1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu daerah rawan banjir di Jawa Timur. Hampir di setiap musim hujan, Kabupaten Pasuruan selalu tergenang banjir. Tentu saja hal ini sangat mengganggu aktivitas masyarakat di Kabupaten Pasuruan. Untuk mengatasinya, maka pemerintah Kabupaten Pasuruan mengupayakan adanya normalisasi sungai. Salah satu sungai yang akan dinormalisasi adalah sungai Bangiltak. Dengan adanya normalisasi sungai, maka jembatan-jembatan di sepanjang sungai Bangiltak harus dibongkar. Karena lebar sungai yang bertambah.
Sehingga perlu dirancang jembatan yang sesuai dengan lebar sungai akibat normalisasi. Untuk mendapatkan suatu desain jembatan yang baik dan memenuhi persyaratan keamanan dan kenyamanan seperti yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka perlu didesain dimensi serta kebutuhan tulangan plat, balok, tiang sandaran, pilar, abutment dan bagian jembatan lainnya yang sesuai dengan prosedur yang ada pada peraturan yang berlaku.
Jembatan Kedung Ringin pada tugas akhir ini didesain ulang menggunakan metode busur rangka batang. Metode busur rangka batang digunakan untuk jembatan ini dikarenakan dengan metode tersebut dapat digunakan untuk bentang yang panjang. Sehingga jembatan didesain sepanjang 120 meter atau hanya 1 bentang tanpa ada pilar di tengah bentang. Pada tugas akhir ini akan dibahas tentang perencanaan bentang tengah jembatan yang berupa rangka baja serta perencanaan pilar jembtan.
Data jembatan rencanaKedung Ringin akan diuraikan sebagai berikut :
1. Nama Proyek : Perencanaan Teknis Jembatan Kedung Ringin, Pasuruan. 2. Pemilik Proyek : Dinas PU Jawa Timur. 3. Lokasi Proyek : Desa Kedung Ringin,
Pasuruan.
4. Bangunan Atas : Busur Rangka Batang Baja
5. Bangunan Bawah : Pondasi tiang pancang
Gambar 1.1 Loka Kedung
1.2 Perumusan Masa Dalam perencan jembatan Kedung Ringin rangka batang pelu ada khusus sehingga dida jembatan busur rangka b yang baik serta memen disyaratkan dalam per Sehingga akan timbu bagaimana perencanaan rangka batang baja yan persyaratan yang ditentu Pada perencana jembatan Kedung Ringin rangka batang baja per baik. Hal tersebut melipu 1. Bagaimana prosedu
rangka batang baja j 2. Bagaiman prosedur bawah jembatan? 3. Bagaimana prosedur
pelengkap jembatan 1.3 Batasan Masalah
Perencanaan Jem Kabupaten Pasuruan mel 1. Perencanaan dimen busur rangka batan dan bangunan peleng 2. Penggunaan rumu
dengan yang ada literatur yang diguna 3. Penggambaran hasi
jembatan. Perencanaan yan membahas tentang perh dan metode pelaks jembatan.
okasi Proyek jembatan ng Ringin
asalah
canaan bentang tengah gin yang berbentuk busur adanya suatu perhitungan idapatkan suatu desain a batang baja beserta pilar enuhi standar yang telah peraturan yang berlaku. bul suatu pertanyaan, an suatu jambatan busur ang baik serta memenuhi
tukan?
anaan bentang tengah gin ini yang berupa busur perlu adanya desain yang
iputi :
edur perencanaan busur ja jembatan?
ur perencanaan bangunan dur perencanaan bangunan tan?
lah
embatan Kedung Ringin eliputi :
ensi dan analisis struktur tang, abutment jembatan engkap jembatan.
us-rumus yang sesuai a di peraturan ataupun unakan.
1.4 Tujuan
Perencanaan Jembatan Kedung Ringin ini bertujuan untuk dapat merencanakan suatu struktur jembatan yang baik dan memenuhi kelayanan dan mempunyai kekuatan yang cukup. Dan apabila terjadi kehilangan kelayanan dan kemungkinan terjadi keruntuhan struktur maka hal itu terjadi tidak terlalu parah dan umur jembatan sesuai dengan umur rencana jembatan. Secara khusus, tujuan perencanaan Jembatan Kedung Ringin ini adalah :
1. Perencanaan bangunan atas jembatan yang meliputi perencanaan busur rangka batang, balok girder, balok diafragma, trotoar dan kerb jembatan. Yang meliputi perencanaan dimensi dan kebutuhan baut yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Perencanaan bangunan bawah jembatan yang meliputi perencanaan Abutment, poer pilar serta kebutuhan tiang pancang. Yang meliputi perencanaan dimensi, kebutuhan tulangan serta kebutuhan tiang pancang yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
1.5 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari proses perencanaan struktur Jembatan Kedung Ringin adalah kehidupan perekonomian masyarakat Kecamatan Kedung Ringin, Kabupaten Pasuruan akan berkembang. Karena ada prasarana yang memfasilitasi mereka untuk pergi ke pasar ataupun menuntut ilmu tanpa adanya kendala akibat tidak adanya jembatan di daerah mereka.
