TINJAUAN PUSTAKA
Pepaya
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae
yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar
Mexsiko dan Costa Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah
tropis maupun sub tropis. Di daerah basah dan kering atau di
daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Di Indonesia, pepaya
merupakan buah introduksi dan telah berkembang luas. Dalam kehidupan
sehari-hari, pepaya sangat dikenal semua lapisan masyarakat. Buah pepaya telah lama
dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Buah matangnya sangat digemari sebagai
buah meja dan sering dihidangkan sebagai buah pencuci mulut karena cita rasanya
yang enak, relatif tingginya kandungan nutrisi dan vitamin, serta fungsinya dalam
melancarkan pencernaan (Kemenristek1, 2000).
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang cukup banyak
dibudidayakan di Indonesia. Di Indonesia, tanaman pepaya dapat tumbuh dari
dataran rendah sampai daerah pegunungan 1000 m dpl. Di dunia, negara
penghasil pepaya antara lain Costa Rika, Republik Dominika, Puerto Rika, Brazil,
India, dan Indonesia merupakan penghasil pepaya yang cukup besar (Warisno,
2003).
Tanaman pepaya memiliki potensi produksi yang cukup besar dan
termasuk urutan lima besar buah-buahan yang potensi produksinya lebih dari
300.000 ton per tahun. Produksi buah pepaya dari tahun 2011-2013 di Sumatera
sesuai dengan permintaan pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Selain itu, produksi buah ini juga dipengaruhi oleh adanya pembangunan
agroindustri (Rahardi, 2004).
Tabel 1. Produksi buah pepaya tahun 2011-2013 di Sumatera Utara
Tahun Produksi (ton/tahun)
Daging buah pepaya lunak dengan warna merah atau kuning dan rasanya
manis serta menyegarkan dan mengandung banyak air. Buah pepaya ini
merupakan menu makanan di dalam rumah tangga, rumah sakit, restoran, dan di
hotel (Poerwanto, 2003). Pepaya juga dapat diolah menjadi produk baru seperti
sari pepaya dan dodol pepaya (Kalie, 2008).
Kandungan Nutrisi Pepaya
Pepaya mengandung lemak yang rendah dan non kolesterol, namun kaya
dengan beragam nutrisi yang sangat dubutuhkan oleh tubuh setiap hari. Pepaya
mengandung karbohidrat (9.81g), serta serat 1.80 g atau 4.5% dari total kebutuhan
harian disarankan. Pepaya mengandung beberapa vitamin B kompleks dalam
jumlah yang baik, seperti folat, niasin, asam pantotenat, piridoksin, Riboflavin ,
serta Tiamin. Vitamin penting lain yang bisa diperoleh dari pepaya adalah
Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E, dan Vitamin K. Pepaya juga mengandung
elektrolit dengan jumlah yang cukup baik, yaitu kalium serta beberapa mineral
penting seperti kalsium, zat besi, magnesium, pospor, dan zinc. Fitonutrisi penting
yang ditemukan dalam pepaya yaitu betakaroten (276 µg) , Beta Crypto-xanthin
(761 µg) dan Lutein-zeaxanthin (75 µg) (Yuli, 2013). Komposisi kimia buah
Tabel 2. Komposisi kimia pepaya per 100 g bahan
Manfaat pepaya adalah sebagai sumber vitamin, protein, dan serat bagi
tubuh, sebagai detoxificator (mengeluarkan racun dalam tubuh) dan sebagai obat
cacing serta malaria (Nixon, 2009). Pepaya juga dipercaya memiliki khasiat
seperti mengatasi gangguan pencernaan, mencegah flu, menjaga kesehatan ginjal,
mencegah serangan jantung dan stroke, mempertajam penglihatan, mencegah
penuaan dini, menjaga kesehatan kulit, vitalitas pria, dan antiradang. Vitamin A
yang terdapat pada pepaya baik untuk kesehatan mata (Yuli, 2013).
