• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Ponorogo, Desember 2014 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN PONOROGO. Ir. SUMARNO, MM Pembina Tingkat I NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Ponorogo, Desember 2014 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN PONOROGO. Ir. SUMARNO, MM Pembina Tingkat I NIP"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, hidayah serta karunia-Nya hingga publikasi “Indeks Kesulitan Geografis Desa Kabupaten Ponorogo Tahun 2014” ini dapat diterbitkan.

Dari penyusunan publikasi ini akan diperoleh gambaran umum mengenai tingkat kesulitan geografis desa pada wilayah administrasi yang berstatus desa di Kabupaten Ponorogo. Tingkat kesulitan geografis desa ditinjau dari komponen ketersediaan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, ketersediaan infrastruktur dan geografis wilayah desa, keberadaan sarana transportasi umum serta kemudahan akses berkomunikasi dengan dunia luar.

Dengan mencermati lebih lanjut angka-angka indeks tersebut akan diperoleh perbandingan tingkat aksesibilitas antar desa. Hal ini tentunya akan membantu Pemerintahan Kabupaten Ponorogo dalam penentuan skala prioritas pelaksanaan program pembangunan khususnya pembangunan wilayah pedesaan.

Kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna perbaikan pada penyusunan publikasi selanjutnya. Serta kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini. Harapan kami publikasi ini bisa bermanfaat bagi pengguna data secara luas, tidak hanya terbatas untuk Pemerintah Kabupaten Ponorogo tetapi juga bagi para pengusaha, akademisi, dan pengguna data lainnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Ponorogo, Desember 2014 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN PONOROGO Ir. SUMARNO, MM Pembina Tingkat I NIP. 19650812 199202 1 004

(4)

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI Ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vi BAB I . PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR BELAKANG 1 1.2 TUJUAN 2

1.3 KETERBATASAN DAN KEKUATAN STUDI 3

BAB II. METODELOGI 5

2.1 KONSEP DAN DEFINISI 5

2.2 DATA 14

2.3 PENGHITUNGAN INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS 15

2.3.1 KETERSEDIAAN PELAYANAN DASAR 16

2.3.2 KONDISI INFRASTRUKTUR DAN GEOGRAFIS 17

2.3.3 TRANSPORTASI 18

(5)

iii Halaman BAB III. GAMBARAN UMUM

3.1 PROFIL KABUPATEN PONOROGO 20

3.2 GAMBARAN UMUM 24

3.2.1 GAMBARAN UMUM PELAYANAN DASAR 24

3.2.2 GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR 26

3.2.3 GAMBARAN UMUM TRANSPORTASI 28

3.2.4 GAMBARAN UMUM KOMUNIKASI 29

BAB IV . ULASAN SINGKAT 31

4.1 INDEKS KETERBUKAAN WILAYAH 31

4.1.1 KOMPONEN PELAYANAN DASAR 32

4.1.2 KOMPONEN INFRASTRUKTUR DAN GEOGRAFIS 36

4.1.3 KOMPONEN TRANSPORTASI 40

4.1.4 KOMPONEN KOMUNIKASI 42

4.2 INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS 44

BAB V. PENUTUP 49

5.1 KESIMPULAN 49

5.2 SARAN 50

(6)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman TABEL 4.1 DESA DENGAN TINGKAT AKSESIBILITAS TERTINGGI 32 TABEL 4.2 PENYEBARAN FASILITAS PENDIDIKAN TINGKAT

DASAR DAN LANJUTAN PERTAMA

33

TABEL 4.3 PENYEBARAN PUSKESMAS / PUSTU DAN BALAI PENGOBATAN / POLIKLINIK

34

TABEL 4.4 DESA DENGAN INDEKS KOMPONEN PELAYANAN DASAR TERTINGGI

36

TABEL 4.5 KEBERADAAN JALAN ASPAL / BETON DAN PENERANGAN JALAN UTAMA DESA

37

TABEL 4.6 KEBERADAAN PASAR DAN KIOS PENJUAL SARANA PRODUKSI PERTANIAN

38

TABEL 4.7 KONDISI TOPOGRAFI DAN ALTITUDE DESA 38 TABEL 4.8 DESA DENGAN INDEKS KOMPONEN INFRASTRUKTUR

TERTINGGI

40

TABEL 4.9 DESA DENGAN INDEKS KOMPONEN TRANSPORTASI TERTINGGI

42

TABEL 4.10 DESA DENGAN INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS TERTINGGI

45

(7)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 3.1 PETA SEBARAN PENDUDUK MENURUT

KECAMATAN

21

GAMBAR 3.2 PETA SEBARAN SARANA PENDIDIKAN MENURUT KECAMATAN

25

GAMBAR 3.3 KOMPOSISI JALAN MENURUT KONDISI JALAN 27 GAMBAR 4.1 PETA SEBARAN IKG DESA MENURUT KELOMPOK 48

(8)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 IKG DESA KECAMATAN JENANGAN 51

LAMPIRAN 2 IKG DESA KECAMATAN NGRAYUN 52

LAMPIRAN 3 IKG DESA KECAMATAN BABADAN 53

LAMPIRAN 4 IKG DESA KECAMATAN JETIS 54

LAMPIRAN 5 IKG DESA KECAMATAN MLARAK 55

LAMPIRAN 6 IKG DESA KECAMATAN SAWOO 56

LAMPIRAN 7 IKG DESA KECAMATAN BALONG 57

LAMPIRAN 8 IKG DESA KECAMATAN SAMBIT 58

LAMPIRAN 9 IKG DESA KECAMATAN KAUMAN 59

LAMPIRAN 10 IKG DESA KECAMATAN NGEBEL 60

LAMPIRAN 11 IKG DESA KECAMATAN SOKOO 61

LAMPIRAN 12 IKG DESA KECAMATAN BADEGAN 62

LAMPIRAN 13 IKG DESA KECAMATAN PULUNG 63

LAMPIRAN 14 IKG DESA KECAMATAN SLAHUNG 64

LAMPIRAN 15 IKG DESA KECAMATAN SIMAN 65

LAMPIRAN 16 IKG DESA KECAMATAN SAMPUNG 66

LAMPIRAN 17 IKG DESA KECAMATAN JAMBON 67

LAMPIRAN 18 IKG DESA KECAMATAN PUDAK 68

LAMPIRAN 19 IKG DESA KECAMATAN BUNGKAL 69

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu tujuan pembangunan adalah memantapkan perekonomian bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Hal ini sejalan dengan rencana kerja pemerintah tahun 2014 yang menekankan pada penanganan isu strategis antara lain : Pemantapan Perekonomian Nasional, Peningkatan Kesejahteraan Rakyat, dan Pemeliharaan Stabilitas Sosial dan Politik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pemerintahan desa memiliki peranan yang sangat vital untuk kesuksesan pembangunan, karena selain pemerintahan desa terlibat atau bersentuhan langsung dengan masyarakat sebagai subyek pembangunan, juga sebagian besar penduduk Indonesia berada di wilayah pedesaan. Begitu pula kondisi di Kabupaten Ponorogo, berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 tercatat lebih dari 70 persen penduduknya berada di wilayah pedesaan.

Mengingat lebih dari dua pertiga penduduknya berada di wilayah pedesaan, maka perlu disusun strategi pembangunan wilayah pedesaan agar pelaksanaan pembangunan berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuannya dengan optimal. Perlu dilakukan identifikasi potensi dan kendala desa sehingga dapat diketahui desa mana yang membutuhkan perhatian lebih guna mengejar ketertinggalan sehingga akan tercipta kesejahteraan rakyat yang merata dan berkeadilan.

Salah satu kendala dalam pemerataan pembangunan adalah tingkat kesulitan geografis desa. Tingkat kesulitan geografis desa dapat di setarakan

(10)

2 dengan aksesibilitas desa, semakin tinggi tingkat kesulitan geografis desa maka semakin rendah aksesibilitas desa. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat kesulitan geografis desa maka semakin tinggi aksesibilitas desa.

Desa dengan tingkat kesulitan geografis tinggi atau aksesibilitas rendah akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan program pembangunan dibandingkan dengan desa yang memiliki tingkat kesulitan geografis rendah atau aksesibilitas tinggi. Kondisi ini akan menyebabkan desa dengan tingkat kesulitan geografis tinggi atau aksesibilitas rendah relatif akan mengalami ketertinggalan pencapaian hasil pembangunan. Dengan kondisi tersebut maka dibutuhkan pembiayaan yang lebih besar untuk hasil output yang sama bila dibandingkan dengan desa yang mempunyai tingkat kesulitan geografis rendah atau aksesibilitas tinggi. Dengan demikian, desa dengan tingkat kesulitan geografis tinggi atau aksesibilitas rendah seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih dibanding desa dengan tingkat kesulitan geografis rendah atau aksesibilitas tinggi sehingga output yang dicapai akan sama untuk semua desa baik desa dengan aksesibilitas tinggi maupun desa dengan aksesibilitas rendah. Semua itu akan bermuara pada pemerataan kesejahteraan rakyat antar desa.