Penggunan metode busur rangka batang pada bentang tengah jembatan menguntungkan karena bentang jembatan bisa panjang sehingga tidak perlu adanya pilar. Karena dengan adanya pilar maka akan dapat mengganggu aliran sungai. Resiko kegagalan struktur akibat tergerusnya lapisan bawah pilar dapat dihindari.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Definisi jembatan adalah suatu struktur yang menghubungkan alur transportasi melintasi rintangan yang ada tanpa menutupnya. Rintangan bisa berupa sungai, jurang, jalan dan lain sebagainya.
Jembatan Kedung Ringin Kabupaten Pasuruan didesain dengan menggunakan metode prategang. Dalam tugas akhir ini, Jembatan
Kedung Ringin didesain ulang dengan menggunakan busur rangka batang baja.
Metode dipilih karena dengan metode ini dimungkinkan untuk jembatan bentang panjang. Dari segi estetika jembatan dengan metode ini juga lebih indah.
2.2. Analisis Pembebanan Jembatan Pada perencanaan jembatan yang perlu diperhatikan adalah beban-beban yang terjadi pada jembatan. Beban-beban tersebut akan mempengaruhi besarnya dimensi dari struktur jembatan serta banyak tulangan yang digunakan. Pada peraturan teknik jembatan Standar
Nasional Indonesia T-02-2005 aksi-aksi (beban) digolongkan berdasarkan sumbernya yaitu:
2.2.1.Beban Mati
Beban mati struktur jembatan adalah berat sendiri dari masing – masing bagian struktural jembatan dan berat mati tambahan yang berupa berat perkerasan. Masing – masing berat bagian tersebut harus dianggap sebagai aksi yang saling terkait.
2.2.2.Beban Hidup
Beban hidup pada jembatan meliputi : 1. Beban Lalu – Lintas
Beban lalu – lintas untuk perencanaan struktur jembatan terdiri dari beban lajur ” D ” dan beban truk ”T” :
a. Beban Lajur ”D”
Beban lajur D bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada girder yang ekivalen dengan suatu iring – iringan kendaraan yang sebenarnya. Intensitas beban D terdiri dari beban tersebar merata dan beban garis. Beban tersebar merata (UDL = q). Besarnya beban tersebar merata q menurut Standar Nasional Indonesia T-02-2005 pasal 6.3.1.
adalah :
q = 9,0 kN/m² (untuk L < 30 m), digunakan desain ...2.1 q = 9,0 ( 0,5 + 15/L ) kM/m² (untuk L > 30 m) ...2.2 dimana, L = Panjang total jembatan yang dibebani
3 Gambar 2.1. Kedudukan Beban Lajur “D’’ b. Beban Truk ” T ”
Beban truk ” T ” adalah berat satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi yang digunakan untuk menganalisis pelat jalur lalu – lintas.
Gambar 2.2. Pembebanan Truk “T” c. Faktor Pembesaran Dinamis.
Faktor pembesaran dinamis (DLA) berlaku pada ”KEL” lajur ”D” dan truk ”T” sebagai simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada struktur jembatan. Untuk Truk ”T” nilai DLA adalah 0,3 sedangkan untuk ”KEL” lajur ”D” nilai dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Faktor Beban Dinamik untuk ”KEL” Lajur ”D”
3. Beban Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.
4. Gaya Rem
Pengaruh pengereman kendaraan diperhitungkan dalam analisis jembatan dimana gaya tersebut bekerja pada permukaan lantai jembatan. Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung pada lebar jembatan dan diberikan dalam tabel 2.4 untuk panjang struktur yang tertahan.
Tabel 2.4. Gaya Rem
2.2.3.Beban Lateral 1. Beban Gempa
Berdasarkan peraturan Standar Nasional Indonesia T-02-2005 pasal 7.7, beban rencana
akibat gempa minimum diperoleh dari rumus berikut :
W . I . Kh
TEQ= T ...2.3
Dengan :
TEQ = gaya geser dasar total dalam arah yang
ditinjau
I = faktor kepentingan
WT = total berat nominal bangunan yang
dipengaruhi oleh percepatan diambil akibat gempa, sebagai beban mati tambahan
C = koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai
S = faktor tipe bangunan
Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, maka rumus berikut ini dapat digunakan.
KP g
W 2
T= π TP ... 2.5
Dengan :
T = waktu getar dalam detik
G = percepatan gravitasi (g = 9.8 m/dt2)
WTP = total berat nominal bangunan atas
termasuk beban mati tambahan ditambah setengah dari pilar ( bila perlu dipertimbangkan )
KP = kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m). 2. Beban angin
Gaya angin nominal ultimate pada jembatan tergantung pada kecepatan angin rencana sebagai berikut :
Ab
(Vw)
Cw
0.0006
T
2EW
=
... 2.6Dengan :
Vw = kecepatan angin rencana (m/dt) Cw = koefisien seret ( lihat tabel 2.5) Ab = luas ekivalen bagian samping jembatan
(m2)
Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam tabel 2.5.
