• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, saat ini sedang menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius. Banyak usaha yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di indonesia dengan cara menanggapi aspirasi masyarakat secara adil. Reformasi pada tahun 1998 merupakan salah satu reaksi terhadap permasalahan yang terjadi di dalam birokrasi indonesia. Pemusatan kekuasaan yang didominasi oleh keputusan presiden mengakibatkan fungsi birokrasi pemerintah tidak terlaksana secara efektif bahkan menimbulkan keresahan dan keraguan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada birokrasi, pemerintah berusaha meningkatkan pelayanan publik dengan melakukan berbagai upaya, yang salah satunya yaitu melaksanakan penerapan prinsip-prinsip good governance.

Good governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi World Bank, good governance adalah suatu peyelengaraan manajemen pembangunan yang bertanggung jawab dan sejalan dengan prinsip demokrasi. Penerapan prinsip

good governance mengarahkan pengalokasian dana investasi yang tepat sasaran sehingga mencegah terjadinya korupsi baik secara politik maupun secara

administratif. Penggunaan dana anggaran yang digunakan secara disiplin

(2)

Secara umum, governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara

pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindungi, yang dalam istilah lain

disebut private sectors (sektor swasta/dunia usaha), dan society (masyarakat). Oleh sebab itu good governance sektor publik diartikan sebagai suatu proses tata

kelola pemerintahan yang baik dengan melibatkan stakeholders terhadap berbagai

kegiatan perekonomian, sosial politik, dan pemanfaatan berbagai sumber daya

seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia bagi kepentingan rakyat yang

dilaksanakan dengan menganut asas keadialan, pemerataan, persamaan, efisiensi,

transparansi dan akuntabilitas (World Conference on Governance, UNDP, 1999),

(Sedarmayanti 2007: 2)

Ada berbagai macam masalah yang terjadi di birokrasi pemerintahan salah satunya yaitu adanya organisasi yang gemuk mengakibatkan kewenangan antar lembaga menjadi tidak jelas. Sistem serta metode dan prosedur kerja dalam organisasi yang gemuk belum tertib sehingga pegawai negeri sipil yang bekerja dalam birokrasi pemerintah pada masa tersebut belum profesional, belum netral dan belum terjamin kesejahteraanya. praktek kolusi dan nepotisme masih mengakar, koordinasi dalam menjalankan program pemerintah belum terarah, serta displin dan etos kerja aparatur negara masih rendah. (Moenir, 1992:20).

(3)

Manisfestasi hakikat tersebut dapat berupa perilaku “melayani bukan dilayani, mendorong bukan menghambat, mempermudah bukan mempersulit, sederhana bukan berbelit-belit, terbuka untuk setiap orang bukan segelintir orang. (Mustopadidjaja AR, 2002).

Menilik dari fungsi utama pemerintah sebagai penyelenggara peyanan publik dan seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, maka sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap pemerintah mengalami degradasi oleh lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik justru mendominasi untuk dilayani oleh publik karena adanya rezim penguasa yang menyalahgunakan kedaulatan wewenang yang dipercayakan kepada para pejabat birokrasi.

(4)

Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi, baik organsisasi swasta maupun organisasi negeri untuk mengambil suatu keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini tidak sepenuhnya dapat menjamin segala sesuatu menjadi sempurna, namun apabila prinsip-prinsip yang diterapkan dipatuhi jelas dapat megurangi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Disamping itu juga dibutuhkan pengawasan yang tegas oleh pimpinan pejabat di setiap bidang birokrasi dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good Govenance.

Tata laksana pemerintahan yang baik dapat dipahami dengan memberlakukan karakteristik dasar Good Goverannce yaitu: partisipasi, penegakan hukum, kesetaraan, daya tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas,pengawasan, efisiensi dan efektifitas, serta profesinalisme.