Di beberapa tempat buah pepaya setengah matang dijadikan rujak buah
manis bersama dengan buah bengkoang, nanas, apel, belimbing, jambu air. Getah
buah pepaya dapat diolah menjadi tepung papain yang berguna bagi kebutuhan
rumah tangga dan industri (Wikipedia, 2014). Pepaya juga dapat diolah menjadi
produk baru seperti sari pepaya dan dodol pepaya. Selain itu, di dalam industri
makanan, pepaya sering dijadikan sebagai bahan campuran dalam pembuatan saos
Gula
Gula adalah istilah umum untuk karbohidrat yang digunakan sebagai
pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan
sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Pemanis lain yang digunakan
dalam industri pangan termasuk madu, sirup glukosa yang dibuat dari hidrolisa
pati, glukosa kristal, fruktosa, maltosa yang terdapat dalam sirup glukosa, gula
invert yang dibuat melalui hidrolisa sukrosa, laktosa, sorbitol dan manitol,
gliserin, dan pemanis buatan (siklamat dan sakarin) (Buckle, dkk., 2009).
Menurut Nickerson dan Ronsivalli (1980), gula memiliki rumus molekul
umum C6H12O6, dan disakarida, memiliki rumus umum C12H22O11. Monosakarida
juga ada yang terdiri dari 3-karbon gula (triosa), 4-karbon gula (tetrosa), 5-karbon
gula (pentosa), dan 6-karbon gula (heksosa), tetapi hanya gula 6-karbon yang
penting pada nutrisi manusia sebagai sumber energi.
Secara komersial gula pasir yang 99% terdiri atas sukrosa atau sakarosa
dibuat dari kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses penyulingan dan
kristalisasi. Gula merah yang banyak digunakan di Indonesia dibuat dari tebu,
kelapa atau enau, melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga
terdapat di dalam buah, sayuran, dan madu. Bila dicernakan atau dihidrolisis,
sukrosa penuh menjadi satu unit glukosa dan fruktosa (Almatsier, 2004).
Menurut Labuza dan Erdman (1984), mengkonsumsi gula sederhana,
termasuk sukrosa, dapat menyebabkan kerusakan gigi. Hal ini tidak berarti bahwa
gula dan makanan yang mengandung gula harus dihilangkan seluruhnya dari
Penyakit kencing manis (diabetes) yang selalu ditandai dengan
meningkatnya kadar gula darah disebabkan oleh adanya gangguan produksi
insulin, gangguan fungsi insulin atau gabungan dari keduanya. Hal ini
menyebabkan pelepasan gula kedalam aliran darah tanpa diimbangi dengan
produksi insulin yang cukup atau sensitifitas tubuh terhadap insulin yang cukup
baik. Guna mengurangi resiko terjadinya lonjakan kadar gula darah yang cukup
drastis, ada baiknya jika penderita kencing manis mempertimbangkan penggunaan
gula diabetes untuk menggantikan gula pasir dan pemanis buatan lainnya (Terapi
diabetes melitus, 2011).
Batas maksimal asupan gula harian untuk orang dewasa normal adalah 90
gram atau tidak lebih dari setengah cangkir. Jumlah 90 gram gula tersebut sudah
termasuk semua jenis gula, baik gula murni maupun gula buatan, juga yang
berasal dari makanan atau minuman yang mengandung gula (Wahyuningsih,
2011).
Sorbitol
Sorbitol merupakan sebuah polihidrik alkohol (C6H8(OH)6) yang
ditemukan pada ganggang merah dan beberapa buah (apel, cherry, peach, dan
pir). Sorbitol pertama kali di isolasi dari buah berry sorb pegunungan oleh sebab
itu namanya adalah sorbitol. Gula alkohol (alkohol polihidroksida) seperti
D-sorbitol atau D-glusitol dari glukosa atau manitol dari manosa dapat dibuat dari
reaksi reduksi aldosa menggunakan H2 atau NaBH4 (Sulaiman, 1996), seperti
pada Gambar 1. Sorbitol dapat diproduksi secara industri dengan reduksi
HC=O H2COH
Gambar 1.Reaksi pembentukan D-Sorbitol (Sulaiman, 1996)
Sorbitol, sebagai pemanis banyak yang ditemukan di berbagai produk
makanan. Selain memberikan rasa manis, juga berfungsi sebagai texturizing
humectant agent. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan sekitar 60% dari tingkat
kemanisan sukrosa. Sorbitol memiliki kesan halus dan manis, sejuk dan
menyenangkan selera di mulut. Sorbitol bersifat non-cariogenic dan berguna bagi
penderita diabetes (Luthana, 2009 di dalam Atmaka dkk., 2013). Adapun syarat
mutu sorbitol cair dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu sorbitol cair
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang
paling banyak digunakan, terutama di Indonesia karena bahan dasarnya mudah
diperoleh dan harganya murah. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi
tanaman singkong (Manihot utillissima Pohl) yang termasuk keluarga
Euphoribiceae (Kusumaningsih, 1999).