Tabel 2.5. Koefisien Seret Cw
Catatan :
1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif.
2) Untuk harga antara dari B/d bisa diinterpolasi linier.
3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar
3% untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikkan maksimum 25%. 2.9. Perencanaan Rangka Batang
Selain harus memiliki kekuatan yang cukup, rangka batang juga harus memiliki tinggi lengkung busur yang yang cukup dan ideal. Sehingga kekuatan busur dapat optimum. Tinggi lengkung busur tergantung pada panjang bentang jembatan. Dalam buku Bridge Engineering Handbook, Gerard F. Fox
mencontohkan beberapa jembatan yang ada di dunia yang menggunakan busur rangka baja. Antara lain :
•The Cowlitz River Bridge, di Washington.
Jembatan ini memiliki panjang bentang 159 meter dengan tinggi lengkung busur 45 meter. Sehingga perbandingan tinggi tampang dengan panjang bentang adalah 1 : 3,5. Jembatan ini merupakan jembatan beton rangka busur.
•Wanxian Yangtze Bridge, di China. Jembatan
ini memiliki panjang bentang 425 meter dengan tinggi lengkung busur 85 meter. Sehingga perbandingan tinggi tampang dengan panjang bentang adalah 1 : 5. Jembatan ini merupakan jembatan beton rangka busur dan merupakan yang terpanjang. •New River Gorge, di Fayetteville Virginia
Barat. Merupakan jembatan busur rangka batang. Dan merupakan yang terpanjang.Jembatan ini memiliki panjang bentang 518 meter dengan perbandingan tinggi legkung busur dengan panjang bentang adalah 1 : 4,6.
Dari beberapa contoh di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perbandingan tinggi muka tampang busur dengan panjang bentang jembatan adalah berkisar 1 : 4,5 hingga 1 : 6. Sehingga tinggi lengkung jembatan Kedung Ringin adalah 24 meter
Tinggi tampang busur untuk jembatan rangka batang adalah sekitar hingga . Dan jembatan Kedung Ringin direncanakan memiliki tinggi tampang busur 4 meter.
Lebar jembatan rangka batang agar busur kaku, maka harus direncanakan memiliki perbandingan lebar dan panjang lebih besar sama dengan 1 : 20. Sehingga lebar minimum jembatan Kedung Ringin adalah 5,5 meter. Dan jembatan Kedung Ringin ini direncanakan memiliki lebar jembatan 10 meter.
5 Pengaruh beban global pada struktur harus dihitung sesuai dengan teori elastis, berdasarkan anggapan bahwa semua unsur adalah lurus. Semua unsur saling berhubungan dan tiap hubungan terletak pada pertemuan sumbu garis berat unsur-unsur yang relevan dan semua beban, termasuk berat sendiri unsur, bekerja pada titik hubungan.
BAB III METODOLOGI
3.1. Diagram Alir Metodologi
3.2. Pengumpulan data
Data-data perencanaan secara keseluruhan mencakup data umum jembatan, data bahan dan data tanah.
• Data Umum Jembatan
Nama jembatan : Jembatan Kedung Ringin Kabupaten Pasuruan
Tipe jembatan : Jembatan beton konvensional
Lokasi : Ruas Jalan Kecamatan Kedung Ringin, Kabupaten Pasuruan, Propinsi Jawa Timur. Lebar jembatan : 7 meter.
Bentang jembatan : 90 meter. Dibagi menjadi 2 x 45 meter • Data Perencanaan Jembatan
Lebar jembatan : 10.5 meter. Tinggi fokus : 22 meter. Tinggi tampang : 4 meter. Bentang jembatan : 120 meter Struktur utama : Baja. • Data Bahan
Kekuatan tekan beton (fc’) = 35 MPa Tegangan leleh baja (fy) = 400 Mpa Mutu profil baja BJ 50 dengan :
Tegangan leleh (fy) = 290 MPa Tegangan putus (fu) = 500 Mpa • Data Tanah
Data tanah digunakan untuk merencanakan pondasi jembatan tersebut.
3.3. Studi literatur
1. Standar Nasional Indonesia (SNI) T-02-2005. Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. 2. Standar Nasional Indonesia (SNI)
T-03-2005. Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. 3. Standar Nasional Indonesia (SNI)
T-12-2004. Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. 4. Bridge Design Manual Bridge
Management System (BMS). 1992. Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga.
5. Chen, Wai-Fah, Duan, Lian. 2000. Bridge
Engineering Handbook. Boca Raton.
London
6. Sosrodarsono, Suyono.Ir, dan Nakazawa, Kazuto. 1984. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi. Jakarta : PT. Pradnya Paramitha. 7. Troitsky, M. S. 1994. Planning and Design
of Bridge. John Wiley & Sons, Inc. New
3.4. Pembebanan
Pembebanan pada perencanaan jembatan ini mengacu pada peraturan teknik perencanaan jembatan BMS 1992. Beban – beban meliputi :
3.4.1.Beban Tetap • Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berikut ini merupakan berat isi dan kerapatan massa untuk berat sendiri dari bermacam – macam bahan.
• Beban Mati Tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan.
