• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Pengusaha Terhadap Iklim Usaha di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Persepsi Pengusaha Terhadap Iklim Usaha di Kota Medan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Usaha

Berbicara tentang iklim usaha, biasanya tidak terlepas dengan kebijakan pemerintah, situasi politik serta beberapa hal lain yang berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung di sekelilingnya. Banyak pakar ekonomi yang mengatakan bahwa perbaikan iklim usaha mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Namun tidak semua hal itu dijalankan dengan baik oleh pihak-pihak terkait. Bahkan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lewat akun twitternya yang dikutip Kantor Berita Antara juga mengakui hal itu. Bahkan SBY meminta kepada semua pihak agar menjaga iklim investasi nasional dengan cara mencegah dan menghilangkan hambatan investasi di pusat dan di daerah. SBY juga memerintahkan kepada Gubernur, Walikota, Bupati agar bekerja penuh dan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya.

Sementara itu, beberapa pendapat ahli yang penulis rangkum, ada yang mengatakan bahwa iklim usaha merupakan pengembangan bagi para investor dalam melakukan investasi. Dalam kaitan tersebut peran pemerintah menjadi sangat penting dalam setiap proses penanaman modal, bahkan rekomendasi pemerintah daerah merupakan syarat mutlak dalam penilaian kegiatan investasi di daerah dinyatakan layak. Hal tersebut berkaitan pula dengan masalah pemanfaatan tata ruang, gangguan lingkungan dan ketertiban umum.

(2)

Iklim usaha adalah kondisi yang mencerminkan sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara produktif dan berkembang. Dengan demikian, iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong investor melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin di satu sisi, dan dapat menghasilkan keuntungan jangka panjang setinggi mungkin di sisi lain (Stern, 2002). Hampir serupa dengan itu, Tambunan (2006), juga mengemukakan bahwa iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi.

Suatu kondisi iklim usaha yang ideal akan memberikan kesempatan bagi perusahaan dari usaha-usaha mikro ke multinasional atau perusahaan swasta untuk berkembang dan melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan dan berkembang. Oleh karenanya, iklim usaha yang baik memainkan suatu peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Iklim usaha adalah suatu kumpulan faktor-faktor lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan, dan mengembangkan diri. Kebijakan dan perilaku pemerintah memiliki suatu pengaruh yang besar melalui dampaknya terhadap biaya, risiko, dan pembatasan bagi persaingan (World Bank, 2005: 32).

(3)

Selain itu, iklim usaha merupakan suatu proses jangka panjang yang senantiasa berjalan searah dengan perkembangan usaha. Dalam investasi bukan hanya dipertimbngkan pada awal rencana investasi, akan tetapi merupakan variabel strategis yang akan menentukan keberhasilan investasi sepanjang perusahaan berjalan. Iklim usaha yang kondusif akan mendorong produktivitas yang lebih tinggi dengan memberikan kesempatan-kesempatan dan insentif bagi badan-badan usaha untuk berkembang, menyesuaikan diri dan menerapkan cara-cara yang lebih baik dalam menjalankan investasi.

"Iklim usaha yang kondusif akan memperkuat pertumbuhan ekonomi yang mendatangkan keuntungan dalam sektor perekonomian. Pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya mekanisme yang berkelanjutan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.. Peningkatan iklim usaha merupakan daya penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Iklim usaha yang baik adalah iklim usaha yang mampu memberikan manfaat kepada masyarakat secara keseluruhan." (www.ipb.ac.id:2009).

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Iklim Usaha

Banyak laporan atau teori yang mengemukakan tentang faktor yang mempengaruhi iklim usaha. Bahkan Bank Dunia pada tahun 2009 melaporkan bahwa faktor yang mempengaruhi iklim usaha yakni stabilitas politik dan sosial, kondisi infrastruktur dasar, sektor pembiayaan, pasar tenaga kerja, regulasi, perpajakan, birokrasi, korupsi, konsistensi dan kepastian kebijakan. Di antara faktor-faktor tersebut, menurut hasil World Economic Forum (WEF) mengemukakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi iklim usaha itu adalah stabilitas ekonomi makro, tingkat korupsi, birokrasi, dan kepastian kebijakan ekonomi.

