• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Kapur Sirih (Ca(OH)2 dan Pengeringan terhadap Mutu Manisan Kering Bengkuang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Kapur Sirih (Ca(OH)2 dan Pengeringan terhadap Mutu Manisan Kering Bengkuang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Bengkuang (Pachyrhizus erosus)

Tanaman bengkuang merupakan tanaman semak yang tumbuh melilit yang termasuk dalam famili Leguminosae. Batang tanaman bengkuang berbentuk bulat telur, pangkal daun tumpul, ujung daun runcing, tepi daun rata, dan pertulangan daun menyirip. Daun tanaman bengkuang berbulu, memiliki panjang 7-10 cm, lebar 5-9 cm dan berwarna hijau. Bunga tanaman bengkuang berbentuk tandan dan berjumlah majemuk. Buah tanaman bengkuang berbentuk polong dan lanset putih. Tanaman bengkuang memiliki akar tunggang dan berumbi. Umbi dari bengkuang banyak dikonsumsi dalam bentuk segar, seringkali diolah menjadi makanan awetan misalnya manisan. Kulit umbi bengkuang tipis dan berwarna kuning pucat serta bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandun (Wikipedia, 2015). Gambar umbi bengkuang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Umbi bengkuang (buah-buahku, 2011)

(2)

Tanaman bengkuang membentuk umbi akar yang bisa mencapai bobot 5 kg (Astawan, 2009).

Varietas dari tanaman bengkuang bermacam-macam. Namun hanya dua varietas tanaman bengkuang yang biasanya ditanam di Indonesia yaitu bengkuang varietas genjah dan varietas badur. Kedua jenis varietas ini memiliki perbedaan pada waktu panennya. Waktu panen bengkuang varietas genjah relatif lebih cepat daripada bengkuang varietas badur. Bengkuang varietas genjah dapat dipanen pada umur empat sampai lima bulan sedangkan bengkuang varietas badur dapat dipanen pada umur tujuh sampai sebelas bulan lamanya (Sianturi, 2011).

Kandungan Nutrisi Bengkuang

Bengkuang mengandung air yang cukup tinggi sehingga dapat menyegarkan tubuh setelah mengkonsumsinya. Kandungan utama bengkuang adalah air dan serat yaitu sekitar 85 g/100 g umbi. Buah bengkuang mengandung kadar energi yang cukup rendah yaitu sekitar 55 kkal/100 g. Bengkuang juga mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Hal ini yang memungkinkan bengkuang digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes melitus. Kandungan kimia pada bengkuang yang menyebabkan efek manis, dingin, sejuk, dan berkhasiat mendinginkan adalah

(3)

Tabel 1. Komposisi kimia bengkuang per 100 g bahan

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)

Manfaat Bengkuang

Manfaat bengkuang bagi tubuh tidak hanya sebagai nutrisi perawatan bagi kesehatan tubuh tetapi juga untuk perawatan kecantikan baik bagi pria maupun wanita. Kandungan vitamin C pada bengkuang berguna sebagai antioksidan yang baik bagi tubuh, sebagai obat sariawan, dapat menurunkan kadar kolesterol yang mengendap di dalam tubuh. Kandungan senyawa alkali pada bengkuang dapat menyembuhkan penyakit maag yang dimana senyawa alkali ini akan menstabilkan kadar asam lambung sehingga asam lambung bisa normal. Kandungan fosfor pada bengkuang berfungsi untuk menjaga pertumbuhan gigi dan tulang. Kandungan inulin pada bengkuang dapat memberikan rasa manis (Manfaatnyasehat, 2013).

(4)

terbukti dapat menangkal radikal bebas dan dapat mencegah penyakit kardiovaskular (Song, dkk., 1998).

Gula

Gula merupakan bahan pemanis dan juga merupakan bahan pengawet

yang ditambahkan pada bahan pangan. Air ditarik dari sel buah sehingga mikroba menjadi tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan yang ditambahkan gula. Gula lebih banyak digunakan untuk pengawetan bahan makanan yang berasal dari buah-buahan. Bentuk produk makanan olahan yang pada umumnya menggunakan gula sebagai pengawet antara lain sari buah, jam, jelly, marmalade, sirup, manisan basah, manisan kering dan lain sebagainya (Satuhu, 1996).