(5)

pegawai. Hal ini juga terjadi di Kecamatan Pancurbatu. Kurangnya keramahan pegawai dalam melayani pengurusan berbagai administrasi menyebabkan masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan KTP dan KK yang seharusnya gratis dan selesai minimal dalam jangka waktu seminggu, tidak terlaksana dengan baik. Kurangnya transparansi dalam hal biaya administrasi sangat dikeluhkan masyarakat. Masyarakat juga mengeluhkan prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya). Selain itu ada juga beberapa pegawai yang melakukan tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN. Apabila akuntabilitas dan transparansi kinerja pegawai tidak diperhatikan maka akan mengakibatkan adanya kemunduran dalam kualitas pelayanan publik. Masalah seperti ini pada umumnya sering terjadi di kecamatan.

(6)

dan nepotisme, serta tidak ada standar yang pasti sehingga cukup sulit menumbuhkan kembali kepercayaan diri masyarakat untuk mewujudkan visi pemerintah pusat dalam hal pembangunan yang dahulunya dapat tercapai dengan melakukan kerjasama.

Di Kecamatan Pancurbatu masyarakat mengalami kemunduran dalam mempercayai pemerintah karena pemerintahan di Camat kurang bertanggungjawab dalam menginformasikan suatu bentuk laporan pertanggungjawaban atas kinerja mereka kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak mengetahui apa-apa saja yang menjadi program kerja kecamatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Transparansi dalam hal pelaksanaan kegiatan dan pemberian informasi juga sangat terbatas. Hal ini tentu saja membuat masyarakat kurang simpati dan kurang percaya atas kinerja para pegawai kecamatan.

Akan tetapi di beberapa tempat, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah

dalam mewujudkan pemerintahan yang baik melalui peningkatan pelayanan tidak

ada yang sia-sia dan sudah mulai menunjukan hasil yang cukup baik. Sebagai

contoh kecil yaitu jangka waktu yang dipergunakan dalam pembuatan E-KTP

(7)

birokrasi sesuai dengan dengan prinsip-prinsip Good Governance. Masalah yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah juga tidak hanya berdiam pada urusan pengurusan Elektronik Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) saja melainkan juga mencakup berbagai masalah yang luas. Untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam birokrasi pemerintah maka diperlukan adanya reformasi birokrasi yang dapat dimulai dari penerapan prinsip-prinsip good governanace. Penerapan prinsip-prinsip good governance tersebut akan mendorong meningkatnya produktivitas pegawai negeri sipil dalam mengerjakan pelayanan publik. (Agus Dwiyanto, dkk, 2001:10).

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitan berikut ini adalah: “Bagaimana Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu?”.

1.3 Tujuan Penelitian

(8)

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Akuntabilitas dan Transparansi di kantor Camat Pancurbatu.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi terhadap Pelayanan Publik di kantor Camat Pancurbatu.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan maupun koreksi dan pertimbangan terhadap permasalahan yang terkait dengan akuntabilitas dan transparansi guna meningkatkan pelayanan publik di Kantor Camat Pancur Batu.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini dijadikan bahan informasi bagi peneliti untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik. Selain itu peneliti juga akan mampu mengembangkan tulisan ilmiah dengan bimbingan yang telah diterima selama berkuliah di Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, dan mengaplikasikan teori di lapangan.

3. Bagi Akademisi

(9)

1.5 Kerangka Teori

Menurut Masri Singarimbun, (1989:37) bahwa Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan tentang teori – teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1.5.1 Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan untuk publik, apakah disediakan secara umum atau disediakan secara privat. Pelayanan publik ditafsirkan sebagai tanggungjawab pemerintah atas kegiatan yang ditunjukan untuk kepentingan masyarakat (Kumorotomo, 1997 : 40).

Pendapat lain mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat berupa usaha yang dijalankan dan pelayanan itu diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efesiensi, efektifitas, ekonomis serta manajemen yang baik dan memuaskan (Sampara Lukman, 2006: 82).

(10)

perundang-undang bagi setiap warga negara atas barang dan jasa pelayanan administratif yang disediakan oleh para penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik disebut juga pelayanan umum. Pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat maupun daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 26 tahun 2004.

