• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Kapur Sirih (Ca(OH)2 dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Manisan Kering Bengkuang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Kapur Sirih (Ca(OH)2 dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Manisan Kering Bengkuang"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Data pengamatan bahan baku bengkuang

Parameter yang diuji Bahan baku

Ulangan 1 Ulangan 2

Kadar air (%) 88,4239 88,9275

Kadar vitamin C (mg/100 g bahan) 28,1361 29,0185 Total padatan terlarut (°Brix) 5,0 5,5

Kadar serat kasar (%) 2,1457 2,2662

(2)

Lampiran 2.

Data pengamatan analisa kadar air (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(3)

Lampiran 3.

(4)

Lampiran 4.

(5)

Lampiran 5.

(6)

Lampiran 6.

(7)

Lampiran 7.

(8)

Lampiran 8.

(9)

Lampiran 9.

(10)

Lampiran 10.

(11)

Lampiran 11.

(12)

Lampiran 12.

Data pengamatan aktivitas antioksidan pada perlakuan terbaik manisan kering bengkuang

(13)

Lampiran 13

Foto produk manisan kering bengkuang

Keterangan :

S1: Konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) 0

S2: Konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) 0,2%

S3: Konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) 0,4%

S4: Konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) 0,6%

S5: Konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) 0,8%

P1:Lama pengeringan 8 jam

P2: Lama pengeringan 10 jam

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysisof The Association of Analytical Chemists,Washington D.C.

Apriyantono, A., D. Fardiaz., N. L. Puspitasari, Sedarwati, dan S. Budiantono, 1989. Petunjuk Analisis Pangan. IPB-Press, Bogor.

Ashurt, P. R. 1998. The Chemistry and Tecnology of Soft Drinks and Fruit Juices. Sheffield Academic Press, England.

Astawan, M. 2009. Antioksidan Tingkatkan Pamor Bengkuang.

Bambang, K., Pudji, H., Wahyu, S. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Penerbit Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Bangun, M. K. 1991. Perancangan Percobaan. USU-Press, Medan.

Buah-buahku. 2011. Kandungan Zat dan Manfaat Buah Bengkuang.

Cahyono, S.A. 2002. Pembuatan Chips Bawang Putih, Kajian Konsentrasi Air Kapur dan Lama Perendaman. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Desrosier, N. W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: M. Miljohardjo. UI-Press. Jakarta.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara, Jakarta.

Eskin, N. A. M., H. M. Henderson, dan R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of Foods. Academic Press, New York, London.

Estiasih, T. dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

Estiasih, T. dan Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

(15)

Fitriani, S., A. Ali dan Widiastuti. 2013. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu manisan kering jahe (zingiber officinale rosc.) dan kandungan antioksidannya. SAGU. 12(02): 1-8.

Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. Dewan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jakarta.

Hastuti, S., Y. D. Kurnianti dan M. Fakhry. 2013. Produksi manisan rambutan kering dengan variasi konsentrasi larutan kapur dan karakteristik pengeringan. AGROINTEK. 7(01): 38-42.

Hertami, D. 1976. Bercocok tanam pepaya (Carica papaya L.) dan pemanfaatannya. Jakarta: BPLPP Pusdiklat Pertanian. Hal 27-28.

Jacobs, M. B. 1958. The Chemistry and Technology of Food and Food Product. Interscience Publishers. New York.

Kemenristek 2. 2000. Manisan Buah

Labuza, T. P. dan J. W. Erdman. 1984. Food Science and Nutritional Health An Introduction. West Publishing Company, New York.

Lingga, L. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Manfaatnyasehat.2013. Manfaat Bengkuang untuk Kesehatan dan Kecantikan.

Mechlouch, R. F., W. Elfalleh., M.Ziadi., H. Hannachi., M. Chwikhi., A. B. Aoun., I.Elakesh, dan F. Cheour. 2012. Effect of drying methods on the physico-chemical properties of tomato variety Rio Grande. Int. J. F. Eng.8:Iss 2:1556-3758.

Muchtadi, T. R dan Ayustaningwarno, F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta, Bandung.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB-Press, Bogor.

Nickerson, J. T. R. dan L.J. Ronsivalli. 1980. Elementary Food Science Second Edition. Avi Publishing Company, Westport.

Nusa, M. I, M. Fuadi, dan S. Sanjana. 2014. Studi pembuatan manisan kering kulit buah semangka. Jurnal Agrium.18 (3): 243-249.

(16)

Radiyati, T., A. D. Darmajana, dan H. P. Siregar. 1996. Studi Pembuatan Manisan Kering Nanas dengan menggunakan Food Dehydrator.

Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis for Fruit and Vegetable Product. Mc. Graw Hill Publishing Company Limited. New Delhi.

Risvank. 2011. Sekilas Proses Pembuatan Gula. http://www.risvank.com. [26 April 2015].

Saraswati, 1986. Membuat Manisan Pala. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Satuhu, S. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta. Shofyan. 2010. Manfaat Bengkuang Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Syura Media

Utama Tensika.

Sianturi, P. L. L. 2011. Viabilitas Benih Bengkuang (Pachyrhizus erosus L.) Selama Penyimpanan 4 Bulan dengan Tingkat Kadar Air Berbeda dalam Beberapa Jenis Kemasan. Tesis Fakultas Pertanian, USU, Medan.

Sinar tani. 2011. Agroinovasi. Edisi 16-22. Badan Litbang Pertanian.

Siregar, N. E, Setyohadi, M. Nurminah. 2015. Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Kalsium hidroksida) dan lama perendaman terhadap mutu kripik biji. durian. J. Rekayasa Pangan dan Pertanian. 3(2): 193-197.

SNI No. 1718. 1996. Syarat Mutu Manisan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB-Press, Bogor. Song, T., K. Barua, G. Buseman, dan P. A. Murphy. 1998. Soy isoflavone

analysis: quality control and new internal standar 1-3. Am J Clin Nutr 1998: 68(suppl):1474S-9S.

Sudarmadji, S.,B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. UGM-Press, Yogyakarta.

(17)

Suryaningrum, D. T. Wikanta dan H. Kristiana. 2006. Uji aktivitas antioksidan dari rumput laut Halymenia harveyana dan Eucheuma cottonii. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 1 (1): 51-63.

Swastika, A., Mufrod, dan Purwanto. 2013. Antioxidant activity of cream dosage form of tomato extract (Solanum lycopersicum L.). Traditional Medicine Journal. 18(3): 132-140.

