• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikhtisar Sinyal dan Sistem Linier

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ikhtisar Sinyal dan Sistem Linier"

Copied!
218
0
0

Teks penuh

(1)

Ikhtisar Sinyal dan Sistem Linier

Waktu Kontinu dan Waktu Diskrit

Oleh:

Armein Z R Langi dan Erwin Cahyadi

Kelompok Riset dan Teknologi Pemrosesan Sinyal Digital

Kelompok Keilmuan Teknologi Informasi

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Institut Teknologi Bandung

Edisi Pertama

Penerbit:

Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi (PPTIK)

Institut Teknologi Bandung

(2)

Ikhtisar Sinyal dan Sistem Linier Waktu Kontinu dan Waktu Diskrit Edisi I

©2012 Oleh Armein Z. R. Langi dan Erwin Cahyadi Diterbitkan Oleh:

Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi (PPTIK) Institut Teknologi Bandung

Jalan Ganeca 10 Bandung, Jawa Barat, Indonesia ISBN 978-979-15509-8-7

(3)

Contents

1 Sinyal dan Sistem 11

1.1 Tinjauan Sinyal Sistem . . . 11

1.1.1 Konteks dan Latar Belakang . . . 11

1.1.2 Ringkasan Konsep Sinyal dan Sistem . . . 11

1.1.3 Jenis Sinyal . . . 14

1.1.4 Sinyal Waktu Kontinu dan Waktu Diskrit . . . 14

1.2 Transformasi Waktu Sinyal . . . 16

1.2.1 Sinyal Periodik . . . 16

1.2.2 Sinyal Genap dan Ganjil . . . 16

1.2.3 Sinyal Sinusoidal dan Sinyal Eksponensial . . . 17

1.2.3.1 Sinusoidal . . . 17

1.2.3.2 Eksponensial Kompleks . . . 18

1.2.4 Sinyal Primitif dan Superposisinya . . . 19

1.2.4.1 Sinyal Primitif . . . 19

1.2.4.2 Sinyal Superposisi dari Sinyal Primitif . . . 20

1.2.4.3 Sinyal Superposisi Eksponensial Kompleks . . . 20

1.2.4.4 Sinyal Superposisi Eksponensial Kompleks Terhubung Har-monis . . . 20

1.3 Sistem CT dan DT . . . 21

1.3.1 Berbagai Jenis Sistem . . . 21

1.3.2 Sistem Dengan dan Tanpa Memori . . . 21

1.3.3 Kausalitas dan Stabilitas . . . 22

1.3.4 Linieritas dan Time Invariance . . . 22

1.4 Penutup . . . 23

1.5 Soal-Soal Latihan . . . 23

1.6 Laboratorium Komputer . . . 24

2 Sistem Linear Time-Invariant 26 2.1 Sistem LTI, Respons Impulse dan Konvolusi . . . 26

2.1.1 Sifat Dasar Sistem LTI dan Simulasi Komputer . . . 26

2.1.2 Konvolusi . . . 30

2.1.3 Representasi Sinyal Menggunakan Konvolusi Impuls . . . 30

2.1.4 Representasi Sistem LTI Dengan Konvolusi Respons Impuls . . . . 31

2.2 Respons Sistem Dengan Konvolusi Respons Impuls . . . 32

2.2.1 Respons Sistem LTI CT . . . 32

2.2.2 Respons Sistem LTI DT . . . 32

2.2.3 Respons Step . . . 34

2.2.4 Kasus Mencari Input dari Output . . . 34

2.3 Sifat-Sifat Sistem LTI . . . 35

2.3.1 Kausalitas . . . 35

2.3.2 Stabilitas . . . 35

(4)

Contents

2.3.4 Memori . . . 37

2.4 LCCDE . . . 37

2.4.1 Persamaan Diferensial Koefisen Konstan . . . 37

2.4.2 Simulasi LCCDE . . . 41

2.4.3 Solusi Persamaan LCCDE . . . 42

2.4.4 Simulasi Solusi LCCDE . . . 43

2.5 Penerapan Pada Sistem LCCDE . . . 45

2.5.1 Formulasi Sistem LCCDE . . . 45

2.5.2 Aplikasi Pada Sistem LCCDE CT . . . 45

2.5.3 Aplikasi Pada Sistem LCCDE DT . . . 45

2.5.4 Simulasi Solusi LCCDE DT . . . 47

2.6 Tutorial Solusi LCCDE . . . 47

2.6.1 Kasus Orde 1 CT . . . 47

2.6.2 Kasus Orde 1 DT . . . 48

2.6.3 Kasus Menghitung Respons Impuls . . . 48

2.6.4 Kasus Solusi Partikular Tidak Independen . . . 50

2.7 Penutup . . . 51

3 Fourier Series Untuk Sinyal Periodik 52 3.1 Eigenfunctions: Respon sistem LTI pada sinyal kompleks eksponensial . . 52

3.1.1 Konsep eigenfunction dan eigenvalue . . . 52

3.1.2 Sinyal kompleks eksponensial adalah eigenfunction dari sistem LTI CT . . . 53

3.1.3 Sinyal kompleks eksponensial adalah eigenfunction dari sistem LTI DT . . . 53

3.1.4 Kombinasi linear sinyal kompleks eksponensial . . . 54

3.2 Representasi Deret Fourier pada sinyal CT . . . 55

3.2.1 Kombinasi linear dari sinyal kompleks eksponensial terhubung har-monik . . . 55

3.2.2 Menentukan representasi deret Fourier pada sinyal periodik CT . . 57

3.2.3 Kasus: Menghitung deret Fourier dari sinyal kotak . . . 59

3.2.4 Konvergensi Deret Fourier . . . 60

3.3 Sifat-Sifat Deret Fourier CT . . . 62

3.3.1 Linearitas, Time Shifting, Time Reversal . . . 62

3.3.2 Time Scaling, Multiplication, Konjugasi dan Simetri Konjugat . . . 64

3.3.3 Relasi Parseval untuk Sinyal Periodik Waktu kontinu . . . 65

3.3.4 Contoh Soal . . . 65

3.4 Deret Fourier untuk sinyal DT dan sifat-sifatnya . . . 65

3.4.1 Kombinasi linear dari sinyal kompleks eksponensial terhubung har-monik . . . 65

3.4.2 Menentukan representasi deret Fourier pada sinyal periodik DT . . 66

3.4.3 Sifat Deret Fourier DT . . . 67

3.4.4 Contoh Soal . . . 68

3.5 Sistem LTI dan Filter . . . 69

3.5.1 Sistem LTI dan Respon Frekuensi . . . 69

3.5.2 Contoh Soal Sistem LTI . . . 70

3.5.3 Filter Frekuensi Shaping . . . 71

3.5.4 Filter Selektif Frekuensi . . . 71

3.6 Contoh Filter CT dan DT LCCDE untuk sinyal periodik . . . 72

(5)

Contents

3.6.2 Filter RC Highpass CT . . . 74

3.6.3 Filter DT rekursif orde 1 . . . 75

3.6.4 Filter DT non-rekursif . . . 75

3.7 Penutup . . . 75

4 Transformasi Fourier Waktu Kontinu 77 4.1 Transformasi Fourier Untuk Sinyal CT Aperiodik . . . 77

4.1.1 Definisi dan Tinjauan Umum . . . 77

4.1.1.1 Definisi . . . 77

4.1.1.2 Konvergensi . . . 78

4.1.2 Beberapa Contoh Kasus Aperiodik . . . 79

4.1.3 Ekstensi Deret Fourier Untuk Sinyal Aperiodik . . . 81

4.1.4 Transformasi Fourier Sinyal Periodik . . . 82

4.2 Sifat Transformasi Fourier . . . 84

4.2.1 Daftar Sifat-Sifat . . . 84

4.2.2 Kasus-Kasus Dasar . . . 84

4.2.2.1 Linearitas dan Time Shifting . . . 84

4.2.2.2 Diferensiasi dan Integrasi . . . 86

4.2.2.3 Time Scaling . . . 88

4.2.2.4 Dualitas Domain Waktu dan Domain Fourier . . . 88

4.2.2.5 Relasi Parseval . . . 89

4.2.3 Konvolusi . . . 89

4.2.4 Multiplikasi . . . 92

4.3 Sistem LCCDE di Domain Transformasi Fourier . . . 94

4.3.1 Respons Frekuensi . . . 94

4.3.2 Contoh Orde Satu . . . 95

4.3.3 Contoh Orde Dua . . . 95

4.3.4 Contoh Menghitung Output Dengan TF . . . 96

4.4 Penutup . . . 97

4.5 Soal Tambahan . . . 97

5 DT Fourier Transform 99 5.1 Transformasi Fourier untuk Sinyal DT Aperiodik . . . 99

5.1.1 Tinjauan dan Definisi . . . 99

5.1.1.1 Definisi . . . 99

5.1.1.2 Konvergensi . . . 100

5.1.2 Beberapa Contoh Kasus Aperiodik . . . 100

5.1.3 Eksistensi Deret Fourier untuk Sinyal Aperiodik . . . 104

5.1.4 Transformasi Fourier Sinyal Periodik . . . 104

5.2 Sifat Transformasi Fourier dan Pasangan Transformasi . . . 106

5.2.1 Daftar Sifat-Sifat . . . 106

5.2.2 Kasus Dasar . . . 106

5.2.3 Sifat Konvolusi . . . 108

5.2.4 Sifat Multiplikasi . . . 110

5.3 Sistem LCCDE di Domain Transformasi Fourier . . . 111

5.3.1 Respons Frekuensi . . . 111

5.3.2 Contoh Orde Satu . . . 112

5.3.3 Contoh Orde Dua . . . 112

5.3.4 Contoh Menghitung Output Dengan TF . . . 113

(6)

Contents

6 Filter dan Karakterisasi Waktu-Frekuensi 114

6.1 Representasi Respons Magnituda dan Phasa, dan Pengaruhnya Pada

In-tegritas Sinyal di Domain Waktu . . . 114

6.1.1 Makna Respons Magnituda dan Fasa . . . 114

6.1.2 Fasa Linier . . . 116

6.1.3 Group Delay . . . 118

6.1.4 Filter Ideal dan Filter Praktis . . . 118

6.1.4.1 Kasus Ideal . . . 118

6.1.4.2 Kasus Tidak Ideal . . . 120

6.1.4.3 Log Magnitude dan Bode Plots . . . 121

6.2 Sifat Waktu-Frekuensi Filter LCCDE CT . . . 122

6.2.1 Magnituda CT Orde Satu . . . 122

6.2.2 Fasa CT Orde Satu . . . 124

6.2.3 Magnituda Orde Dua CT . . . 125

6.2.4 Fasa CT Orde Dua . . . 127

6.3 LCCDE CT Orde Tinggi dan DT orde rendah . . . 128

6.3.1 CT Orde Tinggi . . . 128 6.3.2 Contoh Kasus . . . 129 6.3.3 DT Orde Satu . . . 134 6.3.4 DT Orde Dua . . . 135 6.4 Soal Tambahan . . . 136 6.5 Penutup . . . 137 7 Sampling 138 7.1 Representasi Sinyal CT dengan DT . . . 138

7.1.1 Sampling Impulse Train . . . 138

7.1.2 Sampling dengan Zero-Order Hold . . . 141

7.1.3 Rekonstruksi sinyal dari sampel-sampelnya menggunakan interpolasi141 7.1.4 Contoh Soal . . . 142 7.2 Aliasing . . . 143 7.2.1 Teorema Sampling . . . 143 7.2.2 Undersampling . . . 143 7.2.3 Contoh Soal 1 . . . 144 7.2.4 Contoh Soal 2 . . . 145