Untuk kebutuhan pengelompokkan tipologi desa menurut tingkat kesulitan geografis diperlukan sebuah standar ukuran yang sama untuk semua desa. Diperlukan beberapa indikator yang sama untuk semua desa sehingga dapat ditentukan peringkat kesulitan geografis desa dari yang termudah sampai yang tersulit

.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari publikasi ini adalah memberikan data dan informasi sebagai gambaran wilayah desa menurut tingkat kesulitan geografis dengan cara

(11)

3 mengidentifikasi kondisi geografis desa, ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi dan komunikasi masing-masing desa untuk menentukan indeks kesulitan geografis desa.

Semakin besar indeks kesulitan geografis desa berarti semakin sulit wilayah desa tersebut di jangkau dan atau semakin tertinggal baik dari segi ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi dan komunikasi desa ke ibu kota kabupaten dibanding desa dengan indeks kesulitan geografis desa yang lebih kecil. Sehingga desa dengan indeks kesulitan geografis desa yang besar perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar.

1.3 KETERBATASAN DAN KEKUATAN STUDI

Ketersediaan data yang lengkap sampai wilayah administrasi terendah merupakan sebuah kendala dalam penyusunan publikasi ini. Data dasar yang digunakan bersumber dari data Potensi Desa (PODES) yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ponorogo. Sayangnya kegiatan tersebut tidak rutin dilakukan setiap tahun, kegiatan ini hanya dilakukan menjelang kegiatan sensus, baik sensus penduduk, sensus pertanian maupun sensus ekonomi. Untuk melengkapi data dasar diperlukan data penunjang lainnya berupa data yang dikumpulkan langsung baik di tingkat kecamatan maupun desa. Disamping kelengkapan data, ketersediaan ragam data indikator yang mendukung penghitungan indeks geografis desa masih relatif masih terbatas. Kondisi ini tentunya menyebabkan jumlah indikator yang bisa ditampilkan pada publikasi ini menjadi sangat terbatas.

Kekuatan publikasi ini terletak pada integrasi dan kompilasi data kewilayahan pada level desa. Dengan demikian diharapkan hasil indeks yang di peroleh dapat menggambarkan variasi aksesibilitas sampai pada satuan wilayah

(12)

4 administrasi terkecil (small area statistik). Sehingga variasi aksesibilitas antar desa di Kabupaten Ponorogo secara nyata dapat diketahui secara jelas, desa mana yang mempunyai aksesibilitas rendah dan desa mana yang mempunyai aksesibilitas tinggi.

(13)

5

BAB II

METODOLOGI

2.1 KONSEP DAN DEFINISI

Pengumpulan data pada publikasi ini dilakukan cara sensus (complete enumeration), pencacahan dilakukan melalui wawancara langsung oleh petugas pelaksana teknis kegiatan terhadap responden. Dalam hal ini responden di tingkat kecamatan adalah camat maupun staff yang ditunjuk serta nara sumber lain yang relevan. Adapun untuk responden di tingkat desa adalah kepala desa maupun perangkat desa yang ditunjuk serta nara sumber lain yang relevan

Beberapa konsep dan definisi yang digunakan dalam publikasi ini antara lain sebagai berikut :

 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa).

 Kondisi topografi desa dilihat berdasarkan letak sebagian besar wilayah desa, dibedakan menjadi :

1. Lereng adalah bagian dari gunung / bukit yang terletak di antara puncak sampai lembah. Lereng yang dimaksud juga mencakup punggung bukit dan puncak (bagian paling atas dari gunung).

2. Lembah adalah daerah rendah yang terletak diantara dua pegunungan atau dua gunung atau daerah yang mempunyai kedudukan lebih rendah

(14)

6 dibandingkan daerah sekitarnya. Lembah di daerah pegunungan lipatan sering disebut sinklin. Lembah di daerah pegunungan patahan disebut graben atau slenk. Sedangkan lembah di daerah yang bergunung-gunung disebut lembah antar pegunungan.

3. Dataran adalah bagian atau sisi bidang tanah yang tampak datar, rata, dan membentang.

 Kantor Kepala Desa adalah bangunan aset desa yang diperuntukkan secara khusus untuk kegiatan operasional pemerintahan desa yang tidak dimiliki oleh pribadi.

Ketinggian (altitude) kantor kepala desa dari permukaan laut adalah ketinggian kantor kepala desa dari permukaan laut dalam satuan meter dpal yang diukur menggunakan altimeter.

 Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan).

 Lokasi wilayah desa terhadap hutan dibedakan ke dalam :

1. Di dalam hutan adalah desa yang seluruh wilayahnya terletak di tengah / dikelilingi hutan.

2. Di tepi / sekitar hutan adalah desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan hutan, atau sebagian wilayah desa tersebut berada di dalam hutan.

3. Diluar hutan adalah desa yang seluruh wilayahnya tidak berbatasan langsung dengan hutan.

 Bencana alam adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang kejadiannya tidak terduga, mengancam dan mengganggu kehidupan / penghidupan

(15)

7 masyarakat yang di sebabkan oleh faktor alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor sehingga dapat (berpotensi) mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerugian materi (harta benda), kerusakan lingkungan, dan rasa khawatir bagi sebagian besar penduduk.

 Lembaga pendidikan adalah lembaga yang menghasilkan siswa yang lulus dan diakui / di sahkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang dibuktikan dengan sertifikat / ijazah. Lembaga pendidikan dalam hal ini tidak termasuk lembaga pendidikan baru terdaftar secara definitif dan belum melakukan aktifitas belajar mengajar. Banyak lembaga kursus keterampilan yang menyebutkan bahwa lulusan kursusnya setara dengan diploma padahal belum tentu diakui oleh Kemendikbud sebagai diploma.

 Jenjang pendidikan SD / MI meliputi jenjang Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), baik negeri maupun swasta.

 Jenjang pendidikan SMP / MTs meliputi jenjang Sekolah Lanjutan Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), baik negeri maupun swasta.

 Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, dalam hal ini adalah sarana kesehatan yang masih aktif / beroperasi.

 Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah sebagai unit pelayanan kesehatan milik pemerintah (pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten / kota) yang bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat untuk wilayah kecamatan, sebagian kecamatan, atau kelurahan / desa. Puskesmas memberikan pelayanan berobat jalan dengan rawat inap. Biasanya puskesmas berada di setiap kecamatan dan dapat terdiri dari dua sampai tiga puskesmas di dalam satu kecamatan.

(16)

8  Puskesmas pembantu (Pustu) adalah sarana kesehatan / bangunan yang dipakai sebagai pusat kesehatan masyarakat untuk wilayah yang lebih kecil, misal di desa / kelurahan. Pustu merupakan sarana kesehatan milik pemerintah yang berfungsi menunjang dan membantu memperluas jangkauan puskesmas dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia. Pustu memberikan pelayanan berobat jalan. Pustu bertanggung jawab ke puskesmas induk di kecamatan.

 Poliklinik adalah sarana kesehatan / bangunan yang dipakai untuk pelayanan berobat jalan. Biasanya dikelola oleh swasta atau organisasi keagamaan tertentu.

 Balai pengobatan adalah tempat pemeriksaan kesehatan di bawah pengawasan mantri kesehatan.

 Tempat praktek dokter adalah sarana kesehatan / bangunan yang digunakan untuk tempat praktek dokter yang biasanya memberikan pelayanan berobat jalan, termasuk praktek dokter yang mempunyai fasilitas rawat inap dan apotek.

 Tempat praktek bidan adalah sarana kesehatan / bangunan yang digunakan untuk tempat praktek bidan yang biasanya memberikan pelayanan ibu hamil dan bayi.

 Pos kesehatan desa (Poskesdes) atau yang lebih sering dikenal sebagai PKD di beberapa wilayah adalah sarana kesehatan / bangunan yang dibentuk di desa / kelurahan dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa / kelurahan. Poskesdes merupakan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) sehingga

(17)

9 masyarakat dapat berperan aktif dalam meningkatkan taraf kesehatan di lingkungannya dengan kewaspadaan dini terhadap berbagai risiko dan masalah kesehatan. Poskesdes dikelola oleh bidan dan dibantu beberapa kader.

 Pondok Bersalin Desa (Polindes) adalah bangunan yang dibangun dengan sumbangan dana pemerintah dan partisipasi masyarakat desa untuk tempat pertolongan persalinan dan pemondokan ibu bersalin, sekaligus tempat tinggal bidan di desa. Disamping pertolongan persalinan juga dilakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), dan pelayanan kesehatan lain sesuai kebutuhan masyarakat dan kompetensi teknis bidan tersebut.

 Posyandu adalah salah satu wadah peran serta masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan dasar dan memantau pertumbuhan balita dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara dini. Kegiatan tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan ibu dan anak.

 Bidan desa adalah seorang petugas paramedis yang bertugas sebagai bidan di desa / kelurahan dengan SK (bidan di desa). Bidan yang dimaksud adalah seorang petugas paramedis yang memperoleh pendidikan formal mengenai kebidanan dan tidak termasuk seseorang yang memperoleh pendidikan dan pelatihan kebidanan dari instansi terkait, seperti dinas kesehatan.

 Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air,

(18)

10 kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

 Jenis permukaan jalan terluas adalah jenis permukaan jalan terluas yang ada di desa / kelurahan. Jenis permukaan jalan terdiri dari : aspal / beton, diperkeras (dengan kerikil atau batu), tanah, dan lainnya yaitu terbuat dari kayu / papan yang biaanya digunakan di daerah rawa, termasuk jalan setapak, jalan di hutan dan sejenisnya.

 Jalan poros utama adalah jalan utama yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, serta merupakan jalan strategis provinsi.

 Jalan utama desa adalah jalan yang di anggap oleh sebagian besar penduduk desa / kelurahan setempat sebagai jalan yang paling penting atau paling sering digunakan untuk arus transportasi dari / menuju kantor camat terdekat.

 Penerangan jalan adalah lampu yang digunakan untuk penerangan jalan di malam hari sehingga pejalan kaki, pesepeda, dan pengendara dapat melihat dengan lebih jelas jalan yang akan dilalui pada malam hari, sehingga dapat meningkatkan keselamatan lalu lintas dan keamanan para pengguna jalan.  Angkutan adalah suatu kegiatan usaha menyediakan jasa angkutan

penumpang dan atau barang / ternak dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat angkutan bermotor maupun tidak bermotor, baik melalui darat maupun air.

 Angkutan umum adalah salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif.

 Trayek angkutan adalah lintasan / rute / jalur angkutan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang, barang, dan atau orang dan barang yang

(19)

11 mempunyai asal, tujuan dan lintasan perjalanan yang tetap tidak termasuk hanya barang saja. Kendaraan umum dengan trayek tetap, tetapi operasionalnya dapat di luar jalur trayek (sesuai permintaan penumpang), maka termasuk trayek tetap.

 Jarak tempuh adalah jarak yang sering dilalui dengan kendaraan, yang biasa digunakan oleh warga.

 Waktu tempuh yang dicacat adalah rata-rata waktu tempuh dengan kendaraan yang biasanya digunakan oleh warga.

 Biaya transportasi adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk sekali jalan. Bila rute yang digunakan pulang dan pergi berbeda maka yang digunakan adalah biaya rata-rata. Jika untuk menuju kantor bupati, warga menggunakan lebih dari satu modal transportasi maka pilih angkutan yang paling banyak digunakan oleh warga.

 Komunikasi adalah proses penyampaian lambang-lambang yang mengandung arti antara satu orang dengan orang lain. Komunikasi meliputi kegiatan telekomunikasi dan kegiatan pos dan giro.

 Informasi adalah hasil dari proses pengolahan data atau komunikasi antara satu orang dengan orang lain melalui media, media TV, radio, surat kabar, dan lain-lain.

 Telekomunikasi adalah hubungan komunikasi jarak jauh melalui pemancaran, pengiriman atau penerimaan segala jenis tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, atau berita melalui kawat, radio, secara visual atau sistem elektronik.  Keluarga yang berlangganan telepon kabel adalah keluarga yang

berlangganan sambungan telepon dengan sistem jaringan operasionalnya menggunakan kabel sambungan telepon rumah.

(20)

12  Sinyal telepon seluler / handphone adalah besaran elektromagnetik yang berubah dalam ruang dan waktu dengan membawa informasi yang memberikan konfirmasi bahwa layanan telepon seluler sudah tersedia. Telepon seluler yang dimaksud tidak termasuk mobile phone satelite.

 Kantor kepala desa dikategorikan mempunyai fasilitas internet jika di kantor kepala desa tersedia fasilitas akses internet melalui instalasi khusus internet terdiri dari jaringan telepon, modem, wifi, dan sebagainya.

 Warung internet (warnet) adalah tempat yang disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan jasa internet.

 Progam TV adalah progam yang dirancang / disusun oleh stasiun / pemancar TV, baik stasiun TVRI, TV daerah, maupun TV luar negeri. Progam TV yang dimaksud disini adalah progam TV baik menggunakan antena parabola / TV kabel ataupun tidak.

TV kabel atau cable television adalah sistem penyiaran acara televisi lewat isyarat frekuensi radio yang ditransmisikan melalui serat optik yang tetap atau kabel coaxial dan bukan lewat udara seperti siaran televisi biasa yang harus ditangkap antena (over-the-air).

 Antena parabola adalah sebuah antena berdaya jangkau tinggi yang digunakan untuk komunikasi radio, televisi dan data dan juga untuk radiolocation (RADAR), pada bagian UHF and SHF dari spektrum gelombang elektromagnetik. Panjang gelombang energi (radio) elektromagnetik yang relatif pendek pada frekuensi-frekuensi ini menyebabkan ukuran yang digunakan untuk antena parabola masih dalam ukuran yang masuk akal dalam rangka tingginya unjuk kerja respons yang diinginkan baik untuk menerima atau pun memancarkan sinyal. Antena parabola berbentuk seperti piringan. Antena parabola dapat digunakan untuk mentransmisikan berbagai

(21)

13 data, seperti sinyal telepon, sinyal radio dan sinyal televisi, serta beragam data lain yang dapat ditransmisikan melalui gelombang. Fungsi antena parabola yang umum diketahui oleh masyarakat di Indonesia adalah sebagai alat untuk menerima siaran televisi satelit.

 Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli barang dan jasa. Pasar bisa menggunakan bangunan yang bersifat permanen atau semi permanen ataupun tanpa bangunan. Barang yang diperjualbelikan di dalam pasar bisa terdiri dari banyak komoditas (campuran) ataupun secara khusus komoditas tertentu.

 Pasar dengan bangunan permanen adalah pasar pada bangunan tetap, yang memiliki lantai, atap, dan dinding permanen.

 Pasar dengan bangunan semi permanen adalah pasar pada bangunan tetap, yang memiliki lantai dan atap, tetapi tanpa dinding. Bangunan pada pasar tradisional yang mencakup bangunan permanen dan semi permanen dikategorikan sebagai pasar dengan bangunan permanen.

 Pasar tanpa bangunan adalah pasar yang tidak berada dalam bangunan, seperti pasar kaget (pasar yang muncul di lokasi yang bukan di peruntukkan pasar dan selesai dengan cepat).

 Kios yang menjual sarana produksi pertanian (saprotan) adalah tempat penjualan pupuk, bibit, dan lain-lain untuk keperluan tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan yang dibedaan menurut kepemilikan (KUD atau non-KUD).

 Koperasi (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian) adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip :

(22)

14 2. Pengelolaannya dilakukan secara demokratis.

3. Pembagian sisa hasil usahanya dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.

5. Kemandirian, serta sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.

 Koperasi unit desa (KUD) adalah suatu organisasi ekonomi yang berwatak sosial merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.

2.2 DATA

Pubikasi ini menggunakan data dari berbagai sumber data baik primer maupun sekunder. Sumber data yang utama berasal dari hasil Podes yang dilakukan oleh BPS Kabupaten Ponorogo. Disamping itu juga dilakukan pengumpulan data penunjang dengan cara penggalian data di lapangan. Penggalian data di lapangan dilakukan dengan obyek kecamatan maupun kantor desa.

Data podes yang merupakan data dan informasi berbasis wilayah (spasial) digunakan untuk melengkapi data dan informasi sektoral yang telah ada. Data dan informasi tentang potensi spesifik yang dimiliki oleh semua wilayah hingga tingkat terkecil (small areas) digabungkan dengan master file desa sebagai penghubung untuk mencocokkan wilayah administrasi pada sumber data yang berbeda tersebut.

(23)

15 2.3 PENGHITUNGAN INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS

Indeks Kesulitan Geografis (IKG) merupakan ukuran untuk menentukan tipologi desa berdasarkan tingkat kesulitan untuk akses ke wilayah suatu desa. IKG pada dasarnya merupakan indeks yang disusun berdasarkan skoring yang dilakukan untuk masing-masing instrumen penilaian. Pemilihan instrumen ini dilakukan dengan mengacu pada empat komponen utama yaitu :

1. Ketersediaan pelayanan dasar;

2. Kondisi infrastuktur dan geografis desa; 3. Transportasi; dan

4. Komunikasi desa ke kabupaten/kota.

Dalam menjabarkan keempat komponen tersebut, diperlukan indikator yang dipilih dengan harapan dapat mewakili ketersediaan dan kondisi dari masing-masing komponen di atas. Masing-masing indikator diberikan skoring dengan nilai skor 0 atau 1. Penentuan nilai skoring 0 atau 1 berdasakan kepada kondisi masing-masing indikator pada desa yang bersesuaian, dimana untuk kondisi yang menggambarkan nilai positif atau tingkat aksesibilitas tinggi diberikan nilai skor 1, sedangkan kondisi yang menggambarkan tingkat aksesibilitas rendah diberikan nilai skor 0. Sehingga indeks yang nanti dihasilkan dari hasil skoring ini merupakan Indeks Keterbukaan Wilayah (IKW).