Tarwiyah dan Kemal. 2001. Manisan Kering Jahe. [26 April 2015].

Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparno, A. Murdiati, S. Sudarmadjji, K. Rahayu, S. Naruki,dan Astuti. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Utami, P.W. 2007. Pembuatan Manisan Tamarilo (Kajian konsentrasi Perendaman Air Kapur Ca(OH)2 dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia,

dan Organoleptik). Skripsi. Jurusan THP, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Vaclavik, V. A. dan E. W. Christian. 2008. Essentials of Food Science. Third Edition. Springer, USA.

Wahyuningsih, M. 2011. Takaran konsumsi gula dan garam yang pas buat tubuh.

Warisno dan K. Dahana. 2007. Budidaya Bengkuang. Penerbit CV Sinar Cemerlang, Jakarta.

Wikipedia, 2013a. Air Kapur.

Wikipedia, 2013b. Asam Sitrat

Wikipedia, 2015. Bengkuang.

Windyastari, C., Wignyanto dan W.I. Putri. 2007. Pengembangan belimbing wuluh (avverhoa bilimbi.) sebagai manisan kering dengan kajian konsentrasi perendaman air kapur (Ca(OH)2) dan lama waktu pengeringan.

Jurnal Industri. 1(3): 195-203.

Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.Gramedia, Jakarta.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka

(18)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2015.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah bengkuang yang masih dalam keadaan segar siap dikonsumsi, gula, kapur sirih yang diperoleh di Pasar tradisional Medan.

Reagensia Penelitian

Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, iodin 0,01N, pati 1%, H2SO4 0,225 N, NaOH 0,313 N, K2SO4 10%, alkohol 80%,

alkohol 95%, fenol 5%, asam sulfat pekat, DPPH, metanol pro analisis.

Alat Penelitian

(19)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor (Bangun, 1991), yaitu :

Faktor I : Konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) (%) (S) yang terdiri dari 5 taraf

sebagai berikut : S1 = 0

S2 = 0,2

S3 = 0,4

S4 = 0,6

S5 = 0,8

Faktor II : Lama pengeringan pada suhu 50oC (P) yang terdiri dari 3 taraf yaitu : P1 = 8 jam

P2 = 10 jam

P3 = 12 jam

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 5 x 3 = 15, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :

Tc (n-1) ≥ 15 15 (n-1) ≥ 15 15 n ≥ 30 n ≥ 2

(20)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor S pada taraf ke-i βj : Efek faktor P pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k.

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan manisan kering bengkuang

Kegiatan dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu:

Pengirisan dan perendaman di dalam larutan kapur sirih

Bengkuang yang sudah disortir terlebih dahulu dengan kondisi segar dicuci, dikupas, dan diiris setebal ± 0,2 cm, lalu ditimbang sebanyak 200 g kemudian direndam di dalam larutan kapur sirih dengan konsentrasi (S1 = 0, S2 =

(21)

dengan air bersih dan tiriskan. Setelah itu, bengkuang juga direndam di dalam larutan sulfit 0,2% yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu sekitar 65°C selama 10 menit sambil diaduk-aduk secara perlahan-lahan yang kemudian dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.

Perendaman di dalam larutan gula

Bengkuang yang telah direndam di dalam larutan kapur kemudian direndam di dalam larutan gula sebanyak tiga kali tahap perendaman. Tahap pertama, bengkuang direndam di dalam larutan gula 60%. Sebelum dimasukkan bengkuang, larutan gula dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80°C selama 10 menit. Perendaman dilakukan selama 48 jam. Tahap kedua, dilakukan perendaman bengkuang dengan penambahan 10% gula ke dalam larutan gula tersebut. Sebelum ditambahkan gula, bengkuang ditiriskan terlebih dahulu lalu sisa air rendaman bengkuang ditambah dengan asam sitrat 0,2 g dan 10% gula sambil dipanaskan selama 10 menit. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Tahap ketiga, dilakukan lagi perendaman bengkuang dengan penambahan 10% gula ke dalam larutan gula tersebut. Sebelum ditambahkan gula, bengkuang ditiriskan terlebih dahulu lalu sisa air rendaman bengkuang ditambah dengan 10% gula sambil dipanaskan selama 10 menit. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah itu bengkuang ditiriskan lalu dikeringkan.

Pengeringan

(22)

Setelah dikeringkan, manisan kering bengkuang dikemas dengan kemasan plastik LDPE lalu disimpan selama tiga hari sebelum dianalisa mutunya.

Adapun analisa mutu manisan kering bengkuang meliputi pengujian kadar air, kadar vitamin C, total padatan terlarut, kadar serat, kadar abu, pengujian organoleptik terhadap warna, rasa, dan tekstur dengan uji hedonik dan uji numerik dengan skala 1-5 (sangat tidak suka-sangat suka). Pengujian antioksidan dilakukan pada produk terbaik. Setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 2 kali. Skema pembuatan manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter sebagai berikut:

Kadar air (%)

Kadar air ditentukan dengan metode AOAC yang dimodifikasi (1984).

Cawan alumunium dibersihkan dan dipanaskan dalam oven 80ºC selama 1 jam, setelah itu dimasukkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang. Sampel yang telah dihaluskan diambil 5 g lalu dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dimasukkan ke dalam oven 80ºC selama 6 jam. Sampel yang sudah kering dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar air (%)=Berat sampel awal (g) - berat sampel akhir (g)

(23)

Kadar vitamin C (mg/100g bahan) (Jacobs, 1985)

Sampel yang telah dihaluskan sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam labu ukur kemudian ditambahkan akuades hingga 100 ml. Larutan diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring kemudian diambil filtrat sebanyak 10 ml dengan menggunakan gelas ukur lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2-3 tetes larutan pati 1% lalu dititrasi dengan menggunakan larutan iodin 0,01 N hingga terjadi perubahan warna biru sambil dicatat berapa ml iodin yang terpakai.

Kadar vitamin C (mg/100 g bahan) = ml Iodin 0,01 N x 0,88 x FP x 100 Berat sampel awal (g) FP = Faktor Pengencer (10 x)

Total padatan terlarut (OBrix) (Ranganna, 1977)

Sampel yang telah dihaluskan sebanyak 5 g, dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian diberi penambahan akuades sebanyak 20 ml dan diaduk hingga homogen. Diambil satu tetes larutan dan diteteskan pada prisma handrefractometer lalu dibaca angka di titik terang dan gelap pada skala refraktometer. Nilai total padatan terlarut (TSS) dihitung dengan mengalikan skala refraktometer dengan faktor pengenceran (FP).