(4)

mempengaruhi investasi dari yang terkecil paling atas sampai terbesar paling bawah meliputi:

1. Inflasi

2. Etika dan kinerja tenaga kerja yang buruk 3. Pemerintahan yang tidak stabil

4. Kriminalias 5. Regulasi valas 6. Akses keuangan 7. Tarif pajak

8. Regulasi tenaga kerja restriktif 9. Kebijakan tidak stabil

10.Kualitas SDM buruk 11.Korupsi

12.Regulasi perpajakan 13.Infrastruktur buruk

14.Birokrasi yang tidak sehat

Investasi yang ditanam di suatu daerah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Tingkat keuntungan yang diramalkan

Ramalan mengenai keuntungan-keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada pengusaha mengenai jenis-jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan di masa depan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.

2. Suku Bunga

(5)

yang diperoleh lebih besar dari suku bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu: pertama, dengan meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito). Kedua, dengan menggunakannya untuk investasi.

3. Ramalan mengenai ekonomi di masa depan

Dengan adanya ramalan tentang kondisi di masa depan akan dapat menentukan tingkat investasi yang akan tercipta dalam perekonomian. Apabila ramalan di masa depan adalah baik maka investasi akan naik. Sebaliknya, apabila ramalan kondisi ekonomi di masa akan datang adalah buruk, maka tingkat investasi akan rendah.

4. Kemajuan teknologi

Dengan adanya temuan-temuan teknologi (inovasi), maka akan semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh pengusaha, sehingga semakin tinggi tingkat investasi yang dicapai.

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahannya

Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total aggregat demand yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (Induced Invesment).

6. Keuntungan yang diperoleh

Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan mendorong para pengusaha untuk menyediakan sebahagian keuntungan yang diperoleh untuk investasi-investasi baru.

7. Situasi politik

(6)

memperoleh kembali modal yang di tanam dan memperoleh keuntungan. Sehingga stabilitas politik jangka panjang akan diharapkan oleh investor.

8. Pengeluaran yang dilakukan pemerintah

Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dapat berupa pengeluaran pembangunan yang rutin baik itu dalam penyediaan sarana dan prasarana atau fasilitas publik dalam menunjang kegiatan investasi dan juga perekonomian secara keseluruhan baik itu skala nasional maupun daerah. Sehingga menarik para investor dalam negeri maupun asing untuk berinvestasi disuatu negara ataupun daerah.

9. Kemudahan yang diberikan oleh pemerintah setempat

Tersedianya kemudahan-kemudahan dalam birokrasi, dalam perpajakan (taxholiday), yaitu suatu keringanan di dalam pajak apabila suatu perusahaan mau

menanamkan keuntungan yang diperolehnya ke dalam investasi baru, ataupun apabila perusahaan yang bersangkutan mau dan bersedia menanamkan investasinya disuatu daerah dalam kurun waktu tertentu sehingga mendorong para investor untuk menanamkan modalnya.

2.1.2 Peningkatan Iklim Usaha di Daerah

Dinamika perkembanan ekonomi daerah yang selama ini banyak digerakkan oleh konsumsi domestik, perlu juga didorong oleh investasi dan ekspor. Untuk itu, diperlukan iklim usaha yang kondusif (Kuncoro, 2004).

Potensi investasi di daerah adalah objek yang ditawarkan untuk melakukan kerjasama dalam investasi bagi daerah. Masing-masing daerah harus memiliki objek investasi. Masing-masing propinsi baik kabupaten maupun kota dapat mengembangkan objek investasi sesuai dengan potensi yang dimilikinya, yaitu meliputi:

1. Kawasan industri

(7)

3. Pengembangan sektor unggulan

4. Sektor yang terkait dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

2.2 Kebijakan Pemerintah

Iklim usaha menjadi kunci awal pembangunan daya saing industri nasional. Dalam rangka menciptakan dan menjaga iklim usaha yang kondusif, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan memperhatikan beberapa faktor dominan penentu iklim usaha. Menurut Kementerian Perindustrian faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Infrastruktur 2. Kepastian berusaha 3. Pelayanan Birokrasi

4. Kualitas SDM dan Tenaga Kerja 5. Fasilitas Fiskal

Dengan mempertimbangkan kondisi aktual atas faktor-faktor tersebut, pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka pembentukan kebijakan pendukung iklim usaha nasional. Peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan berdaya saing, dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok kebijakan, yaitu:

A. Kebijakan Insentif Fiskal 1. Perpajakan

1.1 Pembebasan Pajak Penghasilan Waktu Tertentu (Tax Holiday) 1.2 Pengurangan Pajak Penghasilan (Tax Allowance)

1.3 Bea Masuk Penanaman Modal 2. Kepabeanan

(8)

3.1 Kredit dan Keringanan Suku Bunga guna Peremajaan Mesin Produksi B. Kebijakan Insentif Non Fiskal

1. Pendaftaraan Izin Investasi secara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) 2. Kemudahan Izin Keimigrasian bagi Tenaga Kerja Asing

3. Fasilitas Nonfiskal Kepabeanan

3.1 Pelayanan Segera (Rush Handling)

3.2 Pembongkaran atau Penimbunan di Luar Kawasan Pabean 3.3 Impor Sementara

3.4 Importir Jalur Prioritas dan Importir Mitra Utama (MITA) 3.5 Pemberitahuan Pendahuluan (Prenotificatiori)

C. Kebijakan Insentif dalam Kawasan

Seiring dengan rencana pengembangan iklim investasi, pemerintah juga secara bertahap dan terus menerus menata pengembangan industri dalam kawasan khusus. Penataan dalam kawasan terutama bertujuan untuk membangun sistem koordinasi antar sektor industri yang lebih efisien, meningkatkan daya saing industri dan investasi, serta memperkuat sekaligus melindungi industri pelaku usaha industri didorong untuk melakukan kegiatan industri di dalam kawasan-kawasan khusus. Upaya ini dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan insentif dalam kawasan. Sesuai jenis dan peruntukan kawasan, beberapa fasilitas insentif diberikan pemerintah antara lain:

1. Insentif dalam Kawasan Berikat

2. Insentif dalam Kawasan Ekonomi Terpadu (Kapet) 3. Insentif dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 4. Kawasan Perdagangan Bebas

5. Kawasan Industri

(9)

strategi dasar yang dilakukan pemerintah untuk mendukung kebijakan tersebut, yakni

pertama menjalankan kembali politik upah murah dan kedua menerapkan

prinsip-prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam urusan ketenagakerjaan (Indrasari: 2012).

Kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi investasi, kebijakan pemerintah yang bersifat kondusif akan berdampak positif pada iklim investasi. Kebijakan moneter longgar (easy monetery policy) yang merupakan kebijakan dari pemerintah akan ditandai dengan tingkat bunga yang rendah dan penyaluran kredit yang tinggi, dan kebijaksanaan fiskal yang kondusif seperti adanya tax holiday. Tingkat pajak (keuntungan usaha, bea masuk, pertambahan niliai) yang rendah, dan biaya energi (listrik dan BBM) yang murah, kemudahan perizinan dan birokrasi cenderung berdampak positif bagi kegiatan investasi. Sebaliknya yang terjadi terhadap investasi adalah negatif jika kebijaksanaan pemerintah bersifat ketat baik disektor moneter, fiskal dan sektor lainnya.

Keuntungan yang diperoleh perusahaan juga akan mempengaruhi besar kecilnya investasi yang dilakukan. Dengan keuntungan yang besar, potensi untuk melakukan investasi meningkat baik dengan dana sendiri maupun melalui hutang (atas perbankan atau penjualan obligasi) atau penjualan saham perusahaan. Infastruktur juga merupakan faktor yang ikut mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif seperti keadaan jalan yang baik, tersedianya pelabuhan yang memadai, tersedianya sumber energi yang dibutuhkan perusahaan, tersedianya fasilitas transportasi, telekomunikasi akan membantu meningkatkan kegiatan investasi.

(10)

1. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan penanaman modal, yang diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2006.

2. Penyederhanaan prosedur dan peningkatan pelayanan penanaman modal baik di tingkat pusat maupun daerah.

3. Penanganan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (penegakan hukum dan kerja sama dengan instansi terkait.

4. Penyusunan rancangan amandemen UU No. 5 Tahun 1999.

5. Memprakarsai dan mengkoordinasikan pembangunan kawasan industri.

Untuk menjamin pengembangan iklim usaha dan investasi, maka upaya yang dilakukan adalah melakukan minimalisir berbagai hambatan yang terjadi. Meskipun demikian, rendahnya kinerja investasi masih menghadapi beeberapa permasalahan dan tantangan pokok yaitu sebagai berikut:

1. Prosedur perizinan yang terkait dengan investasi yang panjang, dimana prosedur perizinan untuk memulai usaha di Indonesia termasuk sangat lama.

2. Rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang tindih kebijakan antara pusat dan daerah serta antar sektor.

3. Belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia termasuk tertinggal di dalam menyusun insentif investasi.

4. Rendahnya kualitas infrastruktur yang sebagian besar dalam keadaan rusak akibat krisis

5. Iklim ketenagakerjaan yang korang kondusif bagi berkembangnya investasi. 6. Kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi atau usaha.

(11)

sistem distribusi nasional guna mendukung kelancaran barang ekspor. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan perdagangan dalam negeri adalah:

1. Masih tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh dunia usaha secara langsung menurunkan daya saing produk ekspor;

2. Masih rendahnya penggunaan produk dalam negeri, baik oleh industri maupun konsumen;

3. Belum optimalnya pemanfaatan mekanisme bursa berjangka komuditi sebagai sarana hedging price discovery dan investasi;

4. Belum optimalnya pelaksanaan dan penerapan perlindungan konsumen;

5. Maraknya ekses pelaksanaan otonomi daerah yang banyak menghambat kelancaran distribusi barang dan jasa;

6. Keterbatasan dan rendahnya kualitas infrastruktur seperti jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, listrik dan jaringan komunikasi merupakan faktor utama penyebab tingginya biaya ekspor; dan

7. Masih belum terintegrasinya sistem jaringan koleksi dan distribusi nasional yang kurang mendukung peningkatan daya saing eskpor.

Penciptaan iklim persaingan usaha sehat dan peningkatan perlindungan konsumen sangat penting untuk mendorong peningkatan daya saing produk ekspor yang berbasis efisiensi dan kompetitif. Namun demikian, permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat adalah:

1. Masih lemahnya tingkat kesadaran para pelaku usaha dalam memahami nilai-nilai persaingan usaha yang sehat.

2. Proses peradilan dalam penagakan persaingan usaha masih belum berjalan secara optimal.

(12)

dan tantangan yang dihadapi dalam perlindungan konsumen adalah percepatan upaya penataan peraturan perundangan untuk meningkatkan efektifitas implementasi penagakan perlindungan konsumen.

2.3 Kestabilan Politik dan Sosial

Kestabilan politik dan sosial merupakan unsur penting lain dalam pelaksanakan iklim usaha yang kondusif. Kondisi politik yang kurang stabil dan tidak menentu dapat berpengaruh pada menurunnya kegairahan investasi. Ketidakstabilan merupakan unsur penting lain dalam iklim usaha. Ketidakstabilan politik di satu sisi mengakibatkan arah kebijakan pemerintah tidak jelas dan tidak ada kepastian hukum (misalnya karena seringnya pergantian menteri) termasuk di bidang investasi. Di sisi lain hal ini dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro seperti tingkat inflasi dan ketidakstabilan rupiah. Faktor sosial dibutuhkan untuk melihat dan menjaga keamanan investasi, karena Kota Medan merupakan daerah yang didomisili oleh macam-macam suku bangsa dan ras maka berpotensi terjadi kerusuhan yeng bersifat etnis, agama, separatisme, kecemburuan social. Maka pengusaha cenderung teliti mendirikan atau menanamkan modalnya di daerah tersebut.

(13)

Sebagai gambaran, ketidakpastian arah politik di Indonesia pada tahun-tahun awal krisis politik pasca orde baru berimbas pula pada timbulnya ketidakstabilan ekonomi, pengalaman krisis tersebut membuktikan bahwa kerapuran dalam sistem politik, sosial budaya, keamanan dan pemerintahan merupakan faktor yang amat dominan dalam mendorong proses perluasan ketidakpastian penegakan hukum merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya tingkat willingness bagi para investor untuk berinventasi di Indonesia (http://plnpusdiklat.co.id).

Menurut (Widjajono: 2012) penanganan masalah sosial atau pemerataan adalah tugas pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah dalam pemerataan adalah untuk melaksanakan keadilan sosial. Pemerataan kesempatan dan pendapatan yang ditimbulkan oleh sistem pasar bebas dapat tidak adil karena tidak dilakukan dalam level playing field (tempat bermain yang seimbang) dan tidak memihak kepada kaum lemah. Walaupun demikian, keadilan bukanlah suatu hal yang statis dan absolut akan tetapi merupakan suatu hal yang dinamis dan relatif tergantung kepada persepsi pengusaha.