Hasil skoring untuk masing-masing indikator dalam komponen digunakan untuk menghitung indeks untuk masing-masing komponen, dimana indeks akan bernilai 0 (buruk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan analisa biasanya dikalikan 100. Agar mudah dipahami, maka keempat komponen tersebut disusun menjadi indeks komposit yang digabung menjadi indeks tunggal. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut :

(24)

16 𝐼𝐾𝑊 =14∑4𝑖=1𝐼(𝑖) dimana 𝐼(𝑖)=

{𝑋(𝑖)−𝑀𝑖𝑛.𝑋(𝑖)}

{𝑀𝑎𝑥.𝑋(𝑖)−𝑀𝑖𝑛.𝑋(𝑖)}

dimana :

𝐼(𝑖) : Indeks Komponen IKW ke-i (i =1,2,3,4) 𝑋(𝑖) : Nilai indikator komponen IKW ke-i 𝑀𝑎𝑥. 𝑋(𝑖) : Nilai Maksimum 𝑋(𝑖)

𝑀𝑖𝑛. 𝑋(𝑖) : Nilai Minimun 𝑋(𝑖)

Berdasarkan nilai IKW yang diperoleh (setelah dikalikan 100 untuk mempermudah analisis), kita dapat menghitung besaran nilai IKG dengan rumusan sebagai berikut :

𝐼𝐾𝐺 = 100 − 𝐼𝐾𝑊

Sedangkan untuk penghitungan masing-masing komponen indikator yang digunakan adalah sebagai berikut :

2.3.1 Ketersediaan Pelayanan Dasar

Ketersediaan pelayanan dasar merupakan salah satu komponen yang cukup penting dalam penghitungan IKG. Pelayanan dasar pada prinsipnya merupakan hak-hak warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konteks ini terdapat beberapa indikator yang dapat menggambarkan ketersedian pelayanan dasar secara umum yaitu pelayanan kesehatan dan pendidikan. Indikator pelayanan dasar yang dipilih adalah sebagai berikut:

(25)

17 a. Pendidikan

Meliputi ketersediaan fasilitas pendidikan tingkat dasar 9 tahun yang dirinci menurut jenjang pendidikan yaitu tingkat dasar atau yang sederajat serta tingkat lanjutan pertama atau yang sederajat baik negeri maupun swasta. b. Kesehatan

Meliputi ketersedian sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan yang ada. Indikator yang dipilih diantaranya keberadaan puskesmas baik dengan ataupun tanpa rawat inap atau puskesmas pembantu; keberadaan poliklinik / balai pengobatan; keberadaan tempat praktek dokter; keberadaan tempat praktek bidan; keberadaan poskesdes / polindes; keberadaan posyandu serta keberadaan bidan desa (BDD).

2.3.2 Kondisi Infrastruktur dan Geografis Desa

Kondisi infrastruktur dan geografis desa sangat mempengaruhi tingkat aksesibilitas ke desa tersebut. Semakin minim infrastruktur maka akan semakin sulit desa tersebut dijangkau. Selain itu kondisi geografis yang kurang mendukung, biasanya berupa daerah pegunungan atau lereng yang curam juga akan menurunkan tingkat aksesibilitas desa. Beberapa indikator yang dapat menggambarkan kondisi infrastuktur dan geografis yang dipilih adalah sebagai berikut:

a. Infrastruktur

Meliputi jenis permukaan jalan yang terluas; kondisi jalan apakah dapat dilalui kendaraan roda empat atau lebih sepanjang tahun; dilewati poros jalan utama; keberadaan penerangan di jalan utama desa; keberadaan pasar baik berupa pasar permanen, semi permanen atau pasar tanpa bangunan; serta keberadaan kios yang menjual sarana produksi pertanian baik milik KUD maupun non-KUD.

(26)

18 b. Geografis desa

Meliputi kondisi topografi wilyah desa; letak ketinggian kantor kepala desa; lokasi wilayah desa terhadap hutan; serta kejadian bencana alam (yang mengganggu kehidupan dan menyebabkan bagi masyarakat) yang terjadi selama 3 tahun terakhir.

2.3.3 Transportasi

Transportasi merupakan komponen yang sangat vital dalam penentuan aksesibilitas desa. Ketersediaan transportasi khususnya transportasi umum yang murah dan mudah bagi masyarakat sangat berperan dalam menentukan tingkat aksesibilitas suatu wilayah. Semakin mudah dan murah transportasi umum di suatu wilayah akan mendorong orang untuk melakukan aktifitas baik ekonomi, pendidikan maupun pariwisata yang pada muaranya akan meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat. Indikator yang dipilih dalam komponen transportasi sebagian telah terwakili dalam komponen infrastruktur diantaranya kondisi jalan. Namun demikian beberapa indikator yang transportasi yang belum dimasukkan dalam komponen infrastuktur yang dipilih sebagai berikut :

a. Angkutan Umum

Meliputi keberadaan angkutan umum dengan trayek tetap yang melewati / melintasi desa; operasional angkutan umum utama; serta keberadaan operasional angkutan umum di siang dan malam hari.

b. Akses ke Kantor Bupati (pusat pemerintahan)

Menunjukkan tingkat aksesibilitas penduduk menuju pusat pemerintahan, dalam hal ini diwakili oleh kantor bupati. Indikator yang digunakan meliputi jarak tempuh ke kantor bupati; waktu tempuh ke kantor bupati; angkutan umum yang biasa digunakan penduduk ke kantor bupati serta perkiraan biaya transportasi yang digunakan untuk menuju ke kantor bupati.

(27)

19 2.3.4 Komunikasi desa ke kabupaten / kota

Komunikasi desa ke kabupaten / kota merupakan salah satu komponen dalam penentuan aksesibilitas desa. Kemudahan komunikasi dan penyampaian informasi akan mendukung kemajuan desa. Semakin lancar jalur komunikasi maka akan semakin tinggi aksesibilitas desa. Beberapa indikator dari komponen komunikasi desa ke kabupaten / kota yang dipilih sebagai berikut :

a. Telepon

Meliputi keberadaan keluarga pengguna telepon kabel; serta keberadaan sinyal telepon seluler / handphone yang kuat di wilayah desa tersebut.

b. Internet dan televisi

Meliputi keberadaan fasilitas internet di desa, baik fasilitas internet di kantor kepala desa maupun keberadaan warnet; serta penerimaan siaran televisi tanpa menggunakan antena parabola maupun TV kabel.

(28)

20

BAB III

GAMBARAN UMUM

3.1 PROFIL KABUPATEN PONOROGO

Kabupaten Ponorogo yang juga dikenal sebagai tanah reog terletak di sebelah barat daya Kota Surabaya atau tepatnya berada pada koordinat 111°17’ – 111°52’ Bujur Timur dan 7° 49’ – 8°20’ Lintang Selatan, dengan wilayah seluas 1.371,78 km² dan berada pada ketinggian antara 143 sampai dengan 1.052 meter di atas permukaan air laut. Wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Magetan dan Nganjuk di sebelah utara, Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek di sebelah timur, Kabupaten Pacitan di sebelah Selatan serta Kabupaten Pacitan dan Wonogiri (Jawa Tengah) di sebelah Barat.

Wilayah Kabupaten Ponorogo dilewati 16 sungai dengan panjang antara 4 sampai dengan 58 Km sebagai sumber irigasi bagi lahan pertanian. Sebagian besar lahan yang ada digunakan untuk area pertanian yaitu seluas 872,57 Km2, sedang sisanya adalah lahan hutan negara, pekarangan dan bangunan serta lainnya.

Secara administratif wilayah Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi 21 kecamatan yang membawahi 26 kelurahan dan 281desa dengan 2.274 RW dan 6.869 RT. Pada Tahun 2013 jumlah total perangkat desa / kelurahan sebanyak 3.963 orang yang terdiri dari 306 Kepala Desa / Kelurahan, 222 Sekretaris Desa / Kelurahan, 891 Kaling / Kasun / Kamituwo dan 2.544 petugas urusan teknis desa. Sedangkan untuk menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah Kabupaten Ponorogo didukung oleh 12.595 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan komposisi

(29)

21 PNS pria mencapai 55 persen (7.188 orang), dan sisanya PNS wanita (5.817 orang).

Pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2013 mencapai 1,45 triliun rupiah dengan sumber terbesar berasal dari pendapatan transfer (90,1 persen). Peningkatan signifikan terjadi pada penerimaan pajak daerah yang naik 92,7 persen dibanding tahun 2012 karena mulai tahun 2013 terdapat pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten dengan tujuan untuk meningkatkan PAD. Realisasi belanja daerah tahun 2013 mencapai 1,4 triliun rupiah, naik 10,42 persen dibanding tahun 2012. Belanja terbesar diperuntukkan untuk belanja operasional (91,76 persen). Di sisi lain total belanja modal mengalami penurunan sebesar 42,68 persen dibanding tahun 2012.

(30)

22 Dalam satu dekade terakhir periode 2000 hingga 2010 jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo meningkat 1,64 persen dengan sex ratio (perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan) 98,96 pada tahun 2000 dan 99,98 pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa pada dekade 2000 hingga 2010 secara rata-rata perkembangan jumlah penduduk perempuan lebih lambat dibanding perkembangan penduduk laki-laki.

Sementara itu pada tahun 2013 jumlah penduduk mencapai 863.890 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 431.382 jiwa dan penduduk perempuan 432.508 jiwa. Selama tiga tahun terakhir rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,33 persen per tahun dengan sex ratio sebesar 99,74 pada tahun 2013.