Total padatan terlarut (ºBrix) = skala refraktometer x FP

Kadar serat kasar (%) (Sudarmadji, dkk., 1989)

Sampel yang telah dihaluskan sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,225 N. Kemudian

(24)

selama 15 menit pada suhu 105°C. Dituang sampel yang di dalam erlenmeyer ke corong porselen yang dilapisi kertas Whatman No.41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuades mendidih lalu dicuci dengan H2SO4 sebanyak 25 ml, kemudian akuades mendidih

lalu ditambah etanol 95% sebanyak 25 ml. Kertas saring dikeringkan dengan isinya pada suhu 70oC setengah jam kemudian suhu 105°C selama setengah jam. Didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan timbang sampai konstan. Kadar serat kasar dapat dihitung dengan:

Kadar serat kasar (%)= Bobot kertas saring dan serat (g) – Bobot kertas saring (g)

Berat sampel awal (g) x 100%

Kadar abu (%) (Sudarmadji, dkk., 1989)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan tanur. Sampel yang telah dikeringkan sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselen. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 100 ºC selama 1 jam dan dinaikkan suhu menjadi 300ºC selama 2 jam lalu dinaikkan lagi suhunya menjadi 500ºC selama 2 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar abu (%) = Berat abu (g)

Berat sampel (g) x 100%

Pengujian organoleptik warna, rasa dan tekstur (Soekarto, 1985)

(25)

Skala numerik warna dapat dilihat pada Tabel 4 dan skala numerik tekstur dapat dilihat pada Tabel 5 serta skala hedonik warna, rasa dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4. Skala numerik warna

Skala Skor

Putih 4

Putih kekuningan 3

Kuning kecoklatan 2

Coklat kekuningan 1

Tabel 5. Skala numerik tekstur

Skala Skor

Sangat renyah 4

Renyah 3

Agak renyah 2

Tidak renyah 1

Tabel 6. Skala hedonik warna, rasa dan tekstur

Skala Skor

Sangat suka 4

Suka 3

Agak suka 2

Tidak suka 1

Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Sumarny, dkk., 2012)

1. Pembuatan larutan DPPH (0,4 mM)

Ditimbang lebih kurang 15,8 mg DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), kemudian dilarutkan dengan metanol pro analisis hingga 100 ml pada labu ukur, ditempatkan dalam botol gelap.

2. Pembuatan larutan blanko

(26)

3. Pembuatan larutan uji

Ditimbang 5,0 mg sampel kemudian dilarutkan dalam 5 ml metanol pro analisis (1000 bpj), larutan ini merupakan larutan induk. Dipipet 25 µ l, 50 µl, 125 µ l, 250 µ l, 500 µ l dan 750 µ l larutan induk (triplo) ke dalam labu ukur 5 ml untuk mendapatkan konsentrasi sampel 5, 10, 25, 50,100 dan 150 µg/ml. Ke dalam masing-masing labu ukur ditambahkan 1 ml larutan DPPH, ditambahkan dengan metanol pro analisis sampai tanda tera, kemudian dihomogenkan.

4. Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif

Ditimbang 5 mg vitamin C kemudian dilarutkan dalam 5 ml metanol pro analisis (1000bpj), larutan ini merupakan induk. Dipipet 20 µ l, 30 µ l, 40 µ l, 50 µ l, 60 µ l dan 70 µ l larutan induk (triplo) ke dalam labu ukur 5 ml untuk mendapatkan konsentrasi sampel 4, 6, 8, 10, 12 dan 16 µg/ml ke dalam masing-masing labu ukur ditambahkan 1 ml larutan DPPH dan ditambahkan dengan metanol pro analisis sampai tanda tera kemudian dihomogenkan.

5. Uji aktivitas antioksidan

Larutan uji dan kontrol positif dengan beberapa konsentrasi diinkubasi pada suhu 37 ºC selama tepat 30 menit, serapan diukur pada panjang gelombang maksimum 517 nm menggunakan spektrofotometri UV-VIS. Persentase inhibisi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

% hambatan =

Perhitungan nilai IC50dengan memasukkan nilai dari konsentrasi larutan

uji (sumbu x) dan % hambatan terhadap DPPH (sumbu y) ke dalam persamaan garis regresi. Semakin rendah nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas

antioksidan sebagai peredam radikal bebas. Aktivitas suatu senyawa dikatakan Absorbansi blanko – absorbansi sampel x 100%

(27)

memiliki aktivitas tinggi jika mempunyai nilai IC50 di bawah 20 bpj, aktivitas

sedang jika mempunyai nilai IC50 21 – 100 bpj, aktivitas rendah jika mempunyai

(28)

a b Bengkuang

Dicuci, dikupas, dan diiris setebal ± 0,2cm lalu ditimbang sebanyak 200 g

Direndam di dalam larutan kapur sirih selama 1 jam Kapur (%): S1 = 0

S2 = 0,2

S3 = 0,4

S4 = 0,6

S5 = 0,8

Dicuci dengan air bersih dan tiriskan

Direndam di dalam larutan sulfit 0,2% sambil diaduk-aduk pada suhu 65oC selama 10 menit

Dicuci dengan air bersih dan ditiriskan

Direndam di dalam larutan gula dengan tiga kali tahap perendaman

Tahap I: Direndam irisan bengkuang di dalam larutan gula 60% yang dipanaskan pada suhu 80oC selama 10 menit.

