• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Brand Image Terhadap Intensi Membeli Produk IPhone pada Siswa-Siswi SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Brand Image Terhadap Intensi Membeli Produk IPhone pada Siswa-Siswi SMA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intensi Membeli

I. Definisi Intensi Membeli

Intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk

menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku

(Ajzen, 2006). Hal ini diperjelas oleh Warshaw dan Davis (dalam Landry,

2003) yang menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang

memformulasikan rencana untuk menunjukkan suatu tujuan masa depan

yang spesifik atau tidak, secara sadar. Menurut Sudarsono (1993) intensi

adalah niat, tujuan, keinginan untuk melakukan sesuatu, mempunyai tujuan.

Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait 2

hal berbeda yang saling berhubungan yaitu kecenderungan untuk membeli

dan rencana dari keputusan membeli. Jadi intensi berhubungan dengan

perilaku. Individu melakukan perilaku tersebut, apabila ia benar-benar ingin

melakukannya untuk membentuk intensi.

Membeli adalah bagian dari perilaku konsumen yang selalu kita lihat

dalam kehidupan sehari-hari. Dan kegiatan ini dilakukan dalam rangka

memenuhi kebutuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Schiffman & Kanuk

(2)

perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari sesuatu, membeli,

menggunakan, mengevaluasi, membuang produk, jasa, dan pemikiran

dimana mereka berharap kebutuhan mereka akan terpuaskan.

Intensi membeli adalah suatu rangkaian aktivitas yang melibatkan

perhatian individu sebelum sampai pada keputusan membeli. Intensi

membeli merupakan suatu awal dari terbentuknya perilaku membeli yang

diawali dengan suatu perhatian terhadap produk, proses psikologis yang

melibatkan kepercayaan, sikap terhadap produk yang kemudian menjadi

pertimbangan untuk melakukan evaluasi alternatif dan selanjutnya

mengambil keputusan untuk memilih produk tersebut.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa intensi membeli adalah rencana

individu atau kelompok untuk membeli dimana rencana ini dipengaruhi oleh

evaluasi individu atas perilakunya dan potensi untuk mewujudkan

perilakunya. Oleh karena itu intensi membeli ini dapat digunakan sebagai

prediktor dari perilaku membeli.

II. Aspek-aspek Intensi

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu:

1. Sasaran (Target), yaitu sasaran yang ingin dicapai jika

menampilkan suatu perilaku.

2. Action merupakan suatu tindakan yang mengiringi

(3)

3. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan

perilaku.

4. Time (waktu) , yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi

waktu tertentu, dalam satu periode atau jangka waktu yang

tidak terbatas.

III. Faktor-Faktor Intensi

Menurut Ajzen (2005), terdapat 3 faktor yang dapat membentuk

intensi, yaitu :

a. Attitude

Adanya kecenderungan seseorang untuk berperilaku tertentu.

Kecenderungan berperilaku melakukan atau tidak melakukan tindakan

tersebut didasarkan atas keyakinan dan kepercayaan dirinya mengenai boleh

atau tidaknya dilakukan jika seseorang dalam kondisi atau dihadapkan pada

situasi tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975).

Sikap terhadap perilaku adalah derajat ukuran nilai terhadap

perilaku, apakah positif atau negatif (Ajzen, 2006). Sikap subjek penelitian

terhadap suatu produk didefinisikan sebagai keyakinan terhadap

konsekuensi tertentu (positif atau negatif) dari suatu produk dan evaluasi

subjek terhadap hasilnya yang tercermin dalam penilaiannya yang

mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable) terhadap

perilaku membeli produk tersebut. Jadi sikap merupakan fungsi dari

(4)

produk dan evaluasi pribadinya terhadap konsekuensi dari membeli produk

tersebut. Pada intinya, sikap terhadap membeli suatu produk merupakan

interelasi dari dua komponen, yaitu belief (keyakinan seseorang terhadap

hasil yang akan dimunculkan) dan evaluation (evaluasi terhadap hasil).

Menurut Ajzen (2005) penentuan sikap didasarkan pada belief

berupa pemahaman. Pemahaman tersebut dapat langsung atau otomatis

muncul tanpa melalui proses konstruksi. Jadi, ketika individu diminta untuk

mengemukakan sikapnya terhadap sesuatu, maka orang tersebut tidak

memerlukan review terhadap beliefnya. Sebelumnya belief individu tentang

konsep dari suatu perilaku telah terpikirkan, maka pemahaman terhadap

konsep perilaku tersebut secara otomatis akan muncul..

b. Subjective norm

Menurut Ajzen (1991) norma subjektif dalam penelitian ini adalah

persepsi individu terhadap harapan yang diinginkan significant other atau

lingkungan yang signifikan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku

membeli. Significant other ini disebut sebagai referen. Referen ini dibagi

menjadi dua, basic dan specific. Basic referent yang dianggap penting

meliputi agama, peraturan, norma, budaya, dan nilai-nilai yang dianut.