Menurut undang-undang No. 25 tahun 2009, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dilain pihak, Thoha (1991:39) memberi pengertian pelayanan masyarakat sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

(11)

ataupun pelayanan secara tidak langsung. Tindakan tersebut dilakukan guna memenuhi keinginan pelanggan akan suatu produk yang mereka butuhkan.

Berdasarkan pengertian pelayanan publik yang diungkapkan oleh ahli di atas, yang dimaksud hakekat pelayanan umum adalah:

a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.

c. Mendorong tumbuh kembangnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan kesejahteraaan masyarakat luas

d. Pelayanan umum dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhan, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.

Secara umum penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik mencakup lingkup pelaksanaan yang luas dan kompleks, rumit serta dalam prosesnya mengandung kegiatan yang saling berkait dengan kegiatan atau tugas dan fungsi antar unit/instansi yang satu dengan lainnya.

(12)

harapan dan keinginan dengan kenyataan. Ada aspek-aspek yang mempengaruhi untuk tewujudnya kualitas dan mutu pelayanan publik. Aspek-aspek pelayanan publik (Juliantara 2005:11) yaitu :

a. Transparan, artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti oleh semua pihak yang berkepentingan.

b. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undang yang telah ditentukan.

c. Kondisional, artinya adalah sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap memperhatikan aspirasi kebutuhan dan harapan masyarakat.

d. Kesamaan hak, adalah tidak deskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, dan status sosial dalam masyarakat.

(13)

a. Kesederhanaan

Kesederhanaan mengandung arti bahwa prosedur/tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. Adapun prinsip kesederhanaan dalam penyelenggaraan pelayanan umum bertujuan untuk memperkecil simpul meja/petugas dalam prosedur birokrasi pelaksanaan pelayanan umum, memudahkan masyarakat mengurus dan mendapatkan pelayanan dengan cara mengurangi kesempatan terjadinya kontak langsung antara petugas dan masyarakat, serta memperkcil terjadinya pelayanan yang birokratis/prosedur panjang sehingga memperlancar proses pelayanan yang baik.

b. Kejelasan dan Kepastian

Prinsip kejelasan dan kepastian mengandung adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif, unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, rincian biaya/tarif pelayanan dan tatacara pembayaran, dan jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

c. Keamanan

(14)

lain-lain), hendaknya diperhatkan agar dapat menjamin kepastian atau keabsahannya secara hukum, tanpa kesalahan cetak serta tidak menimbulkan keraguan ataupun kekuatiran bagi masyarakat.

d. Keterbukaan

Prinsip keterbukaan mengandung arti bahwa prosedur/tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip keterbukaan, ialah:

• Penginformasian instrumen pelayanan secara terbuka (seperti bagan alir

mekanisme pelayanan, daftar persyaratan, daftar tarif jadwal waktu, nama loket/petugas/meja kerja).

• Penyediaan fasilitas media informasi, (seperti: papan

informasi/pengumuman, loket informasi/information desk, kotak saran, media cetak/brosur, monitor TV yang berfungsi memberikan informasi menyangkut kegiatan pelayanan.

• Mengadakan program penyuluhan kepada masyarkat, untuk membantu

(15)

e. Efisien

Prinsip efisien mengandung arti bahwa dalam merumuskan penyelenggaraan pelayanan publik harus memperhatikan hal-hal yang tidak memberatkan masyarakat maupun bersifta pemborosan. Misalnya: beban akibat pengurusan persyaratan pelayanan yang harus dipenuhi masyarakat, hendaknya tidak berakibat pengeluaran biaya yang berlebihan. Selain itu dalam merumuskan mekanisme kerja mengenai pengurusan persyaratan ataupun pelaksanaan pelayanan, hendaknya tidak berakibat terjadinya pengurusan berulang-ulang(mondar-mandir), sehingga tidak menghabiskan waktu dan tenaga yang besar, serta berdampak biaya besar.

f. Ekonomis

Prinsip ini mengandung arti bahwa pengenaan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan dengan memperhatikan nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran. Kondisi dan kemampuan masyrakat harus diperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dipatuhi dan dilaksanakan juga oleh masyarakat.