Perendaman dilakukan selama 48 jam

(29)

a b

Gambar 2. Skema pembuatan manisan kering bengkuang Ditiriskan - Total padatan terlarut (°Brix) - Kadar serat kasar (%) - Kadar abu (%)

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap parameter yang

diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar vitamin C, total padatan terlarut, kadar serat kasar, kadar abu, uji skor warna, uji skor tekstur, uji hedonik warna, uji hedonik rasa dan uji hedonik tekstur dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap mutu manisan

kering bengkuang Parameter yang diuji

Konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) (S)

S1 .S2 S3 S4 S5

Kadar air (%) 18,7299 17,9721 17,5934 16,8827 16,3522 Kadar vitamin C (mg/100g bahan) 24,3301 23,8899 23,8888 22,7195 21,9848 Total padatan terlarut (°Brix) 66,0 65,0 63,9 64,2 63,5 Kadar serat kasar (%) 4,2360 4,8642 4,9636 4,8867 4,9729 Kadar abu (%) 0,4686 0,4783 0,4860 0,5008 0,5298 Nilai skor warna (numerik) 3,056 3,278 3,478 3,611 3,711 Nilai skor tekstur (numerik) 1,756 2,367 3,567 3,544 3,322 Nilai hedonik warna (numerik) 3,433 3,489 3,544 3,578 3,756 Nilai hedonik rasa (numerik) 3,678 3,589 3,611 3,544 3,489 Nilai hedonik tekstur (numerik) 1,900 2,411 3,611 3,533 3,356

Ket:S1 = 0 ; S2= 0,2% ; S3 = 0,4% ; S4= 0,6% ; S5 = 0,8%

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (tanpa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) yaitu sebesar 18,7299%

dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan S5 (konsentrasi kapur sirih

(Ca(OH)2) sebanyak 0,8%) yaitu sebesar 16,3522%. Kadar vitamin C tertinggi

terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 24,3301 mg/100 g bahan, dan terendah

terdapat pada perlakuan S5 yaitu sebesar 21,9848 mg/100 g bahan. Total padatan

(31)

terdapat pada perlakuan S5 yaitu sebesar 63,5°Brix. Kadar serat kasar tertinggi

terdapat pada perlakuan S5 yaitu sebesar 4,9729% dan terendah terdapat pada

perlakuan S1yaitu sebesar 4,2360%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan

S5 yaitu sebesar 0,5298% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar

0,4686%. Nilai skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan S5 yaitu sebesar

3,711 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 3,056. Nilai skor

tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 3,567 dan terendah

terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 1,756. Nilai hedonik warna tertinggi

terdapat pada perlakuan S5yaitu sebesar 3,756dan terendah terdapat pada

perlakuan S1 yaitu sebesar 3,433. Nilai skor rasa tertinggi terdapat pada perlakuan

S1 yaitu sebesar 3,678 dan terendah terdapat pada perlakuan S5 yaitu sebesar

3,489. Nilai skor tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar

3,611dan terendah terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 1,900.

Pengaruh lama pengeringan terhadap parameter yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar vitamin C, total padatan terlarut, kadar serat kasar, kadar abu, uji skor warna, uji skor tekstur, uji hedonik warna, uji hedonik rasa dan uji hedonik tekstur dapat dilihat pada Tabel 8. Dari Tabel 8 bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 20,7425% dan kadar air

terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 9,9310%. Kadar vitamin C

tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 25,1513 mg/100 g bahan, dan

terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 21,5457 mg/100 g bahan. Total

padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 68,3°Brix dan

(32)

tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 6,0965% dan terendah terdapat

pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,1952%. Kadar abu tertinggi terdapat pada

perlakuan P3 yaitu sebesar 0,5426% dan terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu

sebesar 0,4304%.

Tabel 8.Pengaruh lama pengeringan terhadap mutu manisan kering bengkuang Parameter yang diuji Lama pengeringan (P)

P1 P2 P3

Kadar air (%) 20,7425 16,8792 9,9310

Kadar vitamin C (mg/100g bahan) 25,1513 23,3909 21,5457 Total padatan terlarut (°Brix) 60,3 65,4 68,3 Kadar serat kasar (%) 3,1952 5,0624 6,0965

Kadar abu (%) 0,4304 0,5051 0,5426

Nilai skor warna (numerik) 3,587 3,453 3,240 Nilai skor tekstur (numerik) 2,767 2,900 3,067 Nilai hedonik warna (numerik) 3,613 3,573 3,493 Nilai hedonik rasa (numerik) 3,613 3,580 3,553 Nilai hedonik tekstur (numerik) 2,887 2,973 3,027

Ket:P1= 8 jam ; P2 = 10 jam ; P3= 12 jam

Nilai skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,587

dan terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 3,240.Nilai skor tekstur

tertinggi terdapat pada perlakuanP3yaitu sebesar 3,067dan terendah terdapat pada

perlakuan P1 yaitu sebesar 2,767. Nilai hedonik warna tertinggi terdapat pada

perlakuan P1 yaitu sebesar 3,613 dan terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu

sebesar 3,493. Nilai hedonik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu

sebesar 3,613 dan terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 3,553. Nilai

hedonik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 3,027dan

(33)

Kadar air (%)

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap kadar air manisan

kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

terhadap kadar air manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2 terhadap kadar air tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap

kadar air manisan kering bengkuang

Jarak LSR Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05

- - - S1= 0 18,7299 a

2 1,547 2,144 S2= 0,2% 17,9721 ab

3 1,624 2,236 S3= 0,4% 17,5934 ab

4 1,671 2,313 S4= 0,6% 16,8827 b

5 1,701 2,339 S5= 0,8% 16,3522 b

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dengan uji LSR

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa S1 berbeda tidak nyata dengan S2 dan S3

serta berbeda nyata dengan S4 dan S5. S2 berbeda tidak nyata dengan S3, S4 dan S5.

S3 berbeda tidak nyata dengan S4 dan S5. S4 berbeda tidak nyata dengan S5. Kadar

air tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (tanpa kapur sirih (Ca(OH)2) yaitu sebesar

18,7299% dan terendah terdapat pada S5 (konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) 0,8%)

yaitu sebesar 16,3522%. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan

(34)

Gambar 3. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan kadar air

manisan kering bengkuang

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh terhadap kadar airpada manisan kering

bengkuang. Semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) maka semakin

rendah kadar air pada produk. Hal ini disebabkan karena kapur sirih (Ca(OH)2)

bersifat higroskopis. Kapur termasuk elektrolit kuat yang akan mudah larut dalam air. Ion Ca dari kapur akan mudah terserap ke dalam jaringan bahan yang dapat menyerap air pada bahan tersebut sehingga kadar air pada bahan akan berkurang. Senyawa kalsium dalam kapur yang berpenetrasi ke dalam jaringan buah menyebabkan jaringan buah semakin kokoh. Semakin kokoh jaringan buah pada manisan memungkinkan kadar air pada manisan rendah.Penelitian Siregar, dkk., (2015) terhadap bahan biji durian menjelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2), maka kadar air yang dihasilkan pada produk semakin

(35)

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air manisan kering bengkuang

Berdasarkandaftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= 8 jam 20,7425 a A

2 1,199 1,660 P2= 10 jam 16,8792 b B

3 1,258 1,732 P3= 12 jam 9,9310 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang lainnya. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 20,7425% dan terendah

terdapat pada P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar 9,9310%. Hubungan

lama pengeringan dengan kadar air manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 4.