Gula digunakan pada berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa manis gula juga dapat berperan sebagai pengawet makanan. Konsentrasi gula yang ditambahkan dalam jumlah yang tinggi 70% dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak. Sedangkan kadar gula dengan jumlah minimum 40% bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan terikat sehingga menurunkan nilai aktivasi air dan tidak dapat digunakan oleh mikroba. Penggunaan gula memperluas pengawetan bahan pangan terhadap buah-buahan dan sayuran (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

(5)

Secara komersial gula pasir yang 99% terdiri atas sukrosa atau sakarosa. Sukrosa atau sakarosa akan melalui proses penyulingan dan kristalisasi untuk menghasilkan gula pasir 99% tersebut. Penyusun gula terbesar adalah sukrosa yang memiliki sifat kimiawi yang berbeda dengan jenis gula lainnya, dimana gula dalam bentuk granula kasar yang bersifat larut dalam air, tidak tahan panas dan dalam bentuk yang cair gula dapat dikristalkan (Vaclavik dan Christian, 2008). Menurut Labuza dan Erdman (1984), mengonsumsi gula sederhana termasuk sukrosa dapat menyebabkan kerusakan gigi. Hal ini tidak berarti bahwa gula dan makanan yang mengandung gula harus dihilangkan seluruhnya dari menu makanan.

Gula pasir merupakan salah satu bahan pangan alamiah yang diperoleh dari tanaman tebu dengan komponen penyusun berupa sukrosa. Sukrosa merupakan jenis disakarida yang berbentuk kristal halus atau kasar yang larut air dan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang dikenal sebagai gula invert (Winarno, 1992). Adapun komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan

Komponen Jumlah

(6)

buatan juga yang berasal dari makanan dan minuman yang mengandung gula (Wahyuningsih, 2011).

Kapur Sirih (Ca(OH)2)

Kapur sirih berasal dari bebatuan jenis gamping yang diperoleh dari gunung kapur. Namun, jenis batu kapur sirih tidak sama dengan kapur bahan bangunan. Kapur sirih merupakan jenis yang aman untuk dikonsumsi terutama jika ditambahkan ke dalam bahan pangan. Penggunaan kapur sirih pada bahan pangan biasanya dalam bentuk larutan sehingga akan terbentuk air kapur sirih. Air kapur merupakan nama umum dari larutan kalsium hidroksida (Ca(OH)2).

Kalsium hidroksida tidak begitu larut di dalam air (1,5g dm−3 pada

bau tanah dan mempunyai rasa yang pahit akibat terbentuknya kalsium klorida (Wikipedia, 2013).

Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau yang lebih dikenal dengan air kapur, termasuk dalam golongan basa kuat yang dapat menetralkan atau menurunkan kandungan asam. Menurut Utami (2007), penambahan garam kalsium seperti Ca(OH)2 yang tinggi pada pembuatan manisan tamarilo dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan.

(7)

Selain berguna sebagai pengeras dan mempertahankan tekstur daging buah, kapur sirih juga memiliki fungsi dapat menghilangkan rasa gatal atau getir pada buah yang menghasilkan rasa gatal/getir (Hasbullah, 2001). Kapur juga digunakan oleh masyarakat Melayu lama untuk dimakan bersamaan dengan daun sirih yang dimana kapur diletakkan di atas daun sirih lalu dikunyah (Wikipedia, 2013). Larutan kapur sirih juga dapat digunakan untuk menguatkan jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung ion Ca2+. Kulit yang mengalami pengapuran akan memiliki kadar air yang rendah karena adanya ion-ion Ca2+ yang masuk dalam jaringan sehingga dinding sel menjadi kokoh dan air dapat tertarik keluar dari jaringan sel (Bryant danHamaker, 1997).