Luas lahan sawah pada tahun 2013 mencapai 34.638 Ha (mengalami penurunan 162 Ha dibanding tahun 2012), yang terdiri dari sawah irigasi teknis seluas 29.929 Ha, sawah irigasi setengah teknis seluas 625 Ha, sawah irigasi non teknis 2.334 Ha dan sawah tadah hujan seluas 1.750 Ha.

Meski luas panen tanaman padi pada tahun 2013 meningkat 5,23 persen dibanding tahun 2012 namun produksinya menurun 0,2 persen dengan total produksi sebesar 426.800 ton. Serangan hama yang terjadi pada tahun 2013 menyebabkan produktivitas tanaman padi merosot pada angka 60,88 kuintal per hektar.

Selain padi, tanaman palawija yang cukup potensial adalah ubi kayu dan jagung dengan produksi pada tahun 2013 masing-masing sebesar 536.007 ton dan 256.540 ton. Seluruh komoditi tanaman palawija kecuali jagung dan ubi jalar mengalami penurunan produksi dibanding tahun 2012. Komoditas yang turun paling tinggi adalah kacang tanah sebesar 39,14 persen dan kedelai sebesar 28,00 persen. Faktor panjangnya musim penghujan pada tahun 2013

(31)

23 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang membutuhkan cuaca panas menjadi terganggu dan akhirnya berpengaruh pada produktivitasnya.

Potensi tanaman perkebunan utama di Kabupaten Ponorogo adalah tebu, kelapa, tembakau, kakao, cengkeh dan beberapa jenis tanaman biofarmaka. Komoditas tebu, tembakau, kelapa dan cengkeh mengalami penurunan produksi dibanding tahun 2012. Produksi tebu turun 31,05 persen, tembakau ram turun 0,19 persen, kelapa turun 31,17 persen dan cengkeh turun 34,86 persen.

Sementara untuk tanaman biofarmaka yang cukup dominan di Kabupaten Ponorogo adalah kunyit, jahe dan temulawak. Produksi jenis tanaman ini pada tahun 2013 meningkat tajam mencapai 10.045,58 ton jahe, 4.971,48 ton kunyit dan 1.409,70 ton temulawak.

Selain tanaman perkebunan, Kabupaten Ponorogo juga merupakan penghasil tanaman buah-buahan yang cukup potensial seperti alpukat, nangka, pepaya, jeruk keprok, durian, mangga dan pisang. Untuk komoditi mangga, jeruk keprok, pepaya, durian dan alpukat produksinya meningkat dibanding tahun 2012. Namun untuk komoditi pisang, nangka dan melon pada tahun 2013 hasilnya tidak sebaik tahun sebelumnya.

Sementara komoditi sayur-sayuran seperti wortel, cabe, petai, bawang daun dan bawang merah produksinya juga merosot dibanding tahun 2012. Bahkan produksi wortel dan petai masing-masing turun hingga 53,97 persen dan 48,04 persen. Secara keseluruhan total produksi sayur-sayuran di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2013 mencapai 27.313 ton, menurun 20,92 persen dibanding tahun sebelumnya.

PDRB Kabupaten Ponorogo tahun 2013 atas dasar harga berlaku sebesar 10,7 triliun rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan sebesar 3,9 triliun rupiah. Sektor Pertanian merupakan sektor yang paling besar kontribusinya dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar 32,48 persen meski dari

(32)

24 tahun ke tahun cenderung semakin menurun. Sementara sektor yang kontribusinya paling kecil adalah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (1,22 persen). PDRB per kapita (adhb) penduduk Kabupaten Ponorogo selama tahun 2013 sebesar 12,4 juta rupiah, naik 12,44 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 11 juta rupiah per tahun.

Laju pertumbuhan PDRB pada tahun 2013 sebesar 5,67 persen, melambat dibanding tahun 2012 yang mencapai 6,52 persen karena melemahnya kinerja sektor pertanian. Sektor yang tumbuh paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 10,2 persen.

3.2 GAMBARAN UMUM

3.2.1. Gambaran Umum Pelayanan Dasar

Ketersediaan sarana maupun prasarana pendidikan baik berupa fisik maupun non fisik yang memadai merupakan upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi spiritual, intelegensi, keahlian.Dengan demikian maka cita-cita menjadi bangsa yang maju tentu akan dapat dicapai, karena kemajuan suatu bangsa dapat diukur atau dilihat dari tingkat pendidikan penduduknya.

Menurut data Dinas Pendidikan, pada tahun 2013 sarana pendidikan tingkat dasar yang tersedia sebanyak 601 sekolah (baik negeri maupun swasta). Sedangkan untuk tingkat SLTP tersedia sarana pendidikan sebanyak 88 sekolah baik negeri maupun swasta.

Sedangkan berdasarkan data Kantor Departemen Agama, pada tahun 2013 sarana pendidikan tingkat ibtidaiyah yang tersedia sebanyak 87 madrasah

(33)

25 baik negeri maupun swasta. Adapun untuk tingkat tsanawiyah tersedia sarana pendidikan sebanyak 78 madrasah baik negeri maupun swasta.

Gambar 3.2. Peta Sebaran Sarana Pendidikan Menurut Kecamatan Tahun 2013

Salah satu indikator keberhasilan program pembangunan di bidang kesehatan adalah penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang bermutu. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang bermutu menjadi sebuah keharusan, begitu pula yang dilakukan pemerintah Kabupaten

(34)

26 Ponorogo dalam beberapa tahun terakhir terus melakukan pembenahan terhadap sarana kesehatan yang ada.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan, tercatat bahwa jumlah fasilitas kesehatan menurut jenisnya sebagai berikut: rumah sakit sebanyak 6 unit, yang terdiri dari 1 rumah sakit pemerintah dan 5 rumah sakit swasta, puskesmas sebanyak 31 unit, pustu sebanyak 57 unit, puskesmas keliling sebanyak 46 unit, balai pengobatan sebanyak 26 unit, posyandu 1.122 unit serta dokter praktek sebanyak 128 unit pelayanan.

3.2.2. Gambaran Umum Kondisi Infrastruktur

Sarana infrastruktur khususnya infrastruktur perhubungan berperan penting sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pertumbuhan ekonomi daerah. Terutama dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.

Infrastruktur jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting untuk memperlancar kegiatan hubungan perekonomian, baik antara satu kota dengan kota lainnya, maupun antara kota dengan desa, dan antara satu desa dengan desa lainnya. Kondisi jalan yang baik akan memudahkan mobilitas penduduk untuk mengadakan hubungan perekonomian dan kegiatan sosial lainnya.

Berdasarkan data, panjang jalan di Kabupaten Ponorogo sepanjang 1.002,58 km yang terdiri dari 86,47 km jalan provinsi atau jalan poros utama dan 916,11 km jalan kabupaten. Jenis permukaan jalan provinsi semuanya aspal, sedangkan untuk jalan kabupaten terdiri dari 728,09 km jalan aspal, 142,02 km jalan kerikil serta 46 km jalan tanah. Kondisi jalan propinsi sepanjang 14,18 km berada pada kondisi baik, 39,35 km kondisi sedang, 28,64 km kondisi rusak serta 4,30 km berada pada kondisi rusak berat. Adapun jalan kabupaten sepanjang

(35)

27 450,01 km berada pada kondisi baik, 221, 35 km kondisi sedang, 152,42 kondisi rusak serta 92,33 km pada kondisi rusak berat.

Gambar 3.3. Komposisi jalan menurut kondisi jalan.

Infrastruktur perkonomian yang tidak kalah pentingnya dalam percepatan pembangunan adalah pasar. Keberadaan pasar mempunyai fungsi yang sangat vital dalam pembangunan khususnya bidang ekonomi. Pasar bagi konsumen merupakan fasilitas yang mempermudah memperoleh barang dan jasa kebutuhan sehari-hari, sedangkan bagi produsen, pasar menjadi tempat untuk mempermudah proses penyaluran barang hasil produksi. Disamping itu pasar mempunyai fungsi sebagai sarana distribusi yang akan memperlancar proses penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Dengan adanya pasar, produsen dapat berhubungan secara langsung maupun tidak langsung untuk menawarkan hasil produksinya kepada konsumen.

Berdasarkan data podes, di Kabupaten Ponorogo terdapat infrastruktur bangunan pasar sejumlah 103 lokasi yang tersebar di seluruh kecamatan, dengan perincian jumlah pasar dengan bangunan permanen sebanyak 52 lokasi,

(36)

28 jumlah pasar dengan bangunan semi permanen 35 lokasi serta jumlah pasar tanpa bangunan sebanyak 16 lokasi.

3.2.3. Gambaran Umum Transportasi

Transportasi mempunyai peran vital dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini hampir semua aktifitas utamanya terkait pembangunan tentu memerlukan transportasi. Transportasi berperan penting dalam mengoakomodasi aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat. Disamping itu pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat membuka aksesibilitas wilayah yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi masyarakat.