7.3 Pemrosesan Sinyal CT dengan Sistem DT . . . 145

7.3.1 Konversi C/D, Konversi D/C . . . 145

7.3.2 Hubungan Sistem Waktu Diskrit Dengan Sistem Waktu Kontinu . 146 7.3.3 Diferensiator Digital . . . 146

7.3.4 Delay Setengah Sampel . . . 147

7.4 Penutup . . . 149

8 Transformasi Laplace 150 8.1 Definisi Transformasi Laplace dan Konvergensinya . . . 150

8.1.1 Definisi dan Hubungan Dengan FT . . . 150

8.1.2 Region of Covergence . . . 151

8.1.3 Kasus Rasional . . . 151

8.1.4 Sifat RoC Transformasi Laplace . . . 153

8.2 Sifat-Sifat dan Pasangan Transformasi . . . 153

8.2.1 Sifat-sifat Dasar . . . 153

(7)

Contents

8.2.3 Pasangan Transformasi . . . 155

8.2.4 Aplikasi Dasar 2 . . . 156

8.3 Inversi dan Partial Fraction . . . 157

8.3.1 Inversi untuk Kasus Rasional . . . 157

8.3.2 Partial Fraction . . . 158

8.3.3 Pole-Zero dan Evaluasi Geometri Transformasi Fourier . . . 160

8.3.4 Kasus Orde Satu, Dua, dan Allpass . . . 161

8.4 Analisa Sistem LTI dan LCCDE . . . 163

8.4.1 Fungsi Sistem dan Kausalitas . . . 163

8.4.2 Stabilitas . . . 164

8.4.3 Fungsi Sistem LCCDE . . . 166

8.4.4 Relasi Sifat Sistem dan Fungsi Sistem . . . 166

8.5 Filter Butterworth . . . 168

8.5.1 Sifat Respons Frekuensi . . . 168

8.5.2 Poles . . . 168

8.5.3 Fungsi Sistem . . . 170

8.5.4 Persamaan LCCDE . . . 171

8.6 Diagram Blok dan Transformasi Satu Sisi . . . 171

8.6.1 Sistem Paralel, Seri, dan Umpan Balik . . . 172

8.6.2 Diagram Blok dari LCCDE . . . 173

8.6.3 Transformasi Laplace Satu Sisi . . . 175

8.6.4 Penerapan ULT Pada sistem LCCDE . . . 177

8.7 Penutup . . . 179

9 Transformasi z 180 9.1 Definisi dan Konvergensi Transformasi z . . . 180

9.1.1 Definisi dan Hubungan dengan Fourier Transform . . . 180

9.1.2 Region of Convergence . . . 181

9.1.3 Sifat-Sifat ROC . . . 182

9.1.4 Transformasi z Rasional . . . 183

9.2 Inversi dan Partial Fraction . . . 183

9.2.1 Inversi Transformasi z . . . 183

9.2.2 Pole-Zero . . . 184

9.2.3 Ekspansi Partial Fraction . . . 184

9.2.4 Evaluasi Geometri Kasus Orde Satu, Orde Dua . . . 187

9.2.4.1 Kasus Orde Satu . . . 187

9.2.4.2 Kasus Orde Dua . . . 189

9.3 Sifat-Sifat dan Pasangan Transformasi z . . . 189

9.3.1 Sifat-Sifat Dasar . . . 189

9.3.2 Aplikasi Sifat Dasar 1 . . . 192

9.3.3 Aplikasi Sifat Dasar 2 . . . 192

9.3.4 Pasangan Transformasi z . . . 192

9.4 Analisa Sistem LTI dan Sistem LCCDE . . . 193

9.4.1 Fungsi sistem dan Kausalitas . . . 193

9.4.2 Stabilitas . . . 194

9.4.3 Fungsi Sistem LCCDE . . . 194

9.4.4 Relasi Sifat Sistem dan Fungsi Sistem . . . 195

9.5 Fungsi Sistem Aljabar dan Block Diagram . . . 196

9.5.1 Fungsi Sistem untuk Interkoneksi dari Sistem LTI . . . 196

(8)

Contents

9.5.3 Diagram Blok LCCDE Direct Form . . . 198

9.5.4 Realisasi Direct Form, Sistem Paralel, dan Sistem Cascade . . . 198

9.6 Transformasi z Satu Sisi . . . 200

9.6.1 Definisi transformasi z satu sisi . . . 200

9.6.2 Contoh transformasi z satu sisi dan inversinya . . . 200

9.6.3 Sifat Transformasi z Satu Sisi . . . 203

9.6.4 Aplikasi transformasi z satu sisi . . . 203

(9)

Kata Pengantar

Buku ini adalah ikhtisar dan saduran bebas dari buku Signals & Systems (Second Edi-tion) karangan Alan V. Oppenheim dan Alan S. Willsky (dengan S. Hamid Nawab). Buku teks tersebut digunakan dalam kuliah II 2094 Sinyal dan Sistem, pada program studi Sistem dan Teknologi Informasi (STI), di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI-ITB). Meskipun buku tersebut sudah cukup lengkap dengan penyajian yang cukup sederhana, akan tetapi masih diperlukan catatan kuli-ah dengan materi yang lebih selektif, mengingat matakulikuli-ah tersebut diberikan pada mahasiswa tingkat kedua.

Secara khusus, beberapa hasil riset penulis seperti SignalSheet digunakan juga untuk memperkaya buku ini. SignalSheet adalah platform spreadsheet untuk pengelolaan sinyal digital. SignalSheet digunakan pada Bab 1 dan Bab 2, dan tidak terdapat pada buku teks tersebut di atas.

Oleh sebab itu, buku ini ditulis dengan maksud untuk menjadi pengganti catatan kuliah dari peserta. Dengan adanya buku ini, maka peserta kuliah tidak perlu banyak mencatat lagi, dan bisa berkonsentrasi pada penjelasan dalam kelas. Buku ini juga berguna bagi pengajar kuliah ini, karena materi yang hendak disampaikan dalam kelas sudah dirangkum dalam buku ini. Buku ini disusun sesuai dengan tujuan pembelajaran Kuliah II 2094.

Penulis sengaja menyusun buku ini dengan struktur yang sesuai dengan struktur per-kuliahan II 2094. Kuliah tersebut didesain untuk satu semester (15 minggu, termasuk dua UTS) dengan beban 3 SKS. Maka materi buku ini didesain sesuai rencana pembe-lajaran, yang bisa di lihat pada lampiran.

Buku ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan buku teks tersebut di atas. Buku ini dibuat sebagai pelengkap buku teks tersebut, dengan tujuan utama untuk memudahkan perkuliahan. Oleh sebab itu penulis tetap menggunakan struktur, notasi, contoh soal, serta ilustrasi yang ada dalam buku teks tersebut dengan modifikasi minimal. Ini di-maksudkan untuk menghindari kebingungan yang tidak perlu. Namun demikian, buku ini tetap memiliki kekhasan sebagai sebuah ikhtisar dengan struktur materi yang dise-suaikan dengan rencana perkuliahan. Penulis juga memanfaatkan materi tambahan dari MIT Opencourseware dan Signals and Systems (Hwei P Hsu).

Penulis berterimakasih kepada kolega pengajar Sinyal dan Sistem yang telah mendo-rong penulisan buku ini. Penulisan buku ini dilakukan bersama dengan Erwin Cahyadi, yang merupakan asisten tetap pada mata kuliah II 2094. Bab 3, 5, 7, dan 9 ditulis oleh Erwin Cahyadi.

Harapan penulis buku ini dapat bermanfaat bagi peserta serta pengajar kuliah Sinyal dan Sistem Linier.

Bandung 16 April 2012

(10)

Contents

Dedikasi:

For students: “Stay hungry, stay foolish...” . . . (Steve Jobs)

(11)

1 Sinyal dan Sistem

1.1 Tinjauan Sinyal Sistem

1.1.1 Konteks dan Latar Belakang

Sinyal dan sistem perlu dipahami dalam tiga konteks realitas: (i) realitas yang di alami pancaindera, (ii) realitas yang dituangkan dalam bahasa, dan (iii) realitas yang dibangun di dunia maya (realitas digital) seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1.

Ada dua elemen dalam memahami realitas: (i) stimulus dan (ii) entitas penghasil stimulus. Stimulus ini dimodelkan sebagai sinyal, dan entitas dimodelkan sebagai sistem. Dalam realitas yang dialami pancaindera (realitas alamiah), stimulus harus memiliki tingkat energi minimal tertentu untuk bisa dideteksi indera. Stimulus dengan tingkat energi rendah dapat dilalukan pada entitas (sistem/instrumen) yang memperkuat energi stimulus sehingga dapat terdeteksi indera.

Untuk memfasilitas pemahaman manusia tentang realitas, trerdapat realitas yang di-deskripsikan ke dalam bahasa. Di dalam realitas yang berada dalam pikiran manusia ini, stimulus menjadi peristiwa (event). Selanjutnya entitas menjadi sistem dengan perubah-an keadaperubah-an yperubah-ang menghasilkperubah-an peristiwa tersebut. Realitas bahasa yperubah-ang lebih khusus menggunakan logika, matematika dan pemodelan. Pemodelan dapat diterima apabila prediksi perilakunya dapat dikonfirmasi pada realitas alamiah.

Berbekal realitas alamiah dan realitas bahasa (khususnya model matematis), kita da-pat membangun realitas maya berbasis komputasi. Realitas ini merupakan hibrid dari realitas alamiah dan bahasa. Komputer (hardware) adalah instrumen yang berada pada realitas alamiah, tapi perilakunya ditentukan program (software) yang adalah sistem di realitas bahasa.

Tujuan akhir dari kuliah sinyal sistem adalah membekali peserta dengan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat membangun realitas baru (alamiah, bahasa, dan maya) untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

1.1.2 Ringkasan Konsep Sinyal dan Sistem

Tabel 1.1 meringkas konsep sinyal dan sistem. Konsep sinyal dari sistem dibangun dari berbagai persepektif, seperti perspektif fisik (alamiah), bahasa, visual 2D, matematika (real, kompleks), dan instrumen komputer.

Sinyal adalah model dari besaran fisik yang berubah terhadap waktu. Besaran ini bisa dideteksi dengan alat ukur apabila ia memiliki cukup energi E. Agar dinamika sumber sinyal bisa diamati, maka sinyal perlu merambat, menembus medium (yakni sistem), untuk tiba di tempat pengamat. Namun medium seringkali bersifat resistif , mengambil energi panas dari sinyal, sehingga tidak banyak lagi energi yang tersisa untuk diamati di tempat penerima.

Sifat peredaman medium ternyata bergantung dari sebuah besaran yang disebut fre-kuensi. Setiap sinyal memiliki karakteristik frekuensi. Bisa dikatakan energi dari sinyal dibawa secara efektif oleh komponen berfrekuensi tertentu. Setiap medium juga me-miliki karakteristik frekuensi, yang disebut respons frekuensi (frequency response) dari

(12)

1 Sinyal dan Sistem

(13)

1 Sinyal dan Sistem

Tabel 1.1: Ringkasan Sinyal dan sistem

Realitas Dunia Energi Kontinu Dunia Bahasa Diskrit Dunia Maya Digital Elemen Stimulus Entitas Event Entitas Data Proses

Komputa-si Fisik Energi (berubah) Pengubah Energi Peristiwa Keadaan / State / Penyebab Peristiwa Data Bit + Jaringan Prosesor + Algorima + Memori Bahasa Sinyal Sistem Sinyal Sistem Sinyal Sistem Visual 2D Matematika (Real) Fungsi kontinu s (t) Persamaan I/O + Di-fferential Equations Deret s [n] Persamaan I/O + Difference Equations Bilangan {1, 3, 2, 7,...} Algoritma Matematika (Real-Kompleks) Fourier CT Fourier CT Fourier DT Fourier DT DFT/FFT DFT/FFT Filter / Goertzel Matematika (Kompleks) Laplace Laplace Z Z Instrumen (Elektro/nik, Komputer) Microphone, Camera Filter Analog; Conver-ters; Modem Filter Digital; Samplers; Modem Network, Terminal Computers, DSP, Gadgets

(14)

1 Sinyal dan Sistem

Gambar 1.2: Kategori jenis sinyal.

medium ini. Kecocokan antara karakteristik frekuensi sinyal dan respon frekuensi medi-um menentukan apakah sinyal berhasil merambat untuk tiba di pengamat dengan energi yang cukup untuk diukur atau tidak. Sifat medium yang menapis atau melalukan sinyal berdasarkan karakteristik frekuensi disebut filter.