Specific referent meliputi orang tua, pasangan, saudara, dosen, guru, teman

dekat, dan teman kerja. Norma subjektif dalam penelitian ini didefinisikan

sebagai tekanan sosial yang telah dipersepsi oleh individu, berasal dari basic

(5)

membeli dan keyakinan apa yang diharapkan oleh significant other

(normative belief).

Dalam menentukan keinginan seseorang untuk mematuhi norma

tersebut, akan melibatkan pertimbangan individu terhadap dua komponen,

yaitu : 1.) keyakinan pribadi mengenai apa yang perlu dilakukan; dan 2.)

keyakinan individu mengenai apa yang diharapkan oleh masyarakat atau

orang-orang yang penting baginya (Fishbein & Ajzen, 1975). Namun dalam

kenyataannya, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi seseorang

akan tergantung pada faktor situasional (Fishbein & Ajzen, 1975).

c. Perceived behavioral control

Perceived behavioral control adalah persepsi seseorang tentang

kemampuan dirinya dalam melakukan perilaku tertentu dan perkiraan

mengenai seberapa sulit atau mudahnya (Ajzen, 1991). Aspek perceived

behavioral control ini dapat digunakan dalam berbagai situasi dan perilaku.

Kontrol perilaku ini dapat mempengaruhi perilaku secara mandiri atau tidak

tergantung pada variabel sikap terhadap perilaku membeli dan norma

subjektif. Kontrol perilaku menunjukkan sejauh mana seseorang merasa

bahwa yakin dapat menampilkan atau tidak menampilkan perilaku yang

berada di bawah kontrol individu itu sendiri yang tergantung pada control

belief dan perceived power. Control believe dan perceived power itu sendiri

juga dipengaruhi oleh self efficacy dan controllability (Ajzen, 2005). Self

(6)

perilaku dan seberapa tinggi tingkat kepercayaan diri mereka dapat

menunjukkan perilaku. Controllability dapat diukur dengan pertanyaan

apakah memunculkan perilaku membeli berdasarkan keinginan mereka

sendiri dan faktor lain dibawah kontrol mereka.

B. Brand Image

I. Definisi Brand Image

Image menurut Kotler & Keller (2008) adalah sejumlah keyakinan,

ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek.

Mengembangkan citra yang kuat membutuhkan kreatifitas dan kerja keras.

Image tidak dapat ditanamkan dalam pikiran manusia dalam semalam atau

disebarkan melalui media masa. Sebaliknya, image itu harus disampaikan

melalui tiap sarana komunikasi yang tersedia dan disebarkan secara

terus-menerus. Sedangkan brand adalah sebuah nama, tanda, istilah, simbol, atau

desain dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari

seorang penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa competitor

lainnya (Kotler, 2009).

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

brand merupakan identitas produk yang digunakan untuk pembeda antara

barang dan jasa. Brand juga menawarkan janji akan nilai brand produk

kepada konsumen yang nantinya akan mempengaruhi persepsi konsumen

(7)

Brand tentunya juga mempunyai image, baik yang bersifat positif

maupun negatif, tergantung kepada upaya perusahaan dalam menciptakan

image akan produknya. Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan brand

sebagai “nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari

semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa

pesaing”. Dengan demikian sebuah brand adalah produk atau jasa

penambah dimensi yang dengan cara tertentu mendiferensiasikan dari

produk dan jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang

sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau berwujud yang dikaitkan

dengan kinerja produk dari brand (Kotler, 2009).

Brand image adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh

konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan

konsumen (Kotler & Keller, 2008). Sedangkan Hawkins (2007) mengatakan

bahwa brand image adalah memori skematik dari sebuah merek. Ini berisi

interpretasi target pasar atribut produk, manfaat, situasi penggunaan,

pengguna, dan karakteristik produsen/pemasar dan merupakan apa yang

orang pikirkan dan rasakan ketika mereka mendengar atau melihat nama

merek. Sitinjak (2005) menambahkan bahwa brand image merupakan aspek

yang penting dalam merek, citra dapat didasarkan kepada kenyataan atau

fiksi tergantung bagaimana konsumen mempersepsikan. Untuk mengukur

brand image itu sendiri dapat dikaitkan dengan dimensi kualitas pelayanan.

