• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KECERMATAN PROFESI OBYEKTIFITAS. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KECERMATAN PROFESI OBYEKTIFITAS. pdf"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

 

PENGARUH KECERMATAN PROFESI, OBYEKTIFITAS, INDEPENDENSI DAN KEPATUHAN PADA KODE ETIK TERHADAP

KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan)

SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura

ABSTRACT

The aim of this reseach was to identify the influence of due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics for the quality of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency.

Independence variable in this reseach were due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics. Dependent variable of this reseach was the quality of audit result. Data of this research is primer data obtained from questionnaires circulated to all auditors in Inspectorate of Pamekasan Regency.

The result of this reseach has shown that the due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics were simultaneus affected significantly to the quality of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency. Partially, objectivity that not affected significantly to the quality of the result of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency, however, the due professional care has the bigger impact to the quality of audit result.

Key Word : Due professional care, Objectivity, Independency, Act upon code of ethics, Quality of audit result.

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang No. 33 Tahun 2004 merupakan era baru dalam hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah dalam bentuk otonomi Daerah.

Dampak pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi terhadap permasalahan bagaimana pengelolaan keuangan dan anggaran dearah yang akan tercermin dalam bentuk laporan keuangan. Untuk mewujudkan pelaksanaannya diperlukan aparat pengawas daerah yang mampu mengontrol kebijakan pengelolaan keuangan secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel.

(2)

 

Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota.

Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah yang berada di bawah langsung kepala daerah dan diharapkan independen dari pengaruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang mulai tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi, dan tingkat departemen. Inspektorat melakukan pemeriksaan dan pengawasan khusus pada SKPD yang ada pada setiap kabupaten, kota dan propinsi.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, selain memberikan rekomendasi juga melaporkan hasil kerjanya dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan bedasarkan standar audit aparat pengawasan intern pemerintah. Rekomendasi dan laporan hasil kerja aparat pengawasan intern pemerintah harus berkualitas, untuk mengetahui kualitas hasil kerja dapat dinilai dari laporan hasil pemeriksaan.

Batubara (2008) mendefinisikan kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi meliputi standar-standar yang terkait dengan karakteriktik organisasi dan individu-individu yang melakukan kegiatan audit harus independen, obyektif, memiliki keahlian (latar belakang pendidikan, kompetensi teknis dan sertifikasi jabatan dan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan), kecermatan profesional dan kepatuhan terhadap kode etik.

Dalam kontek independensi dan obyektifitas dinyatakan bahwa dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan obyektif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Independensi dan obyektifitas diperlukan auditor untuk mewujudkan dan menciptakan kredibilitas hasil pekerjaannya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, permasalahan yang akan muncul adalah bagaimana auditor dapat mempertahankan independensi dan obyektifitas. Menurut Aren et al (2008), nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

Alim dkk (2007) menyatakan bahwa kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang disediakan obyek pemeriksaan selama penugasan dapat mempengaruhi obyektifitas auditor, serta bukan tidak mungkin auditor menjadi tidak jujur dalam mengungkapkan fakta yang menunjukkan rendahnya integritas auditor.

(3)

 

menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal yang sama dilakukan oleh Mardisar dan Sari (2007), yang memberikan hasil penelitian bahwa pekerjaan dengan kompleksitas rendah berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Trisnaningsih (2007) menyatakan bahwa pemahaman good governance dapat meningkatkan kinerja auditor jika auditor tersebut selama dalam pelaksanaan pemeriksaan selalu menegakkan sikap independensi.

Sukriah ddk (2009) melakukan pengujian terhadap faktor pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Wati dkk (2010) menguji pengaruh independensi terhadap kinerja auditor pemerintah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah.

Seorang auditor yang memiliki independensi yang tinggi maka tidak akan mudah terpengaruh dan tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpai saat pemeriksaan dan dalam merumuskan serta menyatakan pendapatnya. Dengan semakin independensinya seorang auditor maka akan mempengaruhi tingkat pencapaian pelaksanaan suatu pekerjaan yang semakin baik atau dengan kata lain kinerjanya akan menjadi lebih baik.

Di sisi lain, Kecakapan profesional dari seorang pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), namun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan.

Boner (1990) meneliti tentang faktor pengalaman, memberikan bukti bahwa pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja, walaupun hubungannya tidak langsung. Hubungan antara pengalaman auditor dengan kinerja melalui variabel ”intervening”, terutama pengetahuan tentang spesifikasi tugas.

Lubis (2009) menguji pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor pada Inspektorat Sumatera Utara. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan secara simultan berpengaruh terhadap kualitas auditor, sedangkan keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

(4)

 

sedangkan Standar Audit dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan APIP. Dengan adanya aturan tersebut, masyarakat atau pengguna laporan dapat menilai sejauh mana auditor pemerintah telah bekerja sesuai dengan standar dan etika yang telah ditetapkan (Sukriah dkk, 2009).

Lubis (2009) meneliti pengaruh keahlian, independensi, kecakapan professional dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi sumatera utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik secara bersama berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Secara parsial keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik masing-masing berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

Penelitian ini mengacu pada penenitian Alim dkk (2007), Sukriah dkk (2009), Wati dkk (2010) dan Lubis (2009). Variabel integritas dari penelitian sukriah dkk (2009) dikeluarkan dari variabel penelitian karena integritas tidak di proksikan berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008, sehingga variabel yang digunakan oleh peneliti meliputi: Kecermatan profesi, Obyektifitas, Independensi dan Kepatuhan pada kode etik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan cakrawala berfikir mengenai variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Bagi inspektorat dan perangkat daerah dapat memahami variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan guna sebagai bahan kajian dan evaluasi dalam melakasanakan tugas ke inspektoratan sehingga hasil auditnya dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Bagi akademisi terutama calon peneliti selanjutnya untuk dijadikan referensi dalam melakukan penelitian yang sejenis dan dapat mengembangkan melalui keterbatasan-keterbatasan yang ada.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecermatan Profesi

Pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan untuk menilai hasil dari pelaksanaan yang sebenarnya telah sesuai dengan yang rencana yang di tetapkan serta untuk mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan atau hambatan yang ditemukan.