Dengan hadirnya komputer, yang merupakan teknologi digital, maka sinyal dapat di-representasikan sebagai data komputer. Sinyal yang berupa data komputer ini disebut sinyal digital. Sebuah alat yang disebut analog to digital converter (ADC) dapat meng-ubah sinyal analog menjadi sinyal digital. Karakteristik utama sinyal digital adalah varibel independen dari sinyal digital tidak lagi waktu kontinu, melainkan waktu diskrit (discrete time).

Sinyal digital juga merambat secara digital melalui sistem komputer dan jaringan data. Sistem digital ini menjadi medium bagi sinyal digital, dan juga memiliki karakteristik frekuensi. Sehingga medium digital ini adalah juga filter, tepatnya filter digital.

1.1.3 Jenis Sinyal

Sinyal dapat dikategorikan ke dalam berbagai jenis, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.2.

1.1.4 Sinyal Waktu Kontinu dan Waktu Diskrit

Secara umum sinyal analog dimodelkan sebagai besaran x(t), yaitu besaran yang beru-bah terhadap waktu kontinu t. Sedangkan sinyal digital dimodelkan sebagai x[n], yaitu besaran yang berubah terahap indeks (waktu) diskrit n.

Arus listrik misalnya sebagai besar muatan listrik yang bergerak dalam satuan wak-tu (i(t) = d

dtQ(t) Ampere) membawa energi, sehingga bisa diukur. Bila arus sebesar

ini menembus sebuah entitas hambatan (resistor) sebesar R ohm, maka dalam durasi waktu[t1, t2]resistor ini mendisipasi energi sebesar

E = ˆ t2

t1

i2(t)Rdt (1.1)

Resistor ini dimodelkan sebagai sistem yang mengubah kandungan energi dari sinyal i(t). Besaran listrik lain yang umum dikenal adalah tegangan listrik (v(t) = i(t)R). Kita dapat mendefinisikan daya listrik sebagai P (t) = v(t)i(t). Bagi kasus beban resistif, energi yang dibawa arus listrik adalah

(15)

1 Sinyal dan Sistem E = ˆ t2 t1 1 Rv 2(t)dt = ˆ t2 t1 v(t)i(t)dt = ˆ t2 t1 P (t)dt (1.2)

Dalam konteks ini, baik arus listrik (i(t)) maupun tegangan listrik (v(t)) dipandang sebagai sinyal yang membawa informasi mengenai sumber dari energi yang dibawanya. Dinamika berubahnya sinyal terhadap waktu mencerminkan dinamika sumber dari sinyal itu.

Perhatikan bahwa bila resistor bernilai 1 Ohm, maka energi yang didisipasi adalah E = ˆ t2 t1 v2(t)dt (1.3) dengan daya P = 1 t2− t1 ˆ t2 t1 v2(t)dt (1.4)

Sinyal listrik seperti v(t) dan i(t) adalah besaran dengan variabel independen waktu yang kontinu (continuous time). Sinyal ini dapat digambarkan seperti gelombang, di mana semakin kuat sinyal ini semakin besar gelombangnya. Besar energi yang dibawa sinyal dicerminkan oleh besar gelombang. Sinyal gelombang yang berubah terhadap waktu yang kontinu ini disebut sinyal analog.

Sinyal analog disebut membawa energi sebesar E = ˆ t2 t1 x2(t)dt (1.5) dengan daya P = 1 t2− t1 ˆ t2 t1 x2(t)dt (1.6)

Dengan meminjam analogi yang sama, ’energi’ yang dibawa sebuah sinyal digital se-lama durasi indeks waktu [n1, n2]didefinisikan sebagai

E = n2 X n=n1 x2[n] (1.7) dengan daya P = 1 n2− n1+ 1 n2 X n=n1 x2[n] (1.8)

Dalam praktek dikenal besaran root mean square (rms) untuk sinyal x(t) dalam durasi waktu[t1, t2]dengan definisi

xrms≡ s 1 t2− t1 ˆ t2 t1 |x(t)|2dt (1.9)

dan untuk besaran digital dalam durasi indeks [1, N] xrms = v u u t 1 N N X n=1 |x[n]|2 (1.10)

(16)

1 Sinyal dan Sistem

Kasus: Cari xrms dari x(t) = a cos(ωt)

Jawab: Karena x(t)2 = a2cos2(ωt) = a2(1 2 +

1

2cos (2ωt)), maka xrms= a/

√ 2. Perhatikan bahwa untuk sinyal baik analog maupun digital berlaku

P = x2

rms (1.11)

Untuk bisa memahami bagaimana filter bekerja —yakni meredam atau memperkuat energi sinyal dalam medium— kita perlu mendefinisikan dahulu karakteristik frekuensi dari sinyal, baik sinyal analog maupun sinyal digital. Konsep frekuensi dapat didekati melalui fenomena periodisitas.

1.2 Transformasi Waktu Sinyal

1.2.1 Sinyal Periodik

Karena medium cenderung menyerap energi sinyal, maka sinyal yang berhasil diamati biasanya sinyal memiliki kemampuan men-sustain energi dalam durasi yang cukup lama. Karena kapasitas sumber energi itu sendiri cukup terbatas, maka strategi yang dipilih adalah mengulang-ulang pengiriman energi secara berkala. Sinyal bentuk ini bersifat periodik.

Sinyal analog disebut periodik bila ada sebuah konstanta T (yang disebut periode dasar atau fundamental) sehingga untuk −∞ < t < ∞ berlaku

x(t + T ) = x(t) (1.12)

Sinyal digital disebut periodik bila ada konstanta N (yang disebut periode dasar atau fundamental) sehingga untuk −∞ < n < ∞ berlaku

x([n + N ] = x[n] (1.13)

Sinyal periodik memiliki energi tak terhingga karena durasi sinyal yang tak terhingga. Namun demikian sinyal ini dapat memiliki daya terbatas, yakni

P = 1 T ˆ T 0 x2(t)dt = x2 rms (1.14) dan P = 1 N N −1 X n=0 x2[n] = x2rms (1.15)

Jadi sinyal periodik adalah sinyal daya.

1.2.2 Sinyal Genap dan Ganjil

Sinyal simetri adalah sinyal yang memiliki besaran yang serupa menurut cerminan waktu. Ada dua jenis sinyal simetri: sinyal ganjil dan sinyal genap. Sebuah sinyal CT disebut ganjil bila

x (t) = −x (−t) (1.16)

(17)

1 Sinyal dan Sistem

x [n] = −x [−n] (1.17)

Sinyal CT dan DT yang bersimetri genap masing-masing memenuhi persamaan (untuk semua t dan n)

x (t) = x (−t) (1.18)

x [n] = x [−n] (1.19)

Sebuah sinyal x (t) dapat diuraikan menjadi dua sinyal ganjil xo(t) dan genap xe(t)

menurut xo(t) = 1 2[x (t) − x (−t)] (1.20) xe(t) = 1 2[x (t) + x (−t)] (1.21)

Perhatikan bahwa xo(t)ganjil karena memenuhi Persamaan (1.16). Selanjutnya xe(t)

genap karena memenuhi Persamaan (1.18). Kemudian dengan mudah diperlihatkan

x (t) = xo(t) + xe(t) (1.22)

Dengan cara yang sama sinyal x [n] selalu dapat diuraikan menjadi dua sinyal ganjil xo[n]dan genap xe[n].

1.2.3 Sinyal Sinusoidal dan Sinyal Eksponensial

1.2.3.1 Sinusoidal

Sinyal periodik yang banyak dikenal orang adalah sinyal sinusoidal, seperti untuk kasus sinyal analog

x(t) = A cos (ωt + θ) = A cos (2πf t + θ) (1.23) dimana A, ω = 2πf dan θ adalah bilangan nyata (real). Sinyal ini periodik dengan per-iode T = 1/f. Perper-iode ini menjadi panjang gelombang. Besaran ω dan f masing-masing dikenal sebagai frekuensi sinyal sinusoidal dalam radian dan dalam Hertz. Besaran θ sering disebut fase dari sinyal sinusoid. Besaran A disebut amplituda.

Latihan: Buktikan bila T = 1/f, x(t) pada Pers. (1.23) periodik.

Bukti: x(t + T ) = A cos (2πf(t + T ) + θ) = A cos (2πft + 2πfT + θ) Bila T = 1/f, maka

x(t + T ) = A cos (2πf t + 2π + θ) = A cos (2πf t + θ) = x(t) Sinyal digital juga mengenal bentuk sinuosidal

x[n] = A cos (ωn + θ) = A cos (2πf n + θ) (1.24) namun sinyal ini tidak selalu periodik. Sinyal ini hanya periodik dengan periode N bila f = k

(18)

1 Sinyal dan Sistem

Latihan Buktikan bila f = Nk adalah pecahan yang sudah disederhanakan, maka x[n] pada Pers. (1.24) periodik dengan periode N.

Bukti: x[n + N] = A cos 2πk N(n + N ) + θ = A cos 2π k Nn + 2πk + θ  Karena f = k N, maka x[n + N ] = A cos 2πk Nn + θ = A cos (2πft + θ) = x[n]

Frekuensi dari sinyal sinusoidal digital memiliki sifat periodik. Sinyal dengan frekuensi ω1 dan ω2 = ω1+ 2πk (k = · · · − 2, −1, 0, 1, 2, · · · ) adalah identik. Jadi sinyal sinusoidal

dengan frekuensi yang unik adalah sinyal sinuosidal yang memiliki frekuensi −π < ω < π. Sinyal sinusoidal pada frekuensi ω2 di luar interval ini merupakan alias (identik) dengan

ω1 di mana −π < ω1< π dan ω2= ω1+ 2πk.

Latihan: Buktikan x1[n] = A cos (ωn + θ)identik dengan

x2[n] = A cos ((ω + 2πk)n + θ)

Bukti:

x2[n] = A cos ((ω + 2πk)n + θ) = A cos (ωn + 2πkn + θ)

sehingga x2[n] = A cos (ωn + θ) = x1[n]

Sebagai sinyal periodik, energi sinyal sinusoidal tak terhingga. Daya sinyal sinusoidal adalah P = 1 T ˆ T 0 A2cos2(ωt + θ)dt (1.25) P = A2/2 (1.26)

Hasil yang sama diperoleh juga untuk sinusoidal digital periodik. Dapat disimpulkan, besar daya dari sinyal sinusoidal diperlihatkan oleh besar amplituda. Semakin besar amplituda sinusoidal maka semakin besar xrms secara proporsional, dan semakin besar

daya secara kuadratik.

Melalui sinyal sinusoidal kita mengenal frekuensi (ω atau f). Frekuensi dari sinyal si-nusoidal berhubungan erat dengan periodisitas. Bagi sinyal sisi-nusoidal analog, frekuensi adalah jumlah osilasi gelombang per satuan waktu. Frekuensi berbanding terbalik de-ngan periode. Bagi sinyal sinusoidal digital, adanya frekuensi tidak otomatis berarti per-iodik. Kemudian sinyal sinusoidal yang unik hanya terbatas pada frekuensi −π < ω < π. Dan setiap sinyal sinusoidal membawa daya (atau energi rata-rata) yang besarnya ber-banding lurus dengan kuadrat amplituda. Setiap sinyal sinusoidal membawa nilai RMS berbanding lurus dengan amplituda.