• Tekanan Tanah
Koefisen tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat – sifat tanah yang ditentukan berdasarkan pada kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan sebagainya. Dan sifat – sifat tanah tersebut dapat diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah.
Untuk bagian tanah di belakang dinding penahan harus diperhitungkan adanya beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu – lintas kemungkinan akan bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis (Gambar 3.1). Besarnya beban tambahan ini bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu – lintas tersebut. Dan beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja.
Limit of travel Batas lewat Surchage Beban tambahan
600 mm
Daerah keruntuhan aktif
Traffic able to travel next to wall Lalu lintas bisa lewat disebelah dinding Aktive failure zone
Limit of travel Batas lewat Surchage Beban tambahan
Daerah keruntuhan aktifAktive failure zone
Traffic prevented from travelling next to wall Lalu lintas dicegah untuk bisa melewati disebelah dinding
Gambar 3.1. Tambahan Beban Hidup 3.4.2.Beban Lalu – Lintas
Beban lalu – lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur ”D” dan beban truck ”T”. Beban lajur ”D” bekerja pada seluruh
lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring – iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur ”D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban truck ”T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu – lintas rencana. Tiap as terdiri dari 2 bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truck ”T” diterapkan per lajur lalu – lintas rencana.
Secara umum beban ”D” akan menentukan dalam perhitungan yang mempunyai bentang mulai dari sedang sampai panjang, sedangkan beban ”T” digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
3.4.3.Gaya Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu – lintas harus diperhtungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai kendaraan.Sistem memanjang harus direncanakan untuk menahan gaya memanjang tersebut, tanap melihat berapa besarnya lebar bangunan.
Dalam perencanaan gaya rem tidak boleh digunakan tanpa beban lalu – lintas vertikal yang bersangkutan. Dalam hal ini dimana pengaruh beban lalu – lintas vertikal dapat mengurangi pengaruh dari gaya rem ( seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan ). 3.4.4.Beban Untuk Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang di bebani. 3.4.5.Beban Lingkungan
Beban lingkungan dapat terjadi karena pengaruh temperature, angin, banjir, gempa, dan penyebab – penyebab lainnya.
BAB IV
PERHITUNGAN PELAT LANTAI KENDARAAN
4.1. Perencanaan Tebal Pelat Lantai Kendaraan
7 pelat lantai kendaraan harus memenuhi persyaratan berikut :
d ≥ 200 mm
d ≥ 100 + 0.04 . (b)
≥ 100 + 0.04 . 1750
≥ 170 mm
Direncanakan tebal pelat lantai kendaraan 250 mm dimana :
d = tebal lantai kendaraan
b = jarak antar antar tumpuan
Gambar 4.1. Pelat Lantai Kendaraan 4.2. Pembebanan Pelat Lantai Kendaraan
Pembebanan pada pelat lantai kendaraan merupakan kombinasi antara beban mati dan beban hidup. Rincian pembebanan pada pelat lantai kendaraan :
- Beban Mati :
Berat sendiri pelat
= 0.25 x 1 x 1.75 x 2.5 = 1.09 Ton/m
Berat aspal
= 0.05 x 1 x 1.75 x 2.2 = 0.19 Ton/m
Beban air hujan
= 0.05 x 1 x 1.75 x 1 = 0.09 Ton/m +
Total beban mati = 1.37 Ton/m
- Beban Hidup :
• Menurut SNI T-02-2005 ps. 6.4.1 tentang besarnya beban truk “T”, beban T ditentukan sebesar 112.5 KN = 11.25 Ton. • Faktor beban ultimate untuk beban T = 1,8.
Maka total beban T = 1,8 x 11.25 x (1+0.3) = 26.325 Ton.
4.3. Perhitungan Momen Pada Pelat Lantai Kendaraan
Untuk balok menerus, rumus sederhana perhitungan momen adalah sebagai berikut :
Gambar 4.2. Gambar Rumus Perhitungan Momen Balok Menerus • Momen akibat beban mati : memanjang
• Momen akibat beban hidup : ML = 4.4. Penulangan Pelat Lantai Kendaraan
Data perencanaan untuk penulangan pelat lantai antara lain :
f’c = 35 MPa pusat tulangan tarik untuk tulangan arah melintang.
dy = jarak antara serat tekan terluar hingga pusat tulangan tarik untuk tulangan arah memanjang.
(SNI-03-2847-2002 ps 10.4.3)
(SNI-03-2847-2002 ps 12.3.3) = 0,75 x 0,0361
Dipasang tulangan D16-200 (As pasang = 1005 mm2)
4.4.2.Perhitungan Tulangan Arah Memanjang
Dipasang tulangan susut dengan ketentuan besar rasio luas tulangan terhadap luas penampang beton untuk struktur yang menggunakan tulangan dengan fy = 400 MPa sebesar 0,0018. sehingga didapatkan luas tulangan yang digunakan :
d
4.4.3.Perhitungan Kekuatan Pelat Menahan Geser Pons
Kekuatan geser pelat lantai kendaraan didapat dengan menggunakan rumus :
Karena Mv* = 0, sehingga Vn = Vno …… SNI T-12-2004 ps. 5.6.1.