Keputusan-keputusan pengusaha sangat dipengaruhi oleh perkembangan dalam lingkungan politik/hukum. Lingkungan ini terbentuk oleh hukum-hukum, lembaga, pemerintah, dan kelompok penentang yang mempengaruhi dan membatasi gerak-gerik berbagai kegiatan si pengusaha. Hal seperti siapa yang berkuasa disuatu negara, bagaimana ia menjalankan pemerintahannya, apa peran dan kekuasaan yang dimiliki oleh pelaku dalam percaturan politik suatu negara dan bagaimana dampaknya terhadap pemilik usaha dan penciptaan profit oleh pengusaha, bagaimana peran pelaku ekonomi dalam negara tersebut, serta bagaimana distribusi pendapatan yang ada merupakan faktor-faktor penentu peluang dan ancaman bisnis di dalam suatu negara.

(14)

lingkungan sosial yang berbeda. Masyarakat desa cenderung membentuk sistem kekerabatan perluasan keluarga (extended family), sedangkan masyarakat perkotaan cenderung membentuk sistem kekerabatan keluarga inti (nuclear family) (Josephinejoe: 2012).

2.4 Birokrasi

Birokrasi terdiri dari kata yaitu biro yang artinya meja dan krasi kekuasaan. Birokrasi memiliki dua elemen utama yang dapat membentuk pengertian, yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki. Jadi, dapat dikatakan pengertian birokrasi adalah kekuasaan yang bersifat formal yang didasarkan pada peraturan atau undang-undang dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Secara etimologi birokrasi beasal dari istilah “buralist” yang dikembangkan oleh Reineer von Stein pada 1821, kemudian menjadi “bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersonal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002).

Birokrasi merupakan instrumen pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif, berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur negara dilakukan secara terus-menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih dan berwibawa, sehingga mampu menggerakkan pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.

(15)

publik (Agus Dwiyanto, 2002: hal 228). Berbagai permasalahan yang ada dalam tubuh birokrasi tersebut merupakan serangkaian permasalahan yang ada dalam tubuh birokrasi baik pusat maupun di daerah-daerah. Khususnya bagi daerah, otonomi daerah yang semula diharapkan untuk lebih baik, justru pada kenyataannya tujuan belum mampu dijalankan dengan baik, yang terjadi kebijakan-kebijakan daerah di tengah jalan yang berakibat semakin jeleknya pelayanan publik.

Tjokroamidjojo (1988) mengidentifikasikan ada empat aktor besar yang menghambat efisiensi administrasi negara (birokrasi), yaitu:

a. Kecenderungan membengkaknya birokrasi baik dalam arti struktural maupun luasnya campur tangan terhadap kehidupan masyarakat.

b. Lemahnya kemampuan manajemen pembangunan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan pengawasan.

c. Rendahnya produktivitas pegawai negeri. Siagian (1987), mengidentifikasikan ada tiga jenis kelemahan yang melekat pada pegawai negeri, yaitu:

1. Kemampuan manajerial, yaitu kurangnya kemampuan memimpin, menggerakkan bawahan, melakukan koordinasi dan mengambil keputusan.

2. Kemampuan teknis, yaitu kurangnya kemampuan untuk secara terampil melakukan tugas-tugas, baik yang bersifat rutin, maupun yang bersifat pembangunan.

3. Kemampuan teknologis, yaitu kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan hasil-hasil penemuan teknologi dalam pelaksanaan tugas.

2.4.1 Birokrasi dan Investasi

(16)

berinvestasi, maka investor cenderung menempuh jalur informal. Pemerintah yang seharusnya memberikan pelayanan yang baik, justeru bertindak sebagai penguasa. Kebijakan yang dikeluarkan sepertinya bukan mempermudah, melainkan mempersulit. Jika birokrasinya buruk, maka sangat berkolerasi dengan tingkat korupsi yang tinggi.

Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa untuk memulai investasi di Indonesia, pengusaha harus melewati 12 prosedur yang memerlukan waktu 151 hari. Dalam hal biaya, prosedur panjang ini setara dengan 130,7 % dari pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Para investor juga menaruh uangnya minimal 125,7% dari pendapatan perkapita di bank untuk memperoleh izin berusaha. Untuk menutup usaha, membutuhkan waktu 6 tahun dan melewati sebanyak 34 prosedur, (Kompas 2 Juli 2005 dalam Suranto dan Isharyanto: 2007).

Dalam peta perekonomian internasional, Indonesia menepati urutan ke 120. Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan mengingat posisi negara-negara lain ke Asean saja, Indonesia jauh tertinggal. Posisi pertama ditempati Singapura, Malaysia (6), Thailand (18), Brunei Darussalam (59) dan Vietnam (99). Beberapa masalah yang membuat peringkat Indonesia jeblok adalah: akses listrik (121), pembayaran pajak (137) dan melulai usaha atau berinvestasi (175), (World Bank Report Doing Business, 2014 dalam

2.4.2 Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Investasi

Peran Ekonomi Daerah adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan rill perkapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.

Pemerintah daerah memiliki empat peran strategi dalam pembangunan ekonomi daerah, yakni:

(17)

2. Peran koordinator, penetapan dalam kebijakan dan strategi pembangunan yang melibatkan masyarakat

3. Peran fasilitator, pemerintah daerah mempercepat pembangunan daerah melalui perbaikan lingkungan (perilaku)

4. Peran stimulator, memberikan rangsangan pengembangan usaha dan investasi. Berdasarkan fungsi dan peranan di atas dalam pembangunan ekonomi daerah maka pemerintah daerah memiliki beberapa strategi dalam pengembangan ekonominya. Beberapa strategi dapat dilakukan melalui:

1. Pengembangan fisik atau lokalitas, kawasan industri, kawasan investasi lainnya.

2. Strategi pengembangan dunia usaha melalui upaya-upaya kebijakan yang merangsang usaha, melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Perbaikan kualitas lingkungan

b. Pengembangan pusat informasi dan promosi c. Pusat pengembangan usaha kecil

d. Pusat penelitian produk daerah.

Berdasarkan strategi di atas, maka perlu dikembangkan informasi dan promosi yang terkait dengan pengembangan usaha yang meliputi peluang-peluang investasi dan pengembangan perekonomian wilayah

2.5 Infrastruktur

2.5.1 Definisi Infrastruktur

(18)

lainnya. Sedangkan dalam Peraturan Presiden RI No. 7 tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2004 – 2009 dinyatakan bahwa infrastruktur adalah fasilitas yang disediakan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Infrastruktur meliputi sarana dan prasarana milik pemerintah pusat dan daerah sebagai berikut:

1. Fasilitas transportasi, terdiri dari fasilitas jalan, jembatan, fasilitas transportasi darat, laut, udara yang disediakan pemerintah untuk memperlancar kegiatan distribusi barang dan manusia.

2. Energi, terdiri dari listrik, BBM dan gas. 3. Pos, telekomunikasi dan informatika. 4. Sumber daya air dan air bersih. 5. Perumahan dan pemukiman.

6. Kesehatan terdiri dari kebersihan, pengelolaan lingkungan, limbah dan sebagainya.

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000).

2.5.2 Infrastruktur dan Investasi

(19)

Dampak dari kekurangan infrastruktur serta kualitasnya yang rendah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja. Sehingga pada akhirnya banyak perusahaan akan keluar dari bisnis atau membatalkan ekspansinya. Karena itulah infrastruktur sangat berperan dalam proses produksi dan merupakan prakondisi yang sangat diperlukan untuk menarik akumulasi modal sektor swasta.

Dalam World Bank Report, insfrastruktur dibagi dalam 3 golongan, yaitu (Bank Dunia, 1994 dalam Bagus Teguh Pamungkas, 2009):

a. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (bendungan, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).

b. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (taman, museum dan lain-lain).

c. Infrastruktur administrasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Selain itu, Ian Jacob (1999) membagi infrastruktur menjadi 2, yaitu:

1. Infrastruktur dasar (basic infrastructure) meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk sektor perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (nontradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya, jalan raya, kereta api, kanal, pelabuhan laut, bendungan dan sebagainya.