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin rendah kadar airpada manisan kering bengkuang. Hal ini terjadi dikarenakan waktu pengeringan yang semakin lama akan menyebabkan terjadinya penguapan air yang semakin banyak sehingga kadar air dalam bahan semakin kecil. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2011), pengeringan tersebut akan mengurangi kadar air pada produk sehingga aktivitas mikroorganisme dan enzim

(36)

Penelitian Fitriani, dkk., (2013) terhadap manisan kering jahe menjelaskan bahwa semakin lama manisan kering jahe dikeringkan maka kadar air manisan semakin menurun.

Gambar 4. Hubungan lama pengeringan dengan kadar air manisan kering bengkuang

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap kadar air manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)dan lama pengeringan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar vitamin C (mg/100g bahan)

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap kadar vitamin C

manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap kadar vitamin C manisan yang dihasilkan. Hasil pengujian

(37)

dengan LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap kadar vitamin

C tiap-tiap perlakuan dapat dilihat padaTabel11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

terhadap kadar vitamin C manisan kering bengkuang Jarak LSR Pengaruh konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2) Rataan

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa S1 berbeda tidak nyata denganS2 dan S3,

berbeda nyata dengan S4 serta berbeda sangat nyata dengan S5. S2 berbeda tidak

nyata dengan S3 dan S4,berbeda sangat nyata dengan S5. S3 berbeda tidak nyata

dengan S4 dan berbeda sangat nyata dengan S5. S4 berbeda tidak nyata dengan S5.

Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (tanpa kapur sirih

(Ca(OH)2)) yaitu sebesar 24,3301mg/100g bahan dan terendah terdapat pada S5

(konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) 0,8%) yaitu sebesar 21,9848 mg/100g bahan.

Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan kadar vitamin C manisan

kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 5.

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2), maka semakin rendah kadar vitamin C pada manisan kering

(38)

kering menjelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih yang digunakan maka semakin rendah kadar vitamin C manisan.

Gambar 5. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan kadar

vitamin C manisan kering bengkuang

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar vitamin C manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap kadar vitamin C tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar vitamin C manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= 8 jam 25,1513 a A

2 0,929 1,287 P2= 10 jam 23,3909 b B

3 0,976 1,343 P3= 12 jam 21,5457 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

(39)

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang lainnya. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 25,1513 mg/100g

bahan dan terendah terdapat pada P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar

21,5457 mg/100g bahan. Hubungan lama pengeringan dengan kadar vitamin C manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan lama pengeringan dengan kadar vitamin C manisan kering bengkuang

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin rendah kadar vitamin C pada manisan kering bengkuang. Hal ini terjadi dikarenakan proses pengeringan pada bahan pangan dapat menyebabkan kadar vitamin C pada bahan menurun. Desrosier (2008) menyatakan bahwa vitamin C sangat peka terhadap panas dan oksidasi, maka dengan adanya proses pengeringan pada bahan pangan akan menyebabkan kandungan vitamin C pada bahan pangan akan menurun. Penelitian Hastuti, dkk., (2013) terhadap manisan rambutan kering menjelaskan bahwa proses pengeringan dapat menyebabkan kadar vitamin C pada manisan semakin menurun.

(40)

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap kadar vitamin C manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Total padatan terlarut (ºBrix)

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap total padatan terlarut

manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh yang berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh lama pengeringan terhadap total padatan terlarut manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan terlarut manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap total padatan terlarut tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap total padatan terlarut manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= 8 jam 60,3 c B

2 2,245 3,111 P2= 10 jam 65,4 b A

3 2,357 3,245 P3= 12 jam 68,3 a A

(41)

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwaP1 berbeda sangat nyata dengan P2

danP3. P2 berbeda nyata dengan P3.Total padatan terlarut tertinggi terdapat pada

perlakuan P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar 68,3ºBrix dan terendah

terdapat pada P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 60,3ºBrix. Hubungan

lama pengeringan dengan total padatan terlarut manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan lama pengeringan dengan total padatan terlarut manisan kering bengkuang

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin tinggi total padatan terlarut pada manisan kering bengkuang. Hal ini disebabkan karena kadar air pada bahan yang semakin berkurang akibat lamanya proses pengeringan sehingga dapat menyebabkan persentase kandungan total padatan terlarut meningkat. Total padatan terlarut dapat berupa sukrosa, glukosa, fruktosa, dan asam-asam organik. Hasil penelitian Nusa, dkk., (2014) tentang manisan kering kulit semangka menjelaskan bahwa semakin lama waktu pengeringan maka nilai total padatan terlarut pada produk semakin meningkat.

(42)

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap total padatan terlarut manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)dan lama pengeringan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar serat kasar (%)

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap kadar serat kasar

manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh yang berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap kadar serat kasar manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar serat kasar manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap kadar serat kasar tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar serat kasar manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= 8 jam 3,1952 c C

2 0,622 0,862 P2= 10 jam 5,0624 b B

3 0,653 0,899 P3= 12 jam 6,0965 a A

(43)

Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang lainnya. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar 6,0965% dan terendah

terdapat pada P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 3,1952%. Hubungan

lama pengeringan dengan kadar serat kasar manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan lama pengeringan dengan kadar serat kasar manisan kering bengkuang

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin tinggi kadar serat kasar pada manisan kering bengkuang. Hal ini disebabkan karena waktu pengeringan yang lama dapat menurunkan kadar air bahan tersebut sehingga kandungan karbohidrat seperti serat kasar persentasenya meningkat. Menurut Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010), dengan berkurangnya kadar air pada bahan maka pada bahan tersebut akan mengandung senyawa seperti karbohidrat, mineral dan protein yang lebih tinggi.