Gambar 4.2. Bidang Geser Pons Maka digunakan rumus :
Vn =
(
)
tulangan tarik = SNI T-12-2004 ps. 5.6-4
βh = rasio sisi panjang dan sisi pendek
beban terpusat
9 fpe = tegangan tekan dalam beton akibat
gaya pratekan. = 0 MPa Maka,
Vn = 2400×202×
(
1.5+0)
= 727200 N = 727.2 kN Kekuatan geser efektif =
n V ×
φ
Dimana :
φ = faktor reduksi kekuatan geser = 0.7 ……. SNI T-12-2004 ps. 4.5.2. φ Vn = 0.7×727.2
= 509.04 kN
Vu = gaya geser yang terjadi
= 112.5 kN < φ Vn = 509.04 kN…. Pelat mampu menahan gaya geser terjadi
BAB V
PERENCANAAN GELAGAR JEMBATAN
Untuk perencanaan gelagar jembatan ini menggunakan profil baja dengan mutu BJ 55, dengan ketentuan sebagai berikut :
• Tegangan leleh → fy = 410 MPa
• Tegangan ultimate → fu = 550 MPa
• Modulus Elastisitas E = 2.1 x 106 kg/cm2
5.1 Perencanaan Gelagar Memanjang
Gambar 5.1. Detail Perencanaan Gelagar Untuk perencanan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 500 x 300 x 11 x 18
Data – data profil :
g = 128 kg/m ; Ix = 71000 cm4
A = 163.5 cm2 ; Iy = 8110 cm4
ix = 20.8 cm ; Zx = 2910 cm3
iy = 7.04 cm ; Zy = 541 cm3
d = 488 mm ; t f = 18 mm
b = 300 mm ; t w = 11 mm
5.1.1 Pembebanan a. Beban Mati
•Berat pelat beton
= 0.25 x 1.75 x 2400 x 1.3 = 1365.00 kg/m
•Berat aspal
= 0,05 x 1.75 x 2200 x 1.3 = 250.25 kg/m •Berat bekisting
= 50 x 1.45 x 1.4 = 101.50 kg/m •Berat sendiri balok
= 128 x 1.1 = 140.80 kg/m Qd (u) = 1857.55 kg/m •Qd (u) = 1857.55 kg/m
•MD = 2
(u) Qd 8 1
L × ×
= 2
5 55 . 1857 8 1
×
×
= 5804.844 Kg.m b. Beban Hidup
•Beban terbagi rata (UDL)
Menurut ketentuan SNI T-02-2005 ps. 6.3.1 (2) untuk :
kPa ) L 15 (0.5 9.0 q ; m 30
L ≥ = × +
Pembeban UDL :
kPa ) 120
15 (0.5 9.0 q ; m 120
L = = × +
2 Kg/m 562.5 kPa 625 . 5
q = =
Beban yang bekerja :
qL = 562.5 x 1.75 x 2 = 1968.75
kg/m = 19.69 kN/m •Beban garis (KEL)
Menurut ketentuan SNI T-02-2005 ps 6.3.1 (3), beban garis (KEL) sebesar p kN/m, ditempatkan tegak lurus dari arah lalu – lintas pada jembatan dimana besarnya : P = 49 kN/m = 4900 kg/m Faktor beban dinamik yang berlaku untuk KEL ditentukan melalui persamaan : P1 = (1+DLA)×P×b1×KTDU
Dengan, DLA = 0.3
U TD
K
= 1.8 Maka,P1 = (1+0.3)×49×1.75×1.8 = 200.655 kN
Gambar 5.2. Pembebanan Akibat Beban UDL c. Momen akibat beban truk ”T”
Menurut SNI T-02-2005, besar beban truk ”T” adalah sebesar 112.5 kN
Gambar 5.3. Pembebanan Akibat Beban Truk
ML2 = U
34925.63 Kg.m
5.1.2 Kontrol kekuatan lentur 5.1.2.1 Kontrol penampang
Badan :
5.1.2.2 Kontrol tekuk lateral
Dipasang shear connector praktis sejarak 120 cm sebagai pengaku arah lateral.
• LP =
(Bentang Pendek) • Mnx = Mpx 5.1.3 Kontrol lendutan
Persyaratan untuk lendutan per bentang memanjang T-03-2005 ps. 4.7.2
11 c. Lendutan akibat beban truck :
• 5.1.4 Kontrol geser
Gaya geser maksimum terjadi apabila beban hidup berada dekat dengan perletakan.
Jadi Va yang digunakan adalah Va akibat beban truk sebesar 29250 kg.
• 5.2 Perencanaan Gelagar Melintang
Untuk perencanan awal gelagar melintang dipilih profil WF dengan dimensi : 900 x
5.2.1 Pembebanan a. Beban Mati
Sebelum komposit
• qD1(u = ) qD1 = 4966.886 kg/m Sesudah komposit
Ra = 5944.19 Kg = 59.4419 kN memberikan Mmax terbesar yaitu :
M max L1 = 216638.1 Kg.m
BAB VI
KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA
h = 4 m → syarat :
25 1 L h 40
1 ≤ ≤ ... (A.
