• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Hutan

Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon yang menempati suatu tempat di mana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuhan tersebut dengan lingkungannya. Pepohonan yang tinggi sebagai komponen dasar dari hutan memegang peranan penting dalam menjaga kesuburan tanah dengan menghasilkan serasah sebagai sumber hara penting bagi vegetasi hutan (Ewusie, 1990).

Hutan memberi pengaruh pada sumber alam yang lain. Pengaruh ini melalui tiga faktor lingkungan yang saling berhubungan, yaitu: iklim, tanah dan pengadaan air di berbagai wilayah, misalnya di wilayah pertanian. Pada saat ini daerah hutan tropik yang tersebar dan masih cukup baik dari Asia Tenggara, terutama di Indonesia dijumpai di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Soeriaatmadja, 1981).

Hutan merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian, dikarenakan keragaman pohon yang tinggi (Hairiah dan Rahayu, 2007). Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi dari pada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3,5 milliar ton karbon (Forest Watch Indonesia, 2003).

Menurut Daniel et al., (1992) hutan memiliki beberapa fungsi bagi kehidupan manusia antara lain: (1) pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, (2) produksi bahan bakar fosil (batubara), (3)

(2)

pengembangan dan proteksi lapisan tanah, (4) produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai terhadap erosi, (5) penyediaan habitat material bangunan, (6) bahan bakar dan hasil hutan, (7) manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi alam asli, dan taman. Semua manfaat tersebut kecuali produksi bahan bakar fosil, berhubungan dengan pengelolahan hutan.

II.2. Ekosistem Hutan Hujan Tropis

Menurut Vickery (1984), hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan yang terletak pada 10o LU dan 10o LS. Ekosistem hutan hujan tropis terbentuk oleh vegetasi klimaks pada daerah dengan curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, rata-rata temperatur 250

1. Stratum A, yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Pada umumnya tajuk pohon pada stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu berbentuk lapisan diskontinu. Pohon pada stratum A umumnya berbatang lurus, batang bebas cabang tinggi, dan bersifat intoleran (tidak tahan naungan). Menurut Ewuise (1994), sifat khas bentuk-bentuk tajuk pohon tersebut sering digunakan untuk identifikasi spesies pohon dalam suatu daerah.

C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun, dan rata-rata kelembaban udara 80%. Arief (1994) mengemukakan bahwa hutan hujan tropis adalah klimaks utama dari hutan-hutan di dataran rendah yang mempunyai tiga stratum tajuk, yaitu stratum A, B, dan C, atau bahkan memiliki lebih dari tiga stratum tajuk. Stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E. (Arief, 1994; Ewusie, 1990; Soerianegara dan Indrawan, 1982). Masing-masing stratum diuraikan sebagai berikut.

2. Sratum B, yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 20-30 m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B membulat atau

(3)

memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk pohon pada stratum A. Jarak antar pohon lebih dekat, sehingga tajuk-tajuk pohonnya cenderung membentuk lapisan tajuk yang kontinu. Spesies pohon yang ada, bersifat toleran (tahan naungan) atau kurang memerlukan cahaya. Batang pohon banyak cabangnya dengan batang bebas cabang tidak begitu tinggi.

3. Stratum C, yaitu tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum C mempunyai bentuk tajuk yang berubah-ubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal. Selain itu, pepohonannya memiliki banyak percabangan yang tersusun dengan rapat, sehingga tajuk pohon menjadi padat. Menurut Vickery (1984), pada stratum C, pepohonan juga berasosiasi dengan berbagai populasi epipit, tumbuhan memanjat dan parasit.

4. Stratum D, yaitu lapisan tajuk ke empat dari atas yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada stratum ini juga terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase anakan (seedling), terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan paku-pakuan besar.

5. Stratum E, yaitu tajuk paling bawah atau lapisan ke lima dari atas yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (groun cover) yang tingginya 0-1 m. Keadaan spesies pada stratum E lebih sedikit dibandingkan dengan stratum lainnya.