(5)

 

profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Sikap skeptisme profesional merupakan sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit.

Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Kemudian dalam standar audit aparat pengawas intern pemerintah dinyatakan bahwa Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), walaupun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan.

Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur.

Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya: a. formulasi tujuan audit; b. penentuan ruang lingkup audit, termasuk evaluasi risiko audit; c. pemilihan pengujian dan hasilnya; d. pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan audit; e. penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit dan efek/dampaknya; f. pengumpulan bukti audit; g. penentuan kompetensi, integritas dan kesimpulan yang diambil pihak lain yang berkaitan dengan penugasan audit.

Pusdiklatwas BPKP (2008) menyatakan bahwa auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan: a) Ruang lingkup penugasan, b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan, c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance, d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan, e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.

2.2 Obyektifitas

(6)

 

melaksanakan audit. Prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan profesionalnya.

Pusdiklatwas BPKP (2005), menyatakan obyektifitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga dapat mengemukaan pendapat menurut apa adanya. Unsur perilaku yang dapat menunjang obyektifitas antara lain (1) dapat diandalkan dan dipercaya, (2) tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaan-pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional obyek yang diperiksa, (3) Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan orang lain, (4) dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang resmi, serta (5) dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis.

Pusdiklatwas BPKP (2008) menjelaskan bahwa Prinsip obyektivitas menuntut auditor agar :

1. Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit;

2. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubunganhubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan; dan

3. Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya.

2.3 Independensi

Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Aren dkk (2008) menyatakan nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”.

Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.

(7)

 

Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan

pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan.

Pusdiklatwas BPKP (2008) Independensi pada dasarnya merupakan state of mind atau sesuatu yang dirasakan oleh masing-masing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi praktisi dan independensi profesi. Secara lengkap hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Independensi Praktisi, yakni independensi yang nyata atau faktual yang diperoleh dan dipertahankan oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pelaporan. Independensi dalam fakta ini merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang sesungguhnya dimiliki oleh auditor, sehingga merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh auditor. Apabila auditor sungguh-sungguh memiliki kebebasan demikian, maka independensi dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit dapat terpenuhi. Namun demikian, independensi dalam fakta tersebut sifatnya sukar diukur dan tidak serta merta dapat disaksikan oleh orang lain. Kenyataan adanya independensi tersebut hanya dapat dirasakan langsung oleh auditor sendiri dan tidak mudah untuk ditunjukkan atau didemonstrasikan kepada umum. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang independensi dalam wujudnya sehari-hari, independensi praktisi ini kurang mendapat perhatian, melainkan lebih ditekankan pada independensi menurut tinjauan yang kedua sebagaimana dikemukakan berikut.

b. Independensi Profesi, yakni independensi yang ditinjau menurut citra (image) auditor dari pandangan publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering pula dinamakan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Independensi menurut tinjauan ini sangat krusial karena tanpa keyakinan publik bahwa seorang auditor adalah independen, maka segala hal yang dilakukannya serta pendapatnya tidak akan mendapatkan penghargaan dari publik atau pemakainya. Agar independensi menurut tinjauan penampilan ini dapat memperoleh pengakuan publik, maka cara yang efektif untuk mewujudkannya adalah dengan menghindari segala hal yang dapat menyebabkan penampilan auditor dalam kaitannya dengan kliennya mendapat kecurigaan dari publik. Namun demikian, untuk menghilangkan kecurigaan itu tidaklah mudah, bahkan sering memperoleh sorotan dari publik.

(8)

 

melakukan audit pada auditi yang pejabatnya memiliki hubungan keluarga, dan sebagainya.

Jika independensi atau obyektivitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. Auditor dapat menyampaikan keberatannya atas penugasan audit yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya sehingga pimpinan dapat menggantikannya dengan orang lain yang tidak terganggu keindependensian dan obyektivitasnya.

Dalam pelaksanaannya perlu diciptakan ketentuan yang mengatur tentang tatacara pelaporan tersebut, juga diciptakan kebijakan yang mengatur tentang tidak diizinkannya seorang auditor melakukan penugasan audit pada suatu auditi tertentu apabila yang bersangkutan memiliki hubungan keluarga, sosial, dan hubungan lainnya yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya. Demikian pula perlu diciptakan kebijakan tentang tidak diperkenankannya auditor yang memberikan jasa reviu atau konsultansi atas suatu kegiatan atau instansi tertentu untuk terlibat dalam suatu penugasan audit pada instansi yang sama atau sebaliknya.

2.4 Kepatuhan Pada Kode Etik

Kode etik mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur.

Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya.

Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat (Pusdiklat BPKP, 2008).

Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi.

Disamping itu, hasil kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) diharapkan bermanfaat bagi pimpinan dan unit-unit kerja serta pengguna lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Hasil kerja ini akan dapat digunakan dengan penuh keyakinan jika pemakai jasa mengetahui dan mengakui tingkat profesionalisme auditor yang bersangkutan.

(9)

 

perilaku, yang dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang seksama dari masing-masing auditor.