Perkembangan sarana transportasi umum di Kabupaten Ponorogo tahun 2013 bila dibandingkan tahun sebelumnya mengalami kemajuan. Hal ini terlihat dari data jumlah kendaraan wajib uji yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan.

Jumlah mobil penumpang umum pada tahun 2013 sebanyak 63 unit, naik dibanding kondisi tahun sebelumnya sebanyak 62 unit. Jumlah bus umum mengalami peningkatan jumlah dari 383 unit pada tahun 2012 menjadi 306 unit pada tahun 2013. Begitu pula bus bukan umum mengalami peningkatan dari 120 unit pada tahun 2012 naik menjadi 129 unit pada tahun 2013.

Mobil barang juga mempunyai fenomena yang tidak jauh berbeda dengan mobil penumpang. Dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan. Tercatat jumlah mobil barang umum sebanyak 669 unit pada tahun 2012 naik menjadi 838 unit pada tahun 2013. Begitupun jenis mobil barang bukan umum, naik menjadi 5.886 unit pada tahun 2013 dari sebelumnya 5.661 unit pada tahun 2012.

(37)

29 3.2.4. Gambaran Umum Komunikasi

Sarana komunikasi serta kualitas pelayanannya saat ini dirasakan sangat penting, karena dengan tersedianya sarana komunikasi yang baik akan memperlancar segala aktivitas sosial, ekonomi maupun pemerintahan. Peranan komunikasi melalui teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet semakin besar dalam memberikan akses tanpa batas. Dengan menggunakan internet, berbagai macam transaksi perdagangan dapat dilakukan tanpa perlu beranjak dari tempat kita. Bahkan tidak ada lagi antrian berjam-jam di loket-loket pelayanan. Disamping itu juga dimanfaatkan dalam melakukan transaksi pembelian barang secara online tanpa harus ke pasar untuk bertemu dengan penjual.

Akses internet saat ini sudah dapat dilakukan dengan menggunakan telepon seluler / handphone, dengan syarat ketersediaan jaringan dan ditunjang harga gadget yang semakin terjangkau maka tidak mengherankan bila beberapa tahun terakhir internet sudah masuk ke semua kecamatan yang ada. Namun demikian masih juga dijumpai warnet di beberapa tempat bahkan sampai di wilayah pedesaan. Hal ini mengindikasikan animo masyarakat untuk mengakses internet cukup tinggi.

Sebagai imbas perkembangan pada penggunaan telepon seluler, hal sebaliknya terjadi pada penggunaan telepon kabel. Menurut data dari PT. Telekomunikasi Indonesia Cabang Ponorogo, tercatat jumlah pelanggan telepon baik residensial maupun bisnis pada tahun 2013 sebanyak 11.616 pelanggan, menurun dibanding tahun 2012.

Sementara jasa pelayanan pos utamanya pengiriman surat dalam negeri luar negeri terus mengalami penurunan. Agaknya layanan pos saat ini dirasa kurang bersaing dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Masyarakat cenderung menggunakan sarana short massages service

(38)

30 (SMS) untuk kepeluan berkirim kabar maupun sms banking untuk keperluan transaksi perbankannya.

(39)

31

BAB IV

ULASAN SINGKAT

4.1 INDEKS KETERBUKAAN WILAYAH

Berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan terhadap 281 wilayah administrasi desa, ternyata didapat kesimpulan bahwa Desa Balong Kecamatan Balong dan Desa Kauman Kecamatan Kauman sebagai desa yang paling tinggi aksesibilitasnya dengan nilai IKW 91,15. Pada kedua desa tersebut mempunyai skor yang tinggi untuk keempat komponen, baik dari fasilitas pelayanan dasar, infrastruktur dan geografis, transportasi maupun komunikasi. Komponen komunikasi memiliki skor tertinggi di kedua desa tersebut, selain itu juga relatif lengkap dalam hal fasilitas dan infrastruktur, berada pada poros jalan utama juga memiliki jarak ke ibukota kabupaten pun relatif dekat.

Beberapa desa lain yang mempunyai IKW cukup tinggi diantaranya Desa Slahung Kecamatan Slahung dengan IKW 88,93 dengan sumbangan utama pada komponen kelengkapan fasilitas pelayanan dasar dan komunikasi. Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan serta Desa Beton dan Madusari di Kecamatan Siman, tercatat sebagai desa yang juga mempunyai IKW cukup tinggi dengan nilai diatas 88. Ketiganya tercatat cukup lengkap pada ketersediaan komponen komunikasi dan infrastruktur. Secara lengkap desa – desa yang memiliki tingkat aksesibilitas terbaik di Kabupaten Ponorogo dalam hal ini desa dengan nilai IKW di atas 88,00 disajikan pada tabel 4.1.

(40)

32 Tabel 4.1. Desa dengan tingkat aksesibilitas tertinggi

NO KECA-MATAN DESA INDEKS KOMPONEN Pelaya-nan Dasar Infra- struk-tur Trans-portasi Komu-nikasi IKW 1. Kauman Kauman 88,89 90,00 85,71 100,00 91,15 2. Balong Balong 88,89 90,00 85,71 100,00 91,15 3. Slahung Slahung 100,00 70,00 85,71 100,00 88,93 4. Jenangan Ngrupit 88,89 80,00 85,71 100,00 88,65 5. Siman Beton 77,78 90,00 85,71 100,00 88,37 6. Siman Madusari 66,67 100,00 85,71 100,00 88,10

4.1.1 Komponen Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar yang dalam hal ini diwakili oleh ketersediaan fasilitas dan pelayanan dibidang pendidikan dan kesehatan ternyata belum semua desa tersedia fasilitas pelayanan dasar khususnya bidang pendidikan. Tercatat dari 281 desa yang ada, sebanyak 2 desa (0,71%) tidak terdapat fasilitas sekolah baik tingkat SD ataupun MI, yaitu desa Nglarangan Kecamatan Kauman serta Desa Krisik Kecamatan Pudak. Adapun keberadaan sekolah lanjutan pertama baik SMP maupun MTs tercatat di 113 desa, atau sekitar 40,21%. Untuk lebih detail penyebaran fasilitas pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Dari Tabel 4.2. terlihat terdapat 1 desa yang tidak terdapat fasilitas pendidikan baik SD/MI mauapun SMP/MTs yaitu Desa Nglarangan Kecamatan Kauman. Disamping itu terdapat 1 desa yang tidak tersedia fasilitas SD/MI tetapi tersedia SMP/MTs yaitu Desa Krisik Kecamatan Pudak. Adapun jumlah desa

(41)

33 yang hanya tersedia fasilitas SD/MI saja sekitar 167 desa, serta desa yang tersedia fasilitas SD/MI dan SMP/MTS sejumlah 112 desa. Hal ini secara umum menggambarkan ketersediaan fasilitas pendidikan sudah cukup merata diantara desa yang ada. Minimal terdapat satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar kecuali pada 2 desa tersebut di atas, bahkan salah satunya masih tersedia sekolah jenjang pendidikan lanjutan pertama.

Tabel 4.2. Penyebaran Fasilitas Pendidikan Tingkat Dasar dan Lanjutan Pertama

Keberadaan Fasilitas Pendidikan

SD/MI

0. Tidak Ada 1. Ada

SMP/MTs

0. Tidak Ada 1 167

1. Ada 1 112

Dibidang kesehatan tercatat dari 281 desa yang menjadi obyek penelitian ternyata semua desa telah memiliki posyandu. Kondisi ini tetntu cukup mengembirakan dimana semua balita yang nota bene merupakan generasi penerus bangsa, minimal mendapatkan pelayanan pantauan kesehatan khususnya peningkatan berat badan secara teratur setiap bulan. Diharapkan apabila terjadi pertumbuhan balita yang kurang baik akan segera terdeteksi, karena dengan penimbangan rutin disertai pemberian makanan tambahan untuk balita di posyandu maka akan terdeteksi bila seorang balita tidak mengalami penambahan berat badan setiap bulannya. Sehingga angka gizi buruk yang mungkin dialami oleh balita khususnya di wilayah pedesaan akan dapat ditekan serendah mungkin, yang pada muaranya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang.

(42)

34 Keberadaan sarana kesehatan berupa puskesmas / pustu maupun balai pengobatan / poliklinik sudah cukup memadai. Puskesmas maupun pustu dengan layanan rawat inap maupun rawat jalan telah tersebar di 80 desa (28,47%), sedangkan keberadaan balai pengobatan / poliklinik tersebar di 8 desa saja. Penyebaran puskesmas / pustu dan balai pengobatan / poliklinik secara lengkap disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel. 4.3. Penyebaran Puskesmas / pustu dan Balai pengobatan / Poliklinik

Keberadaan Fasilitas Kesehatan

Balai Pengobatan / Poliklinik 0. Tidak Ada 1. Ada

Puskesmas / Pustu

0. Tidak Ada 197 4

1. Ada 76 4

Berdasarkan Tabel 4.3. dapat terlihat bahwa terdapat 197 desa yang tidak terdapat fasilitas kesehatan baik berupa puskesmas / pustu maupun balai pengobatan / poliklinik. Sedangkan 76 desa tercatat keberadaan fasilitas berupa puskesmas / pustu saja serta 4 desa yang hanya terdapat fasilitas balai pengobatan. Adapun Desa Slahung Kecamatan Slahung, Desa Balong Kecamatan Balong, Desa Sukosari Kecamatan Babadan serta Desa Sukorejo Kecamatan Sukorejo tercatat sebagai desa yang memiliki ketersediaan fasilitas balai pengobatan / poliklinik maupun puskesmas / pustu.