Mekanisme larutan kapur (Ca(OH)2) sebagai pengeras dalam perendaman bahan pangan adalah kapur yang termasuk elektrolit kuat, akan mudah larut dalam air dan ion Ca akan mudah terabsorbsi dalam jaringan bahan. Sehingga penggunaan kapur dalam proses perendaman dapat membantu mempertahankan tekstur bahan pangan. Selain itu, Ca(OH)2 juga dapat mencegah proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh ion Ca terhadap asam amino. Reaksi pencoklatan non enzimatis umumnya terjadi bila kita mengeringkan bahan makanan. Warna coklat akan timbul akibat terjadinya reaksi antara gula dengan protein atau asam amino (Purnomo, 1995).

Manisan

(8)

pada bahan pangan yang pada umumnya bersifat mudah rusak. Penambahan gula pada pembuatan manisan bertujuan untuk memberikan rasa manis sekaligus mencegah tumbuhnya mikroorganisme seperti jamur dan kapang. Mikroorganisme ini dapat mempercepat terjadinya perubahan warna, tekstur, cita rasa dan pembusukan pada buah.

Pada umumnya, manisan yang diolah menggunakan bahan utama dari buah-buahan. Produk manisan dari buah-buahan merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 20% dan kadar gula yang tinggi (>60%). Produk ini merupakan alternatif usaha yang mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya tidak mahal, dan penampilan produk cukup menarik (Hertami, 1976).

Klasifikasi Manisan

Pada umumnya ada 2 macam olahan manisan buah yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali dihasilkan (manisan basah) dijemur sampai kering (Kemenristek2, 2000). Perbedaan kedua jenis manisan ini terletak pada cara pembuatannya, penampakannya, dan daya awetnya (Fachruddin, 2006).

(9)

manisan dapat disimpan lebih lama. Adapun syarat mutu manisan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu manisan

No. Uraian Persyaratan

1. Keadaan (kenampakan, bau, rasa dan jamur) Normal,tidak berjamur 2. Kadar air Maks. 25% (b/b) 3. Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) Min. 40%

4. Pemanis buatan Tidak ada

5. Zat warna Tidak ada yang diizinkan 6. Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain) Tidak ada

7. Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2) Maks. 50 mg/kg

Di pasaran, ada empat jenis manisan yang diperdagangkan. Jenis pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer. Buah yang sering diolah dengan manisan basah dengan larutan gula encer adalah mangga, salak, kedondong, pepaya mengkal dan jambu biji. Jenis kedua adalah manisan basah dengan larutan gula kental. Buah yang diolah dengan jenis manisan ini adalah pala, belimbing dan ceremai. Jenis ketiga adalah manisan kering bertabur gula pasir kasar. Buah yang diolah dengan jenis manisan ini adalah kedondong dan pala. Jenis keempat adalah manisan kering asin. Rasa manisan jenis ini asam, asin dan manis karena relatif banyak digarami. Jenis buah yang diolah dengan manisan ini adalah belimbing, mangga, pepaya, pala dan lain sebagainya (Satuhu, 1996).

(10)

seperti gula, asam sitrat, kapur, garam, sulfit dan asam-asam benzoat sebagai bahan yang ditambahkan. Gula sebagai pemanis, kapur sebagai bahan pengeras, Garam sebagai bahan pelemas, pembuang getah dan rasa asam. Dan asam-asam benzoat sebagai bahan pengawet (Satuhu, 1996).

Pembuatan Manisan Kering

Pembuatan manisan kering dengan proses penggulaan

Secara sederhana, cara pembuatan manisan adalah dengan merendam bahan di dalam larutan gula. Tujuan bahan pangan diolah menjadi produk manisan adalah untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat lebih tahan lama untuk dikonsumsi dan untuk memperbaiki citarasa produk aslinya. Konsentrasi gula yang tinggi (sampai 70%) pada pembuatan manisan sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan menjadi terikat sehingga menurunkan aktivitas air dan tidak dapat digunakan oleh mikroba (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

(11)

ditiriskan merupakan manisan basah. Untuk menghasilkan produk manisan kering, dilanjutkan proses pengeringan (Sinar Tani, 2011).