1.2.3.2 Eksponensial Kompleks

Sinyal periodik yang sangat penting adalah sinyal eksponensial kompleks (complex expo-nential). Kita dapat mendefinisikan sebuah fungsi kompleks eksponensial menggunakan fungsi sinusoidal menurut identitas Euler:

ejx= cos x + j sin x

Sebuah sinyal kompleks eksponensial analog dan digita masing-masing memiliki bentuk

(19)

1 Sinyal dan Sistem

Sinyal eksponensial kompleks ini memiliki frekuensi ω dan amplituda kompleks c. Karena identitas Euler mengatakan bahwa ejx = cos x + j sin x, maka dengan mudah

diperlihatkan bahwa semua sifat-sifat sinyal sinusoidal di atas —periodisitas, frekuensi, dan daya— dapat berlaku pada sinyal eksponensial kompleks. Periode dari sinyal ini sama dengan periode dari sinusoidal. Daya dari sinyal ini adalah

P = |c|2 (1.28)

Lebih lanjut, sinyal eksponensial kompleks dapat dianggap penyusun dari sinyal sinu-soidal, karena sinyal sinusoidal dapat diuraikan ke dalam sinyal eksponensial kompleks melalui identitas sin x = 1 2je jx 1 2je −jx (1.29) cos x = 1 2e jx+1 2e −jx (1.30)

Perhatikan bahwa sinyal x(t) = A cos (ωt + θ) dapat ditulis menjadi x(t) = A 2e j(ωt+θ)+ A 2e j(ωt+θ) (1.31) = (A 2e jθ)ejωt+ (A 2e −jθ)e−jωt (1.32) = s1(t) + s2(t) (1.33)

di mana s1(t) = (A2ejθ)ejωt dan s2(t) adalah konjugasi kompleks dari s1(t). Dengan

kata lain dua eksponensial kompleks s1(t)dan s2(t) adalah komponen penyusun sinyal

sinusoidal. Karena setiap eksponensial kompleks memiliki frekuensi sendiri, maka s1(t)

dan s2(t)juga dibedakan melalui frekuensi nya.

Perhatikan bahwa daya dari s1(t)dan s2(t)masing-masing adalah A

2

4 , sehingga total

daya adalah A2

2 seperti yang diperoleh sebelumnya. Dengan kata lain komponen

kom-pleks eksponensial adalah komponen pembawa energi dari sinyal sinusoidal. Merambat-nya siMerambat-nyal sinusoidal ditentukan oleh merambatMerambat-nya komponen eksponensial kompleks. Kemampuan sinyal sinusoidal menembus medium ditentukan oleh kemampuan indivi-dual eksponensial kompleks menembus medium ini. Energi sinyal sinusoidal dibagikan kepada komponen frekuensi berbeda untk dikirim oleh masing-masing komponennya. Dengan demikian, perilaku filter terhadap sinusoid dapat dipelajari melalui perilaku filter terhadap eksponensial kompleks.

Konsep bahwa energi sinyal yang merambat melalui medium dibawa oleh komponen kompleks eksponensial dengan frekuensi tertentu melalui amplitudanya adalah konsep paling dasar dari dari pemrosesan sinyal.

1.2.4 Sinyal Primitif dan Superposisinya

Sinyal juga dapat dibangun melalui superposisi dari sinyal primitif. 1.2.4.1 Sinyal Primitif

Dua sinyal primitif di domain waktu adalah sinyal impuls satuan (unit impulse) dan step satuan (unit step). Untuk CT, kedua sinyal itu adalah δ (t) dan u (t). Sedangkan

(20)

1 Sinyal dan Sistem

untuk DT, kedua sinyal itu adalah δ [n] dan u [n]. Sinyal-sinyal primitif ini di definisikan sebagai δ (t) = ( 1, t = 0 0, else ; u (t) = ( 1, t ≥ 0 0, else δ [n] = ( 1, n = 0 0, else ; u [n] = ( 1, n ≥ 0 0, else (1.34)

1.2.4.2 Sinyal Superposisi dari Sinyal Primitif

Sebuah sinyal x dapat dibangun dengan proses superposisi dari sinyal-sinyal lain si,

dalam bentuk kombinasi linier dengan bobot skalar αi

x=X

i

αisi (1.35)

Misalnya, setiap x [n] dapat dianggap kombinasi linier dari

x [n] =Xαiδ [n − i] (1.36)

1.2.4.3 Sinyal Superposisi Eksponensial Kompleks

Kita dapat memperluas cakupan peran sinyal eksponensial kompleks sebagai pembawa energi pada frekuensi tertentu dari sinyal sinusoidal ke kelas yang lebih luas yaitu sinyal superposisi x(t) = N −1 X k=0 sk(t) = N −1 X k=0 ckejωkt (1.37) x[n] = N −1 X k=0 sk[n] = N −1 X k=0 ckejωkn (1.38)

Ini berarti sinyal x(t) (atau x[n]) jenis ini merupakan penjumlahan (superposisi) dari N buah komponen eksponensial kompleks sk(t) = ckejωkt (dan sk[n] = ckejωkn). Setiap

komponen memiliki frekuensi ωkyang berbeda. Daya dari masing-masing komponen ini

adalah

Pk = |ck|2 (1.39)

dan daya dari sinyal x(t) (atau x[n]) adalah P =

N −1

X

k=0

Pk= |c0|2+ |c1|2+ · · · + |cN −1|2 (1.40)

1.2.4.4 Sinyal Superposisi Eksponensial Kompleks Terhubung Harmonis

Sebuah kasus khusus dari sinyal superposisi eksponensial kompleks adalah sinyal di mana sk(t) = ckejωkt (atau sk[n] = ckejωkn) terhubung erat satu sama lain. Frekuensi yang

satu merupakan kelipatan (harmonis) dari sebuah frekuensi dasar, yakni

(21)

1 Sinyal dan Sistem

Sinyal jenis ini berbentuk

x(t) = N −1 X k=0 sk(t) = N −1 X k=0 ckejkω0t (1.42) x[n] = N −1 X k=0 sk[n] = N −1 X k=0 ckejkω0n (1.43)

Daya dari masing-masing komponen ini masih tetap sama seperti sebelumnya. Demi-kian juga daya totalnya. Di sini sk(t) (atau sk[n]) adalah pembawa energi x(t) (atau

x[n]) dengan daya sebesar Pk= |ck|2 pada frekuensi ωk = kω0

Perhatikan bahwa sebuah sinyal dasar s0(t) = c0ejω0t (atau s0[n] = c0ejω0n) cukup

untuk digunakan membangun komponen sinyal sk(t)(atau sk[n]) yang lain. Jadi

seka-rang komponen eksponensial terhubung secara harmonis. Komponen yang satu adalah harmonis dari komponen dasar s0(t) (atau s0[n]).

Dengan demikian maka sinyal jenis ini adalah sinyal periodik dengan periode T = 2π/ω0 atau N = 2πk/ω0 (di mana f0= ω0 = Nk adalah bilangan pecahan/rasional yang

sudah disederhanakan).

Latihan: Buktikan bahwa x(t) = PN −1k=0 ckejkω0tperiodik dengan periode T = 2π/ω0.

Jawab: Perhatikan bahwa sk(t + T ) = ckejkω0(t+2π/ω0).

= ckejkω0tejk2π = ckejkω0t= sk(t).

Maka x(t + T ) = PN −1

k=0 sk(t + T ) =PN −1k=0 sk(t) = x(t)

Latihan: Buktikan bahwa x[n] = PN −1k=0 ckejkω0n periodik dengan periode N = 2πk/ω0.

Perhatikan bahwa sk[n + N ] = ckejkω0(n+2πk/ω0) = ckejkω0nejk 2 . Sehingga sk[n + N ] = ckejkω0n= sk[n] Maka x[n + N] = PN −1 k=0 sk[n + N ] =PN −1k=0 sk[n] = x[n]

1.3 Sistem CT dan DT

1.3.1 Berbagai Jenis Sistem

Sistem mengubah sinyal input menjadi sinyal output. Sistem dapat dikategorikan ke dalam berbagai jenis, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.3. Sistem CT mengubah sinyal CT. Sistem DT mengubah sinyal DT.

1.3.2 Sistem Dengan dan Tanpa Memori

Sebuah sistem F disebut tanpa memori apabila output pada suatu saat hanya bergantung pada input saat itu. Untuk CT sistem tanpa memori memenuhi

y (t0) =

(

F {x (t)} , t = t0

0, else (1.44)

sedangkan untuk DT sistem kausal y [n0] =

(

F {x [n]} , n = n0

0, else (1.45)

(22)

1 Sinyal dan Sistem

Gambar 1.3: Jenis Sistem

1.3.3 Kausalitas dan Stabilitas

Sebuah sistem F disebut kausal bila ouput pada suatu waktu tertentu hanya ditentukan oleh input pada waktu tersebut atau sebelumnya. Untuk CT sistem kausal memenuhi

y (t0) =

(

F {x (t)} , t ≤ t0

0, t > t0

(1.46) sedangkan untuk DT sistem kausal

y [n0] =

(

F {x [n]} , n ≤ n0

0, n > n0

(1.47) Sistem yang tidak kausal disebut non causal atau anticausal.

Sebuah sistem F disebut stabil bila untuk setiap input x berlaku output bernilai terbatas yaitu

|F {x}| < ∞ (1.48)

Dalam kasus yang lebih umum, sebuah sistem F disebut stabil BIBO (bounded-input, bounded-output) apabila berlaku

|x| < ∞ ⇒ |F {x}| < ∞ (1.49)

Sistem yang tidak memenuhi satu dari kedua syarat/kondisi ini disebut tidak stabil.

1.3.4 Linieritas dan Time Invariance

Sebuah sistem F di sebut linier bila untuk setiap input x1 dan x2 (baik untuk DT

maupun CT) berlaku

F {α1x1+ α2x2} = α1F {x1} + α2F {x2} (1.50)

Sebuah sistem F disebut time invariant bila input yang tertunda akan menghasilkan output yang tertunda. Untuk kasus CT, berarti

y (t) = F {x (t)} ⇐⇒ y (t − t0) = F {x (t − t0)} (1.51)

sedangkan untuk kasus DT, berlaku

(23)

1 Sinyal dan Sistem

1.4 Penutup

Sinyal membawa energi. Energi membawa perubahan. Perubahan terjadi pada sistem, melalui sinyal input. Perubahan ini adalah perubahan keadaan (state) dari sistem. Per-ubahan state ini diperlihatkan oleh sinyal output.

1.5 Soal-Soal Latihan

1. Tentukan komponen sinyal genap dan komponen sinyal ganjil dari sinyal-sinyal berikut:

a) Sinyal x [n] = {1, 2, 4, 3, 2, 3, 4, 3, 2, 1} b) Sinyal eksponensial kompleks x (t) = ej2t

2. Tunjukkan bahwa sinyal x (t) = 2 cos (10t + 1)−sin (4t − 1) adalah sinyal periodik. tentukan periode fundamental dari sinyal tersebut.

3. Diketahui x1(t) dan x2(t) adalah sinyal periodik dengan periode fundamental

masing-masing T1 dan T2. Pada kondisi apakah jumlah sinyal x (t) = x1(t) + x2(t)

periodik, dan berapakah periode fundamental dari sinyal x (t) jika sinyal ini peri-odik?