Keberadaan polindes / poskesdes belum menyentuh pada semua desa, tercatat masih terdapat sekitar 11,39% atau 32 desa yang belum memiliki fasilitas poskesdes / polindes. Namun demikian dari ke 32 desa tersebut sudah terdapat fasilitas kesehatan berupa puskesmas / pustu, sehingga pelayanan dasar khusunya terhadap kesehatan ibu hamil sudah cukup baik. Bahkan

(43)

35 terdapat 48 desa yang tersedia fasilitas baik puskesmas / pustu maupun polindes / poskesdes secara bersama.

Disamping ketersediaan sarana kesehatan dasar, penyebaran tenaga medis juga mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya. Tanpa adanya ketersediaan tenaga medis yang mencukupi maka ketersediaan fasilitas kesehatan tidak akan memberikan manfaat yang maksimal. Keberadaan tenaga bidan di desa (BDD) sudah hampir merata disemua desa, dimana hanya terdapat 3 desa yang tidak memiliki BDD yaitu Desa Bulak Kecamatan Balong, Desa Jrakah Kecamatan Sambit serta Desa Babadan Kecamatan Babadan.

Keberadaan tempat praktek dokter terdapat di 36 desa, sedangkan keberadaan praktek bidan terdapat di 222 desa. Kombinasi tempat praktek bidan dan tempat praktek dokter tercatat sebanyak 55 desa yang tidak dijumpai tempat praktek dokter maupun bidan. Selain itu terdapat 190 desa yang terdapat praktek bidan namun tidak terdapat praktek dokter serta 4 desa yang terdapat praktek dokter namun tidak terdapat praktek bidan yaitu Desa Sambilawang dan Desa Padas di Kecamatan Bungal, Desa Tanjungsari Kecamatan Jenangan serta Desa Sukosari Kecamatan Babadan.

Secara umum beberapa desa tercatat memiliki fasilitas pelayanan dasar yang sangat baik diantaranya Desa Slahung Kecamatan Slahung, Desa Kauman Kecamatan Kauman, Desa Balong Kecamatan Balong, Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan, Desa Ngunut dan Desa Sukosari Kecamatan Babadan, Desa Ngasinan Kecamatan Jetis, Desa Bungkal Kecamatan Bungkal serta Desa Pulung dan Desa Kesugihan Kecamatan Pulung. Kesepuluh desa tersebut memiliki indek komponen pelayanan dasar di atas 88,00. Desa – desa yang mempunyai skor pelayanan dasar tertinggi secara lengkap disajikan pada Tabel 4.4.

(44)

36 Tabel 4.4. Desa dengan Indeks Komponen Pelayanan Dasar Tertinggi

No MATAN KECA- DESA

SCORING IN D EK S K O MPON EN PE LA YA N A N D A SA R SD / MI SMP / MTs Puskesmas/p ustu B alai Peng obatan / Poliklinik Pr aktek D okter Pr aktek B idan

Poskesdes /Polindes Posyandu Bidan di D

esa 1 SLAHUNG SLAHUNG 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100,00 2 KAUMAN KAUMAN 1 1 1 0 1 1 1 1 1 88,89 3 BALONG BALONG 1 1 1 1 0 1 1 1 1 88,89 4 JENANGAN NGRUPIT 1 1 1 0 1 1 1 1 1 88,89 5 BABADAN NGUNUT 1 1 1 0 1 1 1 1 1 88,89 6 JETIS NGASINAN 1 1 1 0 1 1 1 1 1 88,89 7 BABADAN SUKOSARI 1 1 1 1 1 0 1 1 1 88,89 8 BUNGKAL BUNGKAL 1 1 1 0 1 1 1 1 1 88,89 9 PULUNG PULUNG 1 1 1 0 1 1 1 1 1 88,89 10 PULUNG KESUGIHAN 1 1 1 0 1 1 1 1 1 88,89

4.1.2 Komponen Infrastuktur dan Geografis

Pada komponen infrastruktur dan geografis terdapat beberapa hal yang cukup menarik untuk diamati diantaranya dari 281 desa yang ada masih terdapat 31 desa yang jenis permukaan jalan terluas bukan aspal / beton, serta masih ada dua desa yang pada saat tertentu khususnya ketika turun hujan kendaraan roda empat atau lebih tidak dapat melintasinya yaitu Desa Dayakan Kecamatan Badegan dan Desa Munggu Kecamatan Bungkal.

Fasilitas penerangan jalan utama desa juga mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan aksesibilitas wilayah, dengan penerangan jalan

(45)

37 utama desa yang memadai diharapkan para tingkat keselamatan pengguna jalan khususnya dimalam hari semakin meningkat yang pada akhirnya akan memperlancar arus lalulintas dari dan ke desa tersebut. Masih terdapat sekitar 12 desa yang belum memiliki penerangan jalan utama desa atau sekitar 4,27 persen yang berada di Kecamatan Ngrayun sebanyak tujuh desa, Kecamatan Balong sebanyak 3 desa, Desa Jrakah Kecamatan Sambit, serta Desa Tumpuk Kecamatan Sawoo.

Tabel 4.5. Keberadaan Jalan Aspal/Beton dan Penerangan Jalan Utama Desa

Keberadaan Infrastruktur Jalan

Permukaan Jalan Terluas Aspal/Beton

0. Tidak 1. Ya

Penerangan Jalan Utama Desa

1. Tidak 7 5

2. Ada 24 245

Poros jalan utama yang merupakan jalur utama yang menghubungkan Kabupaten Ponorogo dengan kabupaten tetangga melewati 49 desa. Kesemua desa yang dilewati poros jalan utama sudah memiliki penerangan jalan utama desa. Sedangkan 232 desa yang tidak dilalui poros jalan utama tercatat sebanyak 220 desa memiliki penerangan jalan utama desa, sedangkan sisanya 12 desa belum memiliki penerangan jalan utama desa.

Keberadaan infrastruktur ekonomi pertanian tercatat sebanyak 84 desa atau sekitar 29,89 persen dari jumlah desa yang memiliki pasar baik berupa pasar permanen, semi permanen maupun pasar tanpa bangunan seperti pasar krempyeng. Disamping itu fasilitas yang menjual sarana produksi pertanian baik yang dikelola KUD ataupun non-KUD dapat dijumpai di 203 desa yang berarti mencakup sekitar 72,24 persen dari jumlah desa. Dengan kondisi ini diharapkan masyarakat khususnya petani yang merupakan penyokong perekonomian

(46)

38 terbesar di Kabupaten Ponorogo dimana share sektor pertanian terhadap PDRB Tahun 2013 sebesar 32,48 persen, dapat menjalankan proses produksinya dengan lancar. Dengan adanya ketersediaan bahan dan alat produksi sudah sampai ke level desa maka perekonomian akan tumbuh lebih cepat didaerah tersebut karena proses produksi dapat segera dilakukan.

Tabel 4.6. Keberadaan Pasar dan Kios Penjual Sarana Produksi Pertanian

Keberadaan Infrastruktur Ekonomi Pertanian Pasar 0. Tidak 1. Ada Kios Penjual Sarana Produksi Pertanian 0. Tidak 59 19 1. Ada 138 65

Daya dukung geografis wilayah desa di Kabupaten Ponorogo secara umum cukup baik. Tercatat sebanyak 206 desa atau sekitar 73,31 persen desa memiliki topografi desa sebagian besar berupa dataran. Sisanya sebanyak 75 desa memiliki topografi sebagian besar wilayah desa berupa lereng / puncak ataupun lembah. Adapun ketinggian rata-rata desa yang dalam hal ini diambil pada satu titik dimana kantor desa berada menyiratkan bahwa terdapat sekitar 80 desa yang memiliki ketinggian kantor desa di atas 200 meter di atas permukaan laut. Ini berarti kondisi sebagian besar desa berupa dataran rendah yang landai.

Tabel 4.7. Kondisi Topografi dan Altitude Desa

Kondisi Geografis Desa

Sebagian Besar Topografi Berupa Dataran

0. Tidak 1. Ya Ketinggian Kantor Desa < 200 mdpl 0. Tidak 64 16 1. Ya 11 190

(47)

39 Secara umum beberapa desa terdeteksi memiliki fasilitas yang lengkap dalam komponen infrastruktur dan geografis dalam baik dari sisi infrastruktur jalan, infrastruktur ekonomi pertanian maupun dukungan geografis wilayah. Desa Madusari Kecamatan Siman, Desa Kapuran Kecamatan Badegan, Desa Nailan dan Jebeng Kecamatan Slahung, Desa Ploso Jenar Kecamatan Kauman, serta Desa Gandu Kepuh Kecamatan Sukorejo memiliki kelengkapan fasilitas baik dari sisi ifrastuktur jalan, infrastruktur ekonomi pertanian maupun dukungan geografis wilayah.