Hool & W.S Kinne) untuk
L h =
120
4 = 0.033 ≤ 0.04
K
OK 6.2 Batang PenggantungPersamaan parabola :
Yn =
(
)
2
L X L . X . f .
4 − ... (A. Hool & W.S Kinne)
L = 120 m ; f = 24 m ; Yn’ = f - Yn
Tabel 6.1 Panjang Penggantung
Frame X Y Yn' panjang penggantung
12 0 0 24 0.000
11 5 0 24 0.000
10 10 0 24 7.333
9 15 0 24 10.500
8 20 0 24 13.333
7 25 0 24 15.833
6 30 0 24 18.000
5 35 0 24 19.833
4 40 0 24 21.333
3 45 0 24 22.500
2 50 0 24 23.333
1 55 0 24 23.833
0 60 0 24 24.000
Profil yang dipakai WF 350 x 350 x 14 x 22 dengan data – data sebagai berikut :
A = 202 cm2 ; ix = 15.30 cm
g = 159 kg/m ; iy = 8.90 cm Konstruksi Busur
6.3.1 Bentuk Geometrik Busur Persamaan parabola :
Yn = (L X)
L X . f . 4
2 −
L = 120 m ; f = 24 m ; Yn’ = f - Yn
∆ Sn = 2 2
∆X ) ' 1 Y ' (Y
n
n − − +
Tabel 6.3 Persamaan Parabola Busur
Titik Segm
en X (m)
Y (m)
Yn' (m)
An (cm²)
∆ Sn (m)
12 0 9 0
11-12 770.1 5.412
11 5
11.
370 12.630
10-11 770.1 5.515
10 10
13.
697 10.303
9-10 770.1 6.111
9 15
10.
184 13.816
8-9 770.1 5.729
8 20
12.
982 11.018
7-8 770.1 5.606
7 25
15.
516 8.484
6-7 770.1 5.498
6 30
17.
803 6.197
5-6 770.1 5.405
5 35
19.
856 4.144
4-5 770.1 5.324
4 40
21.
685 2.315
3-4 770.1 5.254
3 45
23.
301 0.700
2-3 770.1 5.195
2 50
24.
710 -0.710
1-2 770.1 5.144
1 55
25.
919 -1.919
0-1 770.1 5.102
0 60
26.
934 -2.934
6.3.2 Penampang Busur
Ukuran tebal sayap (tf) dan tebal badan (tw) : Segmen 11-12 sampai dengan segmen 0-1 : d = 498 mm B = 432 mm
tf = 70 mm tw = 45 mm Luas penampang :
A = 770.1 cm2
Momen inersia penampang : Ix = 298000 cm4
13 W = 12000 cm3
BAB VII
KONSTRUKSI SEKUNDER
Ikatan Angin Atas
WF 300x300x11x17(horizontal) WF 250x250x11x11 (diagonal) Ikatan angin bawah WF 250x250x11x11 (diagonal) Portal Akhir
Balok end frame WF 400x400x45x75 Kolom end frameWF 450 x 200 x 8 x 12
BAB VIII
PERHITUNGAN SAMBUNGAN
8.1 Sambungan Gelagar Melintang – Gelagar Memanjang
Alat sambung yang digunakan adalah baut mutu tinggi (HTB) yang perencanaannya berdasarkan AISC – LRFD.
• Kekuatan geser baut (LRFD 13.2.2.1 ) Vd = φf x Vn
Dimana → Vn = r1 x
b u
f
x Ab • Kekuatan tumpu (LRFD 13.2.2.4 )Rd = φf x Rn
Dimana → Rn = 2,4 x db x tp x fu
Data – data perencanaan :
Pelat penyambung → tp = 10 mm
Baut → db = 19 mm
• Sambungan pada gelagar memanjang (2 bidang geser)
Kekuatan ijin 1 baut : - Kekuatan geser baut
Vd = φf x Vn = 9356.45kg
- Kekuatan tumpu baut Rd = φf x Rn = 28044 kg
Jumlah baut yang diperlukan. - n =
Vd
Pu =
9356.45 19596.56
= 3 baut
• Sambungan pada gelagar melintang - Kekuatan geser baut
Vd = φf x Vn = 9356.45kg
- Kekuatan tumpu baut Rd = φf x Rn = 28044 kg
Jumlah baut yang diperlukan. - n =
Vd Pu =
9356.45 27026.69
= 3 baut (2 sisi)
WF 500 x 300 x 11 x 18 (memanjang)
WF 900 x 300 x 18 x 34 (melintang) Profil siku 90 x 90 x 13
Baut pada balok melintang
Baut pada balok memanjang
8.2 Sambungan Gelagar Melintang – Batang Tarik
Alat sambung yang digunakan adalah : Baut → db = 32 mm ; BJ 41
Pelat → tp = 30 mm ; BJ 37
Jumlah baut yang dibutuhkan n =
Vd Pu =
49762.83 920435.96
= 10 baut
8.3 Sambungan Gelagar Melintang – Batang Penggantung
Alat sambung yang digunakan adalah : Baut → db = 26 mm ; BJ 41
Pelat → tp = 20 mm ; BJ 37
Jumlah baut yang dibutuhkan n =
Vd Pu =
21900.83 97562.77
= 6 baut
8.4 Sambungan Batang Penggantung – Rangka Busur
Alat sambung yang digunakan adalah : Baut → db = 26 mm ; BJ 41