4. Tentukan energi dan daya dari masing-masing sinyal berikut a) Sinyal x [n] = 1 2 n u [n] b) Sinyal x [n] = cos π 4n 

5. Cari xrms dari x(t) = a cos(ωt)

Jawab: Karena x(t)2 = a2cos2(ωt) = a2(1 2 +

1

2cos (2ωt)), maka xrms= a/

√ 2. 6. Diketahui sistem-sistem: (i) y(t) = x(t) cos(3t) di mana ω 6= 0, dan (ii) y(t) =´

t

−∞x (τ ) dτ

a) Apakah sistem linier?

b) Apakah sistem time invariant? c) Apakah sistem causal?

d) Apakah sistem stabil? 7. Diketahui sistem-sistem: (i) y[n] = −1 3 n (x [n] + 2), (ii) y[n] = Pn k=1 x2[k] − x [k + 1]  , dan (iii) y[n] = Pn k=−∞ 1 2 n−k x [k]. a) Apakah sistem linier?

b) Apakah sistem time invariant? c) Apakah sistem causal?

(24)

1 Sinyal dan Sistem

Tabel 1.2: Tabel sinyal x[n]

A B 1 n x[n] 2 -5 0 3 -4 0 4 -3 0 5 -2 1 6 -1 2 7 0 3 8 1 3 9 2 1 10 3 1 11 4 0 12 5 0 13

1.6 Laboratorium Komputer

Sinyal dan sistem dapat disimulasikan di komputer.

1. Sebuah sinyal digital x[n] = {· · · , 0, 1, 2, 3, 3, 1, 1, 0, · · · } dengan sample pada n = 0 diberi notasi tebal (bold). Tabel dan kurva sinyal menggunakan sebuah spreadsheet, untuk n = −5 : 5, diperlihatkan pada Tabel 1.2 dan Gambar 1.4.

2. Energi dari sinyal x[n] = {· · · , 0, 1, 2, 3, 3, 1, 1, 0, · · · }, dengan n1 = −5dan n2= 5

adalah E = 12+ 22+ 32+ 32+ 12+ 12 = 25 dan daya P = 1 11 1 2+ 22+ 32+ 32+ 12+ 12 = 2.27

Hasil yang sama diperoleh menggunakan spreadsheet pada Tabel 1.3. Perhatikan bahwa pada spreadsheet, rumus untuk menghitung Energi pada sel B14 dan Daya pada sel B15 memanfaatkan fungsi array1 yang tersedia pada spreadsheet.

1

Pada spreadsheet seperti Microsoft Excel, fungsi array diperoleh dengan memasukkan formula pada sel yang dipilih kemudian diikuti dengan menekan simultan tombol [ctrl − enter].

(25)

1 Sinyal dan Sistem

Gambar 1.4: Gambar sinyal.

Tabel 1.3: Menghitung energi dan daya dari sinyal.

A B 1 n x[n] 2 -5 0 3 -4 0 4 -3 0 5 -2 1 6 -1 2 7 0 3 8 1 3 9 2 1 10 3 1 11 4 0 12 5 0 13 14 Energi = 25.00 15 Durasi = 11 16 Daya = 2.27 B14 =SUM(B2:B12*B2:B12) (ctrl-enter) B15 =COUNT(B2:B12) (enter) B16 =SUM(B2:B12*B2:B12)/COUNT(B2:B12) (ctrl-enter)

(26)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Model sistem menjadi sederhana bila sistem diasumsikan linier dan time invariant (LTI). Pertama, sistem dapat dikarakterisasi menggunakan respons impuls. Kedua, respons dari sistem dapat dihitung melalui proses konvolusi.

Salah satu sistem LTI terpenting adalah sistem linear differential constant coefficien-ts (LCCDE). Pada sistem LCCDE persamaan input-output dapat dimodelkan dengan persamaan diferensial. Dengan demikian respons dari sistem LCCDE adalah solusi dari persamaan diferensial.

Tujuan dari bab ini adalah membekali peserta dengan pengetahuan dan kemampuan untuk menghitung output dari sistem LTI dan LCCDE.

2.1 Sistem LTI, Respons Impulse dan Konvolusi

2.1.1 Sifat Dasar Sistem LTI dan Simulasi Komputer

Sistem F secara umum menghasilkan sinyal output sinyal y dengan memproses (menem-buskan) sinyal input x (lihat Gambar 2.1), yang ditulis secara umum

y= F {x} (2.1)

Secara khusus sistem ini menghasilkan sinyal h bila dimasuki input impuls δ. Sinyal h disebut respons impuls. Selanjutnya sistem ini akan menghasilkan respons step s bila dimasuki input step u.

Pada umumnya sistem dinyatakan melalui persamaan I/O (input-output). Sebagai contoh, sebuah sistem DT memiliki persamaan I/O

y[n] = −a2y[n − 2] − a1y[n − 1]

+ b0x[n] + b1x[n − 1] + b2x[n − 2]

(Sistem ini dikenal sebagai sistem LCCDE orde dua). Persamaan I/O ini menjelaskan bagaimana sistem mengubah sinyal input menjadi sinyal output, sampel per sampel. Kasus: Sifat perubahan yang terjadi akibat sistem LCCDE, terutama dalam mengubah

energi sinyal, bergantung dari frekuensi sinyal. Sebagai contoh, misalnya sistem orde dua tersebut di atas memiliki koefisien seperti pada Tabel 2.1. Kemudian sistem ini dimasuki sinyal sinusoid x1[n] = cos (1.5n) (lihat Gambar 2.2). Dengan

bantuan spreadsheet Tabel 2.2 kita dapat menghitung sampel output y[n]. Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa gelombang output sudah mengecil. Berarti sistem ini telah meredam sinyal x1[n], sebesar lebih dari 22dB berdasarkan perhitungan

x h y

(27)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Tabel 2.1: Contoh koefisien orde dua DT Koefisien Nilai a2 0.743860718 a1 -1.24523096 a0 1 b2 1.356789856 b1 -0.275511966 b0 1.356789856

Tabel 2.2: Output dari sistem orde dua terhadap sinyal sinusoid sebanyak 60 sampel.

A B C D E

1 Koefisien Nilai Nilai

2 a2 0.7438 0.7438 3 a1 -1.2452 -1.2452 4 a0 1 1 5 b2 1.3567 1.3567 6 b1 -0.2755 -0.2755 7 b0 1.3567 1.3567 8 9 Frek: 1.5 2.5 10 n x1[n] y1[n] x2[n] y2[n] 11 -2 -0.990 0.284 12 -1 0.071 -0.801 13 0 1.000 -0.006 1.000 1.962 14 1 0.071 -0.091 -0.801 -0.006 15 2 -0.990 -0.115 0.284 0.495 ... ... ... ... ... ... 70 57 -0.779 -0.045 -0.428 -0.347 71 58 0.570 0.054 0.884 0.792 72 59 0.860 0.053 -0.988 -0.921 73 74 Energy 30.39 0.18 30.59 29.78 75 Relatif (dB) -22.31 -0.12 Kode spreadsheet: B11:=COS(B$9*A11) [enter] D11:=COS(D$9*A11) [enter] C13: =SUM(B11:B13*C$5:C$7)-SUM(C11:C12*C$2:C$3) [ctrl+shift]-[enter] E13: =SUM(D11:D13*E$5:E$7)-SUM(E11:E12*E$2:E$3) [ctrl+shift]-[enter] B74:=SUM(B13:B72*B13:B72) [ctrl+shift]-[enter] C74:=SUM(C13:C72*C13:C72) [ctrl+shift]-[enter] D74:=SUM(D13:D72*D13:D72) [ctrl+shift]-[enter] E74:=SUM(E13:E72*E13:E72) [ctrl+shift]-[enter] C75:=10*LOG10(C74/B74) [enter] E75:=10*LOG10(E74/D74) [enter]

(28)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Gambar 2.2: Sinyal output untuk input x[n] = cos 1.5n.

spreadsheet. Sinyal sinusoid lain yang frekuensi lebih tinggi, x1[n] = cos (2.5n)

juga teredam, tetapi hanya sebesar 0.12 dB (Gambar 2.3).

Sistem LTI adalah sistem yang sekaligus linier dan time invariant. Sistem F di sebut linier bila untuk setiap input x1 dan x2 (baik untuk DT maupun CT) berlaku

F {α1x1+ α2x2} = α1F {x1} + α2F {x2} (2.2)

Selanjutnya sistem F ini juga disebut time invariant bila input yang tertunda akan menghasilkan output yang tertunda. Untuk kasus CT, berarti

y (t) = F {x (t)} ⇐⇒ y (t − t0) = F {x (t − t0)} (2.3)

sedangkan untuk kasus DT, berlaku

y [n] = F {x [n]} ⇐⇒ y [n − n0] = F {x [n − n0]} (2.4)

Catat juga bahwa untuk sistem time invariant, berlaku

F {δ (t − t0)} = h (t − t0) ; F {δ [n − n0]} = h [n − n0]

Soal: Dari pengamatan input-output sebuah sistem time-invariant diperoleh pasangan input-output sebagai berikut.

x[n] y[n]

{1, 0, 2} {0, 1, 2}

{0, 0, 3} {1, 0, 0, 2}

{0, 0, 0, 1} {1, 2, 1}

(29)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Gambar 2.3: Sinyal output untuk input x[n] = cos 2.5n. 2. Cari respons impulse h[n]

Soal: Dari pengamatan sebuah sistem linier, diperoleh hubungan input-output berikut ini

x [n] y [n]

{−1, 2, 1} {1, 2, −1, 1} {1, −1, −1} {−1, 1, 0, 2}

{0, 1, 1} {1, 2, 1}

1. Tentukan apakah sistem ini time-invariant atau tidak? 2. Carilah respons impuls dari sistem ini.

Kasus: Sebuah sistem LTI CT memiliki respons step s(t) = e−tu(t). Tentukan output bila sistem dimasuki sinyal x(t) seperti pada gambar di bawah.

t x (t)

1

0 1 2 3

Perhatikan bahwa x(t) = u(t − 1) − u(t − 3). Dari sifat LTI, disimpulkan bahwa y(t) = s(t − 1) − s(t − 3). Hasil ini dapat dilihat pada gambar berikut.

(30)

2 Sistem Linear Time-Invariant t 0 3 s(t) s(t − 1) −s(t − 3) t 0 3 y(t) 2.1.2 Konvolusi

Konvolusi antara dua sinyal s dan v menghasilkan sinyal w yang dinyatakan dengan notasi sebagai

w= s ⊗ v (2.5)

yang didefinisikan untuk kasus CT sebagai w (t) = s (t) ⊗ v (t) =

ˆ ∞ −∞

s (τ ) v (t − τ ) dτ (2.6) dan untuk kasus DT sebagai

w [n] = s [n] ⊗ v [n] =

X

l=−∞

s [l] v [n − l] (2.7)

Melalui kedua definisi ini dapat dibuktikan sifat komutatif bahwa

s ⊗ v= v ⊗ s (2.8)

Dalam praktek kita memilih cara di ruas kiri bila s berdurasi lebih pendek daripada v, karena ini menyerhanakan perhitungan.