PERMENPAN No: PER/04/M.PAN/03/2008 menjelaskan bahwa maksud ditetapkannya Kode Etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam menjalankan profesinya dan bagi atasan auditor APIP dalam mengevaluasi perilaku auditor APIP, Dengan Tujuan adalah:

1. Mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP;

2. Memastikan bahwa seorang profesional akan bertingkah laku pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS lainnya;

3. Mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit.

Kode Etik APIP ini diberlakukan bagi auditor dan PNS/petugas yang diberi tugas oleh APIP untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya yang terdiri dari 2 (dua) komponen dan pelanggaran:

a. Prinsip-prinsip perilaku auditor

1. Integritas

Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.

2. Obyektivitas

Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.

3. Kerahasiaan

Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. 4. Kompetensi

Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.

b. Auditor wajib mematuhi aturan perilaku berikut ini:

1. Integritas

a. Melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh;

b. Menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas;

c. Mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang berlaku;

d. Menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;

(10)

 

f. Menggalang kerja sama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit;

g. Saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor.

2. Obyektivitas

a. Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit;

b. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;

c. Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya.

3. Kerahasiaan

a. Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit;

b. Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

4. Kompetensi

a. Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit;

b. Terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan;

c. Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.

c. Pelanggaran

1. Tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.

2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.

3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran Kode Etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.

4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran Kode Etik ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.

2.5 Kualitas Hasil Pemeriksaan

Committee on Basic Auditing Concepts (1973) yang dikutip oleh Boynton, et al (2002) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(11)

 

kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh institusi atau orang yang kompeten dan independen.

Kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan ( Batubara, 2008).

Kualitas hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, kompetensi tehnis, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengalaman kerja, kecermatan profesi, obyektifitas dan independensi pemeriksa. Variabel-variabel ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disusun merupakan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor.

2.6 Pengaruh Kecermatan Profesi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Kecakapan profesional dari seorang pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), walaupun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan.

Boner (1990) meneliti tentang pengalaman dan memberikan bukti bahwa pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja, walaupun hubungannya tidak langsung. Hubungan antara pengalaman auditor dengan kinerja melalui variabel ”intervening”, terutama pengetahuan tentang spesifikasi tugas.

Lubis (2009) menguji pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan secara simultan berpengaruh terhadap kualitas auditor, sedangkan keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas auditor tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

Kualitas auditor menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 adalah auditor yang melaksanakan tupoksi dengan efektif, dengan cara mempersiapkan dan membuat kertas kerja hasil pemeriksaan, melaksanakan perencanaan, koordinasi dan penilaian efektifitas tindak lanjut audit, serta konsistensi laporan audit.

2.7 Pengaruh Obyektifitas Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

(12)

 

Sukriah ddk (2009) melakukan pengujian terhadap faktor pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan komptensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada inspektorat se-pulau Lombok dengan sampel berjumlah 154 orang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan, untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

2.8 Pengaruh Indepensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Aren et al (2008) menyatakan, nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

Alim (2007) menyatakan bahwa kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Alim (2007) menguji pengaruh kompentensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika sebagai variabel pemoderasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Hal yang sama dilakukan oleh Mardisar dan Sari (2007), yang memberikan hasil bahwa pekerjaan dengan kompleksitas rendah berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor.

Mayangsari (2003) menguji pengaruh kualitas audit yang diproksikan dengan spesialisasi auditor, independensi dengan memproksikan lamanya hubungan auditor dengan auditee dan mekanisme corporate governance terhadap integritas laporan keuangan pada perusahaan publik selama periode 1998-2002. Hasil menunjukkan bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan dan independensi berpengaruh negatif terhadap integritas laporan keuangan sedangkan mekanisme corporate governance berpengaruh secara statistik signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Wati (2010) menguji pengaruh independensi terhadap kinerja auditor pemerintah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah, hal ini menunjukkan bahwa semakin independensi seorang auditor maka akan semakin mempengaruhi kinerjanya.

2.9 Pengaruh Kepatuhan Pada Kode Etik Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku agar tercipta aparat pengawasan yang bersih dan berwibawa. Norma dan ketentuan yang berlaku bagi auditor intern pemerintah terdiri dari Kode Etik APIP dan Standar Audit APIP. Kode etik dimaksudkan untuk menjaga perilaku APIP dalam melaksanakan tugasnya, sedangkan Standar Audit dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan APIP (Sukriah dkk, 2009).

(13)

 

auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Penelitian ini juga menemukan bukti empiris bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor.

Lubis (2009) meneliti pengaruh kehlian, independensi, kecakapan professional dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi sumatera utara. Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa secara simultan keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Secara parsial keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik masing-masing berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

Kerangka pemikiran penelitian dapat ditunjukkan dalam suatu kerangka konseptual hubungan antar variabel pada gambar 1.

Gambar 3.1 Rerangka Konseptual

2.10 Perumusan Hipotesis

H1. Kecermatan profesi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. H2. Obyektifitas berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

H3. Independensi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

H4. Kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi sebab - akibat (causal) karena penelitian ini diarahkan untuk memberikan bukti empiris dan mengetahui pengaruh Kecermatan profesi, Obyektifitas, Independensi dan Kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada inspektorat Kabupaten Pamekasan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staf inspektorat Kabupaten Pamekasan. Berdasarkan Peraturan Bupati Pamekasan No: 48 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat berjumlah 30 orang.

Jenis penelitian ini adalah sensus. Anshori dan Iswati (2009) menyatakan sensus layak dilakukan jika: a. Elemen-elemen populasi relatif sedikit b. Penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik setiap elemen dari suatu populasi. Dengan demikian seluruh populasi yaitu seluruh staf inspektorat Kabupaten Pamekasan dijadikan sampel.