Brand image atau brand description yakni deskrispi tentang asosiasi dan

(8)

dan kualitatif telah dikembangkan untuk membantuk mengungkap presepsi

dan asosiasi konsumen terhadap sebuah brand tertentu, diantaranya

multidimensional scaling, projection techniques, dan sebagainya (Tjiptono,

2011).

Sedangkan menurut Kotler (2009), brand image adalah sekumpulan

asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen. Konsumen

yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi

terhadap brand image. Brand image ialah persepsi dan keyakinan yang

dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi

dalam memori konsumen.

Brand image kadang-kadang dapat berubah, ketika dibutuhkan suatu

perubahan citra merek maka model peran yang harus ditemukan. Sebagai

bagian dari identifikasi merek, model peran tersebut seyogianya dapat

mewakili elemen identitas inti sebuah merek (Surachman, 2008).

Jadi, brand image dapat diartikan sebagai apa yang menjadi persepsi

konsumen ketika melihat suatu produk yang didasarkan pada kenyataan dan

biasanya merek diartikan dengan bagaimana kualitas pelayanan.

II. Faktor-Faktor Terbentuknya Brand Image

Menurut Kotler & Keller (2008) bahwa pengukur citra merek dapat

(9)

a. Kekuatan (Strengthness)

Dalam hal ini adalah keunggulan yang dimiliki oleh merek yang bersifat

fisik dan tidak ditemukan pada merek lainnya. Keunggulan merek ini

mengacu pada atribut-atribut fisik atas merek tersebut sehingga bisa

dianggap sebagai sebuah kelebihan dibanding dengan merek lainnya. Yang

termasuk pada sekelompok kekuatan (strength) adalah keberfungsian semua

fasilitas produk, penampilan fisik, harga produk, maupun penampilan

fasilitas pendukung dari produk tersebut dan memiliki cakupan pasar yang

luas.

b. Keunikan (Uniqueness)

Keunikan merupakan kemampuan untuk membedakan sebuah merek

diantara merek lainnya. Kesan ini muncul dari atribut produk tersebut yang

menjadi bahan pembeda atau diferensiasi dengan produk-produk lainnya.

Yang termasuk dalam kelompok unik ini adalah variasi penampilan atau

nama dari sebuah merek yang mudah diingat dan diucapkan, dan fisik

produk itu sendiri.

c. Keunggulan (Favorable)

Yang termasuk dalam kelompok favorable ini antara lain,

kemudahan merek produk diucapkan serta kemampuan merek untuk tetap

diingat oleh pelanggan yang membuat produk terkenal dan menjadi favorit

di masyarakat maupun kesesuaian antara kesan merek di benak pelanggan

(10)

C. Produk IPhone

IPhone dirancang dan dipasarkan oleh Apple Inc (Apple, 2014),

perusahaan yang pernah di komandoi oleh Steve Jobs. IPhone pertama kali

diluncurkan pada tahun 2007 sesaat setelah kemunculan iPad, dengan

senjata sistem operasi telepone genggam iOS Apple yang dikenal dengan

nama “iPhone OS” ponsel pintar ini langsung digemari para pengguna

smartphone dan bersaing dengan BlackBerry. IPhone seri pertama ini

aplikasinya belum bisa ditambah dari pihak ketiga yang dikembangkan oleh

para developer sehingga tidak bisa digunakan untuk mendownload

aplikasi-aplikasi terbaru. Namun demikian Apple sukses menjual iPhone seri

pertama ini sebanyak 700.000 di minggu pertama setelah launching.

Pada 29 Juli 2007 Apple merilis iPhone generasi pertama yang

bernama iPhone 2G, dengan kapasitas memori 4Gb dan 8Gb ponsel ini

memiliki layar 3,5 inci dengan resolusi 320 x 480 pixel dan dilengkapi

dengan kamera 2MP. Pada awal kemunculannya sudah laku terjual

sebanyak 700.000 unit suatu pencaian yang cukup bagus bagi Apple.

Sampai dengan tahun 2009 Apple merilis dua produk barunya yaitu iPhone

3G pada 2008 dan iPhone 3Gs pada 2009, dengan demikian tiap tahun

iPhone mengeluarkan produk terbaru. IPhone 3G dan 3Gs sudah dilengkapi

dengan App Store yang tidak di sediakan di iPhone generasi pertama.