2.1.3 Representasi Sinyal Menggunakan Konvolusi Impuls

Sebuah sinyal dapat direpresentasikan sebagai konvolusi sinyal itu terhadap sinyal im-puls. Dalam kasus CT, sinyal x(t) dapat diekspresikan sebagai

x(t) = ˆ ∞

−∞

x (τ ) δ (t − τ ) dτ = x (t) ⊗ δ (t) (2.9) Dengan cara yang serupa untuk kasus DT, sebuah sinyal x[n] dapat direpresentasikan sebagai x [n] = ∞ X l=−∞ x [l] δ [n − l] = x [n] ⊗ δ [n] (2.10)

(31)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Representasi ini adalah kasus khusus dari sifat umum bahwa sebuah sinyal CT dapat direpresentasikan dalam bentuk integral terhadap sebuah kernel s(t, τ) menurut

x(t) = ˆ ∞

−∞

X (τ ) s(t, τ )dτ (2.11)

dan sinyal DT dapat direpresentasikan oleh sebuah kombinasi linier dari sinyal basis s (n, l) menurut x [n] = ∞ X l=−∞ X [l] s (n, l) (2.12)

2.1.4 Representasi Sistem LTI Dengan Konvolusi Respons Impuls

Setiap sistem, termasuk sistem LTI, memiliki respons impuls h. Khusus untuk sistem LTI, respons impuls sangat berperan untuk merepresentasikan sistem, artinya repons sistem dapat digunakan untuk menghitung ouput dari input x. Tepatnya,

y= x ⊗ h (2.13)

Untuk memperlihatkan hal ini dalam kasus DT, perhatikan bahwa y[n] = F {x[n]} = F ( X l=−∞ x [l] δ [n − l] ) y[n] = ∞ X l=−∞ x [l] F {δ [n − l]} maka diperoleh y [n] = ∞ X l=−∞ x [l] h [n − l] (2.14)

dan untuk kasus CT,

y(t) = F {x (t)} = F ˆ ∞ −∞ x (τ ) δ (t − τ ) dτ  y(t) = ˆ ∞ −∞ x (τ ) F {δ (t − τ )} dτ maka diperoleh y (t) = ˆ ∞ −∞ x (τ ) h (t − τ ) dτ (2.15)

Kasus: Sebuah sistem CT memiliki h(t) = e−αtu (t), di mana α > 0, dimasuki input x(t) = u(t). Cari output y(t).

Cara-1: y= x ⊗ h = u ⊗ h, Diperoleh

y (t) = ˆ ∞

(32)

2 Sistem Linear Time-Invariant = ˆ ∞ −∞ u (τ ) e−α(t−τ )u (t − τ ) dτ = ˆ t 0 e−α(t−τ )dτ  u (t) = u(t)e−αt ˆ t 0 eατ Dan y(t) = 1 α1 − e −αt u(t) Cara-2: y= h ⊗ x = h ⊗ u, Diperoleh y (t) = ˆ ∞ −∞ h (τ ) x (t − τ ) dτ = ˆ ∞ −∞ e−ατu (τ ) u (t − τ ) dτ = ˆ t 0 e−ατdτ  u (t) dan y(t) = 1 α1 − e −αt u(t)

2.2 Respons Sistem Dengan Konvolusi Respons Impuls

2.2.1 Respons Sistem LTI CT

Soal: Hitunglah/sketsalah y (t) = x (t) ⊗ h (t), dengan x (t) dan h (t) menurut gambar berikut t x (t) 1 0 1 2 3 t h (t) 1 0 1 2

2.2.2 Respons Sistem LTI DT

Kasus: Tentukan output bila respons impuls dan input seperti pada gambar berikut. h [n]

1

n 0 1 2 3

(33)

2 Sistem Linear Time-Invariant x [n] 1 1 n 0 1 2 3 4 5

Jawab: Dari gambar dapat disimpulkan bahwa sinyal input hanya terdiri dari dua pulsa, x[n] = δ [n − 2] − δ [n − 4], sedangkan sinyal respons impuls terdiri dari enam pulsa. Oleh sebab itu, lebih mudah kita menggunakan konvolusi jenis y[n] = x [n] ⊗ h [n], yang berarti:

y[n] = h [n − 2] − h [n − 4]

Menggunakan tabel sederhana, kita dapat menghitung y[n] sebagai berikut n h[n] h[n − 2] -h[n − 4] y[n] -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 2 1 1 0 1 3 1 1 0 1 4 -1 1 -1 0 5 -1 1 -1 0 6 0 -1 -1 -2 7 0 -1 -1 -2 8 0 0 1 1 9 0 0 1 1 10 0 0 0 0 11 0 0 0 0

Output ini dapat juga dilihat scara visual sebagai penjumlahan dua gelombang respons impuls yang tergeser masing-masing 2 dan 4 sampel.

h [n − 2] 1 −1 n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 h [n − 4] 1 −1 n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

(34)

2 Sistem Linear Time-Invariant y [n] = h [n − 2] − h [n − 4] 1 −1 −2 n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kasus: Sebuah sistem DT memiliki h[n] = αnu[n], dimasuki unit step. Cari outputnya.

Karena sinyal dan sistem kausal, maka y[n] = x[n] ⊗ h[n] y[n] = u[n] n X k=0 αn−k tapi n X k=0 αn−k = 0 X m=n αm = n X m=0 αm= 1 − α n+1 1 − α sehingga y[n] = 1 − α n+1 1 − α u[n] 2.2.3 Respons Step

Respons dari sinyal step adalah s(t)

s (t) = F {u (t)} = h (t) ⊗ u (t) = ˆ ∞ −∞ h (τ ) u (t − τ ) dτ s (t) = ˆ t −∞ h (τ ) dτ Catatan, dapat diperlihatkan bahwa h(t) = d

dts (t), karena δ(t) = d dtu (t).

2.2.4 Kasus Mencari Input dari Output

Soal: Perhatikan sebuah sistem LTI waktu kontinu dengan respons impuls h (t).

x (t) h (t) y (t)

t h (t)

1

(35)

2 Sistem Linear Time-Invariant

1. Bila input adalah x (t) = P∞

k=2δ (t − k), sebagaimana diperlihatkan berikut

ini, Carilah dan sketsalah output y (t).

t

-1 0

x (t)

1 2 3 4 5

1 1 1 1

2. Kemudian coba cari/sketsa input x (t) apabila output y(t) diketahui periodik pada gambar sebagai berikut.

t -4 -3 -2 0 y (t) 2 3 4 6 8 -2 2

2.3 Sifat-Sifat Sistem LTI

2.3.1 Kausalitas

Pada sistem LTI kausal, h(t) = 0 pada t < 0, sehingga bentuk konvolusinya menjadi: y(t) = ˆ ∞ 0 h (τ ) x (t − τ ) dτ atau y(t) = ˆ t −∞ x (τ ) h (t − τ ) dτ

Kita dapat mendefinisikan sinyal kausal sebagai sinyal dengan sifat x(t) = 0 untuk t < 0, dan anti kausal bersifat x(t) = 0 untuk t > 0. Maka bia kedua sinyal dan sistem kausal, persamaan konvolusi menjadi:

y(t) = ˆ t 0 h (τ ) x (t − τ ) dτ atau y(t) = ˆ t 0 x (τ ) h (t − τ ) dτ Hasil yang serupa diperoleh juga untuk kasus DT.

2.3.2 Stabilitas

Sistem LTI yang stabil secara bounded-input bounded-output (BIBO) memiliki respons impuls dengan sifat

ˆ ∞

(36)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Hal ini diperlihatkan melalui

|y (t)| = ˆ ∞ −∞ x (τ ) h (t − τ ) dτ = ˆ ∞ −∞ |x (τ ) h (t − τ ) dτ | ≤ ˆ ∞ −∞ |x (τ )| |h (t − τ )| dτ = ˆ ∞ −∞ |x (τ )| dτ ˆ ∞ −∞ |h (τ )| dτ Bila input bounded, yakni

ˆ ∞ −∞

|x (τ )| dτ < ∞ dan Persamaan (2.16) terpenuhi, maka output bounded.

Dengan cara yang sama diperoleh untuk kasus sistem LTI DT

X

n=−∞

|h (n)| < ∞

Soal: Perkirakan apakah sistem berikut ini stabil BIBO? y[n] = 3y[n − 1] + 4y[n − 2]

+x[n] + 2x[n − 1]

2.3.3 Kasus Kausalitas, Stabilitas dan Periodisitas

Kasus: Sebuah sistem LTI memiliki respons impuls h[n] = αnu[n]. 1. Apakah sistem kausal?

Jawab: ya, karena h[n] = 0 untuk n < 0. 2. Apakah sistem stabil BIBO?

Jawab: ∞ X k=−∞ |h[k]| = ∞ X k=−∞ α ku[k] = ∞ X k=0 |α|k Maka ini tidak stabil, kecuali bila |α| < 1 karena kemudian

∞ X k=−∞ |h[k]| = ∞ X k=0 |α|k= 1 1 − |α| < ∞

Kasus: Perlihatkan bahwa pada sistem LTI bila x[n] periodik dengan periode N, maka y[n]juga periodik dengan periode N.

Perhatikan bahwa pada sistem LTI y [n] =

X

l=−∞

(37)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Asumsi n = m + N, maka diperoleh y [m + N ] = ∞ X l=−∞ h [l] x [m + N − l] = ∞ X l=−∞ h [l] x [(m − l + N ] Karena x[n] periodik, x[(m − l) + N] = x[m − l], sehingga

y [m + N ] =

X

l=−∞

h [l] x [m − l] = y[m] yang berarti y[n] periodik dengan periode N.

2.3.4 Memori

Pada sistem tanpa memori, y(t) hanya bergantung x(t) pada saat t. Untuk sistem LTI tanpa memori, y(t) = Kx(t), dan h(t) = Kδ(t). Jadi bila h(t0) 6= 0untuk t0 6= 0, maka

sistem memiliki memori. Sistem bermemori yang paling dikenal adalah LCCDE.

2.4 LCCDE

Selama ini kita sudah mengkarakterisasi sistem berdasarkan hubungan I/O (terutama persamaan I/O) dan respons impuls. Sekarang kita ingin memodelkan sistem LTI dalam bentuk khusus, yaitu persamaan I/O nya memenuhi sebuah persamaan diferensial (untuk CT) dan diferens (untuk DT).

2.4.1 Persamaan Diferensial Koefisen Konstan

Sebuah persamaan diferensial dengan koefisien konstan orde N (untuk CT) memiliki bentuk umum N X k=0 ak dk dtky (t) = M X k=0 bk dk dtkx (t) (2.17)

dengan sebuah kasus khusus orde dua berbentuk a2 d2y (t) dt2 + a1 dy (t) dt + a0y (t) = b2 d2x (t) dt2 + b1 dx (t) dt + b0x (t) (2.18) Dengan cara serupa untuk DT, persamaan diferens dengan koefisien konstan berorde N memiliki bentuk N X k=0 aky [n − k] = M X k=0 bkx [n − k] (2.19)

dengan sebuah kasus khusus orde dua berbentuk

a2y [n − 2] + a1y [n − 1] + a0y [n]

(38)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Gambar 2.4: Sistem LCCDE direct from I

v[n]

b

x[n]

b b b b b b b

y[n]

b b b b b b b

b

0

b

1

b

2

b

M−1

b

M

a

1

a

2

a

N−1

a

N

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

Tabel 2.3: Jumlah komputasi untuk LCCDE dalam implementasi direct form.

Komputasi Tipe I Tipe II

Perkalian skalar N + M + 1 N + M + 1

Perjumlahan N + M N + M

Elemen Delay N + M N

Jumlah 3N + 3M + 1 3N + 2M + 1

Baik persamaan (2.17) maupun (2.19) bersifat linier dengan koefisien konstan, sehing-ga keduanya disebut LCCDE (linear constant coefficient differential/difference equation). Sistem LCCDE DT dapat diimplementasi dalam sebuah bentuk seperti pada Gambar 2.4. Bentuk ini disebut bentuk direct form tipe 1 karena koefisien serta arsitektur ben-tuk ini langsung diperoleh dari persamaan. Jumlah komputasi yang diperlukan adalah kombinasi dari jumlah perkalian skalar, penjumlahan, dan elemen delay. Sebagaima-na diperlihatkan pada Tabel 2.3, jumlah komputasi untuk direct form tipe I adalah 3M + 3N + 1.