Kecermatan Profesi

Obyektifitas

Independensi

Kepatuhan pada Kode Etik

Kualitas Hasil Pemeriksaan H1

H2

H3

(14)

 

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan delapan variabel independen dan satu variabel dependen yang diukur dengan menggunakan Skala Likert. Menurut Anshori dan Iswati (2009) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

Variabel Independen

Semua instrumen menggunakan Skala Likert dengan 5 skala nilai yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1, Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2, Nertral (N) dengan nilai 3, Setuju (S) dengan nilai 4, serta Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5. kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dengan membandingkan dengan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi, untuk pengalaman, independensi, obyektifitas dan kepatuhan pada kode etik mengadopsi dari Batubara (2008), Sukriah (2009) dan Lubis (2009).

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu:

a. Kecermatan profesi (X1) adalah auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement) yang dilakukan pada berbagai aspek audit.

b. Obyektifitas (X2) adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan Praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain yang mempengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.

c. Independensi (X3) adalah kebebasan posisi auditor baik dalam sikap maupun penampilan dalam hubungannya dengan pihak lain yang terkait dengan tugas audit yang dilaksanakannya.

d. Kepatuhan pada Kode Etik (X4) adalah auditor harus mematuhi kode etik yang ditetapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu kepada standar audit, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik ini dibuat bertujuan untuk mengatur hubungan antara : 1. Auditor dengan rekan sekerjanya, 2. Auditor dengan atasannya, 3. Auditor dengan objek pemeriksanya, 4. Auditor dengan masyarakat.

Variabel Dependen

Kualitas hasil pemeriksaan (Y) adalah laporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistrbusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3.4 Model Analisis Data

Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis) yang dijabarkan dibawah ini :

(15)

 

Dimana :

Y = Kualitas hasil pemeriksaan

X1 = Kecermatan profesi

X2 = Obyektifitas

X3 = Independensi

X4 = Kepatuhan pada kode etik

β = Koefisien Regresi. e = Error

3.5 Tehnik Analisa Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model regresi linear. Dalam suatu penelitian, kemungkinan munculnya masalah dalam analisis regresi cukup sering dalam mencocokan model prediksi ke dalam sebuah model yang dimasukan ke dalam serangkaian data. Penelitian diuji dengan beberapa uji statistik yang terdiri dari uji kualitas data, pengujian asumsi klasik, statistik deskriptif, dan uji statistik untuk pengujian hipotesis.

3.6 Uji Kualitas Data

Menurut Anshori dan Iswati (1999) ada dua konsep mengukur kualitas data yaitu realibilitas dan validitas. Artinya suatu penelitian akan menghasilkan kesimpulan yang bias jika datanya kurang reliabel dan kurang valid. Sedangkan kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.

1. Uji Reliabilitas.

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban responden atas seluruh butir pertanyaan atau pertanyaan yang digunakan, untuk keperluan pengujian tersebut. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Muhidin dan Maman, 2007). Teknik statistik yang digunakan untuk pengujian tersebut dengan koefisien Cronbach’s Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 (Ghozali, 2006).

2. Uji Validitas.

Pengujian validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang telah disusun benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas dalam hal ini merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda (Ghozali, 2006). Uji validitas dihitung dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Solimun (2000) menyatakan bahwa bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar 0.3 ( r ≥ 0.3) maka instrumen dianggap valid.

3.7 Uji Asumsi Klasik

Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu pengujian asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat bermakna dan bermanfaat.

1. Uji Normalitas.

(16)

 

atau tidak. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan pengujian Kolmogorov-Smirnov (Ghozali, 2006). Hipotesis dalam pengujian ini adalah: HO : Data berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

H1 : Data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal

Kriteria untuk menolak atau tidak menolak berdasarkan P-Value sebagai berikut:

Jika P- Value ≥α, maka HO tidak ditolak. Jika P- Value < α, maka HO ditolak. 2. Uji Multikolinieritas.

Uji multikolinieritas bertujan untuk menguji apakah pada model regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi kuat antar variabel independen. Jika terjadi korelasi kuat, terdapat masalah multikolinieritas yang harus diatasi. Menurut Ghazali (2006) model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Ketentuan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas yaitu Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas.

3. Uji Heteroskedastisitas.

Pengujian heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel penggangu dengan variabel bebasnya. Jika terjadi gejala homokedastisitas pada model yang digunakan, berarti tidak terjadi hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebas, sehingga variabel tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebasnya. Gejala heterokedastisitas ini diketahui dengan menggunakan analisis Rank Spearman. Apabila nilai probabilitas kesalahan (sig) koefisien korelasi Rank Spearman lebih kecil dari 0.05 maka dapat dikatakan dalam suatu model regresi terjadi gejala heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika sig > 0,05 maka model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

3.8 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi, sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk tabel numerik. Statistik deskriptif umumnya digunakan peneliti untuk mendiskripsikan data dan meringkas data yang diobservasi (Uyanto, 2009).

3.9 Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh secara parsial dan simultan menggunakan uji t dan uji F. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi (α) 0,05 atau 5% atau keyakinan 95% untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak.

1. Uji t.

Uji t digukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji t adalah :

(17)

 

Ha1-8 : β ≠ 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Keputusan statistik diambil berdasarkan nilai probabilitas, dengan kriteria : a. Jika signifikansi t < α, maka Ho ditolak dan Ha tidak ditolak.

b. Jika signifikansi t ≥α, maka Ho tidak ditolak dan Ha ditolak.

