BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut
hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan
kelompok (Soekanto, 2006 : 62). Interaksi sosial tidak terlepas dari lingkungan
dan kebudayaan, pengaruh lingkungan turut serta memberi dampak terhadap
bentuk interaksi.
Lingkungan merupakan tempat dimana berkumpulnya individu-individu
yang membentuk suatu masyarakat dalam satu lokasi tertentu. Dalam masyarakat,
masing-masing individu membawa karakter bawaan dari dirinya sendiri dan
mengalami percampuran nilai dan norma dengan individu lain didalam
lingkungan tersebut. Proses percampuran nilai dan norma akan membentuk suatu
karakter baru pada masyarakat dilingkungan tersebut dan melahirkan
norma-norma baru yang disepakati bersama.
Melalui norma yang disepakati, masyarakat didalam suatu lingkungan
wajib mematuhi norma-norma yang dibuat. Berbeda dengan lingkungan warga
pada umumnya, asrama militer merupakan suatu lingkungan yang memiliki
aturan-aturan militer yang tegas dan juga disiplin yang tinggi. Didalam prosesnya,
warga asrama akan mengalami proses internalisasi dan melalui norma tersebut
akan membentuk kesamaan ide atau karakter tegas dan disiplin ala militer.
Di dalam interaksi sosial terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
interaksi tersebut, yaitu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya interaksi
tersebut. Adapun yang mendorong terjadinya interaksi sosial menurut Gerungan
(1988 : 58) berdasarkan pada empat faktor yaitu sebagai berikut :
Dalam interaksi sosial, gejala imitasimemiliki peranan penting didalam
proses sosial. Hal ini tampak jelas pada kebudayaan, asrama militer dan
sebagainya. Dalam kamus istilah sosiologi di katakan bahwa imitasi adalah suatu
usaha atau hasil usaha dari manusia untuk tampil atau berperilaku seperti pihak
lain yang berinteraksi dengan diri (Hasjir, 2003 : 30).Dalam penelitian ini
selanjutnya yang dimaksud dengan imitasi adalah tindakan seorang anak untuk
meniru orang lain, baik dalam sikap maupun perilaku.
2. Faktor Sugesti
Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat di rumuskan sebagai suatu proses di
mana seorang individu menerima suatu cara pengelihatan atau pedoman-pedoman
tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu (Gerungan, 1988 : 61).
Sugesti merupakan tindakan seseorang untuk memberi pandangan atau sikap yang
kemudian diterima oleh pihak lain, sugesti mungkin terjadi jika orang yang
memberi pandangan adalah orang yang berwibawa atau bersifat otoriter, atau
orang tersebut merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan. Contoh di
sekolah seorang guru memiliki kuasa untuk menanamkan nilai kebersamaan
kepada muridnya.
3. Faktor Identifikasi
Identifikasi merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama)
dengan orang lain (Walgito, 2000 :72). Menurut kamus istilah sosiologi
identifikasi adalah suatu proses atau hasil proses penempatan diri individu pada
kedudukan serta peranan orang lain dan mengikuti pengalaman-pengalamannya
(Hasjir, 2003 : 29).Dalam hal ini orang yang melakukan identifikasi mengenal
betul orang lain yang menjadi idolanya. Sikap, perilaku, cara hidup orang yang
menjadi idola nya dan sangat ia sukai sehingga dia ingin menjadi orang yang
seperti itu. Tujuan dari proses identifikasi adalah individu yang bersangkutan
ingin mempelajari tingkah laku maupun perilaku individu lain meskipun tanpa
disadari sebelumnya dan baru disadari apabila proses ini telah membawa hasil.
Imitasi merupakan tindakan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain,
4. Faktor simpati,
Simpati adalah perasaan yang terdapat dalam diri seseorang individu yang
tertarik dengan individu yang lain. Prosesnya berdasarkan perasaan semata-mata
tidak melalui penilaian yang berdasarkan resiko, dengan kata lain simpati adalah
suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain (Soekanto, 2001 :
70). Faktor-faktor inilah yang mendorong dalam proses interaksi sosial yang
terjadi pada anak di asrama Yonif 121/Macan Kumbang.