Menurut Indriyanto (2008), tidak semua tipe ekosistem hutan memiliki lima stratum tersebut. Oleh karena itu, ada hutan yang memiliki stratum A, B, D, dan E, atau A, C, D, dan E dan lain sebagainya. Santoso (1996) dan Direktorat Jendral Kehutanan (2007), mengemukakan bahwa tipe ekosistem hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki tipe iklim A dan B (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson), atau dapat dikatakan bahwa tipe ekosistem tersebut berada pada daerah

(4)

yang selalu basah, pada daerah yang memiliki jenis tanah Podsol, Latosol, Aluvial, dan Regosol dengan drainase yang baik, dan terletak jauh dari pantai.

Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau. Tajuk pohon hutan tropis sangat rapat, ditambah lagi adanya tetumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon, misalnya rotan, anggrek, dan paku-pakuan. Hal ini menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus tajuk hutan hingga ke lantai hutan, sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang di bawah naungan tajuk pohon kecuali spesies tumbuhan di bawah naungan (Arief, 1994). Selain ciri umum yang dikemukakan di atas, masih ada ciri yang dimiliki ekosistem hutan hujan tropis, yaitu kecepatan daur ulang sangat tinggi, sehingga semua komponen vegetasi hutan tidak mungkin kekurangan unsur hara. Jadi faktor pembatas di hutan hujan tropis adalah cahaya, dan itu pun hanya berlaku bagi te tumbuhan yang terletak di lapisan bawah. Dengan demikian, herba dan semak yang ada dalam hutan adalah spesies-spesies yang telah beradaptasi secara baik untuk tumbuh di bawah naungan pohon (Vickery, 1984).

Menurut Van steenis (2006), terdapat 3 sub zona hutan pegunungan yaitu: 1. Sub montana (sub pegunungan atau disebut hutan pegunungan bawah) antara

ketinggian 1000- 1500 mdpl.

2. Montana (hutan pegunungan atas) antara 1500-2400 mdpl. 3. Subalfin lebih dari 2400 mdpl.

Hutan hujan tropis memiliki fungsi yang vital bagi keberlangsungan hidup semua mahluk hidup yang ada di bumi, dalam hal iklim dunia. Hutan hujan tropis sangat membantu dalam hal menstabilkan iklim dunia dengan cara menyerap karbon dioksida yang ada diatmosfer, sehingga mengurangi pula dalam hal efek rumah kaca. Hutan hujan tropis juga merupakan rumah atau habitat bagi keberlangsungan hidup bagi mahluk hidup yang tinggal di dalamnya, termasuk flora dan fauna yang terancam punah keberlangsungan hidupnya (Kusmana, 1995).

Selain fungsi-fungsi tersebut ada pula fungsi yang sangat vital yaitu sebagai suatu sistem peredaran hidrologi bagi bumi. Hal ini menggambarkan pergerakan yang

(5)

berkelanjutan dari air di bawah, di permukaan, dan di atas bumi. Jadi tidak heran jika hutan hujan tropis yang masih “perawan” memiliki sungai-sungai yang lebar serta panjang (Soerianegara & Indrawan, 1998).

II.3. Struktur dan Komposisi Hutan

Struktur merupakan lapisan vertikal dari suatu komunitas hutan dalam komunitas selalu terjadi kehidupan bersama saling menguntungkan sehingga dikenal adanya lapisan-lapisan bentuk kehidupan (Syahbudin, 1987). Selanjutnya (Daniel et

al., 1992), menyatakan struktur tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur atau

kelas diameter dan kelas tajuk. Sementara itu dinyatakan struktur hutan menunjukkan stratifikasi yang tegas antara stratum A, stratum B, dan stratum C yang tingginya secara berurutan sekitar 40, 20 dan 10 meter (Wirakusuma, 1980).

Komposisi hutan merupakan penyusun suatu tegakan atau hutan yang meliputi jumlah jenis spesies maupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan (Wirakusuma, 1980). Komposisi hutan sangat ditentukan oleh faktor-faktor kebetulan, terutama waktu-waktu pemencaran buah dan perkembangan biji. Pada daerah tertentu komposisi hutan berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi (Damanik et al., 1992).