Pelat → tp = 16 mm ; BJ 37
Jumlah baut yang dibutuhkan n =
Vd Pu =
21900.83 97562.77
= 6 baut
8.5 Sambungan Konstruksi Busur 8.5.1 Sambungan Batang Atas Dari hasil perhitungan diperoleh : a. Frame 110
Direncanakan :
Baut → db = 26 mm ; BJ 41
Pelat → tp = 20 mm ; BJ 37
Jumlah baut yang dibutuhkan n =
Vd
Pu =
21900.83 1131342.54
b. Frame 34 Direncanakan :
Baut → db = 26 mm ; BJ 41
Pelat → tp = 20 mm ; BJ 37
Jumlah baut yang dibutuhkan n =
Vd Pu =
21900.83 728709.82
= 34 baut
8.5.2 Sambungan Batang Bawah a. Frame 117
Direncanakan :
Baut → db = 26 mm ; BJ 41
Pelat → tp = 20 mm ; BJ 37
Jumlah baut yang dibutuhkan
n =
Vd Pu =
21900.83 858898.46
= 40 baut
c. Frame 1 Direncanakan :
Baut → db = 26 mm ; BJ 41
Pelat → tp = 20 mm ; BJ 37
Jumlah baut yang dibutuhkan n =
Vd
Pu =
21900.83 968897.75
= 45 baut
BAUT 52Ø26
BAUT 6Ø26 PLAT t=20mm
B2
B1 BAUT 10Ø40
0.80 0.80
0.80 0.80
0.50 0.80
0.80 0.80 0.80 0.80
0.72 1.56
0.72
0.72 1.56 0.72 0.80 0.80 0.80 0.80 0.50
1.14 1.25
1.14
D1 D2
0.40 1.14
1.25 1.14
0.40
0.80 0.80
0.80 0.80
0.80 0.50
BAUT 45Ø26 BAUT 45Ø26 BAUT 43Ø26
ANCHOR BOLT
STUD CONNECTOR A1
A2
15 BAB IX
DESAIN PERLETAKAN
9.1. Perencanaan Perletakan Direncanakan perletakan baja - Mutu baja = BJ 50 - Mutu beton = f’c 35 Mpa
= 350 kg/cm
S
1
L
L
h
S
2
S4
S5
S
2
h
S3
S3 S3
b
1
3
5
800 550
800
5
5
0
500
1
0
0
5
8
0
BAB X
STRUKTUR BAWAH JEMBATAN
Rangkuman Data Beban
V Hy Hx Ordinat My Mx
(ton) (ton) (ton) (m) (ton-m) (ton-m)
M 1044.40 0.00 0.00
H 61.52 0.00 0.00
Ta 1 36.72 4.50 165.24
Ta 2 54.48 1.33 72.46
Ta 3 136.20 2.50 340.50
Ta 4 40.56 1.67 67.74
Gg 165.89 9.00 1493.00
Rm 25.00 9.00 225.00
A 36.47 9.00 328.24
Hg (atas) 28.09 93.64 9.00 252.82 842.73
Hg (bawah) 192.43 192.43 2.72 523.41 523.41
Tag 244.56 2.72 665.20
Beban
Dimana :
M = Beban mati (dead load) H = Beban hidup (live load) Ta = Tekanan tanah
Gg = Gaya gesek = 0,15 (M + H) Rm = Gaya Rem (traffic load) A = Beban angin (wind load) Hg = Gaya gempa (earthquake) Tag = Tekanan tanah akibat gempa Perhitungan daya dukung S-1
5 3
kell JHP A Cn
P= × + ×
Dengan,
P = daya dukung tanah
Cn = nilai konus pada kedalaman n A = luas penampang tiang pancang
= 2
4 1
D ×
×π = 2
60 4 1
×
×π = 2827.84 cm2
JHP = nilai jumlah hambatan pelekat pada kedalaman n
Kell = keliling tiang pancang = π×D= π×60= 188.50 cm
81 . 207368 5
5 . 188 1350 3
84 . 2827
166× + × =
= tekan
Pijin
Kg
50895 5
5 . 188 1350
= × = cabut
Pijin Kg
QL = Pijin η
tekan×
= 207.3 x 0.62 = 128.57 ton
Yang terjadi :
Ptekan = 70.50 ton Pcabut = -7.30 ton Kontrol Kekuatan Tiang
Dari Spesifikasi Wika Pile Classification direncanakan tiang pancang beton dengan :
•Diameter : 60 cm •Tebal : 10 cm •Luas : 1570.80 cm2
: 243.47 inch2 •Kelas : C •fc’ : 600 kg/cm2
: 8533.64 psi •fpe : 55.25 kg/cm2
: 785.81 psi •Allowable axial : 211.60 ton •Bending moment crack : 29.00 t-m •Bending moment ultimate : 58.00 t-m •P ultimit tiang = (0.85 x fc’ – 0.60 x fpe) x
0.6 x A
= 990743.90 lbs
Perencanaan Tulangan Abutment Dan
Pilecap
Penulangan pilecap
Perhitungan tulangan pilecap yaitu penulangan lentur pada pilecap, dianalisa sebagai balok kantilever dengan perletakan jepit. Beban yang diterima pilecap adalah beban terpusat dari tiang sebesar P dan beban merata dari berat pilecap dan urugan diatasnya sebesar q. Perhitungan dari gaya dalam dianalisa dengan statis tertentu. Data perencanaan :