g. Keadilan yang Merata

(16)

biaya/tarif atau persyaratan yang dikenakan pada masyarakat, urutan tindakan pemberian pelayanan harus sesuai dengan nomor urut pendaftaran, kecepatan kelancaran waktu pelaksanaan pelayanan bagi golongan masyarakat tertentu.

h. Ketepatan Waktu

Prinsip ketepatan waktu mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Adapun kegiatan yang disinggung diatas adalah merupakan kegiatan yang memberikan kemudahan bagi setiap warga untuk mendapatkan kepuasan dari kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Menurut Moenir (2000:190), bentuk pelayanan ada tiga bentuk yaitu :

1. Pelayanan Lisan

Pelayanan lisan dilakukan oleh petugas-petugas humas (bidang hubungan masyarakat), bidang pelayanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia. Agar pelayanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan yaitu:

• Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam tugasnya

• Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar dan

singkat tetapi cukup jelas mengenai pelayanan sehingga memuaskan bagi masyarakat yang membutuhkan.

(17)

• Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dan bercanda dengan

sesama pegawai karena dapat menimbulkan kesan tidak displin dan melalaikan tugas

• Tidak melayani orang yang hanya “sekedar berbincang” dengan cara

yang sopan

2. Pelayanan Melalui Tulisan

Layanan ini diberikan berupa penjelasan kepada masyarakat dengan alat yang digunakan dalam bentuk tulisan tentang informasi yang ingin disampaikan. Pelayanan melalui tulisan terdiri dari dua macam yaitu :

• Layanan yang berupa petunjuk informasi dan yang sejenisnya, yang

yang ditunjukan kepada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi

• Pelayanan berupa reaksi atas pelaporan, keluhan, pemberian atau

penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainy 3. Pelayanan berbentuk perbuatan

Pelaynan berbentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan dan hasil perbuatan bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan secara lisan.

(18)

Agar pelayanan publik berkualitas, sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini adalah penggeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik yang semula berorientasi kepada pemerintah menjadi orientasi yang memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang dibuthkan masyarakat. Dengan demikian tidak ada pintu masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain dengan mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik.

Secara umum stakeholder menilai bahwa kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Namun dilihat dari sisi efesien dan efektvitas, responsivitas, dan kesamaan perlakuan, pelayanan publik masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki kelemahan.

Sangat disadari pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain:

a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.

(19)

c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.

d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.

e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perizinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

(20)

tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. Ketiga, berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah eksternalitas, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa internalities. Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Untuk mengatasi masalah mendasar dalam pelayanan publik maka pemerintah harus menciptakan suatu gaya manajemen.

Menurut Wolkins dalam Scheuing dan Christopher (1993) yang dikutip oleh Tjiptono, ada enam prinsip pokok dalam strategi pelayanan publik antara lain: Kepemimpinan Pendidikan, Perencanaan, Review, komunikasi, penghargaan dan pengakuan.

1.5.1.1 Peran Pemerintah dalam Pelayanan Publik

(21)

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan di lingkungan aparatur pemerintahan.

Suatu layanan publik harus dapat memenuhi harapan publik. Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang "netral" dalam penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara, ternyata dalam praktiknya banyak menghadapi rintangan. Padahal di tengah rintangan itu, masyarakat sangat merindukan pelayanan publik yang baik, dalam arti proporsional dengan kepentingan, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada penciptaan keseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab (accountability) yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Terlebih jika diingat bahwa pegawai negeri sebagai aparat birokrasi, sebagai aparatur negara dan abdi negara, juga merupakan abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan masyarakatlah aparat birokrasi harus mengabdikan diri.

(22)

Bila kekuasaan birokrai lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi sehingga dapat mengokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan pemerintah gagal untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan gagal merealisasikan program-program yang telah diputuskan. Keadaan demikian cepat atau lambat akan memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang dilakukan oleh aparat birokrasi. Dalam situasi demikian maka aparat birokrasi mengakibatkan menyusutnya sense of responsibility. Menyusutnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan inilah yang diduga menjadi pangkal tolak kurang sigapnya aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar.