II.4. Keanekaragaman Vegetasi

Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada suatu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

Vickery (1984), bahwa jumlah spesies pohon yang ditemukan dalam hutan hujan tropis lebih banyak dibandingkan dengan yang ditemukan pada ekosistem yang

(6)

lainnya. Misalnya hutan hujan Amazone mengandung spesies pohon dan semak sebanyak 2400 spesies. Haeruman (1980), juga mengatakan bahwa hutan alam tropis yang masih utuh mempunyai jumlah spesies tumbuhan yang sangat banyak. Hutan di Kalimantan mempunyai lebih dari 40.000 spesies tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesies di dunia. Di antara 40.000 spesies tersebut, terdapat lebih dari 4.000 spesies tumbuhan yang termasuk golongan pepohonan besar dan penting. Dalam setiap hektar hutan hujan tropis tersebut mengandung 320 pohon yang berukuran garis tengah lebih dari 10 cm. Di samping itu, di hutan hujan tropis Indonesia telah banyak dikenali ratusan spesies rotan, spesies pohon tengkawang, spesies anggrek hutan, dan beberapa spesies umbi-umbian sebagai sumber makanan dan obat-obatan.

Hutan hujan bawah pulau Sumatera dan Kalimantan, banyak terdapat spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae terutama angggota genus Shorea,

Dipterocarpus, Hopea, Vatica, Dryobalanops, dan Cotylelobium. Dengan demikian

hutan hujan bawah disebut juga hutan Dipterocarps. Selain spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae tersebut juga terdapat spesies pohon lain dari anggota famili

Lauraceae, Myrtaceae, Myristiceae, dan Ebenaceae, serta pohon-pohon anggota

genus Agathi, Koompasia dan Dyera pada ekosistem hutan hujan bawah di Jawa dan Nusa tenggara terdapat spesies anggota genus Altingea, Bischofia, Castanopsis,

Ficus, dan Gassampinus, serta spesies – spesies pohon dari famili Leguminosae

(Arief, 1994). Selanjutnya Arief (1994), menyatakan bahwa ekosistem hutan hujan bawah di Sulawesi, Maluku, dan Irian merupakan campuran yang didominasi oleh spesies pohon Palagium spp, Pometia pinnata, Intsia spp, Diospyros spp,

Koordersiodendron pinnatum, dan Canarium spp. Spesies-spesies tumbuhan

merambat yang banyak dijumpai di hutan hujan bawah adalah anggota famili

Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan (Calamus spp).

Pada ekosistem hutan hujan tengah yang terdapat di sebahagian Indonesia Timur, Aceh dan Sumatera Utara didominasi oleh genus Quercus, Castanopsis,

(7)

tipe ekosistem hutan hujan tengah agak khas, misalnya di Aceh dan Sumatera Utara terdapat spesies pohon Pinus merkusii, dan Jawah Tengah terdapat spesies pohon

Albizzia Montana dan Anaphalis javanica, di beberapa daerah Jawa Timur terdapat

spesies pohon Cassuarina spp. Di Sulawesi terdapat kelompok spesies pohon anggota genus Agathis dan Podocarpus. Di sebagian daerah Indonesia timur terdapat spesies pohon anggota Trema, Vaccinium, dan pohon Podocarpus imbricatus, sedangkan spesies anggota pohon anggota famili Dipterocarpaceae hanya terdapat pada daerah-daerah yang memiliki ketinggian tempat 1.200 m dpl (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

Menurut Sunarto dan Sudarsono (1997), ekosistem hutan hujan atas hanya ada di Irian Jaya dan di sebagian daerah Indonesia Barat. Pada ekosistem hutan hujan atas di Irian Jaya banyak mengandung spesies pohon Conifer (Pohon berdaun jarum), genus Dacrydium, Libecedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus. Di samping itu, mengandung juga spesies pohon Eugnia spp, dan Calophylum, sedangkan di sebahagian daerah Indonesi Barat dijumpai juga kelompok-kelompok tegakan

Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus yang tumbuh dalam ekosistem hutan

hujan atas pada daerah yang memiliki ketinggian tempat lebih dari 3.300 m dpl.