2. Uji F.

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F adalah sebagai berikut :

Ho : β = 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara simultan tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Ha : β ≠ 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara simultan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Keputusan diambil berdasarkan nilai probabilitas, dengan kriteria : a. Jika signifikansi F<α, maka Ho ditolak dan Ha tidak ditolak. b. Jika signifikansi F≥α, maka Ho tidak ditolak dan Ha ditolak.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Penelitian

Studi ini dilakukan pada kantor Inspektorat Kabupaten Pamekasan yang beralamat di Jalan Jokotole 143 Pamekasan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff Inspektorat Kabupaten Pamekasanyang berjumlah 30 (tiga puluh ) orang. Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner pada 30 orang staff Inspektorat Kabupaten Pamekasan. Dari 30 eksemplar yang didistribusikan, yang dikembalikan berjumlah 30 eksemplar.

4.2 Pengujian Kualitas Data 4.2.1 Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban responden atas seluruh butir pertanyaan atau pertanyaan yang digunakan. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Muhidin dan Maman, 2007). Teknik statistik yang digunakan untuk pengujian tersebut dengan koefisien Cronbach’s Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 (Ghozali, 2006).

Tabel 4.1 Hasil Uji Realibilitas Variabel Dependen dan Independen

Variabel Alpha Keterangan

Kualitas Hasil Pemeriksaan 0.6231 Reliabel

Kecermatan Profesi 0.9664 Reliabel

Obyektifitas 0.9282 Reliabel

Independensi 0.9218 Reliabel

Kepatuhan pada Kode Etik 0.9591 Reliabel

Sumber: Lampiran 3 diolah

(18)

 

demikian item pengukuran pada masing-masing elemen dinyatakan reliabel dan selanjutanya dapat digunakan dalam penelitian.

4.2.2 Uji Validitas

Pengujian validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang telah disusun benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda (Ghozali, 2006). Uji validitas dihitung dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Solimun (2000) menyatakan bahwa bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar 0.3 ( r ≥ 0.3) maka instrumen dianggap valid.

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Dependen dan Independent

Variabel Item r Validitas Keterangan

Kualitas Hasil Pemeriksaan

Y1 0.795 Valid

Kepatuhan Pada Kode Etik

X8.1 0.926 Valid X8.2 0.951 Valid X8.3 0.954 Valid X8.4 0.951 Valid

Sumber: Lampiran 4 diolah

Berdasarkan output hasil uji validitas terhadap kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana dalam tabel 4.2 lampiran 4 menunjukkan bahwa seluruh indikator mempunyai nilai validitas lebih besar dari r standar yaitu 0,3 sehingga seluruh item dinyatakan valid.

4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas

(19)

 

normal atau tidak. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan pengujian Kolmogorov-Smirnov terhadap masing-masing variabel.

Tabel 4.3 Pengujian Normalitas

Variabel Asymp.Sig

(2-tailed) Signifikansi Keterangan

Residual 0.784 P ≥ 0.05 Normal

Sumber: Lampiran 5 diolah

Dari hasil perhitungan uji Kolmogorov-Smirnov pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa signifikansi di atas 5% yang mengindikasikan bahwa residual data telah terdistribusi secara normal. Residual data dikatakan telah terdistribusi secara normal jika nilai signifikansi pengujian Kolmogorov-Smirnov lebih besar sama dengan 5% (p≥0.05) dan tidak berdistribusi secara normal jika lebih kecil dari 5% (p<0.05) (Uyanto,2009).

4.3.2 Uji Multikolinieritas

Gejala multikolinearitas adalah gejala baru atau kolinearitas ganda antar variabel bebas. Uji multikolinieritas bertujan untuk menguji apakah pada model regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi kuat antar variabel independen. Jika terjadi korelasi kuat, terdapat masalah multikolinieritas yang harus diatasi. Untuk mendeteksi adanya gejala multikolinearitas pada model regresi di uji dengan menggunakan multikolinearitas yang dapat diukur dengan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. hasil pengujian multikolinearitas dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel

Colinearity Statistics

Tolerance Variance Inflaction Factor

Kecermatan Profesi 0.349 2.889

Obyektifitas 0.398 2.515

Independensi 0.635 1.575

Kepatuhan Pada Kode Etik 0.356 2.810

Sumber: Lampiran 6 diolah

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa nilai Variance Inflation Factor masih berada di sekitar 1.575 dan 2.889, nilai tolerance berkisar 0.349 sampai 0.635, sehingga nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antar variabel-variabel independen tidak terjadi multikolinearitas.

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas

(20)

 

bebas dari gejala heterokedastisitas atau terjadi homokedastis. Hasil pengujian heterokedastisitas dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.5 : Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Koef. Rank

Spearman Sig. (2-tailed)

Kecermatan Profesi - 0.164 0.387

Obyektifitas - 0.202 0.283

Independensi 0.022 0.909

Kepatuhan Pada Kode Etik (X8) - 0.057 0.766 Sumber : Lampiran 7 diolah

Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikasi untuk semua variabel lebih besar dari 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi gejala homokedastisitas atau tidak terjadi hubungan antara variabel penggangu dengan variabel bebas, sehingga variabel tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebas.

4.4 Deskripsi Variabel Penelitian

Deskripsi hasil studi dapat dilihat pada Tabel 4.6 yang memberikan sajian ringkasan statistik deskriptif untuk setiap varibel yang digunakan dalam model penelitian. Deskripsi jawaban akan dijelaskan berdasarkan nilai mean atau rerata yang diolah dengan menggunakan descriptive statistic dari SPSS versi 11.5, sedangkan standar deviasi adalah suatu ukuran penyimpangan.