2.1.1 Pola Interaksi Sosial
Pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu dengan
individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dengan
memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau
hal-hal tertentu guna mencapai tujuan.Menurut Soekanto (2006:55) pola interaksi
sosial merupakan gambaran hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia.
Dengan demikian, didalam penelitian ini bentuk jalinan interaksi yang
terjadi antara anak-anak tentara di asrama bersifat dinamis dan memiliki pola
tertentu.Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut pola yang sama dan
bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan sosial yang
relatif mapan.Pola interaksi sangat kompleks, interaksi atau proses sosial
(hubungan sosial yang dinamis) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pola interaksi Asosiatif a) Kerja Sama (Cooperation)
Merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama.Fungsi kerjasama
apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya
organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”.
Didalam penelitian ini kerjasama antara anak tentara di asrama dapat dilihat dari
berbagai hal, mulai dalam bermain ataupun dalam mengerjakan sesuatu hal.
b) Akomodasi (Accomodation)
Menurut Gillin dan Gillin (dalam Effendy, 2007:127), akomodasi adalah
suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu
proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi
dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok
manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk
mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan
tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai
dengan situasi yang dihadapinya, yaitu : Untuk mengurangi pertentangan antara
orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham Mencegah
meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer
Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya
terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang
dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta. mengusahakan
peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.Didalam penelitian ini, akomodasi
dilihat dalam upaya memungkinkan kerjasama antar anak dimana rumah
masing-masing anak berbeda jika dilihat dari pangkat orangtuanya.
c) Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan
adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara
untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan
memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Dalam hal ini terdapat faktor umum yang menimbulkan penghalangan
terjadinya asimilasi adalah terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam
masyarakat, kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan
sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga perasaan takut
terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi perasaan bahwa suatu
kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan
golongan atau kelompok lainnya.
2. Pola interaksi Disosiatif
Pola interaksi disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses,
yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat,
walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial
masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan
seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola
oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle
for existence). Untukkepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses
yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
a) Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial
dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan
melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat
perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara
menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada
tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe
umum bersifat pribadi dan tidak pribadi.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :
jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa
medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan
berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai
dengan kemampuannya. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya
(fungsional) Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini:
1. Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras
dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
2. Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan para
individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan
sosialnya hingga tercapai keserasian.
3. Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat
akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.
b) Kontraversi (Contravetion)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang
berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi antar
masyarakat setempat, mempunyai dua bentuk : Kontavensi antarmasyarakat
setempat yang berlainan (intracommunity struggle) kontravensi antar
golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat (intercommunity struggle).
2.2 Solidaritas Sebagai Hasil Interaksi Anak
Istilah solidaritas dalam kamus ilmiah popular diartikan sebagai
kesetiakawanan dan perasaan sepenanggungan. Sementara Paul Jonhson
(1986:181) memberikan pengertian bahwa solidaritas sosial menunjuk satu
keadaan hubungan antar individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada
pengalaman emosional bersama. Sependapat dengan Johnson, Lawang dalam
Soedijati (1995:12) menguraikan bahwa dasar pengertian solidaritas tetap kita
pegang yakni kesatuan, persahabatan, saling percaya yang muncul akibat
tanggung jawab bersama dan kepentingan bersama diantara para anggotanya.
Pengertian ini selanjutnya lebih diperjelas oleh Durkheim “solidaritas
adalah perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau
komunitas. Kalau orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu/menjadi
persahabatan, menjadi saling hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk
bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan sesamanya (Durkheim dalam
Soedijati, 1995:25).
Dalam perspektif sosiologi, keakraban hubungan antara kelompok
masyarakat itu tidak hanya merupakan alat dalam rangka usaha mencapai atau
mewujudkan cita-citanya, akan tetapi justru keakraban hubungan sosial tersebut
sekaligus merupakan salah satu tujuan utama dari kehidupan kelompok
masyarakat. Keadaan kelompok yang semakin kokoh selanjutnya akan
menimbulkan sense of belongingness diantara anggotanya.