(44)

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap kadar serat kasar manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar serat kasar manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar abu (%)

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap kadar abu manisan

kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh yang berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap kadar abu manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar abu manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap kadar abu tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar abu manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= 8 jam 0,4304 b B

2 0,053 0,073 P2= 10 jam 0,5051 a A

3 0,055 0,076 P3= 12 jam 0,5426 a A

(45)

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa P1berbeda sangat nyata dengan P2 dan

P1. P2 berbeda tidak nyata dengan P3. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan

P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar 0,5426% dan terendah terdapat pada

P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 0,4304%. Hubungan lama pengeringan

dengan kadar abu manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan lama pengeringan dengan kadar abu manisan kering bengkuang

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin tinggi kadar abu pada manisan kering bengkuang. Selama proses pengeringan telah terjadi penguraian komponen ikatan molekul air (H2O).

(46)

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap kadar abu manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Nilai skor warna

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai skor warna

manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap nilai skor warna manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai skor warna tiap-tiap perlakuan

dapat dilihat padaTabel 16.

Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

terhadap nilai skor warna manisan kering bengkuang Jarak LSR Pengaruh konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa S1 berbeda sangat nyata dengan S2, S3,

S4 dan S5. S2 berbeda sangat nyata dengan S3, S4 dan S5. S3 berbeda nyata dengan S4

dan berbeda sangat nyata dengan S5. S4 berbeda tidak nyata dengan S5. Nilai skor

(47)

0,8%) yaitu sebesar 3,711 dan terendah pada perlakuan S1 (tanpa kapur sirih

(Ca(OH)2) yaitu sebesar 3,056. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

dengan nilai skor warna manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan nilai

skor warna manisan kering bengkuang

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2), maka semakin tinggi nilai skor warna pada manisan kering

bengkuang. Nilai skor warna terendah terdapat pada produk yang tidak direndam dalam larutan kapur sirih. Semakin tinggi penambahan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) pada bahan maka dapat membantu menghambat terjadinya perubahan

warna pada bahan tersebut. Hal ini disebabkan karena kapur sirih (Ca(OH)2)

termasuk elektrolit kuat yang dapat terionisasi sempurna di dalam air yang dimana ion Ca dari kapur sirih akan mudah melakukan proses absorpsi (penyerapan) di dalam jaringan bahan sehingga dapat mencegah proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh efek ion Ca terhadap asam amino.Reaksi pencoklatan non enzimatis umumnya terjadi bila bahan makanan dikeringkan. Warna coklat akan

(48)

timbul akibat terjadinya reaksi antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino. Sehingga penggunaan kapur dalam proses perendaman dapat membantu mempertahankan warna produk yang diolah. Hasil penelitian Windyastari, dkk., (2007) menjelaskan bahwa produk manisan kering belimbing wuluh yang diberi perlakuan perendaman air kapur sirih dengan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

yang semakin tinggi memiliki nilai skor warna yang semakin tinggi juga.

Pengaruh lama pengeringan terhadap nilai skor warna manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai skor warna manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap nilai skor warna tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap nilai skor warna manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= 8 jam 3,587 a A

2 0,082 0,113 P2= 10 jam 3,453 b B

3 0,086 0,118 P3= 12 jam 3,240 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang lainnya. Nilai skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 3,587 dan terendah

(49)

pengeringan dengan nilai skor warna manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan lama pengeringan dengan nilai skor warna manisan kering bengkuang

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin rendah nilai skor warna pada manisan kering bengkuang. Nilai skor warna terendah terdapat pada perlakuan lama pengeringan 12 jam yang dimana warna manisan kering bengkuang agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena semakin lama proses pengeringan yang digunakan, maka warna produk yang dihasilkan semakin cenderung berwarna kecoklatan. Menurut Winarno (1993), proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada produk. Halini disebabkan oleh reaksi browning non-enzimatis sehingga bahan pangan yang dikeringkan dapat berubah warna menjadi cokelat. Penelitian Windyastari, dkk., (2007) terhadap manisan kering belimbing wuluh menjelaskan bahwa semakin lama pengeringan maka nilai warna pada produk semakin menurun dikarenakan produk yang terbentuk berwarna coklat tua.

(50)

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap nilai skor warna manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai skor warna pada manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama

pengeringan terhadap nilai skor warna manisan kering bengkuang

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai skor warna tertinggi diperoleh dari perlakuan S5P1 yaitu sebesar 3,800 dan nilai skor warna terendah terdapat pada

perlakuan S1P3 yaitu sebesar 2,733.Hubungan interaksi konsentrasi kapur sirih

(Ca(OH)2) dan lama pengeringan dengan nilai skor warna dapat dilihat pada

(51)

Gambar 12. Hubungan interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama

pengeringan dengan nilai skor warna manisan kering bengkuang Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh terhadap manisan kering

bengkuang. Semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) yang ditambahkan

dan semakin singkat waktu pengeringan maka nilai skor warna manisan kering bengkuang semakin meningkat. Penambahan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

pada perendaman buah dapat membantu menghambat terjadinya perubahan warna. Perubahan warna terjadi karena produk dikeringkan dalam waktu yang cukup lama. Menurut Winarno (1993), proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada produk. Kapur sirih (Ca(OH)2) akan mencegah

terjadinya pencokelatan non enzimatis yang disebabkan oleh ion Ca terhadap asam amino. Reaksi pencoklatan non enzimatis umumnya terjadi bila bahan makanan dikeringkan. Warna coklat akan timbul akibat terjadinya reaksi antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino.Sehingga penggunaan kapur dalam proses perendaman dapat membantu mempertahankan warna produk yang akan diolah. Hasil penelitian Windyastari, dkk., (2011) menjelaskan bahwa

(52)

produk manisan kering belimbing wuluh yang mendapat perlakuan perendaman air kapur sirih dengan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) yang semakin tinggi dan

lama pengeringan yang singkat memiliki nilai skor warna yang semakin tinggi juga.

Nilai skor tekstur

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai skor tekstur

manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap nilai skor tekstur manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai skor tekstur tiap-tiap perlakuan

dapat dilihat padaTabel 19.

Tabel 19. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

terhadap nilai skor tekstur manisan kering bengkuang Jarak LSR Pengaruh konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa S1 berbeda sangat nyata dengan S2, S3,S4

dan S5. S2 berbeda sangat nyata dengan S3, S4 dan S5. S3 berbeda tidak nyata

dengan S4 dan berbeda sangat nyata dengan S5. S4 berbeda sangat nyata dengan S5.

