• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Model Pembelajaran Role Playing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Model Pembelajaran Role Playing"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN

MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLA

 ROLE PLAYING 

YING 

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Model-Model Pembelajaran Model-Model Pembelajaran

Dosen Pengampu: Dr. Christina Ismaniati M.Pd. Dosen Pengampu: Dr. Christina Ismaniati M.Pd.

Disusun oleh: Disusun oleh: Asrofi

Asrofi Abdul Abdul Muhaimin Muhaimin 1510524104015105241040 Farid

Farid Danang Danang Abdur Abdur Rochim Rochim 1510524104515105241045 Muhammad

Muhammad Khanafi Khanafi Jazuli Jazuli 1510524401015105244010 Yuli

Yuli Ernawati Ernawati 1510524102515105241025

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2017 2017

(2)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.interaksi antara guru dan peserta didik dalam rangka transfer of knowlodge dan bahkan juga transfer of values, akan senantiasa menuntut komponen-komponen yang ada pada kegiatan proses belajar mengajar diutamakan saling menyesuaikan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan belajar bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut kreatifitasnya dalam menciptakan pembelajaran yang PAIKEM yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Yang mana hal itu dapat tercapai dengan digunakannya model pembelajaran yang tepat.

Penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dan tepat dapat meminimalisir kebosanan peserta didik terhadap cara mengajar guru sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami materi pelajaran dalam proses pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran adalah dengan menggunakan model pembelajaran role playing yang selebihnya akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian model pembelajaran ? 2. Apa itu model pembelajaran role playing ?

3. Apa saja langkah-langkah dalam model pembelajaran role playing ? 4. Bagaimana penerapan model pembelajaran role playing?

5. Apa manfaat serta kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran role  playing ?

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui pengertian model pembelajaran.

2. Dapat mengetahui pengertian model pembelajaran role playing.

3. Dapat memahami langkah-langkah dalam model pembelajaran role playing. 4. Dapat memahami penerapan model pembelajaran role playing.

5. Dapat mengetahui manfaat serta kelebihan dan kekurangan model pembelajaran role playing.

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. Model Pembelajaran

Secara khusus istilah “model” dalam (Winataputra, Udin S. 2001: 3) diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan. Dalam pengertian lain, “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya. Atas dasar pemikiran tersebut, maka yang dimaksud dengan “Model Pembelajaran”  adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para  perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.

B. Model Pembelajaran Role Playing 1. Pengertian

Bermain peran atau istilah inggrisnya role-playing  adalah suatu metode mengajar yang merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar oleh sekelompok siswa dalam memperagakan secara singkat tentang materi pembelajaran dengan memerankan tokoh.

Menurut Joyce dan Weil (2000) Bermain peran (role-playing) adalah strategi  pengajaran yang termasuk ke dalam kelompok model pembelajaran sosial (social models). Strategi ini menekankan sifat sosial pembelajaran, dan memandang  bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang siswa baik secara sosial maupun

intelektual.

Bermain peran (role-playing) merupakan model pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model ini membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok. Dalam dimensi sosial,model ini memudahkan individu untuk bekerja sama dalam menganalisis kodisi sosial, khususnyamasalah kemanuasiaan. Model ini juga menyokong  beberapa cara dalam proses pengembagan siskap sopan dan demokratis dalam

menghadapi masalah. Esensi darirole playing sendiri adalah keterlibatan  partisiipan da peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya keinginan untuk

(4)

memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang dihasilkan dari keterlibatan langsung ini.

2. Konsep peran

Konsep peran adalah salah satu dari dasar-dasar teoritis utama dari model bermain  peran. Ini juga merupakan tujuan utama. Kita harus mengajarkan siswa untuk menggunakan konsep ini, untuk mengenali peran yang berbeda dan berpikir mereka sendiri dan perilaku orang lain dalam hal peran. Pada saat yang sama, ada  banyak aspek lain untuk model ini dan banyak tingkat analisis yang sampai batas

tertentu bersaing satu sama lain. Misalnya, isi masalah, solusi untuk masalah ini,  perasaan para pemain peran, dan akting itu sendiri semua melayani untuk melibatkan siswa dalam bermain peran. Oleh karena itu, menjadi bagian penting dari pengalaman bermain peran, konsep peran harus terjalin, namun juga disimpan untuk seluruh kegiatan bermain peran. Hal ini juga membantu jika sebelum menggunakan model siswa telah diajarkan konsep ini secara langsung.