Sorbitol digunakan sebagai tambahan pangan karena kemampuan
humektannya sebaik efek kemanisannya. Sorbitol digunakan pada sirup obat
batuk, pencuci mulut, dan pasta gigi. Karena sorbitol diubah menjadi fruktosa
oleh enzim yang disekeresi hati pada tubuh, sorbitol masih dapat ditoleransi oleh
penderita diabetes, selama fruktosa tidak bergantung pada kemampuan insulin
untuk metabolismenya (Nickerson dan Ronsivalli, 1980).
Sorbitol bersifat non-karsinogenik (tidak menyebabkan kanker).
Penyerapan sorbitol oleh tubuh berlangsung lambat, menyebabkan sebagian besar
sorbitol yang dikonsumsi akan sampai pada usus besar sehingga kalori yang
dihasilkan lebih kecil. Penyerapan sorbitol pada tubuh manusia sangat lambat,
sehingga hanya menghasilkan sekitar 2,6 kalori per gram, bukan seperti gula
lainnya yang menghasilkan 4 kalori per gram (Calorie Control Council, 2008).
Nilai kalori yang rendah sangat tepat untuk mengendalikan berat badan.
Sorbitol sebagai pengganti gula dapat bermanfaat dalam menyediakan berbagai
variasi produk rendah kalori dan rendah gula serta memberikan pilihan bebas
yang lebih luas bagi penderita diabetes (Darmawan, 2005 di dalam Gulo, 2010).
Pengaruh sorbitol terhadap kadar gula darah lebih kecil daripada sukrosa.
Konsumsi lebih dari lima puluh gram sehari dapat menyebabkan diare pada pasien
tidak mudah menimbulkan karies gigi. Oleh karena itu, sorbitol banyak digunakan
dalam pembuatan permen karet (Almatsier, 2001).
Sorbitol adalah bahan yang sangat stabil dan tidak reaktif terhadap reaksi
kimia. Sorbitol dapat bertahan pada suhu tinggi dan tidak mempengaruhi reaksi
maillard (pencoklatan). Hal ini merupakan suatu keuntungan dalam proses
pengolahan pangan dimana dapat mempertahankan warna bahan. Sorbitol
biasanya dipadukan dengan komposisi makanan yang lain, seperti gula, jelly, dan
lemak sayur dan daging (Calorie Control Council, 2008). Kerugian sorbitol adalah
bila dipakai dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya diare.
Sorbitol merupakan gula yang diabsorbsi sangat sedikit oleh usus halus, sehingga
sorbitol akan langsung masuk ke usus besar dan dapat menunjang terjadinya diare
dan perut kembung (Kusumaningsih, 1999). Adapun batas pemakaian pemanis
yang dizinkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Batas maksimal pemakaian sorbitol.
Nama Pemanis Jenis Bahan Makanan Batas Maksimal Penggunaan
Sorbitol - Kismis
- Jam dan jeli, roti - Makanan lain
- 5 g/kg - 300 g/kg - 120 g/kg
Sumber : PerMenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999
Manisan
Manisan merupakan salah satu bentuk pangan olahan yang banyak disukai
oleh masyarakat. Rasanya yang manis bercampur rasa khas buah sangat cocok
untuk dinikmati dalam berbagai kesempatan. Manisan merupakan salah satu
produk yang mengandung kadar gula tinggi. Dengan kadar gula tinggi ini, produk
manisan juga merupakan salah satu alternatif memperpanjang daya simpan bahan
pangan (Fachruddin, 2006).