Nilai skor tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan S5 (konsentrasi kapur sirih

(53)

sirih (Ca(OH)2) yaitu sebesar 1,756. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

dengan nilai skor tekstur manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan nilai

skor tekstur manisan kering bengkuang

Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2), maka semakin tinggi nilai skor tekstur pada manisan kering

bengkuang. Namun nilai skor tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi kapur 0,4%. Adanya perendaman pada kapur sirih (Ca(OH)2) dengan konsentrasi

yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya pengerasan pada tekstur produk oleh kapur sirih (Ca(OH)2). Hasil penelitian Windyastari, dkk., (2011) menjelaskan

bahwa produk manisan kering belimbing wuluh yang mendapat perlakuan perendaman air kapur sirih dengan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) yang tidak

terlalu tinggi memiliki nilai skor tekstur yang tinggi juga.

(54)

Pengaruh lama pengeringan terhadap nilai skorteksturmanisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai skor tekstur manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap nilai skor tekstur tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap nilai skor tekstur manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= 8 jam 2,767 c C

2 0,084 0,116 P2= 10 jam 2,900 b B

3 0,088 0,121 P3= 12 jam 3,067 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 20dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang lainnya. Nilai skor tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar 3,067 dan terendah

terdapat pada P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 2,767. Hubungan lama

pengeringan dengan nilai skor tekstur manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 14.

(55)

perubahan tekstur pada produk. Produk yang dikeringkan memiliki tekstur yang keras.

Gambar 14. Hubungan lama pengeringan dengan nilai skor tekstur manisan kering bengkuang

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap nilai skor tekstur manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata (P<0,01)terhadap nilai skor tekstur pada manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 21.

Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai skor tekstur tertinggi diperoleh dari perlakuan S3P3 yaitu sebesar 3,633 dan nilai skor tekstur terendah terdapat

pada perlakuan S1P1 yaitu sebesar 1,367. Hubungan interaksi konsentrasi kapur

sirih (Ca(OH)2 dan lama pengeringan dengan nilai skor tekstur dapat dilihat pada

(56)

Tabel 21. Uji LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama

pengeringan terhadap nilai skor tekstur manisan kering bengkuang

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh terhadap manisan kering

bengkuang. Semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)dan semakin

lamawaktu pengeringan yang dilakukan maka nilai skor tekstur manisan kering bengkuang semakin meningkat. Tekstur yang dihasilkan adalah tekstur yang renyah. Hal ini disebabkan karena perendaman pada Ca(OH)2 dengan konsentrasi

tinggi dan waktu pengeringan terlalu lama, sehingga terjadi pengerasan pada tekstur produk oleh Ca(OH)2 dan pengurangan kadar air pada bahan. Hasil

penelitian Windyastari, dkk., (2011) menjelaskan bahwa produk manisan kering belimbing wuluh yang mendapat perlakuan perendaman air kapur sirih dengan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) yang tinggi dan waktu pengeringan yang lama

(57)

Gambar 15. Hubungan interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan

lama pengeringan dengan nilai skor tekstur manisan kering bengkuang

Nilai hedonik warna

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai hedonik warna

manisan kering bengkuang

Daftar sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

nilai hedonik warna manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai hedonik warnatiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada

(58)

Tabel 22. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

terhadap nilai hedonik warna manisan kering bengkuang Jarak LSR Pengaruh konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa S1 berbeda tidak nyata dengan S2 danS3,

dan berbeda nyata dengan S4 serta berbeda sangat nyata denganS5. S2 berbeda

tidak nyata dengan S3 dan S4, berbeda sangat nyata dengan S5. S3 berbeda tidak

nyata dengan S4 dan berbeda sangat nyata dengan S5. S4 berbeda sangat nyata

dengan S5. Nilai hedonik warna tertinggi terdapat pada perlakuan S5 (konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2 0,8%) yaitu sebesar 3,756 dan terendah pada perlakuan S1

(tanpa kapur sirih (Ca(OH)2) yaitu sebesar 3,433. Hubungan konsentrasi kapur

sirih (Ca(OH)2) dengan nilai hedonik warna manisan kering bengkuang dapat

dilihat pada Gambar 16.

Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2 ,maka semakin tinggi nilai hedonik warna pada manisan kering

bengkuang. Nilai hedonik tertinggi terdapat pada perlakuan kapur sirih dengan konsentrasi yang tinggi karena panelis menyukai warna alami dari bahan. Pemberian larutan kapur yang tinggi menghasilkan warna yang tidak cokelat.Warna yang tidak cokelat adalah warna yang disukai panelis pada umumnya. Penambahan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) pada perendaman buah

(59)

wuluh yang mendapat perlakuan perendaman air kapur sirih dengan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) yang semakin tinggi memiliki nilai hedonik warna yang

semakin tinggi juga.

Gambar 16. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan nilai

hedonik warna manisan kering bengkuang

Pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonik warna manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai hedonik warna manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonik warna tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonik warna manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05

- - - P1= 8 jam 3,613 a

2 0,090 0,124 P2= 10 jam 3,573 ab

3 0,094 0,130 P3= 12 jam 3,493 b

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dengan uji LSR

(60)

Pada Tabel 23 dapat dilihat bahwa P1 berbeda tidak nyata dengan P2 dan

berbeda nyata dengan P3.P2 berbeda tidak nyata dengan P3. Nilai hedonik warna

tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 3,613

dan terendah terdapat pada P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar 3,493.

Hubungan lama pengeringan dengan nilai hedonik warna manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 17.

Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin rendah nilai hedonik warnapada manisan kering bengkuang. Hal ini disebabkan karena produk yang dihasilkan memiliki warna semakin cokelat akibat adanya proses pengeringan yang semakin lama. Warna cokelat ini pada umumnya tidak disukai panelis. Menurut Winarno (1993), bahan pangan yang dikeringkan berubah warna menjadi cokelat.

(61)

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap nilai hedonik warna manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik warna manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Nilai hedonik rasa

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai hedonik rasa

manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 10) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

terhadap nilai hedonik rasamanisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai hedonik rasa tiap-tiap perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 24.