II.5. Pohon

Pohon merupakan organisme yang kompleks. Dari hasil pembiakan vegetatif atau sel telur yang telah dibuahi yang kemudian tumbuh menjadi embrio yang terselubung dalam suatu biji mungil, pohon tumbuh menjadi suatu oerganisme terbesar yang hidup di alam. Untuk keperluan inventarisasi, pohon dibedakan menjadi stadium seedling, sapling, pole, dan pohon dewasa. Wyatt-Smith (1963), dalam Soerianegara & Indrawan (1998), membedakan sebagai berikut :

1) Seedling (semai) yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m. 2) Sapling (pancang, sapihan) yaitu pemudaan yang tingginya 1,5 dan lebih

sampai pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm. 3) Pole (tiang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter 10-35 cm.

(8)

4) Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang diukur 1,3 meter dari permukaan tanah.

Menurut Sutarno & Soedarsono (1997), pohon hutan merupakan tumbuhan yang berperawakan pohon, batangnya tunggal berkayu, tegak dan biasanya beberapa meter dari tanah dan tidak bercabang, mempunyai tajuk dengan percabangan dan daun seperti kepala. Pohon didominasi hutan tropis, bentuk kehidupan pohon berpengaruh pada fisiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan pohon pohon pada daerah lain mengingat ciri-ciri tertentu seperti percabangan, daun-daunan, buah-buahan dan sistem perakaran (Longman & Jenik 1987).

Berbagai penelitian tentang keanekaragaman pohon telah banyak dilakukan di berbagai hutan diantaranya kawasan hutan tropis yang menunjukkan tingginya keanekaragaman jenis. Di Borneo dengan luas plot 2 ha ditemukan 740 individu pohon dengan jumlah jenis sebanyak 199 jenis. Di Malay Peninsula Bukit Lagong dengan luas 2 ha di temukan 559 individu pohon dengan jumlah jenis sebanyak 215 jenis (Kusmana, 1995). Di Asia Tenggara umumnya ditemukan lebih dari 100 jenis spesies pohon yang berbeda tiap hektarnya, tidak termasuk tingkat seedling (semai) walaupun beberapa dugaan terdahulu menyatakan bahwa kadang-kadang jumlah keseluruhan spesies pohon mungkin hampir 400 spesies per hektar (Longman & Jenik, 1987). Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau, Tegakan hutan adalah keseluruhan pohon yang tumbuh di hutan. Tegakan hutan yang akan diteliti meliputi seluruh pohon dan tiang.

II.6. Analisis Komunitas Tumbuhan

Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk

(9)

mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2006).

Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme (Soegianto, 1994). Lebih lanjut Soegianto (1994), menjelaskan bahwa hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu kemunitas, distribusi individu antar spesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh sistem dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas.

Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian, dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan dengan kualitatif dengan parameter kualitatif dan kuantitatif dengan parameter kuantitatif (Soerianegara & Indrawan, 1998). Namun persolan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana caranya mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data, agar dapat mengemukakan komposisi floristik dan sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh (Arief, 1994).

II.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tegakan

Kramer dan Koslowski (1960), menyatakan bahwa pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh interaksi antara tiga faktor, yaitu keturunan, lingkungan dan teknik silvikultur. Secara skematis digambarkannya interaksi dari ketiga faktor itu sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

(10)

Gambar 2.1 Interaksi pada pertumbuhan pohon.

Kramer dan Koslowski (1960), mengelompokkan faktor-faktor lingkungan (luar) ke dalam tanah, iklim, api, pencemaran, dan faktor biotik. Faktor-faktor tanah, iklim, api, pencemaran termasuk faktor abiotik, sedangkan faktor pengatur tumbuh (hormon), keseimbangan air dan genetik dimasukkannya ke dalam faktor dalam dari pohon.

II.8. Peranan karbon dalam keseimbangan sumber hayati

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfil. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas karbondioksida (CO2), metana

(CH4) dan nitrogen oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kada (GRK).