(23)

1.5.2 Good Governance

Istilah good governance berasal dari induk bahasa eropa, Latin, yaitu gubernare yang diserap oleh Bahasa Inggris menjadi govern, yang bearti steer (menyetir, mengendalikan, direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Governance merupakan kata sifat dari govern, yang diartikan sebagai the action of manner of governing yang berarti tindakan (melaksanakan) tata cara pengendalian. Pada tahun 1590 kata ini dipahami sebagai state of being governend, berkembang menjadi made of living (1600), kemudian menjadi the office, function, or power of governing (1643), berkembang menjadi method of management, system of regulation (1660), dan kemudian dibakukan menjadi lthe action or manner governing (Nugroho, 2004:204). Pengertian good governance menurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintahan yang baik.

Menurut Salam (2005:226) kata baik (good) dalam istilah good governance mengandung dua arti. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

(24)

kesinergian interaksi yang konstruktif di antara domain-domain Negara, sektor swasta dan masyarakat.

Maka dapat disimpulkan good governance adalah pengelolaan tata pemerintahan yang baik, meliputi tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi), bersifat terbuka (transparansi), cepat tanggap, akuntabel (akuntabilitas), berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, menggunakan struktur dan sumber daya secara efesien dan efektif, terdesentralisasi, demokratis dan berorientasi pada konsesus, mendorong kepada peningkatan partisipasi masyarakat, mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat, menjunjung supremasi hukum, memiliki komitmen pada lingkungan hidup. Keberhasilan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan dan dan sinergi tiga aktor utama dari good governance ini yakni pemerintah, masyarakat atau publik, dan keterlibatan pihak swasta.

Organisasi publik dalam skala Negara menjelaskan beberapa prinsip-prinsip Good Governance dengan pengertian lebih luas menurut UNDP melalui LAN (Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2005:114), menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis konstruktif di antara Negara, sektor swasta atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok prinsip-prinsip Good Governance, yaitu:

(25)

Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan

2. Penerapan Hukum (Fairness): merupakan kerangka hukum yang harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.Sebagai stakeholder dalam penerapan hukum, masyarakat selalu dituntut partisipasi aktifnya dalam menghidupkan cahaya hukum, agar hukum tetap memberikan pencerahan dalam realita kehidupan masyarakat dan memberikan arah bagi perjalanan peradaban bangsa.

3. Transparansi (Transparency): adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. 4. Responsivitas: adalah daya tanggap birokrasi pemerintah untuk mengenali

kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat sehingga tidak terdapat keluhan dari masyarakat pengguna jasa. 5. Orientasi (Consensus Oreintation): Setiap karyawan yang tergabung dalam

suatu organisasi memiliki orientasi kerja masing-masing dan kemungkinan besar karyawan satu dengan lainnya mempunyai orientasi kerja yang berbeda pula, dan apabila orientasi yang dipersepsikannya ini dapat tercapai maka karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan bekerja dengan maksimal. 6. Keadilan (Equity): Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang

(26)

memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

7. Efektivitas (Effectivness): merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

8. Akuntabilitas (Acoountability):. diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawabannya. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders.

9. Strategi visi (Strategic vision): Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan penggunaan dapat mencapai hasil seperti yang dikehendaki stakeholders.

1.5.3 Akuntabilitas

(27)

Akuntabiltas menurut Suherman (2007) yaitu berfungsinya seluruh komponen penggerak kegiatan jalannya kegiatan perusahaan sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing.

Menurut Mardiasno (2004) memaparkan, akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, melaporkan, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggunjawabnya kepada pihak pemberi amanah (prinscipla) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban.