Tabel 24. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

terhadap nilai hedonik rasa manisan kering bengkuang Jarak LSR Pengaruh konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dengan uji LSR

Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa S1 berbeda tidak nyata dengan S2 dan

S3, berbeda nyata dengan S4 dan S5. S2 berbeda tidak nyata dengan S3, S4, dan S5. S3

berbeda tidak nyata dengan S4 dan berbeda nyata dengan S5. S4 berbeda tidak nyata

(62)

sirih (Ca(OH)2) yaitu sebesar 3,678 cdan terendah terdapat pada S5 (konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2) 0,8%) yaitu sebesar 3,489. Hubungan konsentrasi kapur

sirih (Ca(OH)2) dengan nilai hedonik rasa manisan kering bengkuang dapat

dilihat pada Gambar 18.

Pada Gambar 18 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2), maka semakin rendah nilai hedonik rasa pada manisan kering

bengkuang. Para panelis tidak menyukai produk dengan perlakuan konsentrasi kapur sirih yang tinggi. Rasa produk diperoleh dari kombinasi perlakuan kapur sirih dan adanya penambahan gula. Jika konsentrasi kapur sirih yang digunakan dalam perendaman terlalu tinggi maka komponen kapur sirih semakin banyak yang terserap atau masuk ke dalam bahan sehingga rasa kapur sirih akan terasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bambang (1998) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih maka akan meninggalkan rasa pahit pada produk.

Gambar 18. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan nilai

hedonik rasa manisan kering bengkuang

(63)

Pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonik rasa manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 10) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik rasa manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap nilai hedonik rasa manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 10) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)dan lama pengeringan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonk rasa manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Nilai hedonik tekstur

Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai hedonik warna

manisan kering bengkuang

Daftar sidik ragam (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap nilai hedonik tekstur tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada

(64)

Tabel 25. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

terhadap nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang Jarak LSR Pengaruh konsentrasi

kapur sirih (Ca(OH)2)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 25 dapat dilihat bahwa S1 berbeda sangat nyata dengan S2, S3,

S4 dan S5. S2 berbeda sangat nyata dengan S3, S4, dan S5. S3 berbeda tidak nyata

dengan S4 dan berbeda sangat nyata dengan S5. S4 berbeda sangat nyata dengan S5.

Nilai hedonik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan S3 (konsentrasi kapur sirih

(Ca(OH)2) 0,4%) yaitu sebesar 3,611dan terendah pada perlakuan S1(tanpa kapur

sirih (Ca(OH)2) yaitu sebesar 1,900. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)

dengan nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan nilai

hedonik tekstur manisan kering bengkuang

(65)

Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2), maka semakin tinggi nilai hedonik tekstur pada manisan kering

bengkuang. Namun nilai hedonik tekstur yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2)0,4%. Hal ini disebabkan karena konsentrasi

kapur sirih yang terlalu tinggi dan terlalu rendah akan menghasilkan tekstur yang tidak renyah. Tekstur ini yang tidak terlalu disukai oleh panelis. Adanya perendaman di dalam larutan kapur sirih (Ca(OH)2) dengan konsentrasi yang

tinggi dapat menyebabkan terjadinya pengerasan pada tekstur produk oleh(Ca(OH)2). Hasil penelitian Windyastari, dkk., (2011) menjelaskan bahwa

produk manisan kering belimbing wuluh yang mendapat perlakuan perendaman air kapur sirih dengan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) yang tidak terlalu tinggi

memiliki nilai hedonik tekstur yang tinggi juga dan lebih disukai oleh panelis.

Pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonic tekstur manisan kering bengkuang

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonik tekstur tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang

Jarak LSR Lama pengeringan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05

- - - P1= 8 jam 2,887 b

2 0,084 0,117 P2= 10 jam 2,973 a

3 0,089 0,122 P3= 12 jam 3,027 a

(66)

Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa P1 berbeda nyata dengan P2 dan P3. P2

berbeda tidak nyata dengan P3. Nilai hedonik tekstur tertinggi terdapat pada

perlakuan P3 (lama pengeringan 12 jam) yaitu sebesar 3,027 dan terendah terdapat

pada P1 (lama pengeringan 8 jam) yaitu sebesar 2,887. Hubungan lama

pengeringan dengan nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang dapat dilihat pada Gambar 20.

Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka nilai hedonik tekstur pada manisan kering bengkuang tinggi. Nilai hedonik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan lama pengeringan yang tinggi yaitu 12 jam. Produk yang dihasilkan pada perlakuan ini memiliki tekstur yang renyah. Panelis lebih menyukai produk dengan tekstur yang renyah. Proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya pengerasan pada tekstur akibat pengurangan kadar air pada bahan. Menurut Winarno (1993) proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya perubahan tekstur pada produk. Bahan pangan yang dikeringkan memiliki tekstur yang keras.

(67)

Pengaruh interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan

terhadap nilai hedonic tekstur manisan kering bengkuang

Daftar sidik ragam (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang yang dihasilkan sehingga uji LSR akan dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR interaksi konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama pengeringan pada tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Uji LSR pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dan lama

pengeringan terhadap nilai hedonik tekstur manisan kering bengkuang

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa nilai hedonik tekstur tertinggi diperoleh dari perlakuan S3P3 yaitu sebesar 3,700 dan nilai hedonik tekstur terdapat pada

Gambar

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap mutu manisan    kering bengkuang
Tabel 8.Pengaruh lama pengeringan terhadap mutu manisan kering bengkuang Lama pengeringan (P)
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) terhadap kadar air manisan kering bengkuang
Gambar 3. Hubungan konsentrasi kapur sirih (Ca(OH)2) dengan  kadar air manisan kering bengkuang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar vitamin C, total padatan terlarut, larutan yang masuk dalam bahan, air keluar

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, total asam, total padatan terlarut, uji skor warna, uji skor tekstur serta uji organoleptik warna, rasa

Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, VRS ( Volatile Reduce Substance ), kadar serat, skor warna bubuk

Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, VRS ( Volatile Reduce Substance ), kadar serat, skor warna bubuk

Konsentrasi gula memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap kadar air, kadar vitamin C, total padatan terlarut, larutan yang masuk dalam bahan,

Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, total asam, total gula, total padatan terlarut, pH, kadar serat kasar, indeks warna, pengujian organoleptik secara

Penelitian bertujuan mempelajari waktu pengeringan untuk memperoleh manisan kering buah carica berkualitas baik berdasarkan uji fisik (kekerasan dan rendemen), kimia (serat

Konsentrasi dekstrin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, total padatan terlarut, daya larut, kecepatan larut,