Pengeringan

Setelah pembuatan manisan basah, dilakukan proses pengeringan. Pengeringan merupakan salah satu aspek penting dalam pengolahan makanan dan merupakan teknik umum dalam pengawetan makanan untuk menghasilkan bentuk baru produk yang pada umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan oven (Mechlouch, dkk., 2012). Metode pengawetan dengan cara pengeringan dapat mengurangi kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang. Supaya produk yang sudah dikeringkan menjadi awet, kadar air harus dijaga tetap rendah. Produk pangan dengan kadar air rendah dapat disimpan dalam

jangka waktu lama jika pengemasan yang digunakan tepat (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Tujuan proses pengeringan pada bahan pangan adalah untuk mendapatkan bentuk fisik yang diinginkan pada produk yang dihasilkan, mendapatkan warna, flavor, atau tekstur yang diinginkan, mengurangi berat atau volume saat transportasi, mengawetkan produk dan memperpanjang umur simpan karena dapat mengurangi aw serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim (Winarno, 1993).

Pencoklatan (browning)

(12)

pencoklatan. Pada umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu proses pencoklatan enzimatik dan non enzimatik (Winarno, 1993).

Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Ada banyak senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut (Winarno, 1993).

Pencoklatan non enzimatik disebabkan oleh karamelisasi, reaksi Maillard dan oksidasi vitamin C (Eskin, dkk., 1971). Selama pengeringan terjadi reaksi pencoklatan (reaksi maillard). Menurut Winarno (1993), reaksi maillard adalah reaksi pencoklatan yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering tidak dikehendaki atau bahkan menjadi indikasi penurunan mutu. Cara mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada suatu produk pangan,

sering dilakukan dengan penambahan zat antibrowning seperti asam askorbat, asam asetat, asam sitrat, larutan natrium metabisulfit, dan larutan sirup gula.

Bahan-Bahan yang Ditambahkan

Sulfit

(13)

disulfida enzim dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Winarno, 1992).

Pada pembuatan manisan kering dilakukan perendaman bahan di dalam larutan sulfit. Perendaman di dalam larutan sulfit ditujukan untuk memperbaiki atau mengurangi terjadinya pencoklatan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Mekanisme sulfit dalam menghambat pencoklatan yaitu sebagai contoh bisulfit akan menghambat energi D-glukosa menjadi furfural dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan gugus reduksi akan terhenti, jadi dapat menghambat pembentukan pigmen coklat. Bisulfit juga akan memblokir gugus karbonil dari gula tereduksi (Tranggono, dkk., 1990).

Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan) dan juga merupakan bahan pengawet yang baik dan alami. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Salah satu tujuan dari asam sitrat yaitu untuk penambah rasa masam (Wikipedia, 2013).

(14)

Penelitian Sebelumnya tentang Manisan Kering

Gambar

Gambar 1. Umbi bengkuang (buah-buahku, 2011)
Tabel 1. Komposisi kimia bengkuang per 100 g bahan
Tabel 2. Komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan
Tabel 3. Syarat mutu manisan

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam pelitian ini adalah (1) adakah pengaruh berbagai konsentrasi kalsium hidroksida (Ca(OH)2) terhadap kualitas manisan kering tomat (Lycopersicum esculentum Mill)?,

pengaruh yang tidak nyata (p>O.OS) terhadap nilai rasa dan aroma manisan kering.

dengan garam dan konsentrasi gula terhadap mutu manisan basah pare. ( Momordica charantia

Pengaruh konsentrasi gula dan lama penyimpanan terhadap mutu manisan basah daun pepaya.. Skripsi, Universitas Sumatera Utara,

Penelitian bertujuan mempelajari waktu pengeringan untuk memperoleh manisan kering buah carica berkualitas baik berdasarkan uji fisik (kekerasan dan rendemen), kimia (serat

Penelitian bertujuan mempelajari waktu pengeringan untuk memperoleh manisan kering buah carica berkualitas baik berdasarkan uji fisik (kekerasan dan rendemen), kimia (serat

Bahan yang Ditambahkan dalam Pembuatan Manisan Kering Pepaya.

Penelitian bertujuan mempelajari waktu pengeringan untuk memperoleh manisan kering buah carica berkualitas baik berdasarkan uji fisik (kekerasan dan rendemen), kimia (serat