Webster mendefinisikan akuntabilitas sebagai suatu keadaan yang dapat dipertanggungkan, bertanggungjawab, dan ankuntabel. Arti kata ankuntabel adalah: pertama, dapat diperhitungkan, dapat menjawab pada atasan, sebagaimana seorang manusia bertanggunggugat kepada Tuhannya atas apa yang telah dilakukan. Kedua, memiliki kemampuan untuk dipertanggunggugatkan secara eksplisit, dan ketiga, sesuatu yang biasa di perhitungkan atau dipertanggunggugatkan. Menurut Kohler, akuntabilitas didefinisikan sebagai:

a. Kewajiban seseorang (employee), agen, atau orang lain untuk memberikan laporan yang memuaskan (satisfactory report) secara periodik atas tindakan atau atas kegagalan untuk bertindak dari otorisasi atau wewenang yang dimiliki.

(28)

c. Kewajiban membuktikan manajemen yang baik, pengendalian (control) yang baik, atau kinerja yang baik yang diharuskan oleh hukum yang berlaku, ketentuan-ketentuan (regulation), persetujuan (agreement), atau keabsaan (custom).

Dalam The Public Administration Dictionary, Ralph C. Chandler dan Jack, Palno mendefinisikan akuntabilitas sebagai kondisi dimana individu yang melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan norma internal. Maka, akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal. Secara eksternal, akuntabilitas berarti keharusan untuk mempertanggungjawabkan pengaturan sumberdaya atau otoritas. Sebaliknya bagian dalam akuntabilitas merujuk pada norma internal seperti arahan professional, etika, pragramatis untuk pelaksanaan tanggungjawab bagi manajer dalam tugas sehari-harinya. Konsep akuntabilitas sebagai pemeriksaan dalam ini sama pentingnya dengan akuntabilitas sebagai alat luar. Namun, tidak mengejutkan bahwa bagian luar akuntabilitas lebih banyak ditekankan daripada bagian dalam karena bagian luar lebih mudah dilihat dan dioperasionalkan daripada bagian dalam.

(29)

yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, dan akuntabilitas administratif yang pada umumnya berkaitan dengan pelayanan publik dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia.

Polidano (1998) lebih lanjut mengidentifikasikan 3 elemen utama akuntabiltas, yaitu adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah keputusan dibuat, akuntabilitas peran yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat untuk menjalankan peran kuncinya, dan peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu departemen. Berbagai di mensi dan elemen utama dari akunatbilitas ini akan sangat membantu penerapan akuntabiltas dalam menyelenggarakan pelayanan publik.

Lenvine (dalam Dwiyanto, 2005:147) mendefenisikan akuntabilitas sebagai suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders.

Sheila Elwood dalam Mardiasno mengemukakan ada empat jenis akuntabilitas yaitu:

1) Akuntabilitas hukum dan peraturan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yanjg diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Untuk menjamin dijalankannya jenis akuntabilitas ini perlu dilakukan audit kepatuhan.

(30)

akuntabilitas ini dapat diwujudkan melalui pemberian pelayanan yang cepat, responsif, dan murah biaya.

3) Akuntabilitas program, yaitu : akuntabilitas yang terkait dengan perimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik, atau apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan alternatif program yang dapat memberikan hasil optimal dengan biaya yang minimal.

4) Akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap DPRD sebagai legislatif dan masyarakat luas. Ini artinya, perlu adanya transparansi kebijakan sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian dan pengawasan serta terlibat dalam pengambilan keputusan.

Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah akan mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (check and balances system).

1.5.3.1 Ciri Ciri Pemerintahan Yang Akuntabel

(31)

• Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara

terbuka, cepat dan tepat kepada masyarakat.

• Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.

• Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan

publik secara proposional.

• Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses

pembangunan dan pemerintahan.

• Adanya sasaran bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Dengan

pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program/kegiatan pemerintahan.

1.5.3.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik

Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 tentang Teknik Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pertanggungjawaban pelayanan publik diantaranya:

1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik

• Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses

(32)

kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan) dan kedisiplinan.

• Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau

akta/janji pelayanan publik yang telah ditetapkan.

• Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara

terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.

• Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan

publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.

• Masyarakat dapat melakukan penelitian terhadap kinerja pelayanan

secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.

• Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam

pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

2. Akuntabilitas biaya pelayanan publik

• Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang

undangan yang telah ditetapkan.

• Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya

(33)

3. Akuntabilitas produk pelayanan publik

• Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggung

jawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan.

• Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

• Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah.

Menurut Dwiyanto, untuk mengukur akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian dilihat melalui indikator-indikator kinerja yang meliputi:

1. Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa.

2. Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan; dan 3. Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna

jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.

1.5.4 Transparansi

(34)

menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Transparansi dan akuntabilitas harus dilaksanakan pada seluruh aspek manajemen pelayanan, yang meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengendalian, dan laporan hasil kinerja. Transparansi dan akuntabilitas hendaknya dimulai dari proses perencanaan pengembangan pelayanan karena sangat terkait dengan pelayanan bagi masyarakat umum yang memerlukan dan yang berhak atas pelayanan.

Dalam KepMenPAN No.26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, menjelaskan pengertian transparansi penyelenggaraan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan ataupun pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi. Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya meliputi:

a. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik

(35)

b. Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta tata cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan.

c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan

Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses pelayanan.

d. Rincian biaya pelayanan

(36)

keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.

e. Waktu penyelesaian pelayanan

Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik mulai dari dilengkapinya/dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melaksanakan azas First In First Out/FIFO).

f. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan dan atau menyelesaikan keluhan/persoalan/sangketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas.

g. Lokasi pelayanan

(37)

h. Janji pelayanan

Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintahan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan ditulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti. Menyangkut hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standar kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat “Motto Pelayanan”, dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan.

i. Standar pelayanan publik

Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan, unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masingmasing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan, dan Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.

j. Informasi pelayanan

(38)

serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas. Publikasi dan atau sosialisasi tersebut di atas dapat dilakukan melalui media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home-Page, Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat.

1.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan kalimat yang memberikan kemungkinan hubungan antara dua atau lebih variabel-variabel (McGuigan, 1960). Hipotesis juga merupakan suatu alat terpercaya untuk kemajuan suatu pengetahuan karena hipotesis membuat peneliti untuk bersikap objektif. Berdasarkan masalah yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H0 : tidak adanya pengaruh akuntabilitas dan transaparansi terhadap pelayanan publik di Kantor Camat Pancurbatu.

H1 : adanya pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik di Kantor Camat Pancurbatu.

1.7 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan suatu defenisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan memberikan arti untuk menspesifikasikan kegiatan atau membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Sugiono, 2004). Pada penelitian ini, peneliti mempunyai 3 variabel yaitu akuntabilitas dan transparansi sebagai variabel (X1 dan X2), dan pelayanan publik

(39)

Akuntabilitas adalah pelaksanaan pertanggunjawaban terhadap kewenangan yang diberikan dalam menjalankan tugas sesuai dengan bidangnya masing-masing sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan kebijakan atau program yang telah ditetapkan, (Agus Dwiyanto, 2006:85). Adapun indikator-indikator yang digunakan dalam variabel akuntabilitas yaitu:

1. Kinerja pelayanan publik berupa:

• Kemampuan para pegawai di Kantor Kecamatan Pancurbatu untuk

mengetahui jelas tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai pegawai Kecamatan

• Pertanggungjawaban pegawai kecamatan berupa laporan akuntabilitas

kinerja di setiap akhir tahun anggaran.

• Pegawai bekerja sesuai dengan standar pelayanan publik

• Pegawai memberikan kompensasi terhadap penyimpangan yg tekait

akuntabilitas

• Kinerja pegawai di awasi melalui penelitian masyrakat sesuai dengan

mekanisme yang berlaku

2. Akuntabilitas biaya pelayanan publik dapat berupa:

• Pegawai mengutip biaya pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

• Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya

pelayanan, ditangani petugas/pejabat yang ditunjukan berdasarkan surat keputusan/surat penugasan dari pejabat yang berwenang.

(40)

• Pegawai bertanggungjawab dalam memberikan persyaratan teknis dan

administratif secara jelas sesuai dengan kualitas dan keabsahan produk pelayanan

• Petugas bertangungjawab memberikan penjelasan prosedur dan

mekanisme kerja yang sederhana kepada masyarakat, ketika masyarakat mengurus persyaratan teknis dan administratif untuk mendapatkan produk pelayanan E-KTP

• Petugas bertannggungjawab memastikan masyarakat mendapat produk

pelayanan yang benar, tepat dan sah.