Perhatikan bahwa sistem ini dapat dianggap kaskade antara dua sistem (lihat Gambar 2.4). v[n] = M X k=0 bkx[n − k]

(39)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Gambar 2.5: Pembentukan LCCDE direct form II

w[n]

b

x[n]

b b b b b b b

y[n]

b b b b b b b

b

0

b

1

b

2

b

M−1

b

M

a

1

a

2

a

N−1

a

N

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1

z

−1 y[n] = − N X k=1 aky[n − k] + v[n]

Karena kedua sistem ini linier, maka kaskade ini bersifat komutatif, sehingga dapat diubah menjadi kaskade antara dua sistem (Gambar 2.5).

w[n] = − N X k=1 akw[n − k] + x[n] y[n] = M X k=0 bkw[n − k]

dengan hasil yang identik.

Karena kedua sistem ini menggunakan w[n−k] yang sama, maka kedua kaskade dapat digabung dengan men-share elemen delay (Gambar 2.6). Bentuk ini disebut direct form tipe II. Karena delay elemen digabung, maka terjadi penghematan sumberdaya kompu-tasi. Asumsi N ≥ M, maka jumlah sumber daya komputasi yang diperlukan tinggal 3N + 2M + 1 (Tabel 2.3).

Sistem LCCDE orde dua memiliki bentuk (lihat Gambar 2.7):

(40)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Gambar 2.6: LCCDE direct form II

b

x[n]

b b b b b

y[n]

b

0

b

1

b

2

b

N−1

b

N

a

1

a

2

a

N−1

a

N

z

−1

z

−1

z

−1 b b b b b b b b b b b b b b b

Gambar 2.7: LCCDE orde 2

x[n]

b

y[n]

b b

b

0

b

1

b

2

a

1

a

2

z

−1

z

−1

(41)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Tabel 2.4: Tabel simulasi LCCDE dengan spreadsheet.

A B C 1 Koefisien Nilai 2 a2 0.1666666667 3 a1 -0.8333333333 4 a0 1 5 b2 0 6 b1 0 7 b0 1 8 9 n x[n] y[n] 10 -2 0 0 11 -1 0 0 12 0 1 1 13 1 0 0.8333333333 14 2 0 0.5277777778 15 3 0 0.3009259259 16 4 0 0.162808642 17 5 0 0.0855195473 18 6 0 0.0441315158 19 7 0 0.0225230053 20 8 0 0.0114139184 21 9 0 0.0057577645 22 10 0 0.0028958173 Kode spreadsheet: C12: =SUM(B10:B12*C$5:C$7)-SUM(C10:C11*C$2:C$3) [ctrl+shift]-[enter] C13: =SUM(B11:B13*C$5:C$7)-SUM(C11:C12*C$2:C$3) [ctrl+shift]-[enter] dst 2.4.2 Simulasi LCCDE

Persamaan LCCDE memiliki memori y[n−k] dan x[n−k] untuk k > 0 yang menentukan keadaan (state) persamaan pada saat n = 0. Dalam keadaan rileks, y[n − k] dan x[n − k] ini bernilai 0. State ini berubah oleh x[n]. Dengan bentuk LCCDE, kita dapat menggunakan komputer untuk mensimulasi perubahan state akibat perubahan x[n]. Kasus: Gunakan tabel spreadsheet untuk mensimulasikan LCCDE orde dua rileks

de-ngan persamaan

1

6y [n − 2] − 5

6y [n − 1] + y [n] = x [n] yang dipicu oleh x[n] = δ[n].

Pada Tabel 2.4 mula-mula kita meletakkan koefisien dari persamaan ini ke dalam kolom B untuk label dan C untuk nilai mulai dari baris 2 s/d 7. Kemudian pada baris 9 kita memberikan label indeks waktu n, eksitasi x[n], serta state y[n]. Pada baris 10 dan 11, kita mengisi kondisi awal rileks untuk x[n] dan y[n]. Kita lalu mengisi baris berikutnya dengan sample dari δ[n].

(42)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Tabel 2.5: Solusi partikular, di mana A, K, dan Ki adalah konstanta, dan n ≥ 0.

Input x[n] Solusi Partikular yp[n]

δ [n] 0 A K AMn KMn AnM PM l=0KM −lnl AnnM AnPM l=0KM −lnl  A cos(ω0n) K 1cos ω0n + K2sin ω0n A sin(ω0n) y[0] = 1 a0x[0] − a1 a0y [−1] − a2 a0y [−2] y[1] = a1 0x[1] − a1 a0y [0] − a2 a0y [−1] ...

yang dapat dilakukan oleh spreadsheet menggunakan fungsi array yang di copy-paste pada setiap sel di kolom C mulai baris 12:

C12: =SUM(B10:B12*C$5:C$7)-SUM(C10:C11*C$2:C$3) [ctrl+shift]-[enter] C13: =SUM(B11:B13*C$5:C$7)-SUM(C11:C12*C$2:C$3) [ctrl+shift]-[enter]

dst

Maka keadaan (state) pada setiap waktu dapat dilihat pada Tabel 2.4.

2.4.3 Solusi Persamaan LCCDE

Solusi persamaan LCCDE y(t) (atau y[n]) akibat input x(t) (atau y[n]) serta akibat kon-disi awal, terdiri dari dua bagian: solusi homogen yh(t)(atau yh[n]) dan solusi partikular

yp(t)(atau yp[n]), sehingga

y(t) = yh(t) + yp(t)

y[n] = yh[n] + yp[n] (2.22)

Solusi homogen adalah kontribusi internal sistem akibat kondisi awal sedangkan solusi partikular adalah kontribusi input. Solusi y[n] ini hanya dihitung untuk n ≥ 0, sedangkan y[n]pada n < 0 ditentukan langsung oleh kondisi awal.

Solusi partikular yp(t)(atau yp[n]) adalah fungsi dari x(t) (atau x[n]) yang memenuhi

persamaan LCCDE dan independen dari solusi homogen. Tabel 2.5 memperlihatkan beberapa bentuk sinyal input, dan usulan solusi partikular yang sesuai untuk kasus DT. Konstanta K, dan Ki adalah koefisien yang membuat yp[n] memenuhi persamaan

LCCDE untuk semua n.

Solusi homogen itu sendiri adalah solusi persamaan homogen untuk CT

N X k=0 ak dk dtkyh(t) = 0 (2.23) atau untuk DT N X k=0 akyh[n − k] = 0 (2.24)

(43)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Fungsi yang dikenal mempertahankan bentuk akibat diferensiasi adalah bentuk ekspo-nensial, sehingga bentuk eksponensial ini secara alamiah dapat membentuk persamaan homogen.

Asumsi solusi homogen yh[n]memiliki bentuk kompleks eksponensial, maka kita coba

bentuk yang paling sederhana:

yh[n] = λn

Karena solusi homogen memenuhi persamaan homogen, maka kita peroleh

N X k=0 akyh[n − k] = 0 perhatikan N X k=0 akyh[n − k] = N X k=0 akλn−k = λn−N N X k=0 aN −kλk

maka solusi persamaan homogen yang tidak trivial memenuhi

N

X

k=0

aN −kλk = 0

Ruas kiri adalah polinomial λ (disebut polinomial karakteristik) berorde N yang me-miliki N buah akar λiyang menjadi solusi persamaan homogen ini. Maka solusi homogen

yang akan kita gunakan adalah kombinasi linier dari akar-akar ini, yakni yh[n] =

N

X

i=0

ciλni (2.25)

yang sudah dipastikan melalui proses penurunan tersebut akan memenuhi persamaan homogen. Konstanta ci ditentukan oleh kondisi awal dari LCCDE. Bila ada N buah

ci yang perlu diketahui maka diperlukan N buah kondisi awal untuk membentuk N

persamaan dengan N yang tidak diketahui.

2.4.4 Simulasi Solusi LCCDE

Kasus: Cari solusi partikular dari persamaan diferens LCCDE orde dua 1

6y [n − 2] − 5

6y [n − 1] + y [n] = x [n] bila diketahui input x1[n] = 2nu [n].

Jawab: Dari Tabel 2.5 diperoleh kandidat dsolusi partikular yp[n] = K2nu [n].

Untuk menentukan konstanta K yang memenuhi persamaan LCCDE, maka kita melakukan substitusi 1 6yp[n − 2] − 5 6yp[n − 1] + yp[n] = x1[n] menjadi

(44)

2 Sistem Linear Time-Invariant 1 6K2 n−2u [n − 2] −5 6K2 n−1u [n − 1] + K2nu [n] = 2nu [n]

Karena persamaan ini linier, n yang manapun kita pilih untuk evaluasi akan meng-hasilkan K yang berlaku untuk semua n, asalkan semua term dalam persamaan ikut terevaluasi. Maka kita mengevaluasi persamaan dengan pilihan n = 2 karena nini tersederhana yang mengikutkan semua term dalam persamaan. Untuk n = 2, kita dapatkan 1 6K − 5 6K2 + K2 2 = 22 dan kemudian K = 8

5, sehingga kita peroleh

yp[n] =

8 52

nu [n]

Kasus: Tentukan solusi homogen dari LCCDE orde dua dalam kondisi relaks (kondisi awal y[n] = 0, pada n < 0), bila persamaan LCCDE berbentuk

1

6y [n − 2] − 5

6y [n − 1] + y [n] = x [n] (2.26) Jawab: dari persamaan homogen

1

6y [n − 2] − 5

6y [n − 1] + y [n] = 0 kita peroleh polinomial karakteristik

p (λ) = 1 6− 5 6λ + λ 2=  λ − 1 2   λ −1 3 

sehingga diperoleh akar λ1 = 12 dan λ2= 13, dan solusi homogen n ≥ 0 adalah

yh[n] = c1  1 2 n + c2  1 3 n (2.27) Kasus: Solusi total adalah gabungan solusi homogen dengan solusi partikular. Dalam

kasus di atas, solusi total adalah y[n] = c1  1 2 n + c2  1 3 n +8 52 nu [n]

Pada umumnya solusi homogen mengandung koefisien ci, yang harus ditentukan

(45)

2 Sistem Linear Time-Invariant

2.5 Penerapan Pada Sistem LCCDE

2.5.1 Formulasi Sistem LCCDE

Secara umum sebuah sistem LCCDE dengan orde N berbentuk y[n] = − N X k=1 aky[n − k] + M X k=0 bkx[n − k] (2.28)

Perhatikan bahwa sistem ini pada dasarnya mengambil bentuk Persamaan (2.19) dengan a0=1.

Sistem DT ini dapat diimplementasi menggunakan komputer atau spreadsheet, seperti pada contoh sebelumnya.

Kasus: Simulasikan sistem LCCDE rileks

y[n] = 3y[n − 1] + 4y[n − 2] +x[n] + 2x[n − 1]

untuk mencari y[n] pada n ≥ 0 bila dimasuki input x[n] = 4nu[n].

Jawab: dengan cara serupa pada Tabel 2.4, kita peroleh hasil pada Tabel 2.6. Perubahan yang dilakukan adalah mengubah nilai koefisien pada sel C2 s/d C7, serta mensimulasikan input pada kolom B12, B13 dst dengan x[n] = 4nu[n].

2.5.2 Aplikasi Pada Sistem LCCDE CT

Soal: Diketahui sistem waktu kontinu dengan persamaan diferensial y0(t) + 2y (t) = x (t) + x0(t)

Carilah respon impuls h(t) dari sistem ini.

2.5.3 Aplikasi Pada Sistem LCCDE DT

Soal: Diketahui sistem waktu diskrit dengan persamaan diferens y [n] + 2y [n − 1] = x [n] + x [n − 1] Carilah respons impuls h[n] dari sistem ini.

Kasus: Cari respons impuls dari sistem LCCDE yang rileks

y [n] = −1

6y [n − 2] + 5

6y [n − 1] + x [n]

Sistem ini memiliki bentuk LCCDE sebagaimana persamaan (2.26). Maka kita dapat langsung menggunakan solusi homogen pada persamaan (2.27). Karena kita menghitung respons impuls, maka x[n] = 0 untuk n > 0, sehingga solusi partikular. Jadi impul respons adalah solusi total yang sama dengan solusi homogen.

h [n] = c1 1 2 n + c2 1 3 n

(46)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Tabel 2.6: Simulasi sistem LCCDE.