•fc’ = 35 MPa •Diameter tul memanjang = 32 mm •Selimut beton = 100 mm
d = t - selimut beton - 0.5 φutama - φmemanjang
= 1852 mm
2002 Ps. 12.3.3 = 0.0314 ρmin =
fy
1.4 = 0.004
Koefisien Ketahanan
Rn =
Luas Tulangan
As perlu = ρ x b x d
= 0.004 x 1000 x 1852 = 7408 mm2
Digunakan tulangan φ 32 - 100 mm (As = 8846.73 mm2)
Untuk tulangan memanjang : As perlu = ρ x b x d
= 0.0014 x 1000 x 1852 = 2592 mm2
Digunakan tulangan φ 32 - 275 mm (As = 3728.79 mm2 )
Kontrol geser poer
Gaya geser yang terjadi :
Vu = Jumlah reaksi tiang x jumlah tiang
= 70.50 x 7 = 493.50 ton Kekuatan beton :
φ Vc = 0.6 x fc'bwd
Penulangan dinding abutment
Kontrol apakah dinding abutment dihitung sebagai kolom atau dinding. Kontrol dilakukan dengan menggunakan rumus :
ΣΣΣΣPu < φφφφ.10%.0,85.fc.A Dengan,
ΣPu = jumlah total gaya aksial yang terjadi = 1105.93 ton = 11059300 N fc’ = 35 Mpa
A = luas penampang
17 φ x 10% x 0.85 x fc’ x A = 0.7 x 10% x 0.85 x 35 x 28800000
= 59976000 N < 11059300 N
Maka perhitngan dinding abutment dihitung sebagai pelat.
Untuk perencanaan dinding abutment direncanakan berdasarkan momen maksimum yang terjadi Mxmax = 2363.93 tm maka akan
direncanakan Tulangan abutment
• Mmax = 2363.93 tm = 2.36 x 1010 Nmm
a. Koefisien Ketahanan Rn =
Untuk tulangan memanjang digunakan : As perlu = ρ x b x d
11.1 Kesimpulan
Dari hasil perencanaan yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dimensi melintang lantai kendaraan lengkap dengan trotoar adalah 10 m untuk jalan 2 jalur 2 arah. Tinggi fokus busur adalah 24 m.
2. Pelat lantai kendaraan komposit, dengan tebal pelat beton bertulang 250 mm. Tulangan terpasang arah melintang D16-200 dan arah memanjang D13-D16-200. 3. Gelagar melintang WF 900.300.18.34,
lendutan 0.0093 m (UDL+KEL) dan 0.0077 m (T) ≤ 0.0131 m (Yijin).
4. Struktur utama busur berupa profil WF 400x400x45x70 dan penggantung menggunakan WF 350 x 350 x 14 x 22. 5. Struktur sekunder berupa ikatan angin
atas dengan dimensi profil yaitu WF 300 x 300 x 11 x 17, ikatan angin bawah menggunakan profil WF 300 x 300 x 11 x 17 (diagonal), sedangkan untuk dimensi portal akhir berupa profil WF 400 x 400 x 45 x dengan menggunakan mutu baja BJ 55.
6. Perletakan berupa perletakan sendi dan rol.
7. Konstruksi abutment berupa dinding penuh setebal 2.4 m selebar 12 m untuk mendukung bentang 120 m yang ditumpu pondasi tiang pancang beton dengan diameter 0,6 m dengan kuat tekan K600, sebanyak 35 buah kedalaman 13 m untuk S-1 dan . Ukuran pile cap (poer) 9.6 x 12 x 2 m.
DAFTAR PUSTAKA
1. Standar Nasional Indonesia (SNI) T-02-2005. Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. 2. Standar Nasional Indonesia (SNI)
T-03-2005. Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. 3. Standar Nasional Indonesia (SNI)
T-12-2004. Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. 4. Bridge Design Manual Bridge
Management System (BMS). 1992. Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga.
5. Chen, Wai-Fah, Duan, Lian. 2000. Bridge
Engineering Handbook. Boca Raton.
London
6. Sosrodarsono, Suyono.Ir, dan Nakazawa, Kazuto. 1984. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi. Jakarta : PT. Pradnya Paramitha. 7. Troitsky, M. S. 1994. Planning and Design
of Bridge. John Wiley & Sons, Inc. New