(20)

Jika melihat kondisi infrastruktur yang ada di Kota Medan, maka penulis lebih menekankan pada lemahnya sektor sarana dan prasarana transportasi. Hal itu dilihat dari kondisi jalan yang sempit dan berlubang sehingga menimbulkan berbagai hambatan dalam bertranspostasi. Sementara transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.

Padahal transportasi merupakan alat untuk memindahkan orang dan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan kendaraan (Suharjoko, 2002: 8). Transportasi juga banyak disebutkan sebagai sarana vital dalam infrastruktur. Untuk di Indonesia, secara keseluruhan terlihat peran infrastruktur transportasi dalam pertumbuhan ekonomi, atau dalam bahasa lain dapat dikatakan seiring dengan berjalannya waktu, pertumbuhan infrastruktur transportasi dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik (Litbang Dephub dan LPPM ITS, 2004). Bukan itu saja, trasnportasi termasuk ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi iklim investasi selain stabilitas politik dan sosial, stabilitas ekonomi yang tergolong ke dalam infrastruktur dasar yang meliputi listrik, telekomunikasi, sarana dan prasarana jalan, serta pelabuhan. Sementara fakto lain seperti listrik, sarana telekomunikasi dan pelabuhan, penulis beranggapan bahwa hal itu bukan menjadi permasalahan berarti untuk kota sekelas Medan.

2.6 Penelitian Sebelumnya

(21)

untuk menganalisis investasi yang prospektif bagi Kabupaten Nganjuk, dan investasi yang prospektif di kerjasamakan dengan beberapa Kabupaten lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim investasi di Kabupaten Nganjuk belum kondusif, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain: biaya pengurusan perijinan kurang transparan, proses penyelesaian terlalu lama, infrastruktur kurang mendukung, keamanan berinvestasi kurang terjamin, sarana sosialisasi potensi dalam rangka mendukung investasi masih minim, dan kelembagaan belum kondusif.

Jurnal penelitian yang ditulis oleh Andi dan Nandang (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Iklim Investasi Daerah”. Hasil penelitian menunjukkan pengembangan informasi perlu dikelola secara khusus baik kelembagaan maupun content atau materi informasi yang terkait dengan penyebaran informasi yang bersifat promotif bagi dunia investor dan konsumen pada umumnya. Oleh sebab itu, diperlukan upaya standar promosi daerah serta kelembagaannya sehingga informasi yang disampaikan memiliki kejelasan serta memiliki kepastian bagi investor. Begitu juga kelembagaan dalam memberikan pelayanan dapat memberikan kepuasan customeri. Untuk itu perlu disusun pedoman pengembangan promosi investasi dan promosi ekonomi untuk medukung kinerja pemerintah daerah dalam upaya pengembangan daerahnya, terutama dalam pembangunan perekonomian.

(22)

Untuk faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritas untuk diperhatikan adalah kepastian hukum melalui konsistensi peraturan dan penegakan hukum yang masih dirasakan distorsif. Sedangkan faktor sosial politik yang harus diperhatikan adalah tingkat keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan masyarakat disekitar tempat kegiatan usaha berada.

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

Kestabilan Politik dan

Sosial

Infrastrutur

Iklim Usaha Persepsi Pengusaha Birokrasi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

(2006) Statistika Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan Malang: Universitas

Pada tahun ini, Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung selaku PPID Utama Kota Bandung melakukan monitoring terhadap 4 kewajiban yang diamanatkan peraturan

Elastisitas permintaan (elasticity of demand) adalah pengaruh perubahan harga terhadap besar kecilnya jumlah barang yang diminta atau tingkat kepekaan perubahan jumlah barang yang

a) Melakukan studi lapangan dan literatur untuk mencari masalah dan kemungkinan solusi. b) Melakukan studi literatur lebih mendalam tentang model pembelajaran

Depression and perceived social support from family in Turkish patient with chronic renal failure treated by hemodialysis.. Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa variabel minat perilaku, pemahaman, kepuasan, kegunaan dan kemudahan membayar pajak bagi wajib pajak terhadap

Rancang bangun kontrol penerangan rumah menggunakan media bluetooth berbasis arduino nano merupakan prototipe alat kontrol ON-OFF melalui mikrokontroller dan bluetooth yang diaktifkan

Reklame dengan view sekitar vegetasi dan bangunan pada foto nomor 5 dan 6 memiliki nilai SBE masing-masing 30,667 dan 0,889 dengan kategori estetika masing- masing tinggi