Transparansi adalah penyediaan informasi secara terbuka tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam memperoleh informasi-informasi yang akurat dan memadai (Agus Dwiyanto, 2006:80). Adapun indikator variabel transparansi dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik 2. Mengukur seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan dapat

dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain.

3. Mengukur kemudahan memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik

(41)
(42)

1. Keterbukaan: Masyarakat dapat menerima ataupun mengakses informasi

2. Kemudahan: masyarakat mendapat kemudahan dalam menerima pelayanan, mengikuti alur pelayanan, dan mengaskses tempat pelayanan

3. Kepastian: masyarakat menerima kepastian mengenai biaya pelayanan, waktu penyelesaian pelayanan sesuai dengan standar dan kepastian satuan/petugas yang memberikan pelayanan

4. Keadilan: masyarakat mendapat perlakuan yang sama ketika mendapatkan pelayanan

5. Profesionalitas petugas: petugas yang melayani masyarakat bertanggungjawab, disiplin, mampu, cepat sopan dan ramah dalam memberikan pelayanan

6. Sarana dan Fasilitas: masyarakat mendapatkan sarana dan fasilitas pendukung yang nyaman ketika menerima/mengurus suatu pelayanan

7. Keamanan: masyarakat merasa aman ketika berada dilingkungan lokasi pelayanan publik

8. Tersedia kompensasi dan kepuasan masyarakat dalam menerima dan melakukan pelayanan publik

(43)

Tabel 1.1

Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Penelitian

Variabel Defenisi Operesional Indikator Pengukuran

Independent: yang diberikan dalam menjalankan tugas sesuai

dengan bidangnya masing-masing sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan kebijakan atau program yang telah ditetapkan. Transparansi adalah penyediaan informasi secara terbuka tentang pemerintahan 2. Mengukur seberapa

mudah peraturan dan

Pelayanan publik adalah Segala bentuk kegiatan

(44)

aparatur pemerintah

9. Keluhan yang dialami masyarakat ditangani

1.8 Sisematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Hipotesis Penelitian, Defenisi Operasional, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

(45)

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran umum atau karateristik lokasi penelitian

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalasis, serta memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisis data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti

Bab VI : PENUTUP

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Standar Metode Pengujian Batas Susut Tanah ini dimaksudkan untuk memberi tuntunan dan arahan bagi para pelaksana di laboratorium dalam melakukan pengujian batas susut tanah.

Mentoring Agama Islam di SMA Negeri 5 Yogyakarta adalah salah satu strategi pembinaan karakter bagi siswa yang dilakukan melalui lingkup yang lebih kecil (kelompok

atas persoalan yang sama dengan pengusaha golf, jika atas permainan bilyar dan boling juga dikenakan PPN (karena akan terkena pajak ganda dengan objek pajak.. dalam

Dengan begitu bagi pengusaha sarang burung walet khususnya pengusaha sarang burung walet di Kabupaten Serdang Bedagai diwajibkan oleh Pemerintah setempat untuk membayar pajak

pembiayaan. Bank syariah akan memperoleh keuntungan berupa bagi hasil, dari proyek yang di biayai oleh bank tersebut. Apabila proyeknya mandek, maka akan di carikan solusi

Peserta didik mendiskusikan dalam Peserta kelompok untuk merumuskan pertanyaan berdasarkan hal-hal yang inin diketahui dari hasil pengamatan Contoh: Apa yang dimaksud

Selanjutnya tujuan komunikasi dalam pendidikan, jika kita sebagai pengajar maka kita sering berhubungan dengan pelajar, oleh karena itu, kita bertujuan menyampaikan informasi

Satu hal yang cukup menarik dengan digunakannya protokol TCP/IP adalah kemungkinan untuk menyambungkan beberapa jaringan komputer yang menggunakan media komunikasi