Solidaritas juga merupakan kesetiakawanan antar anggota kelompok
sosial. Terdapatnya solidaritas yang tinggi dalam kelompok tergantung pada
kepercayaan setiap anggota akan kemampuan anggota lain untuk melaksanakan
tugas dengan baik. Pembagian tugas dalam kelompok sesuai dengan kecakapan
masing-masing anggota dengan keadaan tertentu akanmemberikan hasil kerja
yang baik. Dengan demikian, akan makin tinggi pula solidaritas kelompok dan
makin tinggi pula sense of belonging (Huraerah dan Purwanto, 2006:7). Lebih
lanjut solidaritas sosial merupakan kohesi yang ada antara anggota suatu asosiasi,
kelompok, kelas sosial atau kasta, dan diantara berbagai pribadi, kelompok
maupun kelas-kelas membentuk masyarakat atau bagian-bagiannya (Soekanto
dalam Soedijati, 1995:14). Solidaritas sosial melahirkan persamaan, saling
ketergantungan, dan pengalaman yang sama merupakan unsur pengikat dalam
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa solidaritas sosial
adalah adanya rasa saling percaya, cita-cita bersama, kesetiakawanan, dan rasa
sepenanggungan diantara individu sebagai anggota kelompok karena adanya
perasaan emosional dan moral yang dianut bersama. Solidaritas sosial
sesungguhnya mengarah pada keakraban atau kekompakan (kohesi) dalam
kelompok.
Berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat dibedakan menjadi
solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik.
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik merupakan solidaritas yang terbangun antara sesama
manusia yang didasari akar-akar humanisme serta besarnya tanggung jawab dalam
kehidupan sesama.Solidaritas tersebut mempunyai kekuatan sangat besar dalam
membangun kehidupan harmonis antara sesama.Karena itu, landasan solidaritas
tersebut lebih bersifat lama dan tidak temporer.
Menurut Durkheim, solidaritas mekanik didasarkan pada suatu ’’kesadaran
kolektif’’ bersama (collective consciousness/conscience), yang menunjuk pada
‘’totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang
rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama itu (Durkheim dalam Johnson,
1986:183). Ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen
moral.Oleh karena itu, maka individualitas tidak dapat berkembang dan bahkan
terus-menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk komformitas.
Masyarakat asrama militer Yonif 121/Macan Kumbang dimana warganya
adalah anggota keluarga besar TNI aktif diikat oleh rasa kepercayaan yang kuat,
nilai kekeluargaan dan komitmen moral yang tinggi, tapi disamping itu kehidupan
masyarakatnya diatur oleh aturan yang ketat pula. Mengutip pendapat Durkheim
(Johnson,1986), indikator paling jelas bagi solidaritas mekanik adalah ruang
lingkup dan kerasnya hukum-hukum yang sifatnya menekan atau represif. Ikatan
ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan
rasional, karena hubungan serupa itu mengandalkan sekurang-kurangnya satu
solidaritas mekanik biasanya terdapat dalam masyarakat pedesaan yang memiliki
mata pencaharian yang sama, yakni dalam bidang pertanian.
Solidaritas mekanik adalah solidaritas sosial yang didasarkan pada suatu
kesadaran kolektif bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama.
Ikatan kebersamaan itu dibentuk karena adanya kepedulian diantara sesama. Ciri
khas yang paling penting dari solidaritas mekanik adalah solidaritas didasarkan
pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan
sebagainya.
Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanik, kesadaran kolektif
melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya, dia diyakini sangat
mendarah daging, dan isinya sangat bersifat religius.Sementara dalam masyarakat
yang memiliki solidaritas organik, kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian
kelompok, tidak dirasakan terlalu mengikat, kurang mendarah daging, dan isinya
hanya kepentingan individu yang lebih tinggi dari pedoman moral (George Ritzer
dan Douglas J. Goodman, 2008: 91-92).Pada model masyarakat yang menganut
solidaritas mekanik, yang diutamakan adalahperilaku dan sikap, dimana
perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim, seluruh anggota masyarakat
diikat oleh kesadaran kolektif, hati nurani kolektif yaitu suatu kesadaran bersama
yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, dan bersifat
ekstrim serta memaksa (Kamanto Sunarto, 2004: 128).