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 30%, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba tidak
dapat tumbuh pada bahan. Produk ini merupakan alternatif usaha yang mungkin
menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya tidak mahal, dan
penampilan produk cukup menarik (Hertami, 1976).
Klasifikasi Manisan
Ada 2 macam bentuk olahan manisan buah, yaitu manisan basah dan
manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula,
sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali dihasilkan
(manisan basah) dijemur sampai kering (Kemenristek2, 2000). Perbedaan kedua macam manisan tersebut terletak pada cara pembuatannya, daya awetnya, dan
penampakannya. Manisan kering adalah manisan yang setelah direndam air gula
pekat yang dikeringkan di bawah sinar matahari atau menggunakan oven
pengering (Fachruddin, 2006
Manisan buah basah dinilai lebih menarik daripada manisan buah kering.
Manisan buah basah tampil seperti buah aslinya, segar, dan tidak berubah warna.
Manisan buah ini dikemas dalam stoples atau botol-botol besar dan tetap
direndam dalam air gula. Selain itu biasa juga dikemas dalam plastik polietilen
dengan sedikit atau tanpa air rendaman (Muaris, 2003). ). Adapun syarat mutu
Tabel 5. Syarat mutu manisan
No. Uraian Persyaratan
1. Keadaan (Kenampakan, bau, rasa dan jamur Normal, tidak berjamur
2. Kadar air Maks.25% (b/b)
3. Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) Min. 40%
4. Pemanis buatan Tidak ada
5. Zat warna Yang diizinkan
untuk makanan 6. Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain) Tidak ada 7. Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2) Maks. 50 mg/kg
8. Cemaran logam :
- Golongan bentuk coli Tidak ada
- Bakteri Eschericchiacoli Tidak ada
Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan. Sumber: BSN - SNI No.1718 (1996)
Pembuatan Manisan Kering
Proses pembuatan manisan dimulai dari sortasi buah, dipilih buah yang
mengkal, bebas kerusakan mekanis dan mikrobiologis. Dilakukan pengupasan
dan pengecilan ukuran. Dilakukan pencucian dan perendaman dalam larutan
kapur 10 g/l selama 2 jam. Setelah direndam dilakukan penirisan, kemudian
perendaman dalam larutan sulfit 1000 ppm selama 30 menit, perendaman dalam
gula bertingkat 40% 12 jam (semalam), pemanasan dan penambahan gula (100g/l)
lalu didinginkan. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam larutan gula selama
semalam, pengerjaan ini diulang 3-4 kali. Penirisan pengemasan sebagai manisan
Bahan yang Ditambahkan dalam Pembuatan Manisan Kering Pepaya
Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan
buah tumbuhan genus
penambah rasa masam pada
Asam sitrat termasuk dalam golongan flavor-enhancer atau bahan pemacu rasa.
Asam sitrat sebagai pemacu rasa, banyak digunakan dalam industri, termasuk
industri makanan karena memiliki tingkat kelarutan yang tinggi, memberikan rasa
asam yang enak dan tidak bersifat racun (Fachruddin, 2006).
Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya telah dilakukan adalah pengaruh penambahan
sorbitol dengan berbagai konsentrasi terhadap kualitas dodol. Hasil penelitian
menunjukkan, panelis dapat menerima dodol yang ditambah sorbitol dengan
konsentrasi 2% - 6% dan pada konsentrasi 6% menghasilkan dodol dengan tekstur
yang tertinggi (Amborowati, 2011).
Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh Gulo (2010), yaitu
pengaruh jenis dan konsentrasi gula sintetis terhadap mutu selai rosella. Hasil
penelitian menunjukkan panelis dapat menerima selai rosella dengan pemanis
sorbitol, manitol, aspartame, dan asesulfam-K dengan konsentrasi 0,02%-0,05%
dan pemanis asesulfam-K dengan konsentrasi 0,04% menghasilkan selai rosella