Kapasitas memori juga mengalami perubahan yaitu 8 – 32 Gb , karena akan

dirilisnya iPhone generasi ke empat maka pada 24 Juni 2010 iPhone

(11)

pada generasi ke dua yang telah di berhentikan pembuatanya pada 8 Juni

2009. IPhone 4 mulai di rilis pada 24 juni 2010 dengan perubahan dari segi

kamera yang sebelumnya 3,2Mp menjadi 5Mp tidak hanya itu saja Apple

juga memproduksi model CDMA dan model GSM dalam selang waktu 24

jam dari pemeberitahuan akan dirilisnya iPhone 4 sebanyak 600.000 sudah

melakukan pre–order. Pada tahun 2011 iPhone muncul generasi berikutnya

yang bernama iPhone 4s yang dilengkapi kamera 8mp , kemampuan

merekam video 1080 HD. Dalam waktu 3 hari (14 – 17 Oktober 2011)

iPhone 4s berhasil terjual sebanyak 4 juta unit.

Pada tahun berikutnya munculah iPhone 5. Ini adalah produk

smartphone pertama yang diluncurkan Apple tanpa campur tangan Steve

Jobs yang meninggal beberapa waktu setelah peluncuran 4S. Ketika

diluncurkan, perusahaan mengklaim iPhone 5 adalah produk ponsel

tercepat, paling tipis dan paling ringan yang pernah mereka buat. Lagi lagi

Apple membuat kejutan dengan merilis produk mereka pada tahun 2013

yang bernama iPhone 5c dan 5s. Untuk 5C, banyak orang menganggap

ponsel ini tidak berbeda dengan 5. Namun yang membuatnya istimewa

adalah karena dia adalah ponsel warna-warni pertama yang dijual oleh

Apple. Berbeda dengan 5C, 5S justru mengalami upgrade yang cukup

signifikan, terutama di bagian prosesor. Di mana Apple menjadi produsen

pertama yang menyematkan teknologi 64 bite untuk smartphone. Selain itu,

perusahaan juga menambah flash kamera menjadi dua, teknologi finger

(12)

barunya. IPhone 6 dan iPhone 6 plus merupakan generasi terbaru yang

dirilis pada bulan september 2014. Di mana iPhone 6 berukuran 4,7 inci

1334×1750 pixel dan 6 Plus sebesar 5,5 inci 1920×1080 pixel. Keduanya

masing-masing memiliki layar kaca Retina HD dengan penutup belakang

dari bahan aluminum serta didesain lebih tipis dari pendahulunya.

Untuk masalah ukuran, iPhone 6 memiliki dimensi tebal 6,8 mm

sementara 6 Plus 7,1 mm. Kedua produk baru ini juga menjalankan sistem

operasi iOS 8 dan mengusung prosesor A8 1,4GHz yang diklaim 25 persen

lebih kencang dan tampilan grafis 50 persen lebih baik.

Selain itu smartphone ini juga memiliki perangkat lunak yang dapat

mengunggah foto. IPhone dapat memainkan video, sehingga pengguna

dapat menonton televisi atau film (Toucharcade, 2008). IPhone memiliki

hampir 100.000 aplikasi yang dijual di iTunes di computer, maupun di Apps

Store langsung di iPhone (Macrumors, 2014). Para pengguna iPhone

bahkan dapat langsung membeli dan mengunduh aplikasi yang dijual di

Apps Store, asalkan tidak melebihi 10 MB. Sistem operasi iPhone adalah

versi ringan Mac OS X tanpa berbagai komponen yang tidak diperlukan.

Sistem operasi ini memakan ruang kurang lebih sebanyak 250MB. Sistem

operasi dapat di update berkala melalui iTunes secara gratis.

D. Siswa-Siswi SMA

Masa SMA yang memiliki rentang usia 15-18 tahun bisa dikatakan

(13)

dewasa atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah masa remaja. Masa

remaja merupakan suatu tahap transisi menuju ke status yang lebih tinggi

yaitu status sebagai orang dewasa. Berdasarkan teori perkembangan, masa

remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat,

termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan

pencapaian (Fagan, 2006). Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka

yang berada pada usia 12-18 tahun. Sedangkan Monks, dkk (2004) memberi

batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Santrock, (2003) usia

remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa usia remaja berkisar 12-23 tahun.

Menurut Ali (2006) usia remaja cenderung berkarakteristik berikut:

1. Secara fisik:

a) umumnya individu telah mempunyai kematangan yang lengkap;

b) individu-individu ini kian menyerupai orang dewasa: tulang-tulang

tumbuh kian lengkap, dan sosoknya kian tinggi; serta

c) meningkatnya energi gerak pada setiap individu.