Melalui penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk solidaritas
masyarakat asrama militer Yonif 121/Macan Kumbang adalah solidaritas
berbentuk mekanik apabila dilihat dari homogenitas, perasaan moral dan
kesadaran kolektifnya.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas sosial yang berkembang pada masyarakat–masyarakat
kompleks berasal lebih dari kesalingtergantungan daripada kesamaan
bagian-bagian (Campbell,1994:185). Lebih jelasnya, Johnson (1986:183) menguraikan
bahwa solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah
Selain itu, dalam masyarakat dengan solidaritas organik tingkat
heterogenitas semakin tinggi, karena masyarakat semakin plural.Penghargaan baru
terhadap kebebasan, bakat, prestasi, dan karir individual menjadi dasar
masyarakat pluralistik.Kesadaran kolektif perlahan-lahan mulai hilang. Pekerjan
orang lebih terspesialisasi dan tidak sama lagi, merasa dirinya semakin berbeda
dalam kepercayaan, pendapat, dan gaya hidup. Pengalaman orang menjadi
semakin beragam, demikian pula kepercayaan, sikap, dan kesadaran pada
umumnya.
Kondisi seperti diatas tidak menghancurkan solidaritas sosial. Sebaliknya,
individu dan kelompok dalam masyarakat semakin tergantung kepada pihak lain
yang berbeda pekerjaan dan spesialisasi dengannya. Ini semakin diperkuat oleh
pernyataan Durkheim bahwa kuatnya solidaritas organik ditandai oleh pentingnya
hukum yang bersifat memulihkan (restitutif) daripada yang bersifat
mengungkapkan kemarahan kolektif yang dirasakan kuat (Durkheim dalam
Johnson, 1986:184).
Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan antara masyarakat dengan
solidaritas mekanik dengan masyarakat dengan solidaritas organik maka diringkas
sebagai berikut (Johnson, 1986:188):
Tabel 1. Perbedaan Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik
Pembagian kerja rendah Pembagian kerja tinggi
Kesadaran kolektif kuat Kesadaran kolektif lemah
Hukum represif dominan Hukum restitutif dominan
Konsensus terhadap pola-pola normatif penting
Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum penting
Individualitas rendah Individualitas tinggi
Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang-orang yang menyimpang
itu rendah
Bersifat primitif atau pedesaan Bersifat industrial perkotaan
Sumber :Data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan menggunakan
teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam (indepth Interview) dan
observasi selanjutnya akan dibahas untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
2. 3 Asrama Sebagai Institusi Total
Goffman mendefenisikan institusi total sebagai tempat tinggal dan kerja
di mana sejumlah besar individu, yang untuk waktu yang cukup lama terlepas dari
masyarakat luas, bersama-sama terlibat dan berperan di mana kehidupan diatur
secara formal (Poloma, 2000:238). Istilah institusi total ini dipakai untuk
menganalisis lembaga-lembaga yang membatasi perilaku manusia melalui
proses-proses birokratis yang menyebabkan terisolasinya secara fisik dari aktivitas
normal di sekitarnya.
Institusi dikatakan total, ketika institusi ini membatasi ruang gerak
orang-orang di dalamnya pada tiap kesempatan. Mereka tidak bisa melepaskan diri,
menghasilkan dan mereproduksi kenormalan di dalam institusi sesungguhnya.
Beginilah institusi total sebagai organisasi yang mengatur keseluruhan kehidupan
anggotanya. Ciri-ciri institusi total menurut Goffman antara lain dikendalikan oleh
kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Contohnya, sekolah
asrama yang masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), barak
militer, institusi pendidikan kedinasan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk di
dalamnya rumah sakit jiwa), biara, institusi pemerintah, dan lainnya.
Menurut Goffman dalam masyarakat luas orang berpartisipasi dalam
banyak kelompok; makan, bekerja, bermain dan sembahyang dengan
partisipan-partisipan lainnya. Dalam institusi total segala sesuatu dilakukan bersama-sama,
berlaku. Terdapat kesenjangan yang luas antara yang berkuasa atau yang
berwewenang dan yang dikuasai atau berkedudukan rendah; mobilitas sosial