoh
Tabel 6 Sebaran Fakultas dan Indeks Prestasi Contoh
Tabel 7 Sebaran Contoh Menurut Wilayah Tinggal, Daerah Asal, dan Hidup  Bersama Orangtua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berharap dengan adanya kami membuat tugas akhir yang berisi sistem informasi akuntansi ini maka perusahaan tempat kami melakukan survey akan lebih maju dan berkembang1. Dan

PERANCANGAN KAMPANYE PENGENALAN OLAHRAGA STREET WORKOUT SEBAGAI PEMANFAATAN FASILITAS TAMAN KOTA DI..

Yang pertama adalah mendeskripsikan proses pemanfaatan media pembelajaran berbasis teknologi dan informasi yang digunakan guru pada pembelajaran Pendidikan Agama

The permeability estimation curve (* is alpha method, + is amplitude ratio method) and the model permeability (o) with constant velocity are shown as linear lines. Each has

Angka kejadian diare pada balita tertinggi terdapat pada Pulau Siberut Barat pada Puskesmas Betaet dengan jumlah sebanyak 304 orang balita dan terdapat angka kematian karena

Jadi yang dimaksud dengan judul Skripsi ini adalah penelusuran tentang Dinamika Madrasah Ibtidaiyah Swasta di Desa Tunggang Kecamatan Pondok Suguh Kabupaten

Komponen kimia dalam fraksi teraktif diidentifikasi melalui skrining fitokimia dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi gas-spektrometer massa

Untuk meyakinkan masyarakat agar menjalankan perilaku hidup sehat bukan hal yang mudah sehingga perlu menggunakan pendekatan khusus, salah satunya adalah komunikasi