Tabel 4.6 Hasil Statistik Deskriptif

Variabel Min Max Mean Std. Deviation

Kualitas hasil pemeriksaan 3.00 4.60 4,0400 .34601

Kecermatan profesi 2.00 5.00 4,0778 .57191

Obyektifitas 2.33 5.00 4,1000 .54068

Independensi 2.09 4.73 3,9000 .47469

Kepatuhan pada kode etik 3.00 5.00 4,2333 .58698 Sumber : Lampiran 8 diolah

Berdasarkan tabel 4.6 kualitas hasil pemeriksaan memiliki rata-rata 4.0400 dengan standar deviasi 0.34601, kecermatan profesi menunjukkan nilai rata-rata 4.0778 dan standar deviasi 0.57191, obyektifitas menunjukkan nilai rata-rata 4.1000 dan standar deviasi 0.54068, independensi menunjukkan nilai rata-rata 3.9000 dan standar deviasi 0.47469 dan kepatuhan pada kode etik menunjukkan nilai rata-rata 4.2333 dan standar deviasi 0.58698.

4.5 Analisis Regresi Linier Berganda

Tujuan digunakannya persamaan regresi adalah untuk melakukan pendugaan atau taksiran variasi variabel tergantung yang disebabkan oleh variasi nilai variabel bebas. berdasarkan data yang telah dikumpulkan maka diperoleh hasil olahan sebagai berikut :

Tabel 4.7

Analisa Regresi Linier Berganda

Variabel Independen Koefisien

Regresi Beta t – Value Sig

(Constant) - 0.199 -0.868

(21)

 

Obyektifitas 0.032 0.051 0.894 0.381

Independensi 0.130 0.178 3.969 0.001*

Kepatuhan pada kode etik 0.140 0.237 3.949 0.001*

R 0.986

R square 0.973

F Hitung 95.000

Sig. F 0.000

Sumber : lampiran 9 diolah

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, maka persamaan regresi yang dapat dibuat adalah sebagai berikut :

Y = - 0,199 + 0,228 X1 + 0,032 X2 + 0,130 X3 + 0,140 X4.

Koefisien regresi yang bertanda positif menunjukkan perubahan yang searah antara variabel bebas terhadap variabel terikat, sedangkan koefisien regresi yang bertanda negatif menunjukkan arah perubahan yang berlawanan arah antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam perhitungan menunjukkan semua variabel bebas memiliki koefisien bertanda positif, sehingga persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Apabila latar belakang pendidikan, kompetensi tehnis, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengalaman kerja, kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik semakin ditingkatkan maka akan meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan dan sebaliknya apabila latar belakang pendidikan, kompetensi tehnis, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengalaman kerja, kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik diturunkan maka akan menurunkan kualitas hasil pemeriksaan.

4.6 Koefisien Determinasi

Kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan perubahan variabel terikat dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R²/R square). semakin tinggi nilai R² maka semakin baiklah model tersebut. Nilai dari R² berkisar antara 0 sampai 1, semakin mendekati 1 maka semakin baik kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat dalam model. Nilai dari koefisien determinasi dari hasil perhitungan adalah 0.973 yang berarti bahwa sebesar 97.3 % kualitas hasil pemeriksaan (Dependen Variabel) mampu dijelaskan oleh variabel bebas yang dimasukkan dalam model yaitu latar belakang pendidikan, kompetensi tehnis, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengalaman kerja, kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik, sedangkan 2.7 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model (faktor galat).

4.7 Koefisien Korelasi Berganda

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai koefisien korelasi berganda atau Multiple (R) sebesar 0.986. koefisien ini menunjukkan tingkat hubungan atau korelasi variabel dependen terhadap variabel-variabel independen. Nilai R yang tinggi, yaitu sebesar 0,986 menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara semua varibel independen dengan variabel dependen.

4.8 Pengujian Hipotesis

4.8.1 Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)

(22)

 

c. Jika signifikansi t < α, maka Ho ditolak dan Ha tidak ditolak. d. Jika signifikansi t ≥α, maka Ho tidak ditolak dan Ha ditolak.

Berdasarkan data hasil regresi pada tabel 5.11 diketahui bahwa nilai t dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Nilai uji t untuk variabel Kecermatan profesi adalah sebesar 6.210 dengan tingkat signifikasi 0,000. Nilai signifikasi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel kecermatan profesi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

2. Nilai uji t untuk variabel Obyektifitas adalah sebesar 0.894 dengan tingkat signifikasi 0,381. Nilai signifikasi ini lebih besar dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel obyektifitas secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

3. Nilai uji t untuk variabel Independensi adalah sebesar 3.969 dengan tingkat signifikasi 0,001. Nilai signifikasi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel independensi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

4. Nilai uji t untuk variabel Kepatuhan pada kode etik adalah sebesar 3.949 dengan tingkat signifikasi 0,001. Nilai signifikasi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Dari nilai beta tabel 5.11 juga menunjukkan bahwa untuk variabel kecermatan profesi merupakan variabel yang berpengaruh paling dominan, karena nilai beta kompensasi bernilai lebih besar yaitu 0.376 dibandingkan variabel lainnya.

4.8.2 Uji Regresi Secara Simultan (Uji F)

Pengujian hipotesis regresi secara simultan (uji F) ditunjukkan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat dalam satu model. Kriteria pengujian uji F ini adalah,:

5. Pembahasan

Hasil uji F menunjukkan bahwa secara simultan variabel independen dalam penelitian ini mempengaruhi variabel dependen. Artinya Kecermatan profesi, Obyektifitas, Independensi dan Kepatuhan pada kode etik secara simultan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pengujian ini terbukti menolak Ho.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sukriah (2009) yang menyatakan Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas dan Integritas secara simultan, ke-empat variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan kemampuan menjelaskan terhadap variabel dependen sebesar 58%. Hal ini berarti masih banyak variabel-variabel independen lainnya yang dapat menjelaskan variabel kualitas hasil pemeriksaan.