A B C D 1 Koefisien Nilai 2 a2 -4 3 a1 -3 4 a0 1 5 b2 0 6 b1 2 7 b0 1 8 9 n x[n] y[n] y[n] 10 -2 0 0 11 -1 0 0 12 0 1 1 1 13 1 4 9 9 14 2 16 55 55 15 3 64 297 297 16 4 256 1495 1495 17 5 1024 7209 7209 18 6 4096 33751 33751 19 7 16384 154665 154665 20 8 65536 697303 697303 21 9 262144 3103785 3103785 22 10 1048576 13673431 13673431 Kode spreadsheet: B12: =4^A12 [enter] B13: =4^A13 [enter] dst C12: =SUM(B10:B12*C$5:C$7)-SUM(C10:C11*C$2:C$3) [ctrl+shift]-[enter] C13: =SUM(B11:B13*C$5:C$7)-SUM(C11:C12*C$2:C$3) [ctrl+shift]-[enter] dst D12: =(-1/25*(-1)^A12)+(26/25*(4)^A12)+(6/5*A12*(4)^A12) [enter] D13: =(-1/25*(-1)^A13)+(26/25*(4)^A13)+(6/5*A13*(4)^A13) [enter] dst

(47)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Kita membutuhkan dua persamaan untuk mencari kedua koefisien c1 dan c2, yang

bisa kita bentuk menggunakan solusi ini pada n = 0 dan n = 1: h[0] = c1 12 0 + c2 13 0 h[1] = c1 12 1 + c2 13 1

Untuk keperluan ini kita memanfaatkan Tabel 2.4 pada n = 0 dan n = 1, sehingga diperoleh (secara pecahan) y[0] = 1 dan y[1] = 5

6. Sekarang kita punya sistem dua

persamaan dengan dua tidak diketahui

1 = c1 + c2 5 6 = 1 2c1 + 1 3c2

yang menghasilkan c1= 3 dan c2 = −2. Maka solusi total adalah

h [n] = 3 1 2 n − 2 1 3 n

2.5.4 Simulasi Solusi LCCDE DT

Hasil tersebut di atas dapat diverifikasi menggunakan mengembangan Tabel 2.4 menjadi Tabel 2.7. Misalnya, pada n = 10, kita peroleh h [10] = 3 1

2

10

− 2 1310

yang dapat dihitung menggunakan rumus spreadsheet:

D22: =(3*(1/2)^A22)-(2*(1/3)^A22) [enter]

dst

Tabel 2.7 mengkonfirmasi hasil yang identik antara pendekatan simulasi menggunak-an persamamenggunak-an I/O LCCDE dmenggunak-an simulasi menggunakmenggunak-an solusi LCCDE. Meskipun cara yang kedua lebih panjang, tapi sekali solusi ditemukan, persamaan solusi bisa langsung digunakan untuk n berapapun. Cara yang pertama memerlukan hasil dari n sebelum karena bersifat rekursif.

2.6 Tutorial Solusi LCCDE

2.6.1 Kasus Orde 1 CT

Soal: Diketahui sebuah sistem waktu kontinu dengan input x (t) dan output y (t) dengan hubungan

d

dty (t) + ay (t) = x (t) di mana a konstanta.

1. Carilah y(t) dengan kondisi awal y (0) = y0 dan x (t) = Ke−btu (t)

(48)

2 Sistem Linear Time-Invariant

Tabel 2.7: Simulasi solusi LCCDE

A B C D 8 9 n x[n] y[n] y[n] 10 -2 0 0 0 11 -1 0 0 0 12 0 1 1 1 13 1 0 0.8333333333 0.8333333333 14 2 0 0.5277777778 0.5277777778 15 3 0 0.3009259259 0.3009259259 16 4 0 0.162808642 0.162808642 17 5 0 0.0855195473 0.0855195473 18 6 0 0.0441315158 0.0441315158 19 7 0 0.0225230053 0.0225230053 20 8 0 0.0114139184 0.0114139184 21 9 0 0.0057577645 0.0057577645 22 10 0 0.0028958173 0.0028958173 Kode spreadsheet: D12: =(3*(1/2)^A12)-(2*(1/3)^A12) [enter] D13: =(3*(1/2)^A13)-(2*(1/3)^A13) [enter] dst 2.6.2 Kasus Orde 1 DT

Soal: Sebuah sistem waktu diskrit dengan input x[n] dan output y[n] dengan hubungan y [n] − ay [n − 1] = x [n]

dengan a adalah konstan. Bila sistem relaks, carilah y[n] untuk input x [n] = Kbnu [n]

2.6.3 Kasus Menghitung Respons Impuls

Kasus: Cari solusi dari sistem LCCDE rileks

y[n] = 3y[n − 1] + 4y[n − 2] +x[n] + 2x[n − 1] untuk mencari respons impuls h[n].

Jawab:

Untuk mencari solusi y[n] = yh[n] + yp[n]kita perlu mengubah bentuk persamaan

ke dalam bentuk LCCDE, kemudian menghitung solusi partikular yp[n]dan solusi

homogen yh[n]. Persamaan LCCDE menjadi

y[n] − 3y[n − 1] − 4y[n − 2] = x[n] + 2x[n − 1] Persamaan sistem untuk respons impuls adalah

(49)

2 Sistem Linear Time-Invariant

h[n] = 3h[n − 1] + 4h[n − 2] +δ[n] + 2δ[n − 1]

Untuk menghitung respons impuls, kita tidak perlu menghitung solusi partiku-lar. Dengan demikian solusi yang diperlukan berasal dari soulsi homogen. Untuk LCCDE di atas, kita peroleh persamaan homogen

y[n] − 3y[n − 1] − 4y[n − 2] = 0 dan karakteristik polinomial

p (λ) = λ2− 3λ − 4 = (λ + 1) (λ − 4) dengan demikian maka solusi homogen adalah

h[n] = c1(−1)n+ c2(4)n

Dari persamaan ini dapat dibuat dua persamaan untk mencari c1 dan c2 dengan

memilin n = 0 dan n = 1:

h[0] = c1+ c2

h[1] = −c1+ 4c2

Kemudian dari persamaan sistem respons impuls di atas diproleh dua sample per-tama dari impulse respons

h[0] = 3h[−1] + 4h[−2] +δ[0] + 2δ[−1] = 0 + 0 + 1 + 0 = 1 h[1] = 3h[0] + 4h[−1] +δ[1] + 2δ[0] = 3 + 0 + 0 + 2 = 5 sehingga 1 = c1+ c2 5 = −c1+ 4c2

dan diperoleh c1= −15 dan c2 = 65. Jadi respons impuls nya adalah

h[n] =  −1 5(−1) n+ 6 5(4) n  u [n]

(50)

2 Sistem Linear Time-Invariant

2.6.4 Kasus Solusi Partikular Tidak Independen

Kasus: Cari solusi dari sistem LCCDE rileks

y[n] = 3y[n − 1] + 4y[n − 2] +x[n] + 2x[n − 1]

untuk mencari y[n] pada n ≥ 0 bila dimasuki input x[n] = 4nu[n].

Jawab:

Sebagaimana sebelumnya, untuk mencari solusi y[n] = yh[n] + yp[n] kita perlu

mengubah bentuk persamaan menjadi

y[n] − 3y[n − 1] − 4y[n − 2] = x[n] + 2x[n − 1]

Kandidat solusi partikular untuk input x[n] = 4nu[n]ini adalah y

p[n] = K (4)nu [n],

di mana K seharusnya dapat diperoleh melalui substitusi pada persamaan LCCDE untuk n = 2. Akan tetapi khusus untuk kasus ini ternyata solusi ini tidak inde-penden karena juga sudah terdapat pada solusi homogen, sehingga perlu dicari kandidat lain. Kandidat solusi partikular berikutnya yang masih mengandung in-put tapi bukan bagian dari solusi homogen adalah yp[n] = Kn (4)nu [n]sehingga

diperoleh persamaan substitusi

Kn (4)nu [n] − 3K(n − 1) (4)n−1u [n − 1] −4(n − 2)K (4)n−2u [n − 2] = (4)nu[n] + 2 (4)n−1u[n − 1] dari sini, setelah dievaluasi pada n = 2 diperoleh

K2 (4)2u [n] − 3K (4)1− 4(0)K (4)0 = (4)2+ 2 (4)1

dan K = 6

5. Jadi solusi partikular adalah

yp[n] =

6 5n (4)

n

u [n]

Karena kita sudah menghitung solusi homogen pada bagian sebelumnya, solusi total untuk n ≥ 0 adalah

y [n] = c1(−1)n+ c2(4)n+

6 5n (4)

n

dengan koefisien c1 dan c2 dicari melalui

y [0] = c1(−1)0+ c2(4)0+650 (4)0 = c1+ c2

y [1] = c1(−1)1+ c2(4)1+561 (4)1 = −c1+ 4c2+245

Kita kemudian memanfaatkan Tabel 2.6, kita peroleh y[0] = 1 dan y[1] = 9, sehingga

(51)

2 Sistem Linear Time-Invariant

1 = c1+ c2

9 = −c1+ 4c2+ 245

menghasilkan c1 = −251 dan c2 = 2625. Maka solusi total adalah untuk n ≥ 0

y [n] = − 1 25(−1) n + 26 25(4) n +6 5n (4) n

Hasil ini dapat diverifikasi pada kolom D spreadsheet di Tabel 2.6.

2.7 Penutup

Sistem LTI dapat dikarakterisasi menggunakan respons impuls. Respons dari sistem dapat dihitung melalui proses konvolusi input dengan respons input.

Sesuai namanya, sistem LCCDE persamaan input-output dimodelkan dengan persa-maan diferensial. Respons dari sistem LCCDE adalah solusi dari persapersa-maan diferensial.

Gambar

Gambar 1.1: Konteks sinyal dan sistem dalam tiga realitas
Tabel 1.1: Ringkasan Sinyal dan sistem
Gambar 1.2: Kategori jenis sinyal.
Gambar 1.3: Jenis Sistem
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peserta mengerti konsep dan dapat menghitung output dari sistem LTI melalui konvolusi respons impuls dengan sinyal input (melalui proses folding, shifting, multiplications,

• Jika sebuah sistem memiliki fungsi alih dengan pole- pole positif, maka pole tersebut akan menghasilkan kondisi peralihan yang bertambah besar seiiring bertambahnya waktu. •

Sebaliknya jika ada bagian rill matriks A yang non negatif maka sistem (1.1) adalah tidak stabil [5].. Tidak semua sistem kontrol linier bersifat stabil, akan tetapi sistem yang

Kausalitas (Causality) Suatu sistem disebut kausal, jika untuk suatu waktu, output sistem hanya tergantung pada input saat itu dan sebelumnya, atau dapat juga output sistem

Respon steady state suatu sistem LTI kontinyu stabil terhadap input sinyal periodik lebih mudah didapatkan jika sinyal periodik tersebut dinyatakan dalam bentuk

Contoh bentuk sinyal waktu kontinyu bisa dilihat seperti pada Gambar 2.2a, yang dalam hal ini memiliki bentuk sinusoida dan bisa dinyatakan dalam bentuk fungsi matematik x(t) =

Pada Gambar 8, dapat dilihat, bahwa daerah yang diarsir merupakan daerah kestabilan sistem ruang diskret terletak di dalam lingkaran satuan terbuka dengan pusat titik asal

Peserta dapat menganalisa sistem SWD linear time invariant (LTI) melalui penguraian sinyal input ke dalam kombinasi linier dari subsinyal, memproses subsinyal, dan