Pada keenam desa tersebut tercatat memiliki permukaan jalan terluas berupa aspal/beton, dapat dilalui kendaraan roda empat atau lebih sepanjang tahun, dilalui poros jalan utama, serta terdapat fasilitas pasar maupun kios sarana produksi. Disamping itu dukungan geografis wilayah cukup baik yaitu sebagian besar topografi desa berupa dataran, ketinggian desa dalam hal ini diwakili oleh ketinggian kantor desa kurang dari 200 meter di atas permukaan air laut, letak wilayah desa berada di luar hutan serta tidak ada kejadian bencana selama tiga tahun terakhir. Hasil scoring keenam desa tersebut untuk komponen infrastruktur dan geografis secara lengkap disajikan pada Tabel 4.8.

Disamping ke enam desa tersebut di atas, terdapat 3 desa yang memiliki skoring tertinggi untuk komponen infrastruktur. Ke tiga desa tersebut memiliki kelengkapan fasilitas infrastruktur baik jalan maupun ekonomi pertanian, namun daya dukung geografis tidak sebagus ke enam desa yang mempunyai nilai indeks komponen infrastruktur dan geografis tertinggi tersebut. Daya dukung geografis yang dimaksud disini meliputi topografi wilayah, keberadaan wilayah di sekitar hutan, ketinggian wilayah desa serta kejadian bencana alam. Ketiga desa tersebut adala Desa Balong Kecamatan Balong, Desa Somoroto Kecamatan Kauman serta Desa Badegan Kecamatan Badegan.

(48)

40 Tabel 4.8. Desa dengan Indeks Komponen Infrastruktur Tertinggi

No MATAN KECA- DESA

SCORING IN D EK S K O MPON EN IN FR A STR U K TU R & G EO G R A FIS INFRASTRUKTUR GEOGRAFIS Per mukaan Jala n Ter luas A spal/beton D apat D ilalui R 4 Sepanjang Tah un D ilalui Po ros Jalan U tama Pener angan Jala n U tama D esa K eber adaan P asar K eber adaan K ios S ar ana Pr odu ksi Per tanian Top ogr afi D atar an A ltitu de < 200mdp l D iluar Wil. H utan B encana A lam 1 SIMAN MADUSARI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100,00 2 BADEGAN KAPURAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100,00 3 SLAHUNG NAILAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100,00 4 KAUMAN PLOSOJENAR 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100,00 5 SLAHUNG JEBENG 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100,00 6 SUKOREJO GANDUKEPUH 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100,00 4.1.3 Komponen Transportasi

Komponen transportasi merupakan gambaran aksesibilitas desa ditinjau dari ketersediaan angkutan umum untuk mencapai suatu wilayah. Semakin mudah, murah, tersedia setiap saat dan waktu tempuh yang pendek akan menggambarkan semakin terbukanya aksesibilitas suatu wilayah. Pada umumnya keberadaan angkutan umum malam hari masih jarang di temui, biasanya hanya pada jalan poros utama saja di jumpai operasional angkutan umum yang beroperasi siang dan malam hari.

Berdasarkan data tercatat dari 281 desa yang ada ternyata hanya 31 desa atau sekitar 11 persen desa yang dilalui angkutan umum dengan operasional angkutan siang dan malam hari. Bila diperluas kategori operasional

(49)

41 angkutan umum menjadi ketersediaan angkutan umum setiap hari ternyata terdapat 121 desa atau sekitar 43,1 persen desa yang dilalui angkutan umum setiap hari. Sehingga dapat dikatakan meskipun hampir separo desa terjangkau pelayanan angkutan umum setiap hari, namun keberadaan angkutan tersebut umumnya hanya melayani trayek pada siang hari.

Berdasarkan kategori angkutan umum dengan trayek tetap, tercatat sebanyak 133 desa atau sekitar 47,3 persen desa dilalui angkutan umum dengan trayek tetap. Dari 133 desa yang dilalui angkutan umum trayek tetap sebanyak 107 desa hanya beroperasi di siang hari saja, serta sisanya 26 desa beroperasi siang dan malam hari. Sedangkan bila dilihat dari operasional angkutan setiap hari, terdapat 103 desa yang dilalui angkutan umum bertrayek tetap yang beroperasi setiap hari, sedangkan 30 desa lainnya angkutan umum bertrayek tetap tidak beroperasi setiap hari.

Kebiasaan masyarakat menggunakan angkutan umum untuk mencapai ibukota kabupaten hanya tercatat di 58 desa atau sekitar 20,6 persen dari desa yang ada, hal ini dimungkinkan karena waktu tempuh menggunakan angkutan umum yang relatif lama juga keterbatasan ketersediaan angkutan umum serta menjamurnya kepemilikan sepeda motor. Berdasarkan data yang ada ternyata sebagian besar desa (54,4 persen) memiliki waktu tempuh dari desa ke ibukota kabupaten lebih dari 30 menit.

Desa Wonoketro, Winong, Josari dan Turi di Kecamatan Jetis tercatat sebagai desa-desa yang mempunyai skor tinggi di komponen transportasi. Hal ini selain didukung oleh jalur jalan poros utama yang notabene banyak tersedia angkutan umum, juga jarak ke ibukota kabupaten relatif tidak begitu jauh. Secara lengkap pada Tabel 4.9 disajikan beberapa desa yang mempunyai skor cukup menonjol di komponen transportasi.

(50)

42 Tabel 4.9. Desa dengan Indeks Komponen Transportasi Tertinggi

No MATAN KECA- DESA

SCORING IN D EK S K O MPON EN TR A N SP O R TA SI A ngkut an U mum Tr ayek Tetap O per asional A ngkut an U mum S etiap H ar i O per asional A ngkut an U mum S iang dan M alam Jarak temp uh K e Ibukot a K abupat en Waktu Tempuh K e Ibukot a K abupat en A ngkut an U mum B iasa D igunakan Ma syarakat B iaya Tran spor t K e Ibukot a K abupat en 1 JETIS WONOKETRO 1 1 1 1 1 1 1 100,00 2 JETIS WINONG 1 1 1 1 1 1 1 100,00 3 JETIS JOSARI 1 1 1 1 1 1 1 100,00 4 JETIS TURI 1 1 1 1 1 1 1 100,00 5 SIMAN MADUSARI 1 1 1 1 1 0 1 85,71 6 SIMAN BETON 1 1 1 1 1 0 1 85,71 7 JENANGAN NGRUPIT 1 1 1 1 1 0 1 85,71 8 KAUMAN KAUMAN 1 1 0 1 1 1 1 85,71 9 BALONG NGAMPEL 1 1 0 1 1 1 1 85,71 10 SLAHUNG NAILAN 1 1 1 0 1 1 1 85,71 11 BALONG BALONG 1 1 1 0 1 1 1 85,71 12 SLAHUNG MENGGARE 1 1 1 0 1 1 1 85,71 13 SLAHUNG SLAHUNG 1 1 1 0 1 1 1 85,71 14 SLAHUNG BROTO 1 1 1 0 1 1 1 85,71 4.1.4 Komponen Komunikasi

Sarana komunikasi yang saat ini berkembang cukup pesat dan telah menjadi kebutuhan hidup bagi sebagian besar penduduk adalah telepon seluler atau handphone. Tak terkecuali di masyarakat pedesaan, teknologi ini sudah menjadi lumrah dikalangan masyarakat umum, disamping harga perangkat atau

Gambar

Gambar 3.1. Peta sebaran kepadatan penduduk menurut kecamatan
Gambar 3.2. Peta Sebaran Sarana Pendidikan Menurut Kecamatan Tahun 2013
Gambar 3.3. Komposisi jalan menurut kondisi jalan.
Tabel 4.2. Penyebaran Fasilitas Pendidikan Tingkat Dasar dan Lanjutan Pertama
+5

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pelaksanaan Monitoring Evaluasi yang merupakan tugas pokok Bappeda dilaksanakan harus dilaksanakan tiap.. tahun dengan jangka waktu pelaksanaan tiap per

Pembangunan tanaman pangan dan hortikultura tahun 2015 merupakan tahun kedua implementasi dari Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi

tersebut.Tetapi secara general kehidupan sehari hari masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan karst khususnya di Kabupaten Kutai Timur memiliki latar belakang yang jauh

Tabel 14 Pendapatan Perkapita Sektor Pertanian di Papua Tahun 2008-2012 21 Tabel 15 Produksi Komoditi Tanaman Pangan di Papua, Tahun 2007-2012 22 Tabel 16 Produksi

Tabel 24 Lokasi dan Petani Kegiatan Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Spesifik Papua, Tahun

Berdasarkan dengan tujuan dan sasaran dari pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) ini, diharapkan dapat menghasilkan data atau informasi mengenai tingkat persepsi

Untuk memotivasi serta membangkitkan kepedulian masyarakat tentang manfaat inovasi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam semua segi kehidupan maka

Dari grafik di atas, jumlah bayi dengan BBLR di Kabupaten Kebumen pada tahun 2011, jumlah kasus tertinggi terdapat di Puskesmas Alian yaitu 46 kasus BBLR dari 994