Hasil pengujian hipotesis secara parsial mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Selanjutnya hasil pengujian masing-masing variabel akan dijelaskan pada bagian ini.

a. Kecermatan Profesi

(23)

 

pemeriksaan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement).

Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur.Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel kecermatan profesi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pengujian ini mendukung hipotesis H5 yang menyatakan bahwa kecermatan profesi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Penelitian ini didukung oleh Lubis (2009) menyatakan kecermatan profesi secara parsial berpengaruh terhadap kualitas auditor.

Hasil studi dan bukti empiris ini medukung Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Kemudian PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawas Intern Pemerintah dinyatakan bahwa auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement).

b. Obyektifitas

Aparat Pengawas Intern Pemerintah harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Dalam PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam melaksanakan dan melaporkan hasil pemeriksaannya.

(24)

 

Dengan demikian ketidaksignifikanan disebabkan oleh masih adanya sikap yang kurang obyektifnya auditor inspektorat Kabupaten Pamekasan dalam melakukan fungsi dan tugasnya disebabkan karena:

a. Internal auditor (Inspektorat) merupakan pegawai negeri sipil dilingkungan Pemerintah Kabupaten Pamekasan sehingga wilayah kerjanya juga diwilayah tersebut, sehingga hubungan kekeluargaan, komunikasi dan emosional sangat erat dan kental serta interaksi masing-masing personal. Hal inilah yang meyebabkan obyektifitas internal auditor Kabupaten Pamekasan dirasa masih sangat kurang.

b. Kondisi budaya dan politik sangat berperan dalam menentukan tingkat obyektifitas internal auditor Kabupaten Pamekasan. Budaya dan politik yang terjadi adalah adanya ancaman-ancaman dan tekanan-tekanan tertentu terhadap internal auditor Kabupaten Pamekasan.

c. Ketidak obyektifan biasanya terjadi pada saat pekerjaan lapangan terutama pada saat auditor mengkomunikasikan temuan-temuan hasil pemeriksaan, pada kondisi inilah tingkat obyektifitas internal auditor (inspektorat) Kabupaten Pamekasan sangat kurang.

Atas dasar inilah yang menyebabkan internal auditor Kabupaten Pamekasan obyektifitasnya sangat kurang. Lain halnya ketika pemeriksaan dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hubungan emosional, kekeluargaan dan tekanan-tekanan tidak terjadi pada saat pemeriksaan.

Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Sukriah (2009) yang menyatakan obyektifitas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan, dan juga PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan bahwa auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam melaksanakan audit. Prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas.

c. Independensi

Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun. Aren dkk (2008), menyatakan nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

(25)

 

pemerintah, hal ini menunjukkan bahwa semakin independensi seorang auditor maka akan semakin mempengaruhi kinerjanya.

Dengan demikian hasil studi dan bukti empiris ini medukung Standar Auditing Seksi 220.1 (SPAP : 2001) menyebutkan bahwa independen bagi seorang akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Pusdiklatwas BPKP (2008) menyatakan bahwa independensi pada dasarnya merupakan state of mind atau sesuatu yang dirasakan oleh masing-masing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi praktisi dan independensi profesi.

Oleh karena itu ia tidak dibenarkan memihak kepada siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

d. Kepatuhan Pada Kode Etik

Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi. APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku agar tercipta aparat pengawasan yang bersih dan berwibawa. Norma dan ketentuan yang berlaku bagi auditor intern pemerintah terdiri dari Kode Etik APIP dan Standar Audit APIP

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pengujian ini mendukung hipotesis H8 yang menyatakan bahwa kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil ini mendukung penelitian Lubis (2009) yang menyatakan bahwa secara parsial kepatuhan pada kode etik masing-masing berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Berbeda dengan penelitian Alim (2007) yang menyatakan bahwa interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor.

Hasil studi ini mendukung peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparat Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008 tentang kode etik aparat pengawasan intern pemerintah dengan maksud dan tujuan adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam menjalankan profesinya dan bagi atasan auditor APIP dalam mengevaluasi perilaku auditor APIP.

6. Simpulan dan Saran 1.1 Simpulan

a. Berdasarkan hasil uji F menunjukkan bahwa secara simultan variabel kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara simultan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.

b. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel obyektifitas secara parsial tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan

(26)

 

1.2 Saran

a. Kecermatan profesi merupakan variabel yang berpengaruh paling dominan, maka sebaiknya auditor APIP berupaya untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama dan secara hati-hati dalam setiap penugasan untuk menghasilkan kualitas hasil pemeriksaan.

b. Untuk menghasilkan kualitas hasil pemeriksaan yang baik dan untuk memelihara kompetensi auditor APIP Kabupaten Pamekasan maka pendidikan dan pelatihan berkelanjutan lebih ditingkatkan mengingat perkembangan standar, metode, prosedur dan tehnik pemeriksaan terutama auditor internal.

c. Variabel Obyektifitas, untuk menghasilkan kualitas hasil pemeriksaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan auditor APIP Kabupaten Pamekasan dalam merencanakan, melaksanakan melaporkan audit dilaksanakan dengan jujur dan tidak memkompromikan hasil pemeriksaan sehingga laporan hasil pemeriksaan dapat dihandalkan dan sebagai salah satu cara untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan pemerintahan.

d. Kategori responden yang digunakan juga sebaiknya ditambah, bukan hanya pemeriksa (auditor) tetapi juga yang diperiksa (auditee) sehingga pengambilan kesimpulan dapat dilakukan dengan lebih baik.