2. Secara mental:

a) individu dilanda kerisauan untuk menemukan jati diri dan tujuan

hidup mereka;

b) keadaan mental remaja itu terus berlanjut dan untuk berusaha keras

(14)

c) dalam melepaskan ketergantungan dari orang dewasa, pelbagai

individu ini kerap memperlihatkan perubahan mood yang ekstrem,

dari yang kooperatif hingga yang suka memberontak;

d) kendali untuk dapat diterima lingkungan masih kuat, dan

individu-individu itu sangat memperhatikan popularitas, terutama bagi

kalangan yang berbeda kelamin; serta

e) berbagai individu kerap mengalami beberapa masalah dengan

membuat penilaian sendiri.

E. Dinamika Pengaruh Brand Image Terhadap Intensi Membeli Pada Produk Iphone Dikalangan Siswa-Siswi SMA

Brand image merupakan gambaran atau kesan yang ditimbulkan

oleh suatu merek dalam benak pelanggan (Kotler, 2007). Penempatan citra

merek dibenak konsumen harus dilakukan secara terus-menerus agar citra

merek yang tercipta tetap kuat dan dapat diterima secara positif. Ketika

sebuah merek memiliki citra yang kuat dan positif di benak konsumen maka

merek tersebut akan selalu diingat dan kemungkinan konsumen untuk

membeli merek yang bersangkutan sangat besar. Faktor-faktor pendukung

terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek

(Kotler & Keller, 2008) yaitu keunggulan asosiasi merek, kekuatan asosiasi

(15)

Kekuatan asosiasi merek merupakan keunggulan yang dimiliki oleh

merek yang bersifat fasilitas produk, penampilan produk, harga produk,

maupun penampilan fasilitas pendukung dari produk tersebut. Seperti harga

iPhone yang sangat mahal (Makemac, 2013), perangkatnya terbuat dari

bahan metal dan kaca sehingga memberikan kesan premium dan juga

berkelas (Teknokompas, 2014) dan memiliki hasil kamera yang jernih. Hal

ini sejalan dengan time yang merupakan waktu terjadinya perilaku yang

meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau jangka waktu yang tidak

terbatas. Seperti membeli iPhone ketika uang nya sudah cukup atau pun

sudah berencana ingin membeli iPhone dikarenakan harga iPhone yang

terkesan mahal.

Keunggulan asosiasi merek merupakan kesan merek di benak

pelanggan yang membuat produk terkenal. Di Amerika Serikat, iPhone

diketahui sebagai smartphone dengan tingkat kepuasan tertinggi dari para

penggunanya, dibanding smartphone lainnya (J.D.Power, 2012) dan juga

sudah dipercaya oleh konsumen beberapa tahun belakangan ini

(Teknokompas, 2015). Ini menunjukkan pengguna iPhone memiliki brand

image yang positif, dan pengguna akan berbicara atau memberikan

review/suggest yang positif tentang brand iPhone.

Salah satu karakteristik siswa-siswi SMA adalah dapat diterima di

lingkungannya (Ali, 2006). Terkait dengan action, siswa-siswi SMA yang

mendapatkan informasi positif mengenai brand image iPhone akan

(16)

teman-teman di dalam lingkungannya menggunakan brand yang sama, siswa-siswi

SMA akan memunculkan intensi membeli produk iPhone agar diterima oleh

lingkungannya. Sedangkan dalam context, ini akan semakin memunculkan

intensi membeli produk iPhone ketika ada promo, diskon, maupun

berprestasi di sekolah.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa brand image

memiliki peran dalam intensi individu dalam melakukan suatu perilaku.

Dimana dalam penelitian ini akan melihat intensi siswa-siswi SMA membeli

produk iPhone. Semakin positif brand image, maka semakin tinggi intensi

membeli produk iPhone.

F. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti memiliki hipotesa

bahwa terdapat pengaruh positif antara brand image dengan intensi

membeli. Artinya semakin positif brand image, maka semakin tinggi intensi

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat melalui pemodelan untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat dengan

Pengembangan aplikasi ini dilakukan melalui beberapa tahap, yakni tahap pengumpulan data, tahap perancangan aplikasi, tahap pembuatan program serta tahap implementasi program.

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wirma Niasari yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan

Motivator; guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta

[r]

Oleh kerana Nabi dianggap manusia yang sempurna kerana adanya bimbingan wahyu maka, segala perbuatan, perlakuan dan pengakuan Nabi ini mestilah diikuti oleh semua

Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Rekan seperjuangan dalam penelitian ini, Emi Purnama Sari