3. Asumsi yang mendasari pembelajaran role playing

Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi sebagai berikut:

(1) Bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitik beratkan isi pelajaran pada situasi “di sini pada saat ini”. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogi mengenai situasi kehidupan nyata. Analogi yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.

(2) Bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan  perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain.

(3) Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi  pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para  peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara

(5)

memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal.

(4) Asumsi terakhir dalam model bermain peran bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.

C. Langkah-langkah Model Pembelajaran Role Playing

Keuntungan dari role playing  tergantung pada kualitas yang berlaku dan khususnya pada analisis yang mengikutinya. Hal itu juga tergantung pada persepsi siswa dari sebuah peran yang mirip dengan situasi kehidupan nyata. Anak-anak tidak selalu terlibat secara efektif dalam bermain peran atau analisis peran pada saat  pertama kali mereka mencobanya.

Shaftels (dalam Joyce & Weil, 1996:94-100) menyebutkan bahwa aktivitas role- playing terdiri dari sembilan langkah, yaitu :

1. Fase satu, pemanasan/memotivasi kelompok, mencakup memperkenalkan masalah kepada siswa sehingga mereka dapat mengetahui materi yang mana semuanya perlu belajar untuk menanganinya.

2. Fase dua, memilih pemeran/peserta, siswa dan guru mendeskripsikan berbagai macam karakater. Kemudian siswa secara sukarela diminta untuk memerankan, mungkin juga mereka diminta untuk memerankan peran tertentu.

3. Fase tiga, menyiapkan tahap-tahap peran, para pemain menggambarkan garis  besar skenario. Gambaran sederhana setting (pengaturan) dan aksi pemeranan

salah satu pemeran. Guru dapat membantu tahap-tahap peran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana mengenai hal-hal yang  berkaitan dengan peran tersebut. Hal itu penting agar siswa merasa aman

dalam memulai aksi pemeranan.

4. Fase empat, menyiapkan pengamat, hal ini penting bahwa pengamat terlibat secara aktif sehingga seluruh kelompok terlibat dalam pemeranan dan kemudian dapat menganalisis permainan.

(6)

5. Fase lima, memerankan, guru membirakan pemeran mengekspresikan ide mereka sesuai dengan tujuan. Tindakan saat ini tergantung pada anak dan muncul sesuai dengan apa yang terjadi dalam situasi. Inilah kenapa tahap  persiapan sangat penting.

6. Fase enam, diskusi dan evaluasi, jika masalah itu penting dan pemeran serta  pengamat terlibat secara intelektual dan emosional maka kemungkinan diskusi akan berlangsung secara spontan. Saat pertama, diskusi focus pada perbedaan interpretasi dari penggambaran dan pada ketidakasepakatan atas bagaimana  peran itu seharusnya dilakukan. Dan yang terpenting, bagamana sebuah

konsekuensi dari aksi dan motivasi dari si pemeran.

7. Fase tujuh, memerankan ulang, apabila terdapat gagasan mengenai alternative-alternatif pemeranan, maka pemeranan ulang dilakukan.

8. Fase delapan, diskusi dan evaluasi, dilakukan sebagai tindak lanjut dari role  playing tersebut. Diskusi dan evaluasi dilakukan untuk membahas focus dari  pemeranan ulang.

9. Fase Sembilan, berbagi pengalaman dan generalisasi, guru hendaknya membentuk diskusi sehingga siswa setelah mengalami role playing dapat menggeneralisasi situasi masalah dan konsekuensinya. Bentuk diskusi yang mencukupi akan sampai pada kesimpulan yang tepat.

D. Penerapan Role Playing

Model role playing  sangatlah serba guna dan dapat diaplikasikan terhadap  beberapa tujuan Pendidikan yang penting. Melalui role playing, siswa dapat meningkatkan kemampuannya untuk mengenali perasaan orang lain dan dirinya, mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi situasi yang sulit, dan mereka juga dapat meningkatkan keterampilannya dalam memecahkan suatu masalah.