(27)

 

DAFTAR PUSTAKA

Alim, M. Nizarul, Trisni Hapsari dan Liliek Purwanti, 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Auditor dengan Etika auditor sebagai Variabel Moderasi. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi X.

Anshori, Muslich dan Sri Iswati, 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bahan Ajar. Surabaya: Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga.

Arens, A. Alvin, Randal J.E dan Mark S.B., 2008. Auditing and Assurance Services An Integrated Approach. Edisi Keduabelas. Jakarta: Erlangga.

---. 2004. ”Auditing dan Pelayanan Verifikasi, Pendekatan Terpadu”. Terjemahan. Jilid 1, Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit PT. Indeks.

Ashton, Alison Hubbard, 1991. Experience and Error Frequency Knowledge as Potential Determinants of Audit Expertise. The Accounting Review, 218-239.

Asih, Dwi Ananing Tyas, 2006. Pengaruh Pengalaman terhadap Peningkatan Keahlian Auditor dalam Bidang Auditing. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Bonner, Sarah E., 1990. Experience Effects in Auditing: The Role of Task-Specific Knowledge. The Accounting Review, 72-92.

Boyton, C. William, Raymond J. Johnson dan Water G. Kell, 2002. Modern Auditing. Terjemahan. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga

Budi, Sasongko, Basuki dan Hendaryatno. Internal Auditor dan Dilema Etika. 1-35. www.theakuntansi.com. diakses tanggal 28 Januari 2011.

Hogan, Chris E., 1997. Cost and benefits of Audit Quality in IPO Market: A Self-Selection Analysis. The Accounting Review, pp. 67-86.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi IV Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Keputusan Badan Kepegawaian Negara (BKN) No: 43/KEP/2001 Tentang Standar Kompetensi Jabatan struktural. Badan Kepegawaian Negara Tahun 2001.

Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, 2004. Standar Profesi Audit Internal. Jakarta.

(28)

 

Experimental Investigation, Behavioral Reseach In Accounting, Vol 18, pp. 65-85.

Lubis, Haslinda, 2009. Pengaruh Keahlian, Independensi, Kecermatan Professional dan Kepatuhan Pada Kode Etik Terhadap Kualitas Hasil Auditor Pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Sumatera Utara: Ilmu Akuntansi, Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Mabruri, Havidz dan Jaka Winarna, 2010. Analisis Faktor-Faktor Mempengaruhi Hasil Audit di Lingkungan Pemerintah daerah. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi XIII.

Mardisar, Diani dan R. N. Sari, 2007. Pengaruh Akuntabilitas dan Penegtahuan Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi XI.

Muhidin, A. Sambas dan Maman Abdurrahman, 2007. Analisa Korelasi, Regresi dan Jalur Dalam Penelelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Mulyadi, 2002. Auditing. Buku I, Edisi 6, Jakarta: Salemba Empat.

Mulyono, Agus, 2009. Analisis Faktor-Faktor Kompetensi Aparatur Inspektorat dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Inspektorat Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Sumatera Utara: Ilmu Akuntansi, Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Tahun 2007.

Peraturan Bupati Pamekasan Nomor 48 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas dan fungsi Inspektorat.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165.

(29)

 

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2008. Diklat Pembentukan Auditor Ahli, Kode Etik dan Standar Audit, Edisi Kelima, Jakarta.

Sukriah, Ika, Akram dan Biana Adha Inapty, 2009. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi XII.

Solimun, 2000. Multivariate Analysis,Structural Equation Modelling, Lisrel dan Amos, Malang: Fakulats MIPA Universitas Brawijaya.

Tubbs, Richard M., 1992. The Effect of Experience on the Auditor’s Organization and Amount of Knowledge. The Accounting Review, 783-801.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Tambahan Lembaran Negara Republik Inonesia Nomor. 3839.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tanggal 15 Oktober 2004.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Uyanto, S. Stanislaus, 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS, Edisi 3, Yogyakarta: Garaha Ilmu.

Wati, Elya, Lismawati dan Nila Aprilia, 2010. Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Pada Auditor Pemerintah di BPKP Perwakilan Bengkulu). Makalah. Simposium Nasional Akuntansi XIII.

Zulaikha, 2006. Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Penggunaan Bukti Tidak Relevan Dalam Auditor Judgement (Studi Kajian Eksperimental Dalam Audit Saldo Akun Persediaan). Makalah. Simposium Nasional Akuntansi IX.

Gambar

Gambar 3.1 Rerangka Konseptual
Tabel 4.1 Hasil Uji Realibilitas Variabel Dependen dan Independen Variabel
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Dependen dan Independent Variabel
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan.. desibel

Desentralisasi menimbulkan adanya local self government atau daerah otonm (local yang menganut desentralisasi pastijuga melaksanakan sentralisasi secara

Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilaksanakan guru pada saat kegiatan proses belajar mengajar terjadi di kelas yang bertujuan untuk memperbaiki proses

Setelah berdiskusi, menggali informasi melalui model pembelajaran cooveratif learning peserta didik dapat menganalisis Fungsi Kuadrat, menggambar grafik , menentukan

Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota organisasi, tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah

Praktik jual beli pakaian bekas dengan sistem “bal-balan” yang terjadi di Pasar Senen Jakarta, masih dipertanyakan hukumnya, karena dalam transaksi ada unsur ketidak

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komitmen, Organisasi, Kualitas Sumber Daya, Reward, Dan Punishment Terhadap Anggaran Berbasis Kinerja (Studi Empirik Pada Pemerintah

Pengelolaan program kinerja pendampingan yang dilakukan oleh P2TP2A sudah efektif dan berkelanjutan serta kerjasama antar instansi-instansi daerah dan masyarakat sipil yang