Kenaikan konsentrasi CO2 dan GRK lain di atmosfer dapat terjadi secara alamiah,

misalnya dari erupsi gunung berapi yang melepaskan sekitar 130-200 juta ton CO2

per tahun. Namun kenyataannya, pasca revolusi industri emisi CO2 yang dihasilkan

manusia mencapai 27-30 milyar ton per tahun, lebih dari 130 kali lipat dibandingkan emisi dari gunung berapi (Hairiah dan Rahayu, 2007). Gas-gas tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang bersifat panas sehingga suhu bumi akan semakin panas jika jumlah gas-gas tersebut meningkat di atmaofer (Najiati

et al., 2005).

Faktor Lingkungan dan Silvikultur Potensi Keturunan

Proses Fisiologi Internal

(11)

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), konsentrari GRK di atmosfer meningkat sebagai akibat adanya pengolahan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia berada di bawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO2

pertahunnya atau menyumbang 10% dari emisi CO2

Tumbuhan memerlukan sinar matahari, air H didunia.

2O dan gas asam arang CO2,

melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan di ubah menjadi

karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang di simpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2

Hutan berperan dalam upaya penyerapan CO

di atmosfir yang di serap oleh tanaman (Hairiah dan Rahayu, 2007).

2 di mana dengan bantuan

cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2

Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu (2007), menyatakan tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestry) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = sink) yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang merupakan gudang penyimpanan C tertingi.

dari atmosfer melalui fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuhan menjadi lebih besar dan tinggi (Adinugroho et al., 2009)

(12)

II.9. Perdagangan Karbon

Dengan adanya perubahan iklim, maka pada Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi 1992 di Rio de Janeiro, sudah ada komitmen untuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang telah disepakati oleh 150 negara termasuk Indonesia. Kominmen ini pada Konfrensi Negara Pihak (Cnference of Parties) III UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) tahun 1997 yang melahirkan Protokol Kyoto (Sulistyo, 2007)

Menurut Murdiyarso (2003), dalam bukunya yang berjudul CDM: Mekanisme

Pembangunan Bersih, penekanan emisi dapat dilakukan di negara lain melalui emision trading (ET), joint implementation (JI), dan Clean Development Mechanisme

(CDM). Emision trading (perdagangan emisi) memungkinkan terjadinya transaksi antara pihak yang berhasil menekan emisi karbon dengan pihak lain yang tidak bisa memnuhi kewajiban serupa. Mekanisme ET dan JI berlaku bagi sesama negara industri maju. Jika pihak pertama tak bisa mereduksi emisi karbonnya, ia boleh menjalin kerja sama dengan pihak kedua dalam sebuah proyek industri yang menekan emisi karbon.

Gambar

Gambar 2.1 Interaksi pada pertumbuhan pohon.

Referensi

Dokumen terkait

Resistensi penggunaan insektisida pinjal tikus (Xenopsylla cheopis) dalam penanggulangan penyakit pes dibahas oleh Dyah mahendra Sukendra dan artikel terakhir adalah

+elan!utnya peneliti melakukan penelitian tentang tiga leel !ustifikasi yang dibutuhkan (no justification, unconditional justification, dan  justification of disagreement  ) untuk

Program Peningkatan Kualitas Desain Produk Alas Kaki, sebagai kegiatan tahunan, lomba desain BPIPI 2015 akan mengambil tema ‘transportation’ sudah menjadi agenda

diberikan kepada pelanggan yang lebih baik dari Perusahaan Otobus lainnya, sehingga jika pelayanan yang diberikan PO Maju Lancar dirasakan baik dan memuaskan

Chalkboard Asia sebagai perusahaan jasa pemegang digital marketing Extra Joss blend dalam membangun brand image dari perusahaan tersebut sebagai minuman berenergi, digital

Ini bukan disebabkan karena Total Fertility Rate (TFR) yang rendah sehingga banyak mahasiswa kedokteran yang tidak mau mengambil jurusan spesialis Kebidanan tetapi karena

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

Berkaitan hal di atas, penyusun menyimpulkan masalah damage cargo tentunya ada faktor penyebab yang harus dicari akar penyebab masalahnya, mengapa