E. Manfaat serta Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Role Playing 1. Manfaat

Bobby DePorter (Santoso: 2011) mengatakan manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: 1) role playing dapat memberikan semacam hidden practice yaitu murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari; 2) role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar; 3) role playing dapat memberikan kepada

(7)

murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan  bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa.

Di sisi lain, Sadali dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ada empat asumsi yang mendasari model mengajar ini yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut ialah: 1), secara implisit  bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” (here and now) sebagai isi pengajaran. 2),  bermain peran memberikan kemungkinan kepada para siswa untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tak dapat mereka kenali tanpa  bercermin kepada orang lain.3), model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. 4) model mengajar ini mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi (covert ) berupa sikap-sikap nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi pemeranan secara spontan dan analisisnya.

2. Kelebihan model role playing

Menurut Syaiful Sagala, kelebihan metode bermain peran (role playing) antara lain:

a. Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan.

 b. Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.

c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran di sekolah.

d. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik- baiknya.

e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.

f. Bahasa lisan siswa dibina dengan baik agar mudah dipahami orang.

Kemudian menurut Adelia Vera, metode bermain peran memiliki kelebihan diantaranya :

a. Peserta didik dapat menjabarkan pengertian (konsep) dalam bentuk praktik dan contoh-contoh yang menyenangkan.

 b. Peserta didik menanamkan semangat peserta didik dalam memecahkan masalah ketika memerankan sekenario yang dibuat.

(8)

c. Peserta didik membangkitkan minat peserta didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan.

d. Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika memainkan sebuah peran. e. Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik  perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas.

3. Kekurangan model role playing

a. Metode bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.  b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun

murid.

c. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.

d. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan,  bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan  pengajaran tidak tercapai.

e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

f. Sebagian besar anak yang tidak ikut drama mereka menjadi kurang aktif.

g. Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan.

(9)

BAB III PENUTUP Kesimpulan

 Role playing adalah suatu metode mengajar yang merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar oleh sekelompok siswa dalam memperagakan secara singkat tentang materi  pembelajaran dengan memerankan tokoh. Prosedur role playing  terdiri atas sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menata panggung, (4) menyiapkan  pengamat, (5) memerankan, (6) diskusi dan evaluasi, (7) memerankan ulang, (8) diskusi dan

evaluasi, dan (9) berbagi pengalaman dan generalisasi.

Melalui role playing, siswa dapat meningkatkan kemampuan mengenal perasaanya sendiri dan perasaan orang lain. Mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.

Daftar Pustaka

Israwan, Fandi. 2017. Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing). Joyce, Bruce R & Weil, Marsha. 1996. Models of Teaching. USA

Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara Winataputra, Udin S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif . Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Utami (2014) dalam penelitiannya menerapkan model role playing pada mata diklat Melakukan Pelayanan Prima terhadap siswa kelas XI Pemasaran 3 SMK Negeri Semarang dan menyimpulkan

Utami (2014) dalam penelitiannya menerapkan model role playing pada mata diklat Melakukan Pelayanan Prima terhadap siswa kelas XI Pemasaran 3 SMK Negeri Semarang dan menyimpulkan

Diantara rumpun model pembelajaran yang populer diantaraya ada empat rumpun model yaitu rumpun model pembelajaran pemrosesan informasi yang merupakan pengembangan dari

dipandang perlu diterapkannya salah satu model pembelajaran yang baru, dan model tersebut dipandang mampu menanamkan nilai-nilai islami sehingga akhlak peserta

Dengan demikian, tujuan penelitian eksperimen sejalan dengan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti yaitu untuk mencari pengaruh model Pembelajaran Role Playing

Dengan mempertimbangkan dan merujuk kepada beberapa pendapat pakar dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah “Penerapan model

Keterampilan Menulis Teks Negosiasi Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Bermain Peran Role Playing Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat untuk

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Role Playing merupakan model pembelajaran atau cara guru dalam pembelajaran yang mengarahkan atau melibatkan